1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Interaksi obat merupakan salah satu drug related problems (DRPs) yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien. Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, jadi terutama jika menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah atau slope log DEC yang suram), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat- obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang jarang dipakai. Dalam makalah ini, kami telah mendapatkan beberapa kasus, diantaranya adalah mengenai diabetes, hipertensi dan TBC. Ketiga penyakit tersebut merupakan salah satu penyakit dengan kasus Interaksi Obat yang sering terjadi. Dalam terapi penyakit ini penggunaan obatnya lebih dari satu secara bersamaan (polifarmasi), yang akan memudahkan
32
Embed
ISI INTERAKSI OBAT (STUDY KASUS INTERAKSI OBAT).docx
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Interaksi obat merupakan salah satu drug related problems (DRPs) yang dapat
mempengaruhi outcome terapi pasien. Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat
yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka
kemungkinan terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan
karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, jadi terutama jika
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah atau
slope log DEC yang suram), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat
sitostatik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan
atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang jarang
dipakai.
Dalam makalah ini, kami telah mendapatkan beberapa kasus, diantaranya adalah
mengenai diabetes, hipertensi dan TBC. Ketiga penyakit tersebut merupakan salah satu
penyakit dengan kasus Interaksi Obat yang sering terjadi. Dalam terapi penyakit ini
penggunaan obatnya lebih dari satu secara bersamaan (polifarmasi), yang akan
memudahkan terjadinya Interaksi Obat. Penyakit tersebut juga membutuhkan terapi
famakologi dalam jangka panjang, sehingga selama memungkinkan terjadinya
interaksi, baik obat dengan obat maupun obat dengan yang lainnya misalnya makanan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Interaksi Obat?
2. Bagaimana kasus-kasus yang terjadi pada Interaksi Obat?
3. Apa saja efek yang bisa terjadi akibat adanya Interaksi Obat?
4. Bagaimana mencegah dan menangani kasus Interaksi Obat tersebut?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa memahami secara mendalam tentang Interaksi Obat dengan adanya
kasus-kasus yang terjadi.
2
2. Salah satu tujuan tugas Interaksi Obat ini adalah untuk nilai tambahan.
3. Mahasiswa dapat menangani Interaksi seperti pada kasus-kasus dalam makalah ini.
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Mahasiswa dapat memahami ilmu tentang Interaksi Obat khususnya pada Studi
Kasus.
2. Mahasiswa dapat memecahkan masalah apabila dihadapi kejadian Interaksi Obat
yang dicontohkan pada beberapa kasus.
3. Mahasiswa dapat memenuhi tugas dalam mata kuliah Interaksi Obat (2 sks).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 INTERAKSI OBAT
Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction, merupakan
interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi obat
dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien, namun tidak jarang menghasilkan efek
buruk, sehingga hal ini merupakan salah satu penyebab terbanyak terjadinya kesalahan
pengobatan. Secara umum, kesalahan pengobatan akibat interaksi obat ini jarang
terungkap akibat kurangnya pengetahuan, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang
hal itu.
Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain
yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau
toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003).
Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product
(CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat
lain dan menimbulkan pengaruh klinis.
Interaksi obat juga dapat diartikan sebagai fenomena yang terjadi apabila
pengaruh suatu obat diubah oleh pemberian obat sebelumnya atau untuk pemberian
obat yang bersamaan.
Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang
dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa kasus, interaksi ini terkadang
dapat menimbulkan perubahan efek pada kedua obat, sehingga obat mana yang
mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi, menjadi tidak jelas.
Interaksi obat terdiri dari 3 jenis, yaitu interaksi farmasetik (interaksi antar-obat
karena obat yang tidak dapat bercampur/inkompatibel); interaksi farmakokinetik
(interaksi antarobat yang menyebabkan peningkatan atau penurunan absorpsi,
metabolisme, distribusi, dan ekskresi obat lain); serta interaksi farmakodinamik
(interaksi obat yang berkompetisi pada tempat yang sama untuk bereaksi dalam tubuh).
Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau minuman
yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari,
tidak jarang seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam obat,
menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang diresepkan oleh dokter
4
maupun mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu seperti alkohol, kafein.
Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan
meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari
beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila
dikombinasikan dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi (Fradgley, 2003).
Jankel & Speedie (1990) mengemukakan kejadian interaksi obat pada pasien
rawat inap 2,2 % hingga 30 %, dan berkisar 9,2 % - 70,3 % pada pasien di masyarakat.
Diantaranya terdapat 11 % pasien yang benar-benar mengalami gejala akibat interaksi
obat. Penelitian lain pada 691 pasien, ditemukan 68 (9,8%) pasien masuk rumah sakit
karena penggunaan obat dan 3 (0,4 %) pasien disebabkan oleh interaksi obat (Stanton et
al., 1994).
Suatu survei mengenai insiden efek samping penderita rawat inap yang menerima
0–5 macam obat adalah 3,5 %, sedangkan yang mendapat 16–20 macam obat 54 %.
Peningkatan insidens efek samping yang jauh melebihi peningkatan jumlah obat
diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat (Setiawati, 1995).
2.2 MEKANISME INTERAKSI OBAT
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu
dari dua mekanisme berikut :
1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan
jaringan (interaksi farmakodinamik).
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit
(misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan
efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam
(sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan
perubahan efek secara substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit
besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin
hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas
keamanannya lebar.
5
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi
yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai
contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah
antineoplastik dan obat-obat imunosupresan (Hashem, 2005).
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya
(BNF 58, 2009). Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :
a. Interaksi Pada Absorbsi Obat
a) Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada
apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan.
Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi
usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai
contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada
pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).
b) Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus
untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun
lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam
dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan.
Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan
sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, bismut
aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap dan
mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).
c) Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus
kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat