Top Banner
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2015 ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6
100

ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Oct 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2015

ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6

Page 2: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir

Editor : Dr.-Ing. Widodo S. Pranowo

Dr. Irsan S. Brodjonegoro

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

2015

Page 3: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Judul Buku : EKONOMI BIRU SUMBERDAYA PESISIR Editor :

Dr.-Ing. Widodo S. Pranowo Dr. Irsan S. Brodjonegoro

Desain sampul dan Penata isi :

Sari Novita, S.T

Korektor :

Agus Hermawan, S.Sos

Dani Saepuloh, A.Md

Sari Novita, S.T

Jumlah Halaman:

93 + v halaman romawi

Seri :

Pengetahuan Sumberdaya Laut dan Pesisir No.1

Edisi/ cetakan:

Cetakan 1, Desember 2015

Sumber foto sampul:

Suhelmi IR, et al. 2013. Garam Madura, Tradisi dan Potensi Usaha Garam Rakyat.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian

dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Penerbit : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Komplek Bina Samudera Jl. Pasir Putih II Lantai 4, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta. www.p3sdlp.litbang.kkp.go.id Telp. : (021) 64700755 / Fax. : (021) 64711654, Email : [email protected]

ISBN : 978-602-9086-40-9

e- ISBN : 978-602-9086-41-6

Di cetak oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir @ 2015, hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip/memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 4: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

iii

KATA SAMBUTAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, telah

melakukan kajian dan riset tentang penerapan konsep ekonomi biru dibidang

kelautan dan perikanan.

Ekonomi biru merupakan prinsip yang harus dipegang untuk kemudian

dioperasional-kan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Pada

dasarnya konsep ekonomi biru ini mampu menciptakan industri kelautan dan

perikanan yang ramah lingkungan serta dapat meningkatkan pendapatan

perekonomian masyarakat sekitar. Ekonomi biru ini diharapkan mampu

meningkatkan sumber daya alam yang ada tanpa mengurangi fungsi dan

kualitas itu sendiri, khususnya di daerah pesisir.

Harapan kami adalah bahwa buku seri pengetahuan ini dapat

dipergunakan dan disempurnakan lagi sehingga dapat bermanfaat bagi

masyarakat umum.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Dr. Budi Sulistiyo, M.Sc.

Page 5: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala

berkat rahmat dan karunia Nya, sehingga Buku Ekonomi Biru Sumberdaya

Pesisir ini dapat diselesaikan.

Dalam buku ini tim penulis berusaha memberikan gambaran umum

mengenai penerapan prinsip ekonomi biru yang dapat memberikan inspirasi

bagi masyarakat sehingga pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia

dapat lebih terarah dan tepat sasaran.

Dijelaskan pula beberapa hasil penelitian diantaranya mengenai

pengelolaan sumberdaya kelautan secara maksimal dan menjadi lebih kreatif

di bidang industri masyarakat perikanan dan pesisir, seperti komoditi garam

dan tuna tongkol cakalang, sesuai prinsip ekonomi biru yang sedang gencar

diterapkan sejak tahun 2012. Selain itu dipaparkan juga pentingnya daya

dukung lingkungan perairan dalam menjaga keberlangsungan kegiatan

ekonomi biru. Pada edisi ini terdapat bab yang membahas tentang kualitas air

di Sungai Manggar dan Teluk Saleh, serta hasil penelitian kondisi ekologi

padang lamun dalam kapasitasnya untuk menyerap dan menyimpan karbon,

sebagai lanjutan dari studi Karbon Biru Kepulauan Derawan tahun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pimpinan, dan

keluarga besar lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut

dan Pesisir, atas kontribusi yang diberikan dalam penyusunan buku ini.

Apresiasi dari pembaca sangat kami perlukan untuk penyempurnaaan

buku nomer berikutnya. Semoga buku ini memberikan manfaat bagi kita

semua.

Jakarta,14 Desember 2015

Tim Editor

Page 6: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

v

Daftar Isi

Kata Sambutan ............................................................................. iii Kata Pengantar ............................................................................. iv Daftar Isi ........................................................................................ v

1. Kajian Pengelolaan Tambak Garam Rakyat Terpadu Rikha Bramawanto, Sophia L. Sagala, Ifan R. Suhelmi, Hariyanto Triwibowo ......................................................................... 1

2. Analisis Potensi Tuna Tongkol Cakalang (TTC) di Perairan Sumatera Barat dan Pengelolaannya Sesuai Prinsip Ekonomi Biru Studi Kasus: Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus Aida Heriati, Eva Mustikasari, Dini Purbani, Yulius,Hadiwijaya L. Salim ............................................................................................20

3. Pemurnian Garam Sistem Mekanis Untuk Menghasilkan Garam Konsumsi Sehat Ifan R. Suhelmi dan Hariyanto Triwibowo....................................... 32

4. Kualitas Air Sungai Manggar, Kota Manggar Kabupaten Belitung Timur. Perbandingan Di Musim Hujan Dan Kemarau. Agustin Rustam dan Fajar Yudi Prabawa ........................................ 43 40

5. Ekosistem Karbon Biru Lamun Di Pulau-Pulau Kecil, Kepulauan Derawan – Kalimantan Timur Terry L. Kepel, Restu Nur Afi Ati, Agustin Rustam, Syahrial Nur Amri, Andreas Hutahaean ........................................................ 61 44

6. Kualitas Air Di Perairan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Berdasarkan Baku Mutu Lingkungan Hidup Yulius, M. Ramdhan, H. L. Salim, Devi D. Suryono, D. Purbani, Dan A. Heriati ........................................................................................... 79

Page 7: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

1

Kajian Pengelolaan Tambak Garam Rakyat Terpadu

Rikha Bramawanto, Sophia L. Sagala, Ifan R. Suhelmi, Hariyanto

Triwibowo Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Lahan milik rakyat untuk produksi garam yang tersebar di daerah umumnya

hanya seluas 0,5 - 5 Ha. Hal ini sering menjadi kendala bagi petambak dalam

mengoptimalkan pemanfaatan lahannya. Kemudian muncul ide untuk

menggabungkan tambak-tambak garam berukuran kecil yang berada dalam

satu hamparan untuk dikelola bersama. Setidaknya terdapat tiga konsep

pengelolaan lahan secara terpadu yang dapat diterapkan yaitu corporate

farming, collective farming dan cooperative farming. Penelitan ini bertujuan

untuk mengkaji konsep pengelolaan tambak garam rakyat secara terpadu

menggunakan analisis Strengths, Opportunities, Aspirations and Result

(SOAR). Pada penelitian ini dipilih dua konsep pengelolaan lahan terpadu:

corporate farming dan kombinasi collective-cooperative farming. Dua aspek

penting dalam analisis SOAR adalah strategic inquiry (strenght-opportunities)

dan appreciative intent (aspiration-result). Hasil analisis SOAR terhadap dua

konsep pengelolaan lahan terpadu menunjukkan bahwa strategic inquiry

konsep corporate farming memiliki ciri pengelolaan tambak yang

dikendalikan secara profesional oleh korporasi dan didukung akseptabilitas

pemilik untuk menerapkan teknologi intesif. Konsep collective-cooperative

farming lebih mengutamakan pemberdayaan petambak tradisonal secara

bergotong royong sebagai nilai kearifan lokal dengan membentuk kelompok

besar (formal/non formal) dalam mengelola tambak dan menerapkan

teknologi produksi garam yang sederhana dan berbiaya rendah. Appreciative

intent pada konsep corporate farming adalah pengelolaan produksi garam

secara profesional dalam menghasilkan garam berkualitas tinggi untuk

memenuhi kebutuhan industri. Sedangkan pada konsep collective-

cooperative farming tambak garam dikelola secara bergotong royong untuk

menghasilkan bahan baku garam konsumsi berkualitas. Maka, analisis SOAR

memperkuat justifikasi bahwa pengelolaan tambak garam terpadu

Page 8: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

2

berpeluang untuk diterapkan di tambak-tambak garam rakyat dalam berbagai

alternatif.

Kata Kunci: pengelolaan tambak, garam, analisis SOAR

Pendahuluan

Proses produksi pembuatan garam yang dikenal di Indonesia adalah

sistem penguapan dengan sinar matahari (solar evaporation) menggunakan

metode kristalisasi total untuk garam rakyat dan kristalisasi bertingkat untuk

PT Garam. Beberapa daerah memproduksi garam dengan cara memasak

karena kondisi tanah yang porous seperti di provinsi Aceh dan Bali.

Produktivitas dan kualitas garam rakyat yang dihasilkan menggunakan

metode kristalisasi total masih rendah dengan kadar NaCl kurang dari 90%

dan banyak mengandung pengotor. Meskipun produksi garam nasional setiap

tahun telah mengalami peningkatan (kecuali tahun 2010 dan 2011), namun

garam tersebut hanya sesuai untuk memenuhi kebutuhan garam iodisasi

(industri garam beryodium) atau industri yang tidak membutuhkan kadar

NaCl yang cukup tinggi seperti pengasinan ikan, penyamakan kulit, dan

pembuatan es batu. Industri kimia maupun makanan dan minuman

membutuhkan kadar NaCl yang tinggi (impurities rendah). Jenis garam untuk

kebutuhan industri kimia makanan dan minuman sampai saat ini belum dapat

diproduksi di dalam negeri, sehingga seluruh pengadaannya dilakukan melalui

impor.

Produksi garam nasional tersebut diperoleh dari total luas lahan

produksi garam rakyat seluas 24.130,93 hektar. Berdasarkan hasil pemetaan

wilayah tambak yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan di 40

kabupaten/kota penghasil garam, sesungguhnya Indonesia memiliki lahan

potensial seluas 33,854.36 (KP3K, 2011). Lahan tersebut tersebar di sejumlah

daerah dengan kepemilikan lahan garam rakyat yang umumnya hanya

berkisar 0,5 - 5 hektar. Kecilnya luasan lahan tersebut menyulitkan petambak

garam dalam mengelola lahannya secara optimal. Sebagai perbandingan,

kolam-kolam peminihan untuk memproses penuaan brine di lahan milik PT

Garam luasnya berkisar antara 19 sampai 35 hektar. Luas lahan yang besar

memungkinkan PT Garam mengoptimalkan lahannya untuk menghasilkan

garam berkualitas.

Page 9: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

3

Oleh karenanya, pemerintah terus berupaya agar pembangunan

industri garam rakyat berdaya saing tinggi dan dikembangkan secara

berkesinambungan. Setiap faktor seperti ketersediaan lahan, produktivitas

dan kualitas berfungsi untuk mendorong percepatan pembangunan industri

garam nasional serta memacu pencapaian program swasembada garam

nasional atau setidaknya meminimalkan ketergantungan pada garam impor.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong pencapaian target tersebut

dengan menginisiasi penggabungan pengelolaan tambak garam rakyat

melalui program Korporatisasi Garam. Program tersebut telah coba dilakukan

oleh Asosiasi Petambak Garam NU di wilayah Lasem, Rembang (Pemkab.

Rembang, 2014).

Penggabungan pengelolaan tambak garam mungkin dapat menjadi

salah satu terobosan dalam mencapai swasembada garam nasional. Namun

secara teknis hal tersebut tidak mudah diimplementasikan mengingat

heterogennya karakter lahan dan petambak yang terlibat dalam proses

produksi garam di Indonesia. Kajian ini ditujukan untuk memberikan opsi

rekomendasi terkait strategi penggabungan pengelolaan tambak garam

rakyat berdasarkan pendekatan yang dipergunakan dan mekanisme

penerapannnya.

Analisis SOAR

Kajian ini merupakan penelitian eksploratif yang bertujuan untuk

mencari pendekatan model yang mungkin dapat diterapkan dalam

pengelolaan tambak garam rakyat terpadu untuk mencapai swasembada

garam. Analisis SOAR (strengths, opportunities, aspirations, results) dipilih

sebagai salah satu pendekatan model. Data dan informasi terkait kondisi

eksisting, potensi dan harapan pada industri garam rakyat yang diperoleh dari

hasil wawancara dan studi literatur, dimasukkan dalam matriks SOAR

analysis.

Rencana starategis penerapan pengelolaan tambak garam rakyat

terpadu dibuat berdasarkan analisis menggunakan kerangka kerja SOAR

(Gambar 1). Kerangka kerja tersebut dipergunakan untuk memandu

pemikiran strategis dan perencanaan dengan cara mendayagunakan

kekuatan, menghimpun peluang dan menentukan cita-cita yang hendak

dicapai, serta dipergunakan untuk meningkatkan kualitas tujuan akhir

Page 10: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

4

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dari sudut pandang sistem secara

keseluruhan (Stavros et al.,2007 and Sprangel et al., 2010). Pendekatan

Appreciative Inquiry (AI) dalam SOAR analisis memberikan banyak manfaat

dibandingkan model tradisional (SWOT). Dimulai dari perencanaan strategis

yang bersifat results-oriented dan co-constructive pada saat yang bersamaan,

dimana pada proses tersebut model tradisional justru memberikan batasan

yang berbeda antara penilaian, perencanaan, pelaksanaan, dan tahapan

kontrol. Kerangka kerja SOAR memungkinkan partisipan untuk melakukan co-

create masa depan yang diinginkan di seluruh proses melalui penyelidikan,

imajinasi, inovasi, dan inspirasi. Penyelidikan juga memuat pertanyaan

tentang faktor utama yang mempengaruhi eksistensi orgasisasi dan harapan

di masa mendatang (Stavros et al., 2007)

Gambar 1. Kerangka Kerja Appreciative Inquiry dalam SOAR

(Sumber: http://positivepsychologynews.com)

Analisis SOAR menghasilkan perencanaan strategis melalui

pendekatan Appreciative Inquiry (AI). AI merupakan transformasi dari model

SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) ke model SOAR

(strengths, opportunities, aspirations, results). Itu dilakukan agar lebih fokus

kepada hal-hal penting seperti masa depan masyarakat dan/atau organisasi.

Kemudian dibuat pertanyaan untuk menyelidiki arah proses perencanaan

strategis serta mengemukakan aspirasi dan hasil yang diharapkan. Strategi

Page 11: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

5

pencapaiannya didasarkan pada kekuatan (strenghts) dan kesempatan

(opportunities) sebagai mana terlihat pada gambar 2. Hal tersebut

merupakan penyelidikan strategis (Strategic Inquiry) dengan sebuah

penghargan terhadap tujuan (Appreciative Intent).

Strategic

Inquiry

Strengths

What are our greatest

assets

Opportunities

What are the best possible

opportunities

Appreciative

Intent

Aspirations

What is our preferred

future

Results

What are the measurable

results

Gambar 2. Matriks Penyelidikan Strategis (Strategic Inquiry) dengan sebuah penghargaan terhadap tujuan (Appreciative Intent)

(Sumber: Stavros, Cooperrider, and Kelley, 2003)

Mengadopsi konsep usaha tani dalam bentuk pengelolaan lahan

terpadu, dipilih tiga konsep yang relevan dengan pengelolaan lahan garam

rakyat yaitu corporate farming, collective farming dan cooperative farming.

Ketiga konsep tersebut diuraikan perbedaan karakternya dan divisualisasikan

skenario penerapannya di lahan. Kemudian dilakukan analisis SOAR untuk

melihat kemungkinan strategi penerapan dan menentukan peran dari

masing-masing pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.

Karakteristik Pengelolaan Lahan Garam di Pulau Jawa

Beberapa sentra penghasil garam terbesar di Jawa antara lain adalah

Kabupaten Indramayu dan Cirebon di Jawa Barat serta Pati dan Rembang di

Jawa Tengah. Beberapa Kabupaten tersebut dapat dianggap representasi dari

pola pengelolaan tambak garam rakyat secara umum, setidaknya pola

pengelolaan di Pulau Jawa. Gambar 3 menunjukkan karakter pengelolaan

tambak garam yang divisualisasikan secara sederhana yaitu membandingkan

data luas tambak garam di setiap kecamatan dengan jumlah penerima

program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat pada wilayah yang sama,

sehingga diperoleh rata-rata luas pengelolaan tambak garam dengan satuan

Page 12: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

6

hektar/orang. Hasilnya, rata-rata luas pengelolaan tambak garam di

Kabupaten Indramayu berkisar antara 0,44 – 0,96 ha/orang, Kabupaten

Cirebon berkisar antara 0,36 – 0,96 ha/orang, Kabupaten Pati berkisar 0,3 –

0,6 ha/orang, dan Kabupaten Rembang berkisar antara 0,3 – 0,49 ha/orang.

Gambar 3. Peta Pengelolaan Tambak Garam Rakyat di Kabupaten

Indramayu, Cirebon, Pati dan Rembang

Tambak garam yang ideal memiliki kelengkapan sistem produksi

antara lain seperti, kolam penampungan/bozeem (reservoir), kolam

peminihan (condenser), dan meja kristalisasi (crystalizer). Pola kelengkapan

sistem tambak garam rakyat sangat bervariasi, mulai dari yang tidak memiliki

reservoir atau memiliki reservoir namun berukuran kecil sampai pada kolam-

kolam yang dipergunakan sebagai peminihan dan meja kristalisasi secara

bergantian. Pada puncak musim kemarau biasanya hampir seluruh lahan

telah menjadi meja kristal, sehingga kolam untuk menyediakan pasokan air

tua (brine) yang siap dikristalkan menjadi berkurang. Cara yang dilakukan

petambak untuk mengatasi hal tersebut antara lain dengan mempercepat

waktu pemanenan ataupun mamasukkan brine dengan densitas rendah ke

dalam meja kristalisasi yang masih terdapat air sisa produksi (bittern) di

dalamnya. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya lahan yang dikelola

oleh petambak.

Produksi garam nasional sebagian besar dipasok dari garam rakyat.

Saputro et.al. (2011) menyatakan pasokan garam rakyat untuk produksi

garam nasional rata-rata mencapai 70% per tahun yang diperoleh dari lahan

garam seluas sekitar 24.000 hektar, sedangkan 30% berasal dari tambak

garam milik PT Garam seluas sekitar 5.000 hektar. Dari data tersebut terlihat

Page 13: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

7

bahwa rata-rata produktivitas lahan garam yang dikelola PT Garam lebih

tinggi dibandingkan yang dikelola rakyat, meskipun tambak yang dikelola PT

Garam maupun rakyat rata-rata produktivitasnya belum mencapai 100

ton/ha/musim. Tambak PT Garam merupakan lahan sehamparan yang

dikelola secara intensif dengan menerapkan proses pengolahan brine secara

bertingkat. Sedangkan, tambak garam rakyat umumnya merupakan lahan

berukuran kecil milik keluarga yang dikelola sendiri, dikelola bersama dengan

penggarap atau disewakan. Proses produksi garam oleh petambak garam

rakyat dilakukan dengan cara proses penguapan air laut secara total pada

meja-meja kristalisasi. Produktivitas lahan garam seperti ini sulit ditingkatkan

karena tidak dapat menerapkan sistem produksi garam standar. Olehnya,

diperlukan penyatuan beberapa lahan sehingga tataguna lahan untuk

memproduksi garam menjadi lebih optimal.

Pengelolaan kawasan pegaraman secara terpadu

Pengelolaan kawasan pegaraman secara terpadu, intensif dan

berskala besar membutuhkan lahan yang luas, terhadap tambak garam rakyat

yang umumnya memiliki luas lahan yang kecil, pengelolaan bersama perlu

dilakukan untuk mencapai nilai ekonomis. Mengadopsi model pengelolaan

usahatani, setidaknya terdapat tiga jenis pengelolaan secara bersama-sama

yaitu: corporate farming, collective farming dan cooperative farming.

Perbandingan dari masing-masing pola tersebut tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan model pengelolaan usahatani secara terpadu

Corporate farming Collective farming Cooperative farming

Sistem Pengelolaan

- Konsolidasi fisik lahan

untuk dikelola oleh

korporasi

- Konsolidasi seluruh

aspek pengusahaan

produksi hulu-hilir

mutlak dikendalikan

oleh korporasi

- Hanya petambak

pemilik lahan dan

- Konsolidasi lahan tidak

mutlak, pengelolaan

kolektif

- Konsolidasi pada aspek

sarana, penerapan

teknologi, pelaksanaan

produksi, pascapanen dan

pemasaran

- Petambak pemilik lahan,

pemilik penggarap dan

- Tanpa konsolidasi lahan,

pengelolaan mandiri

- Konsolidasi pada aspek

sarana, penerapan

teknologi, pelaksanaan

produksi, pascapanen dan

pemasaran

- Petambak pemilik lahan,

pemilik penggarap,

penyewa penggarap dan

Page 14: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

8

pemilik penggarap yang

dapat bergabung

penyewa penggarap

dapat bergabung

buruh tambak dapat

bergabung

Fokus

- Penerapan usahatani

modern untuk

memperoleh

keuntungan yang tinggi,

berorientasi pasar

- Penerapan usahatani

berbasis komunitas yang

berdaya saing, efektif dan

efisien melalui

pengelolaan secara

ekonomis, kolektif dan

partisipatif

- Penerapan usahatani

terpadu untuk

memberdayakan petani

melalui pembangunan

sosial kapital (gotong-

royong)

Kelembagaan

- Korporasi sebagai

pemegang kendali

manajemen bisnis yang

profesional dan modern

- Petambak aktif secara

kolektif (cenderung non

formal/musyawarah)

- Petambak aktif

mengendalikan

manajemen organisasi

dengan struktur lengkap

Keterlibatan Stakeholder

- Swasta sebagai

korporasi penyedia

seluruh modal dan

pengendali manajemen

- Petambak hanya

sebagai penyedia lahan

- Pemerintah sebagai

penyedia infrastruktur

publik (irigasi,

aksesibiltas), fasilitator

pembinaan, pelatihan,

monitoring dan

evaluasi.

- Swasta dapat masuk

hanya jika hanya

diperlukan tambahan

modal.

- Petambak aktif secara

kolektif dalam proses

produksi

- Pemerintah membangun

infrastruktur primer-

tersier-sekunder,

fasilitator produksi hulu-

hilir.

- Swasta sebagai mitra

investasi dan membantu

pemasaran

- Petambak bertindak

sebagai anggota sekaligus

pengelola

- Pemerintah membangun

infrastruktur primer-

tersier-sekunder,

fasilitator produksi hulu-

hilir.

Pola kebijakan

- Cenderung topdown

dan sentralistik oleh

korporasi

- bersifat horizontal antar

sesama anggota

- cenderung Bottom up dari

anggota

(Sumber: Nuryanti (2005), Setiawan (2008), Shinta (2011), Gillbert (2014))

Page 15: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

9

Masing-masing model pengelolaan usahatani tersebut memiliki

keunggulan dan kekurangan. Corporate farming menjamin tercapainya

efisiensi usaha, standarisasi mutu, dan efektivitas serta efisiensi manajemen

pemanfaatan sumber daya. Selain itu, corporate farming lebih

menguntungkan bagi sebagian pemilik tanah yang lahannya memang

disewakan untuk dikelola menjadi tambak garam. Kekurangannya adalah

pemilik tanah tidak memiliki keleluasaan dalam pengelolaan lahan garam

maupun keterlibatan langsung dalam prospek bisnisnya. Menurut Setiawan

(2008) Collective farming dianggap lebih mencerminkan budaya usahatani

sebagian masyarakat Indonesia, sebagai contoh adanya sistem sambatan dan

seredan yang merupakan sistem pengelolaan lahan secara bersama di Jawa

Barat, namun pengelolaannya masih belum terintegrasi dalam suatu sistem

manajemen. Sedangkan Cooperative farming merupakan model

pemberdayaan petani, diantaranya melalui penguatan kelembagaan,

pengembangan SDM, pengembangan akses permodalan, akses pasar dan

kesepakatan penerapan teknologi. Kekurangan cooperative farming ini adalah

lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kelembagaan, karena

pengendali manajemen berasal dari SDM kelompok itu sendiri yang tingkat

pengetahuannya kurang sehingga membutuhkan banyak pelatihan

manajemen dari pihak luar.

Terlepas dari keunggulan dan kekurangan dari masing-masing model,

pengelolaan secara bersama-sama diharapkan dapat merubah budaya

bertani secara tradisional dan individualis menjadi budaya pengusaha

(entepreneur) dan industrialis. Ketiga model tersebut juga menekankan

pentingnya menguasai sektor off farm (pra dan pascaproduksi), karena

selama ini ditenggarai petambak hanya menguasai sektor on farm (produksi)

semata. Penguasaan sektor off farm penting bagi petambak agar dapat

menjangkau akses permodalan dan akses pasar, sehingga dapat

meningkatkan pendapatan yang bermuara pada peningkatan kesajahteraan

petambak.

Sebagai contoh, Lokasi pada Gambar 4 merupakan hamparan tambak

garam di Losarang Indramayu. Tambak tersebut mempunyai ukuran yang

bervariasi antara 0,5 hingga 1,5 hektar. Setiap tambak terdiri dari

bozeem/reservoir berukuran kecil, kolam peminihan dan/atau meja kristal.

Page 16: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

10

Gambar 4. Hamparan Tambak di daerah Losarang Indramayu

Jika pendekatan yang diterapkan adalah corporate farming, maka

diperlukan konsolidasi lahan agar dapat dikelola secara profesional dan

memenuhi prinsip-prinsip usahatani modern. Tambak akan dibagi dalam 3

bagian besar yaitu reservoir/bozeem, peminihan dan meja kristal dengan

rasio luas 29% : 43% : 28% (1 : 1,5 : 1), diadopsi dari tambak teknik ulir filter

(TUF) sebagaimana dikemukakan Bramawanto et.al. (2015) dan dilakukan

penyesuaian terhadap proporsi luasan masing-masing jenis kolam, seperti

terlihat dalam Gambar 5. Hal ini sesuai dengan alternatif pemberdayaan

petani penggarap yang dikemukakan oleh Ihsannudin (2012) melalui integrasi

bozeem terpadu meskipun terdapat perbedaan dalam implementasinya, yaitu

menerapkan 27% lahan untuk membuat bozem yang dipakai bersama. Di

samping itu, meja kristal diletakkan dekat jalan yang dapat diakses oleh

kendaraan pengangkut.

Page 17: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

11

Gambar 5. Skenario pengelolaan tambak terpadu menggunakan pendekatan

corporate farming

Pada pendekatan corporate farming faktor kepemilikan tambak

garam rakyat sangat dimungkinkan akan menjadi faktor pembatas. Hasil

pengamatan di beberapa sentra garam menunjukkan bahwa sebagian besar

petambak hanyalah sebagai penyewa atau buruh dengan sistem bagi hasil

yang tidak memiliki hak penuh atas lahan garapannya. Selain itu faktor

kebiasaan atau budaya masyarakat setempat juga menentukan potensi

akseptabilitas/resistensi terhadap model pengelolaan.

Pendekatan yang mungkin dilakukan terhadap pengelolaan tambak

garam rakyat menggunakan sistem sewa atau bagi hasil adalah collective

farming. Pengelolaan bersama hanya sampai pada penyediaan brine di

reservoir, sehingga tidak merubah struktur tambak secara ekstrim, seperti

terlihat pada Gambar 6. Pengaliran brine dari reservoir ke condenser diatur

waktunya dan dikendalikan secara proporsional sehingga ketersediaan brine

untuk seluruh tambak dapat terjamin tanpa ada pihak yang merasa

kekurangan. Petakan berwarna biru pada gambar tersebut merupakan

Page 18: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

12

reservoir yang saling terhubung satu dengan yang lainnya berdasarkan prinsip

bejana berhubungan. Jika memungkinkan, pengelolaan bersama dapat

dilanjutkan pada penyediaan brine yang siap dikristalisasi di condenser agar

memiliki kualitas yang sama sehingga garam yang dihasilkan diharapkan

relatif seragam kualitasnya.

Gambar 6. Skenario pengelolaan tambak terpadu menggunakan pendekatan

collective farming

Penerapan skenario pengelolaan tambak garam terpadu

menggunakan pendekatan corporate farming dan collective farming di atas

dapat berjalan selaras dengan konsep blue economy, seperti natural

resources efficiency, zero waste, social inclusiveness dan open-ended

innovation and adaptation. Natural resources efficiency hampir dipastikan

dapat tercapai melalui kedua pendekatan. Zero waste dapat dilakukan

melalui pemanenan deposit garam atau mineral-mineral selain NaCl dalam

brine dengan menerapkan proses pengolahan brine secara bertingkat. Pada

tingkat pertama CaCO3 dapat ditemui pada densitas 3,5 – 15 0Be dan CaSO4

pada densitas 13 - 25 0Be. Selanjutnya, NaCl sebagai produk utama diperoleh

pada densitas 25 – 30 0Be, sedangkan MgSO4, KCl dan MgCl2 terjadi pada

densitas lebih dari 30 0Be (Baert et. al. 2000). Dalam hal ini pendekatan

corporate farming lebih sesuai karena industri penggunanya spesifik,

Page 19: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

13

sehingga hanya dapat diproduksi dan dipasarkan oleh korporasi tertentu.

Social inclusiveness lebih dapat diterapkan pada collective farming karena

memenuhi aspek self-sufficiency bagi petambak kecil, lebih banyak lapangan

kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin. Open-ended

innovation and adaptation yang mengedepankan prinsip hukum fisika dan

adaptasi alami dapat diiimplementasikan melalui penggabungan lahan

evaporasi, terutama pada pendekatan corporate farming, Berdasarkan

hukum fisika, laju evaporasi dapat ditingkatkan dengan cara memperluas

permukaan bidang evaporasi. Hal ini sekaligus menjamin ketersediaan brine

untuk dapat dipergunakan secara bersama-sama.

SOAR Analysis Untuk Penerapan Pengelolaan Tambak Garam Rakyat

Terpadu

Analisis SOAR dilakukan terhadap dua alternatif pengelolaan tambak

garam rakyat terpadu menggunakan pendekatan corporate farming maupun

kombinasi collective-cooperative farming. Gambar 7 menyajikan matriks

analisis SOAR terhadap pengelolaan tambak garam rakyat terpadu

menggunakan pendekatan corporate farming sedangkan gambar 8

menggunakan pendekatan kombinasi collective-cooperative farming.

Stra

tegi

c In

qu

iry

Strengths (Kekuatan)

- Ketersediaan lahan tambak

garam produktif (eksisting) dan

potensial

- Management produksi hulu-hilir

oleh korporasi profesional

- Pengendalian mutu produk yang

ketat

- Pekerja dikaryakan secara

profesional

- Memiliki target profit dan

berorientasi pada pasar

- Bahan baku air laut mudah

diperoleh

Opportunities (Peluang)

- Lahan produksi berada pada

hamparan-hamparan luas

- Akseptabilitas pemilik lahan dan

ketertarikan pemilik lahan sekitar

hamparan dalam hal konsolidasi

lahan

- Penerapan teknologi intensifikasi

- Segmen pasar penyerap produk

telah tersedia

- Percepatan peningkatan

produktivitas

Page 20: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

14

Ap

pre

ciat

ive

Inte

nt Aspirations (Aspirasi)

- Pengelolaan produksi garam

secara profesional

- Kontribusi dalam mewujudkan

swasembada garam nasional

- Menjadi eksportir garam

Results (Hasil)

- Produktifitas lahan garam

meningkat menjadi di atas 100

ton/ha/musim

- Memproduksi garam memenuhi

kualitas bahan baku industri

dengan mutu seragam

Gambar 7. Analisis SOAR terhadap model pengelolaan tambak garam rakyat

terpadu menggunakan pendekatan corporate farming

Stra

tegi

c In

qu

iry

Strengths (Kekuatan)

- Ketersediaan lahan tambak

garam produktif (eksisting) dan

potensial

- Pengalaman (turun-temurun)

SDM pembuat garam

- Tata nilai sosial (gotong-royong)

- Bahan baku air laut mudah

diperoleh

Opportunities (Peluang)

- Lahan produksi berada pada

hamparan-hamparan luas

- Ketersediaan teknologi

intensifikasi sederhana berbiaya

murah.

- Penguatan organisasi melalui

kelompok-kelompok dalam

program PUGAR

- Adanya dukungan dari pemerintah

dan swasta

Ap

pre

ciat

ive

Inte

nt

Aspirations (Aspirasi)

- Pengelolaan produksi garam

secara terpadu

- Kontribusi dalam mewujudkan

swasembada garam nasional

- Menjadi eksportir garam

Results (Hasil)

- Produktifitas lahan garam

meningkat menjadi di atas 100

ton/ha/musim

- Memproduksi garam memenuhi

kualitas bahan baku konsumsi

Gambar 8. Analisis SOAR terhadap model pengelolaan tambak garam rakyat

terpadu menggunakan pendekatan collective-cooperative

farming

Pada aspek Strategic Inquiry ketersediaan lahan yang berada dalam

hamparan-hamparan luas menjadi kekuatan sekaligus peluang untuk dikelola

secara terpadu, intensif/semi-intensif dan berskala besar. Lahan dapat

dikelola secara profesional melalui pendekatan corporate farming maupun

secara bergotong-royong melalui kombinasi pendekatan collective-

Page 21: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

15

cooperative farming. Kekuatan lain pada pendekatan corporate farming

adalah dilakukannya pengendalian mutu produk yang ketat, SDM

dipekerjakan secara profesional, memiliki target profit dan berorientasi pada

pasar. Sedangkan pada pendekatan collective-cooprative farming

kekuatannya terdapat pada SDM yang berpengalaman secara turun-temurun

dan lebih mengutamakan tata nilai sosial berupa gotong-royong dalam

mengelola lahan. Peluang pada pendekatan corporate farming antara lain

adalah akseptabilitas dan ketertarikan pemilik lahan sekitar hamparan untuk

mengkonsolidasikan lahannya, percepatan peningkatan produktivitas melalui

penerapan teknologi dan jaminan penyerapan produk. Sedangkan pada

pendekatan collective-cooperative farming peluangnya terletak pada

keberadaan teknologi intensifikasi yang mudah diterapkan dan berbiaya

murah bagi petambak kecil, serta pemanfaatan dari terbentuknya kelompok

usaha bersama (KUB) untuk mempermudah koordinasi dan pengorganisasian

antar kelompok.

Pada aspek Appreciative Intent terdapat sedikit perbedaan pada

aspirasi pengelolaan dan target hasil produksi. Aspirasi pada pendekatan

corporate farming, lahan dikelola secara profesional sedangkan pada

pendekatan collective-cooperative farming lahan dikelola secara bergotong-

royong. Hasil produksi yang diharapkan menggunakan pendekatan corporate

farming adalah kualitas untuk memenuhi kebutuhan industri dengan kualitas

seragam, sementara hasil produksi yang diharapkan menggunakan

pendekatan collective-cooprate farming adalah kualitas bahan baku konsumsi

rumah tangga.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dibuat rekomendasi penguatan

peran dari setiap stakeholder untuk mendukung implementasi pengelolaan

tambak garam terpadu, baik dengan pendekatan corporate faming maupun

kombinasi collective-cooprative farming. Penguatan peran stakeholder

tersebut diharapkan mampu mencapai target swasembada garam nasional

yang meliputi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan kebutuhan industri.

Adapun peran pemangku kepentingan dapat diperkuat melalui aksi-aksi

seperti yang tersaji dalam tabel 2 berikut ini:

Page 22: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

16

Tabel 2. Peran dan aksi pemangku kepentingan dalam mendukung program

swasembada garam

Stakeholder Peran dan Aksi

Petambak - Pemiliki lahan bersedia mengkonsolidasiakan lahannya secara

utuh maupun sebagian.

- Aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian

produksi sesuai kapasitas dan kapabilitas masing-masing

SDM.

- Membangun kelembagaan ekonomi berbasis komunitas yang

mengarah pada kemandirian.

- Terbuka terhadap inovasi teknologi dalam rangka intensifikasi

produksi dan peningkatan mutu produk.

Pemerintah - Sebagai fasilitator penyerapan produksi garam rakyat untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri nasional.

- KKP memfasilitasi interlink distribusi garam untuk kebutuhan

produk perikanan pascapanen seperti pengasinan ikan dan

produk olahan berbahan baku ikan.

- memberikan penyuluhan, bantuan dan insentif pada para

pemilik tambak dalam satu kawasan yang bersedia

menerapkan pengelolaan tambak secara berkelompok.

- Pemerintah daerah memonitor produksi, distribusi dan stok

garam di wilayahnya.

Univ/Lemlitbang - Sebagai sumber informasi ilmiah, baik bersifat kajian maupun

penerapan yang berkaitan dengan industri garam.

- Melakukan kajian terhadap efisiensi produktivitas SDM dan

tambak garam rakyat.

- Melakukan kajian pemetaan kebutuhan garam nasional dan

diversifikasi produk berdasarkan spesifikasi yang dibutuhkan.

- Menciptakan inovasi teknologi dalam rangka intensifikasi

lahan dan peningkatan mutu produk sesuai kebutuhan pasar.

- Membuat sistem informasi online terkait jumlah dan kualitas

produksi, luas lahan produksi, distribusi pemasaran, stok

garam nasional dan kondisi cuaca.

Swasta/BUMN - BUMN (PT Garam) hanya memproduksi garam berkualitas

dan fokus pada pemenuhan garam kebutuhan industri dan

Page 23: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

17

garam konsumsi khusus (diet).

- BUMN atau BUMD sebagai penyangga pemasaran garam

untuk mengendalikan harga.

- BUMN dan swasta mendorong petambak untuk

memproduksi garam berkualitas dengan jaminan penyerapan

produk pascapanen.

- BUMN, Perusahaan swasta besar pengolah garam dan

industri pengguna garam dapat memberikan bantuan dalam

bentuk CSR kepada petambak.

Rekomendasi

Optimalisasi pengelolaan tambak garam menjadi penting dalam

rangka meningkatkan produktivitas (kuantitas/kualitas) garam rakyat. Salah

satu langkah yang dapat diambil untuk mengoptimalkan fungsi tambak garam

adalah dengan cara melakukan pengelolaan lahan secara terpadu.

Pengelolaan tambak garam terpadu selaras dengan prinsip-prinsip natural

resources efficiency, zero waste, social inclusiveness serta open-ended

innovation and adaptation yang merupakan konsep blue economy.

Karakteristik pengelolaan tambak garam yang tercermin dalam strenghts dan

opportunities serta harapan dan cita-cita yang diterjemahkan dalam

aspirations dan results mengunakan analisis SOAR memperkuat justifikasi

bahwa pengelolaan tambak garam terpadu sangat berpeluang untuk

diterapkan di tambak-tambak garam rakyat, didukung penguatan peran

seluruh stakeholder industri garam rakyat. Hambatan yang ada dapat diatasi

melalui penerapan alternatif solusi dengan memperhatikan pola pengelolaan

tambak garam, dan kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat setempat.

Persantunan

Karya tulis ini adalah hasil penelitian ini dari Kajian Pengembangan

Klaster Industri Garam Rakyat pada Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Laut dan Pesisir Balitbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian

Kelautan dan Perikanan, yang didanai oleh APBN DIPA P3SDLP TA 2015.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Budi Sulistiyo selaku Kepala

P3SDLP atas dorongannnya dalam penyelesaian tulisan ini.

Page 24: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

18

Daftar Pustaka Baert, P., T. Bosteels and P. Sorgeloos. 2000. Manual on the Production and

Use of Live Food for Aquaculture : 4.5. Pond Production. FAO Corporate

Document Repository. Laboratory of Aquaculture & Artemia Reference

Center University of Gent, Belgium

Bramawanto R., S.L. Sagala, I.R. Suhelmi, H. Prihatno. 2015. Struktur dan

Komposisi Tambak Teknologi Ulir Filter untuk Peningkatan Produksi

Garam Rakyat. J. Segara Vol. 11 No. 1 Agustus 2015: 1-11.

Gillbert F. 2014. Cooperative Farming. Frameworks for Farming Together. A

Greenhorns Guidebook. Northeast Sustainable Agriculture Research

and Education Publ. Pp 54.

Home A. 2010. SOAR–Workshop Review. http://positivepsychologynews.

com/ppnd_wp/wpcontent/uploads/ 2010/08/SOAR-picture.jpg, diakses

tanggal 2 Maret 2015.

Ihsannudin. 2012. Pemberdayaan Petani Penggarap Garam Melalui Kebijakan

Berbasis Pertanahan. ACTIVITA, Jurnal Pemberdayaan Mahasiswa dan

Masyarakat, LPPM Universitas Sebelas Maret Surakarta Vol. 2 No. 1

Edisi Februari 2012: 1-11.

Nuryanti S. 2005. Pemberdayaan Petani dengan model Cooperative Farming.

Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3 No. 2: 152-158.

Pemerintah Kabupaten Rembang. 2014. Mulai 2015 Pengelolaan Usaha

Garam Rakyat Dengan Sistem Korporatisasi

http://www.rembangkab.go.id/index.php/news/259-mulai-2015-

pengelolaan-usaha-garam-rakyat-dengan-sistem-korporatisasi, diakses

tanggal 13 Februari 2015.

Saputro G.B., S. Hartini, I.E. Setyawan, F.S.C. Rosaji, G. Adzan, W. Handayani,

F Nurhidayat, D.M. Yuwono. 2011. Informasi Geospasial Lahan Garam

Indonesia. Bakosurtanal. 91 halaman.

Sekretariat Pugar, 2011. Laporan Akhir Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat

Tahun 2012. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Setiawan I. 2008. Laporan Penelitian. Collective Farming Sebagai Alternatif

Strategi Pemberdayaan Petani (Suatu Kasus di Desa Rancakasumba

Kabupaten Bandung). Fakultas Pertanian UNPAD. 40 halaman.

Page 25: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

19

Shinta A., 2011. Ilmu Usahatani. Buku, cetakan pertama April 2011.

Universitas Brawijaya Press. 164 halaman.

Sprangel, J., Stavros, J., and Cole, M. 2010. Creating Sustainable Relationships

Using The Strengths, Opportunities, Aspirations and Results

Framework, Trust, And Environmentalism: A Research-Based Case

Study. International Journal of Training and Development. Vol. 15 Issue

1 March 2011: 39-57.

Stavros J.,D. Cooperrider and D.L. Kelley. 2003. Strategic inquiry appreciative

intent: inspiration to SOAR, a new framework for strategic planning. AI

Practitioner Volume, November, 2003

https://design.umn.edu/about/intranet/documents/Strategic_Inquiry_

Appreciative_Intent. pdf, diakses tanggal 20 Februari 2015.

Stavros J.,D. Cooperrider and D.L. Kelley. 2007, SOAR: A new Approach to

Strategic Planning ,in P. Holman, T. Devane and S. Cady (eds), The

Change Handbook: The Definitive Resource on Today’s Best Methods

for Engaging Whole Sistems, 2nd edition (San Francisco, CA: Berrett-

Koehler Publishers, Inc.), pp. 733.

Page 26: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

20

Analisis Potensi Tuna Tongkol Cakalang (TTC) Di Perairan

Sumatera Barat dan Pengelolaannya Sesuai Prinsip

Ekonomi Biru STUDI KASUS: PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS

Aida Heriati, Eva Mustikasari, Dini Purbani, Yulius, Hadiwijaya L.

Salim Pusat Pengembangan dan Penelitian Sumber Daya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Merujuk pada pernyataan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada tahun

2006 yang menetapkan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus sebagai

sentra ikan tuna di kawasan Indonesia bagian barat, maka perlu dikaji lebih

dalam penelitian tentang potensi sumber daya perikanan khususnya TTC

dilokasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi dari

sumberdaya perikanan TTC dengan menggunakan metoda Location Quotient

(LQ) dan melakukan analisis deskriptif dalam pengelolaannya sesuai dengan

prinsip ekonomi biru di PPS Bungus. Hasil pengolahan data selama 5 tahun

pengamatan, potensi terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan besar indeks

LQ 3.9 dan terendah di tahun 2009 dengan nilai indeks LQ sebesar 3.7. Nilai

indeks LQ lebih dari 3 menandakan tingginya potensi produksi TTC di

kawasan Indonesia bagian barat terhadap produksi ikan nasional.

Peningkatan teknologi dan inovasi sarana penangkapan, pemanfaatan

limbah, metoda penangkapan TTC, peningkatan pengetahuan serta

kemampuan para nelayan memicu aktifitas ekonomi di kota Padang. Aktifitas

ekonomi juga perlu didukung dengan adanya pengendalian dalam sistem

penangkapan melalui kebijakan penangkapan baby tuna, penertiban log book

kapal, pengaturan single set band radio/transmitter serta pemberdayaan

masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam industri perikanan. Prinsip

ekonomi biru yang diterapkan dalam pengelolaan PPS Bungus akan

menjadikan PPS Bungus sebagai sentra tuna terbaik di kawasan Indonesia

bagian barat dimasa mendatang.

Kata Kunci : Ekonomi biru, TTC, analisis deskriptif, PPS Bungus.

Page 27: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

21

Pendahuluan

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh negara kita sangat

berlimpah, namun pengelolaannya harus selalu diperhatikan agar

kelestariannya tetap terjaga. Prinsip ekonomi biru telah memberikan

dorongan kepada kita untuk lebih mengutamakan sistem keberlangsungan

hidup sejalan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang ada sesuai asas

Sustainable Development. Diharapkan dengan adanya prinsip

keberlangsungan ini, pemanfaatan sumberdaya yang ada dapat dilakukan

dengan bijak dimasa mendatang.

Pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan

ini telah menjadi salah satu grand strategy dalam usulan program kegiatan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut (P3SDLP)

sebagai bentuk kepedulian akan kelestarian sumberdaya perikanan dan

kelautan yang dimiliki oleh negara kita. Program ini dilakukan dalam bentuk

kegiatan “Penerapan Kebijakan Ekonomi Biru dengan Pendekatan Daya

Dukung Perairan di Sumatera Barat sebagai Sentra Tuna”. Daerah sentra tuna

ini diusung berdasarkan pernyataan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono

pada tahun 2006 yang menetapkan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

Bungus sebagai sentra ikan tuna di kawasan Indonesia bagian barat.

Kerangka kerja dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 dimana

prinsip dari ekonomi biru yang diusung oleh Gunter Pauli dijadikan bahan

analisis untuk melihat potensi, strategi pengelolaan, regulasi serta penciri

ekonomi biru terkait dengan sumberdaya TTC di PPS Bungus. Makalah ini

dititikberatkan pada analisis produksi TTC dan pengelolaannya di PPS Bungus

disesuaikan dengan prinsip ekonomi biru yaitu zero waste, nature’s efficiency,

innovation and adaptation, social inclusiveness, multiple economic effects,

generation to generation, balancing production and consumption dapat

terpenuhi (Pauli, 2010).

Page 28: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

22

Gambar 1. Kerangka Kerja Penelitian

Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan di Indonesia dengan

menerapkan prinsip ekonomi biru dalam pengelolaannya khususnya di PPS

Bungus sebagai lokasi studi kasus penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui potensi sumberdaya perikanan TTC dengan menggunakan

metoda LQ dan melakukan analisis deskriptif dalam pengelolaannya sesuai

dengan prinsip ekonomi biru di PPS Bungus.

Analisis Location Quotient

Metode yang digunakan adalah metode LQ yang digunakan dalam

teori pertumbuhan kota. Pendekatan LQ dilakukan berdasarkan data yang

diperoleh dari hasil survei dan hasil dari perhitungan indeks LQ ini dapat

digunakan untuk menentukan potensi sumberdaya suatu daerah terhadap

kondisi ekonomi dalam skalanya yang lebih luas. Persamaan dari LQ ini adalah

sebagai berikut:

Page 29: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

23

i

t

i

t

vv

LQV

V

dimana: LQ : indeks Location Quotient

vi : Produksi TTC kota Padang

vt : Total Produksi TTC kota Padang

Vi: Produksi TTC perikanan Nasional

Vt : Total Produksi TTC Nasional

Apabila hasil dari LQ adalah:

LQ > 1 : maka sektor tersebut memiliki potensi yang cukup besar sehingga

hasil sektor tersebut dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan

di daerah lain dan ikut mendukung perekonomian dalam tingkat

yang lebih tinggi.

LQ < 1 : maka daerah tersebut tidak memiliki potensi yang cukup dalam

sektor tersebut.

LQ = 1 : maka sektor tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan untuk

daerahnya sendiri.

Selain itu, metode deskriptif analisis dilakukan untuk membahas

pengelolaan PPS Bungus kaitannya dengan penerapan prinsip ekonomi biru.

Lokasi penelitian ini berada di Sumatera Barat tepatnya di PPS Bungus

Padang, penelitian dilakukan pada tahun anggaran kegiatan 2013. Penelitian

dilaksanakan dari bulan Maret hingga September 2013. Rincian aktifitas

kegiatan yaitu terdiri dari pelaksanaan Konsultasi Publik yang diadakan di

Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP) Bungus Tanjung

Kabung Kota Padang yang diadakan pada tanggal 27 Mei 2013 dengan

menghadirkan para pakar dari instansi PPS Bungus, Dinas Kelautan dan

Perikanan Kota Padang, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera

Barat, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), serta tokoh

nelayan. Dalam acara temu pakar membahas masalah yang terjadi dalam

aktivitas pengelolaan perikanan tangkap dan mengatasi solusi sehingga

Page 30: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

24

tercipta mekanisme penangkapan ikan yang kondusif. Dari hasil survei

diperoleh data-data seperti terlihat pada Tabel 1. Sebagai berikut.

Tabel 1. Tabel Pengumpulan Data

Kegiatan

Pengumpulan Data Informasi yang diperoleh

Badan Pusat Statistik

Kota Padang

Data ikan untuk jenis ikan Tuna, Cakalang dan Tongkol

pada tahun 2007-2011.

Wawancara dengan

pihak terkait

(Pemerintah Propinsi,

Pemerintah Kota dan

tokoh nelayan)

Informasi mengenai kondisi sebenarnya di lapangan dalam

hal produksi, sarana prasarana dan pengelolaan

sumberdaya tuna di daerah kajian.

Studi Literatur

- Buku Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011 yang

diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

- Publikasi penelitian dan kondisi yang ada di daerah kajian

terkait dengan ekonomi biru.

Observasi Lapangan Kondisi terkini dan sebenarnya di lapangan dalam hal

pengelolaan sarana dan prasarana pemberdayaan TTC

Analisa Potensi TTC di PPS Bungus

Hasil perhitungan diperoleh nilai indeks LQ lebih dari 3 untuk setiap

tahun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sektor perikanan

dalam hal ini ikan yang berjenis TTC memiliki potensi yang sangat baik di kota

Padang. Hasil ini secara tidak langsung dapat membantu kondisi

perekonomian dalam skala nasional, sehingga program pengembangan

sentra tuna yang akan dilakukan di PPS Bungus ini memiliki potensi yang baik

dan menjanjikan dimasa mendatang.

Dari hasil pengolahan data selama 5 tahun pengamatan, potensi

terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan besar indeks LQ 3.9 dan terendah di

tahun 2009 dengan nilai indeks LQ sebesar 3.7. Nilai indeks LQ selama waktu

pengamatan dapat dilihat pada tabel Tabel 2 dan grafik pada Gambar 2

sebagai berikut.

Page 31: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

25

Tabel 2. Tabel Indeks LQ Produksi Ikan TTC di Kota Padang

Tahun Indeks LQ

2007 3.860 2008 3.833

2009 3.701

2010 3.895

2011 3.817

(Sumber: Pengolahan Data, 2013)

Gambar 2. Grafik Indeks Location Quotient Produksi Ikan TCT di Kota Padang

2007-2011 (Sumber: Pengolahan Data, 2013)

Analisa Pengelolaan PPS Bungus dan TPI Muara Anai

Dari hasil diskusi dengan pihak-pihak terkait baik dari pemerintah

setempat maupun tokoh nelayan yang ada di kota Padang diperoleh

gambaran mengenai pengelolaan yang telah dilakukan selama ini.

Berdasarkan pemaparan Prof. Dr. Tridoyo Kusumastanto yang disampaikan

dalam rapat kerja Balitbang-KKP tahun 2013 di Manado dan hasil wawancara

serta observasi lapangan yang dilakukan maka skema dari Pengembangan

ekomoni biru sektor perikanan di PPS Bungus dapat dilihat pada Gambar 3

dibawah.

Indeks LQ

3.6

3.65

3.7

3.75

3.8

3.85

3.9

3.95

2007 2008 2009 2010 2011

Tahun

Ind

eks L

Q

Indeks LQ

Page 32: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

26

Gambar 3. Skema Ekonomi Biru Sektor Perikanan PPS Bungus (Sumber:

Pengolahan Data, 2013)

Keterangan Gambar:

= Variabel-variabel yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan (memerlukan teknologi dan inovasi)

= Situasi yang belum ada dan perlu untuk dikembangkan

= Variabel utama

= Kegiatan yang sudah ada sekarang

= Kondisi sebenarnya dan kendala yang dihadapi

Page 33: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

27

Skema pengembangan Ekonomi Biru sektor perikanan di PPS Bungus

ini menggambarkan beberapa variabel yang memerlukan perhatian khusus

dari para pihak terkait agar prinsip dari ekonomi biru dapat diterapkan.

Variabel-variabel yang perlu diperhatikan disini adalah variabel yang

mempengaruhi hasil tangkapan ikan (kotak hijau), variabel yang belum ada

dan perlu dikembangkan (kotak biru), kondisi yang ada saat ini dan kendala

yang dihadapi (kotak abu-abu).

Dari hasil observasi lapangan Variabel yang mempengaruhi

tangkapan ikan diantaranya adalah ketersediaan umpan, sarana

penangkapan, lingkungan, dan regulasi. Umpan yang digunakan saat ini

terdiri dari dua jenis yaitu umpan imitasi yang terbuat dari bulu-bulu plastik

dan umpan hidup dari ikan bandeng. Sarana yang tersedia saat ini

diantaranya armada, alat tangkap dan cold storage. Disamping umpan dan

sarana penangkapan, faktor lingkungan seperti kondisi cuaca, sumberdaya

ikan dan kondisi perairan berpengaruh besar terhadap hasil tangkapan, oleh

karena itu pengetahuan para nelayan mengenai kondisi cuaca, kondisi

perairan dan sumberdaya ikan yang adapun perlu dimiliki agar proses

penangkapan ikan dapat dilakukan dengan maksimal. Berdasarkan hal

tersebut maka, sumber daya manusia yang ada perlu dibekali dengan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Dalam hal regulasi, perlu

adanya kebijakan yang mengatur pelestarian baby tuna, apabila para nelayan

dibiarkan untuk terus menangkap baby tuna maka akan mengancam

kelangsungan hidup ikan tuna dimasa mendatang, karena baby tuna

berpotensi untuk terus berkembang menjadi tuna besar dan memiliki nilai

ekonomis yang lebih.

Para nelayan dalam pengoperasian penangkapan ikan tuna diwajibkan

mencatat lokasi tangkapan di log book. Dalam pelaksanaan dimana para

nelayan kadang mengabaikan penulisan di log book kapal, sehingga perlu

ditertibkan pencatatan log book kapal karena mengingat pentingnya data

mengenai produksi ikan untuk bahan penelitian dalam rangka peningkatan

produksi ikan, sehingga perlu diberikan sanksi kepada kapal yang tidak

melakukan pendataan dengan baik. Agar peraturan tersebut dapat berjalan

perlu kiranya dilakukan kebijakan yang mengatur hal tersebut.

Kebijakan lain yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan single

set band radio/transmitter akan lebih baik dilakukan untuk mempermudah

Page 34: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

28

komunikasi antar kapal dibeberapa lokasi dalam melakukan aktifitas

pengawasan tangkapan. Penggunaan single band diperlukan sebagai sarana

komunikasi antar nelayan dengan syahbandar di PPS Bungus maupun ke

antar penangkapan ikan untuk memberikan laporan terkait aktivitas kapal

selama di pelayaran seperti posisi kapal, kondisi cuaca, banyaknya hasil

tangkapan berikut jenis tangkapan. Namun saat ini mengalami kendala,

karena penggunaan komunikasi single band masa aktif sudah ada yang habis

ada yang masih aktif. Untuk yang sudah habis masa aktif perlu diperpanjang,

dimana pengurusan perpanjangan tidak lagi diurus dalam kelompok tapi

perorangan.

Teknologi dan inovasi dari seluruh variabel yang mempengaruhi

tangkapan tersebut dikembangkan untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan

menuju pengelolaan yang lebih baik. Pengembangan teknologi salah satunya

dapat diusung dengan mengangkat prinsip zero waste dari ekonomi biru,

seperti penggunaan kapal yang menggunakan Bahan Bakar Motor (BBM)

harus dikurangi penggunaannya agar asas ramah lingkungan dapat tercapai,

untuk itu teknologi dalam hal penggunaan kapal ber-BBM perlu adanya

pengkajian lebih lanjut misalnya dengan penggunaan kapal hybrid yang

menggunakan sumberdaya laut (gelombang dan arus) sebagai daya

penggerak kapal. Dalam hal inovasi pengelolaan produk olahan ikan serta

limbah sirip tuna yang selama ini belum termanfaatkan akan lebih baik bila

mulai dikaji pengolahannya seperti pemanfaatan limbah ikan untuk dijadikan

bahan umpan sehingga prinsip zero waste dari ekonomi biru dapat terpenuhi.

Teknologi dan inovasi dari variable-variabel tersebut di atas sangat

mempengaruhi mutu hasil tangkapan. Selain teknologi dan inovasi, kondisi

lingkungan juga sangat berpengaruh. Salah satu cara menjaga mutu hasil

tangkapan dengan memperhatikan kondisi lingkungan adalah melakukan

pendaratan dan pembongkaran muatan pada dini hari setelah pendaratan

ikan yang biasa dilakukan jam 02.00 WIB karena mutu ikan dapat terjaga.

Karena ikan tuna dengan bobot diatas 35 kg akan dieksport ke Jepang dalam

keadaan segar, sehingga harus dilakukan dini hari. Sebelum dieksport ke

Jepang ikan tuna hasil tangkapan diperiksa oleh petugas yang disebut sebagai

‘checker’ dimana penentuan mutu ini didasarkan pada kondisi ikan tuna

tersebut. Ikan yang bermutu baik kondisinya akan langsung dikemas dan

diekspor ke Jepang dan dikategorikan sebagai mutu 1, sedangkan mutu 2

Page 35: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

29

adalah ikan tuna olahan yang diolah menjadi berbagai bentuk produk tuna

seperti loin, nugget, steak dan lain sebagainya yang dieksport ke Florida.

Sedangkan kategori mutu 3 adalah ikan tuna yang langsung dijual ke pasar

lokal. Penentuan mutu berdasarkan berat ikan dimana mutu 1 berat diatas 35

kg, mutu 2 berat antara 30-35 kg dan mutu 3 berat dibawah 30 kg. Penentuan

mutu ikan bersifat lokal belum ada ketentuan resmi mutu ikan, hal ini perlu

diperhatikan mengingat pentingnya kategori mutu ini untuk meningkatkan

nilai ekonomi ikan tuna.

Walaupun perairan barat ini ditetapkan sebagai sentra tuna namun

upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan hasil tangkapan serta nilai

jual tuna belum maksimal, masih banyak kendala. Budaya yang sudah

mengakar kuat merupakan salah satu kemungkinan penyebab kendala ini,

seperti kurangnya minat para nelayan untuk melakukan pelayaran yang

memerlukan waktu yang lebih dari 1 minggu. Umumnya para nelayan

tradisional melaut bersifat one day trip.

Perusahaan pengolahan ikan tuna PT Dempo yang ada di PPS Bungus

Tanjung Kabung kota Padang memiliki kendala kurangnya minat masyakarat

asli untuk bekerja sebagai buruh pabrik, umumnya buruh berasal dari luar

Pulau Sumatera. Hal ini disebabkan budaya masyarakat Minang tidak

berminat menjadi buruh mereka lebih suka sebagai pemilik. Dalam

mengantisipasi perlu dilakukan peningkatan sumberdaya manusia dan

penguatan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya ikut

berpartisipasi untuk memiliki usaha di bidang kelautan dan perikanan

mengingat potensi perikanan yang besar yang dimiliki oleh perairan Sumatera

Barat. Disamping peningkatan sumberdaya manusia juga peningkatan sarana

seperti ketersediaan air, BBM, listrik dan cold storage sarana tersebut

dibutuhkan keberadaannya di setiap pelabuhan. Dalam pengoperasin PPS

Bungus diperlukan BBM 600 liter, kondisi sekarang 154 liter, listrik yang ideal

200 kpa, keadaan di lokasi 66 kpa, kebutuhan air 7500 m3/ltr keadaan di

lokasi 40 m3/ltr. Memperhatikan keadaan tersebut perlu adanya perbaikan

sarana pelabuhan. Disamping sarana tersebut perlu juga dilengkapi dengan

dry ice, cold storage dan docking.

Secara keseluruhan dengan melihat proses pengelolaan di PPS

Bungus, maka prinsip ekonomi biru sudah dapat ditetapkan di lokasi

tersebut. Inovasi dan adaptasi sangat kita perlukan untuk mendukung

Page 36: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

30

variabel-variabel yang mempengaruhi hasil tangkapan TTC. Pemberdayaan

masyarakat dan peningkatan pemahaman masyarakat akan industri

perikanan yang memiliki potensi yang besar dapat meningkatkan kondisi

ekonomi didaerah tersebut sesuai dengan prinsip ekonomi biru dalam hal

social inclusiveness. Peningkatan industri perikanan yang pada akhirnya dapat

menambah aktifitas perekonomian di kota Padang dan pada akhirnya dapat

meningkatkan kondisi ekonomi baik secara lokal maupun nasional memiliki

multiple economic effects. Dengan adanya pengelolaan yang baik di wilayah

sentra tuna PPS Bungus diharapkan kegiatan pengelolaan dapat dilakukan

secara berkesinambungan agar terjadi keseimbangan dalam hal produksi dan

pemanfaatannya (generation to generation serta balancing production and

consumption).

Rekomendasi

Sumberdaya perikanan khususnya ikan TTC di Sumatera Barat

memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan dilihat dari indeks LQ hasil

perhitungan yang menunjukkan nilai lebih dari 3. Hasil dari produksi

perikanan di kota Padang khususnya untuk jenis TTC memberikan kontribusi

yang lebih bagi sektor perikanan dalam skala nasional, karena itu

pengembangan industri/bisnis di sektor perikanan di kota Padang harus

dilakukan untuk menambah aktifitas ekonomi baik skala regional maupun

nasional.

Peningkatan teknologi dan inovasi dalam hal penggunaan umpan,

armada kapal, alat pancing, pemanfaatan limbah, metode penangkapan tuna

dan peningkatan pengetahuan serta kemampuan para nelayan sangat

penting dilakukan untuk meningkatkan hasil tangkapan TTC. Pemanfaatan

sumberdaya perikanan harus sejalan dengan pengelolaan serta perlu adanya

sistem kendali dalam sistem penangkapannya. Sistem kendali dilakukan

dengan adanya kebijakan penangkapan jenis ikan tuna khususnya baby tuna,

penertiban log book kapal dan pengaturan single set band radio/transmitter.

Pemberdayaan masyarakat sekitar dapat dilakukan dengan mengajak

masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam industri perikanan sehingga

memicu aktifitas ekonomi di kota Padang. Prinsip ekonomi biru yang

diterapkan dalam pengelolaan PPS Bungus akan menjadikan PPS Bungus

Page 37: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

31

sebagai sentra tuna yang baik untuk bagian Barat Indonesia dimasa

mendatang.

Persantunan

Penulis mengucapkan banyak terima kasih pihak-pihak yang telah

banyak membantu dalam penulisan karya tulis ini seperti PPS Bungus, Dinas

Kelautan dan Perikanan Kota Padang serta Provinsi Sumatera Barat, Bapak Edi

Pono, Bapak Enjang dan Bapak Awaludin sebagai wakil dari tokoh nelayan.

Pembiayaan data lapangan diperoleh dari DIPA tahun 2013 kegiatan Pusat

Pengembangan dan Penelitian Sumber Daya Laut dan Pesisir (P3SDLP)-

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Daftar Pustaka

Anonim, 2012, “Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2011”, Direktorat

Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Jakarta.

Pauli, 2010, “The Blue Economy 10 Years 100 Innovations 100 million Jobs”,

Paradigm Publications Taos New Mexico, USA.

Padang dalam Angka 2007-2010, Badan Pusat Statistik, Kota Padang

Wiyadi, Trisnawati, R., 2002, “Analisis Potensi Daerah untuk Mengembangkan

Wilayah di Eks-Karesidenan Surakarta Menggunakan Teori Pusat

Pertumbuhan”, Fakultas Ekonomi Universitas Muh. Surakarta.

Page 38: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

32

Pemurnian Garam Sistem Mekanis untuk Menghasilkan

Garam Konsumsi Sehat

Ifan R. Suhelmi dan Hariyanto Triwibowo Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Alat pemurnian garam telah diterapkan sejak tahun 2009 sebagai IPTEK

untuk Masyarakat atau lebih dikenal sebagai IPTEKMAS Garam di 18 (delapan

belas) lokasi kelompok penerima tersebar di Indramayu, Cirebon, Pati,

Rembang, Tuban, Lamongan, Tuban, Gresik, Surabaya, Sampang, Pamekasan

dan Sumenep. Pada tahun 2012 paket teknologi telah mengalami

penyempurnaan. Paket yang diterapkan tidak hanya proses pemurnian,

namun juga telah dilengkapi dengan peralatan iodisasi dan pengemasan.

Proses pencucian garam dimulai dengan unit proses pencucian dan

pelembutan, proses pencucian menggunakan air cuci dengan kadar

kepekatan tertentu. Pelembutan menggunakan mesin pelembut berjenis

diskmill. Proses pencucian dan pelembutan ini berjalan secara simultan.

Setelah dicuci dan dilembutkan, proses selanjutnya adalah proses penirisan

(Spinner). Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang

masih cukup banyak terkandung di dalam garam. Prinsip kerja dari unit

proses ini adalah dengan memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga air yang

terjebak di dalam padatan garam dapat terlepas. Air yang dapat dipisahkan

tersebut merupakan air tua (brine) dan dikembalikan ke bak pencuci.

Selanjutnya dikeringkan dalam Unit Proses Pengeringan. Unit proses ini

bertujuan untuk mengeringkan garam jadi sehingga kandungan air (moisture

content) di dalam garam menjadi turun sesuai standar. Unit proses ini

menggunakan alat rotary dryer dan aspek neraca energi sangat ditekankan

disini karena unit ini mengonsumsi bahan bakar. Media pemanas yang

digunakan adalah burner dengan bahan bakar berupa LPG. Kemampuan

produksi rata-rata dapat mencapai 2 ton per hari dan menyerap 3 hingga 5

tenaga kerja.

Page 39: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

33

Inovasi sederhana dalam pengolahan garam krosok yang disiapkan menjadi

garam konsumsi rumah tangga telah berhasil memberikan nilai tambah 200 –

1000 rupiah per kilonya.

Kata kunci : Pemurni garam sistem mekanis, iptekmas, garam krosok, garam

halus

Pendahuluan

Garam merupakan salah satu komoditas yang dihasilkan dari

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Indonesia sebagai negara

kepulauan memiliki garis pantai yang sangat panjang dan beberapa lokasi

diantaranya sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan tambak

garam. Garam Kebutuhan akan garam kian hari makin meningkat seiring

bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri, baik

di dalam maupun luar negeri. Kebutuhan garam khususnya untuk industri

masih disupai dari garam impor. Sedangkan untuk garam konsumsi telah

dapat dipenuhi seluruhnya dari hasil produksi garam rakyat sejak tahun 2012

(KP3K, 2013). Pemerintah mentargetkan terpenuhi seluruh kebutuhan garam,

baik untuk konsumsi dan industri pada tahun 2017.

Amerika Serikat dan Cina merupakan dua produsen garam terbesar

dunia dengan gabungan produksi sebesar 40% dari total produksi tahunan

dunia yang sebesar seperempat miliar ton garam, seperti terlihat pada

Gambar 1 (P3SDLP, 2010)

Gambar 1. Produsen garam dunia (dalam juta ton). (Sumber: Salt Institute)

0

10

20

30

40

50

60

70

China United

States

Germany India Canada Australia Mexico Brazil France United

Kingdom

All Other

Page 40: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

34

Pemanfaatan garam untuk kebutuhan selain konsumsi sangat beragam, mulai

dari industri farmasi, CAP, perminyakan sampai dengan industri kaca.

Pemanfaatan garam untuk kebutuhan industri seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. kelas-kelas ukuran butir garam dan penggunaannya untuk industri

No. Grade Penggunaan

1 Pure Salt Textile / Hosiery Dying / Pharma Industries/Medicines / Paints

/ Destemper / Dyes And Chemical Inustries / U V Fluids.

2 Crystaline Textile / Hosiery Dying / Paints Destemper/ Dyes And

Chemical Inustries

3 Medium Textile / Hosiery Dying Paints Destemper/ Dyes And Chemical

Inustries / Sea Food Aand Frozen Food Etc.

4 30 Mesh Detergent and Washinf Powder

5 Super Fine Soaps / Detergent and Washinf Powder / Edible / Foods /

Dyes / Chemicals

6 Over Size Explossives / Chemicals

Sedangkan garam konsumsi didefinisikan sebagai garam dengan kadar

Natrium Chlorida minimum 94,7% atas dasar berat kering (dry basis), dengan

kandungan impuritis Sulfat, Magnesium dan Kalsium maksimum 2 % dan

sisanya adalah kotoran/insoluble matter (lumpur, pasir). Kadar air maksimal

7% (BSN, 2014)

Pembuatan garam rakyat umumnya dibuat dengan cara menimba air

laut, kemudian dimasukkan ke dalam ladang penguapan sehingga langsung

dihasilkan kristal garam. Pada usaha garam rakyat (tradisional) yang

memanfaatkan model terasering bertingkat kadar garam tertinggi yang dapat

dihasilkan relatif jarang mencapai 90 %, sehingga diperlukan perlakuan-

perlakuan khusus agar dihasilkan garam dengan kualitas tinggi. Penelitian

yang sudah pernah dilakukan untuk meningkatkan mutu garam rakyat

dilakukan dengan system pencucian. Sistem pencucian garam hasil usaha

pegaraman rakyat dihasilkan garam dengan NaCl 97%, kebasahan <2%,

kotoran < 1%, dengan kelas butiran medium dan superfine yang dapat

Page 41: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

35

digunakan sebagai bahan pendukung proses produksi atau bahan baku

industri.

Untuk meningkatkan kadar NaCl dalam garam yang dihasilkan oleh

rakyat, perlu dilakukan proses pencucian untuk memurnikan kadar NaCl

dalam garam. Diharapkan melalui penerapan hasil penelitian dan

pengembangan berupa teknologi sederhana proses pemurnian garam sistim

mekanis ini diperoleh garam dengan kadar NaCl yang tinggi sehingga

memberikan nilai tambah kepada petani garam.

Proses pemurnian garam melalui 5 langkah tahapan. Langkah pertama

untuk memurnikan kadar NaCl dalam garam krosok adalah dengan

melakukan pelembutan. Proses pelembutan ini dilakukan untuk memecahkan

butiran garam sehingga rongga-rongga yang ada hancur dan butiran garam

menjadi halus. Proses pelembutan ini sekaligus dilakukan proses pencucian.

Setelah proses pencucian dan penggilingan, dilakukan proses pematusan

untuk mempercepat proses pengeringan, hal ini dilakukan untuk

menghasilkan garam dengan kadar air yang rendah. Hasil garam proses

pematusan, dilakukan proses pengeringan. Setelah garam dikeringkan,

selanjutnya garam diberikan Iodium dan dikemas dalam ukuran tertentu.

Proses pengolahan garam krosok

Lokasi pelaksanaan iptekmas terdapat di 18 (delapan belas) titik.

Adapun perincian lokasi per kabupaten sebagai berikut, 1 (satu) titik lokasi di

Kabupaten Indramayu, 2 (dua) titik lokasi di Kabupaten Cirebon, 2 (dua) titik

lokasi di Kabupaten Pati, 1 (satu) titik di Kabupaten Rembang, 3 (tiga) titik di

Kabupaten Tuban, 1 (satu) di Kabupaten Lamongan, 2 (dua) di Kabupaten

Gresik, 1 (satu) di Kota Surabaya, 1 (satu) di Kabupaten Sampang, 3 (tiga) di

Kabupaten Pamekasan dan 1 (satu) di Kabupaten Sumenep. Kesemua lokasi

ada di sentra garam nasional.

Kajian dimulai dengan penyusunan desain teknis, perakitan dan

implementasi. Desain teknis peralatan. Perancangan pabrik pencucian garam

baik dasar proses pengolahan garam hingga pemilihan material menggunakan

pedoman yang disusun oleh Dale. W. Kaufmann (1960). Sedangkan untuk

detail kalkulasi spesifikasi alat, referensi yang digunakan ialah “Perry’s

Chemical Engineers’ Handbook” yang disusun oleh Don, dkk (2008).

Page 42: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

36

Perhitungan panas yang digunakan untuk proses pengeringan berdasarkan

perhitungan dalam www.theengineeringtollbox.com

Paket teknologi ini terdiri dari 5 sub-sistem utama, yakni (a)

penghancuran butiran garam krosok, (b) pencucian, (c) pengeringan, (d)

penambahan unsur yodium dan (e) pengemasan menjadi garam meja seperti

terlihat pada Gambar 2. Pegolahan garam dengan teknologi pemurnian

garam dimulai dengan penghancuran butiran-butiran garam krosok menjadi

garam lembut dengan ukuran partikel 2 mm. Butiran-butiran ini selanjutnya

dicuci dengan air yang telah dituakan pada 20 oBe. Proses pencucian ini pada

intinya memisahkan kotoran ikutan garam krosok melalui pencucian dan

penyaringan.

Gambar 2. Tahapan proses pemurnian

Proses pengeringan hasil cucian dilakukan dengan mesin peniris,

sebuah alat yang bekerja secara berputar sentrifugal. Garam cucian diputar

dengan alat ini untuk mengurangi kandungan air, sebelum diproses lebih

lanjut dengan mesin pengering. Butiran garam kering selanjutnya diproses

dalam mesin penyemprot yodium. Proses iodinisasi ini menjadi salah satu

syarat produk garam olahan menjadi garam meja untuk keperluan masak.

Tahapan akhir pengolahan garam adalah pengemasan. Garam meja dikemas

dalam bungkusan 200 gr yang siap didisutribusikan ke pasar.

Paket teknologi pemurnian garam merupakan salah satu langkah awal

mempersiapkan langkah industrialisasi garam rakyat, mengolah garam krosok

Pengeringan

Iodisasi dan pengemasan

Garam krosok

Garam halus beryodium

Penghalusan dan pencucian

Page 43: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

37

menjadi garam meja. Pengolahan ini membuka kesempatan baru bagi para

petambak garam yang semula mengandalkan produksi garam krosok dengan

harga yang rendah untuk memperoleh nilai tambah dengan mengolah

garamnya menjadi garam meja. Diharapkan ke depan peningkatan kualitas

garam lebih tinggi lagi sehingga mampu mencapai kualitas garam industri.

Nilai tambah yang diperoleh berarti pula peningkatan kesejahteraan bagi

petambak garam.

Gambar 3. Proses pencucian garam sistem mekanis model 1

Gambar 4. Proses pencucian garam sistem mekanis model 2

Pengembangan alat pencuci garam sistem mekanis dimulai pada tahun

2009, hingga dengan tahun 2013 terdapat 2 (dua) model proses pencucian.

Pembeda model pencucian 1 dan model pencucian 2 terdapat pada beberapa

alat yang digunakan, namun secara garis besar tahapan yang dilalui sama.

Pada gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan alur proses pencucian garam

sistem mekanis.

Page 44: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

38

Perbedaaan antara model 1 dan model 2 terletak pada titik pematusan

dan proses pengeringan. Pada model 1 penggunaan alat pematusan (spinner)

menggunakan model spinner vertikal sedangkan model 2 menggunakan

spinner horizontal. Berdasarkan hasil pengamatan, spinner vertikal memiliki

beberapa kelemahan antara lain masalah kapasitas, pemeliharaan dan

penggunaan. Dengan menggunakan spinner horizontal, kapasitas dapat

ditingkatkan karena motor yang digunakan mampu menggerakkan 2 (dua)

alat pematus secara simultan dengan motor penggerak yang ada.

Perbedaan kedua terletak pada alat pengeringan, pada model 1

menggunakan rotary drier dan pada model 2 menggunakan sistem oven.

Perbedaan alat ini disesuaikan dengan produk akhir yang dihasilkan. Untuk

pengering dengan rotary drier ditujukan untuk menghasilkan garam curah

dan garam kemasan dalam bentuk butiran. Sedangkan pengering berbentuk

oven digunakan untuk menghasilkan garam dalam bentuk briket.

Berdasarkan hasil pengamatan, paket teknologi ini mampu

meningkatkan kandungan NaCl yang terdapat pada garam krosok dengan

kisaran nilai 88%, diolah menjadi garam halus dengan tingkat kelembutan

butiran garam 2 mm serta kandungan NaCl lebih dari 94%. Kemampuan

produksi peralatan ini dapat mencapai 2 ton per hari. Kelompok pengolah

garam yang mengoperasikan peralatan ini dapat menyerap 3 – 5 tenaga kerja

dan mendapatkan nilai tambah 200 – 1.000 rupiah per kilogramnya.

Kegiatan Iptekmas garam telah berlangsung sejak tahun 2009, hingga

saat ini telah tersebar pada 18 (delapan belas) titik lokasi Iptekmas Garam.

Penerima Iptekmas sangat beragam seperti koperasi wanita, LSM sampai

Sekolah Menengah Kejuruan seperti terlihat pada Tabel 2. Masing-masing

lokasi telah memproduksi garam kemasan 250 gram dengan merek tersendiri

dengan kapasitas produksi 1 – 2 ton per hari.

Page 45: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

39

Table 2. Nama dan Lokasi Penerima Iptekmas

NO Nama Kelompok Alamat Merek Dagang

1 2 3 4

1 Sumber Hasil Ds. Karang Anyar, Kalianget,

Sumenep Segoro Madu

2 Puspa Marina Ds. Padelegan, Pademawu,

Pamekasan Nusantara

3 Cempaka Ds. Lembung, Galis, Pamekasan Nifana

4 IKM Biru Laut Ds. Padelegan, Pademawu,

Pamekasan Sari Madura

5 Kel. Tani Alhidayah Ds. Ragung, Pengarengan,

Sampang Taman Garam

6 Buran Ds. Dukuh, Pakal, Surabaya Suramadu

7 LSM Semar Ds. Banyu Urip, Panceng, Gresik Salinita

8 KUB Redjodadi Ds. Campurejo, Panceng, Gresik GR

9 SMK Sundra Ds. Banjarwati, Paciran, Lamongan Samudera

10 KUB Garuk 1 Ds. Ketambul, Palang, Tuban Raja Beruang

11 Kopwan Ibu Pertiwi Ds. Leran Kulon, Palang, Tuban Pertiwi

12 Kugar Ronggolawe V Ds. Dasin, Tambakboyo, Tuban Penyu

13 Apel Merah Ds. Purworejo, Kaliori, Rembang Apel Merah

14 Mutiara Laut

Mandiri Ds. Ketintang Wetan, Pati MLM

15 Srikandi Mangun

Sejahtera Ds. Mangunan , Pati Srikandi

16 KUB Dhuha Angger

Sejahtera

Ds. Pengarengan, Pangenan,

Cirebon PAS

17 KSU Bina Usaha Ds. Pengarengan, Pangenan,

Cirebon Keong Mas

18 Kop Segoro Madu Ds. Santing, Losarang, Indramayu Bintang Timur

Para penerima paket teknologi telah menyiapkan merk dagang dari

garam yang dihasilkan. Namun untuk melengkapi aspek legal dalam usaha

garam ini masih diperlukan dukungan pengurusan perijinan. Perijinan

beragam, mulai dari perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

seperti ijin usaha, ijin gangguan, ijin mendirikan bangunan. Juga perijinan

yang dikeluarkan oleh institusi vertikal seperti paten merk dari Kementerian

Page 46: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

40

Hukum dan HAM, sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia, sertifikat SNI

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, sertifikat keamanan pangan dari

Kementerian Kesehatan. Permasalahan perijinan tersebut menjadi

permasalahan yang mengakibatkan pemasaran produk menjadi terkendala.

Untuk memenuhi seluruh perijinan tersebut memerlukan dukungan sumber

dana yang tidak sedikit, sehingga dukungan dari pemerintah yang

berhubungan dengan semua proses menjadi penting.

Untuk mendukung keberhasilan program iptek untuk masyarakat

diperlukan pendampingan yang kontinyu. Pendampingan tidak hanya dalam

proses produksi, namun juga dalam proses pemasaran dan kelembagaan.

Pembentukan lembaga sebagai wadah dalam kelompok perlu ditingkatkan

statusnya. Pendampingan pemasaran juga meliputi permasalahan perijinan

yang telah diungkapkan diatas.

Gambar 5. Berbagai merek dagang yang telah dimiliki oleh penerima

Iptekmas

Meskipun merek dagang sudah didesain oleh masing-masing kelompok

seperti terlihat pada Gambar 5, namun secara legal formal belum semua

lokasi didaftarkan sebagai paten merk. Yang lebih memprihatinkan lagi,

Page 47: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

41

hingga saat ini semua lokasi penerima Iptekmas belum ada merek dagang

yang dilengkapi dengan SNI dan BPOM. Untuk memenuhi persyaratan

produksi dan distribusi garam kemasan sangat diperlukan penguatan

pendampingan teknis dan bisnis agar aspek legal dalam memproduksi dan

menjual garam dapat dipenuhi. Untuk memperoleh hasil yang maksimal,

perlu dilakukan pendampingan berupa dorongan untuk mendaftarkan merek

dan memperoleh semua perijinan pengolahan garam.

Rekomendasi

Berdasarkan kajian diatas dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Paket teknologi pengolah garam yang dikembangkan oleh Puslitbang

Sumberdaya Laut dan Pesisir mampu meningkatkan kadar kandungan

NaCL sebesar 10% dengan butiran kecil dengan ukuran seragam,

berwarna putih dan tingkat kekeringan dibawah 3%.

2. Salah satu permasalahan yang harus segera dipecahkan agar usaha

pengolahan garam dapat berjalan adalah dengan melengkapi seluruh

perijinan yang diperlukan. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan

dukungan secara nyata dari pemerintah.

Persantunan

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan

Pengembangan Kelautan dan Perikanan atas dukungan dalam kajian ini dan

kepada Tim Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah bayak membantu

terlaksananya kegiatan paket teknologi pengolah garam.

Daftar Pustaka

Badan Standarisasi Nasional. 2014. Standar Nasional Garam Konsumsi. SNI

01-3556-2000/Rev.9

Dale W. Kaufmann (ed). 1960. Sodium Chloride. The Production and

Properties of Salt and Brine. Hardcover – January 1, 1960

Don W. Green, Robert H. Perry. 2008. Perry's Chemical Engineers' Handbook,

Eighth Edition. McGraw-Hill: New York, Chicago, San Francisco,

Lisbon, London, Madrid, Mexico City, Milan, New Delhi, San Juan,

Page 48: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

42

Seoul, Singapore, Sydney, Toronto ISBN: 9780071422949.

http://accessengineeringlibrary.com/browse/perrys-chemical-

engineers-handbook-eighth-edition [diakses 25 Agustus 2014]

KP3K, 2013, Laporan Akhir Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)

Tahun 2013, Sekretariat PUGAR, Direktorat Jenderal Kelautan,

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

P3SDLP (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir).

2010. Laporan Kegiatan IPTEKMAS 2010. Puslitbang SDLP, Balitbang

KP KKP. Jakarta

TheEngineeringToolBox.com. Gross heating and net heating value for some

common gases as hydrogen, methane and more , 2013,

http://www.engineeringtoolbox.com/gross-net-heating-values-

d_420.html [diakses 20 Agustus 2014]

Page 49: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

43

Kualitas Air Sungai Manggar, Kota Manggar Kabupaten

Belitung Timur. Perbandingan di Musim Hujan dan

Kemarau.

Agustin Rustam dan Fajar Yudi Prabawa Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Sungai Manggar terletak di Kota Manggar, ibukota Kabupaten Belitung Timur

yang sedang giatnya meengembangkan diri untuk membangun, untuk itu

dibutuhkan perencanaan ruang dan program pengisinya. Tim melakukan riset

identifikasi perairan Sungai Manggar, bertepatan misi dengan program

Pemerintah Daerah yang berencana memanfaatkan Sungai Manggar untuk

budidaya ikan KJA, terlebih adanya calon investor asing.

Hasil pengukuran parameter dipilah menjadi aspek fisika dan kimia

berupa: pH, DO, Salinitas, Sigma t, Konduktifitas, Densitas, TDS dan

Temperatur. Pengukuran dilakukan bulan Maret saat musim hujan dan pada

bulan Oktober telah berlangsung lama musim kemarau untuk mendapatkan

data kemudian dibandingkan kondisi parameter airnya. Penentuan waktu

menurut musim ini Tim tentukan dari hasil pengukuran awal pada bulan

Maret dimana kondisi air sungainya beranomali cukup parah. Umumnya pH di

90% area sungai hulu hingga muara sebesar 4-6 dan rerata salinitas rendah.

Hipotesa Tim: ini disebabkan faktor kondisi eksisting lokasi yang dikelilingi

tambang timah dan kaolin sebagai sumber kontaminan yang pengaruhi

kondisi air sungai dan musim hujan sebagai media transportnya ke sungai.

Kata kunci: kualitas air, Sungai Manggar, Geologi Lingkungan, penelitian dua

musim.

Page 50: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

44

Pendahuluan

Kabupaten Belitung Timur dikelilingi zona pesisir, secara geografis terletak

antara 107o45’ BT sampai 108o18’ BT dan 02o30’ LS sampai 03o15’ LS

ditambah jejaring sungai memenuhi sebagian wilayahnya dengan akses akhir

beberapa muara sungai besar di pesisir. Kota Manggar adalah ibukota

kabupaten, terletak di pesisir sekaligus muara Sungai Manggar. Masih sedikit

data karena belum banyak kegiatan riset di lokasi ini, Tim melakukan

identifikasi lingkungan alam area sungai dan muara sungai Manggar dengan

aspek: pengukuran parameter fisik air sungai dan perairan darat. Ini karena

lokasi Belitung yang dikenal sebagai “Pulau Logam” penuh dengan kegiatan

penambangan sehingga tentu amat mempengaruhi kualitas air sungainya.

Gambar 1. Peta Geologi Lingkungan Pulau Belitung dan Zonasi Sungai di

Belitung Tmur

Secara Geologi Lingkungan, genesa terjadinya Pulau Belitung adalah pulau vulkanik, wilayahnya didominasi batuan asal aktifitas gunung berapi di masa lampau. Saat ini gunung sudah mati, dan isinya yang kaya akan bahan tambang logam terus tererosi memenuhi ruang sekitar hingga tertransport ke

Manggar Pulau Belitung

Manggar

Page 51: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

45

laut dan tersebar oleh arus laut. Membahas kualitas dan kandungan isi sungai

tak lepas dari sumbernya yaitu daratan. Oleh sebab itu maka perlunya

dilakukan pendataan dan sampling air di kawasan yang diduga sebagai

sumber terdekatnya.

Lokasi khususnya diduga kuat mengandung logam berat skala besar

karena sepanjang hulu sungai dikelilingi tambang timah dan kaolin dapat

dilihat dari hasil pengukuran air pada lokasi tambang di sekitar hulu dan

pinggiran sungai Manggar yang ekstrim anomalinya. Sejak jaman penjajahan

Belanda adalah sumber tambang Timah, disamping mempunyai pula

cadangan besi (Fe) serta logam lain yang berasosiasi dengannya seperti

Tembaga Cu), Seng (Zc), Timbal (Pb) dsb. Kandungan air sungai amat terkait

kandungan dari darat, kemudian kandungan logam berat di darat jauh lebih

banyak tertransport air hujan ke sungai dibanding di musim kemarau.

Principal Component Analysis Data-data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data-data sebagai

berikut:

1. Data spasial

Data spasial yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah:

Citra Satelit Landsat, peta RTRW Kota Manggar

Peta Geologi Lingkungan Skala 1:25.000 / 1:50.000 (Puslitbang Geologi

Lingkungan)

Peta Geologi Regional Skala 1 : 100.000 / 1 :250.000 (Puslitbang

Geologi)

2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi BLHD,

Balitbang KKP

3. Data Lapangan

Data Lapangan merupakan data primer , yang langsung diambil di

lokasi penelitian meliputi pengukuran parameter air dan

pengambilan sampel air sungai, danau di perairan darat dan

sampel biota.

Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yang

diharapkan dapat mewakili lokasi penelitian yang berdasarkan data hasil

wawancara dengan penangkap kepiting merupakan lokasi tempat

Page 52: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

46

penangkapan kepiting (kode lokasi S), lokasi dengan kualitas air bagus (kode

lokasi K), gradasi salinitas dari hulu ke hilir (kode lokasi H) serta aktifitas yang

ada di sungai. Lokasi penelitian dilakukan di Pantai kawasan mangrove

Manggar (Gambar 1). Pengukuran kualitas perairan yang dilakukan dengan

menggunakan alat multiparameter sejauh kurang lebih 10 km menyusuri

sungai dari hulu ke hilir Sungai Manggar serta percabangan dari sungai

Manggar di kawasan mangrove Manggar.

Deskripsi stasiun pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa untuk stasiun

yang dimulai dari hulu sungai kearah hilir sampai ke laut dikodekan dengan

H1 sampai dengan H18, kemudian kode stasiun, sedangkan daerah yang

merupakan rencana adanya suatu usaha budidaya keramba jaring apung

disimbolkan dengan huruf K1 sampai dengan K9.

Parameter yang terukur dengan alat multiparameter (Gambar 2) ini

berjumlah 7 parameter. Parameter tersebut adalah pH, DO (Dissolved

Oxygen), konduktivitas, turbiditas, temperatur, salinitas dan sigma-t yang

diukur pada kedalaman permukaan yaitu 0,2 -0,8 meter. Parameter ini akan

dibagi menjadi parameter fisika (suhu, konduktivitas dan turbiditas) dan

parameter kimia (pH, salinitas, sigma-t dan DO).

Analisis data secara umum dilakukan secara deskriptif dengan MS

Excell 2007 untuk dapat menggambarkan kondisi eksisting kualitas perairan.

Untuk menentukan variasi parameter fisika-kimia dan biologi perairan antar

stasiun penelitian digunakan pendekatan analisis statistik peubah ganda yang

didasarkan pada Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis,

PCA) (Legendre dan Legendre, 1983; Ludwig dan Reynolds, 1988; Digby dan

Kempton, 1988). Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan metode

statistik deskriptif yang bertujuan untuk menampilkan data dalam bentuk

grafik dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data.

Matriks data terdiri dari stasiun penelitian sebagai individu statistik (baris)

dan parameter lingkungan (fisik-kimia perairan) yang kuantitatif (kolom).

Analisis ini juga digunakan untuk mereduksi suatu gugus parameter yang

berukuran besar dan saling berkorelasi, menguji kesamaan tempat dalam

ruang jenis dan parameter lingkungan dengan cara menentukan aksis

ortogonal melalui pemaksimalan keragaman.

Data parameter fisika-kimia perairan yang diperoleh tidak memiliki

unit pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan AKU, data tersebut

Page 53: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

47

perlu dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian.

Jadi, apabila Xij adalah nilai data awal dan X.j adalah rata-rata, serta Sj adalah

simpangan baku, maka pemusatan dari Xij ke Yij dapat diperoleh dari

hubungan : Yij = (Xij - X.j), dan pereduksian dari Xij ke Yij ditrasformasikan

dengan rumus Yij = (Xij - X.j)/Sj. Dengan demikian setiap parameter

mempunyai unit keragaman. Dari nilai pemusatan dan pereduksian akan

terbentuk matriks baru ASxN yang merupakan pembentukan dari komponen-

komponen aij. Untuk menentukan hubungan antara dua parameter

digunakan pendekatan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik

(Ludwig dan Reynolds, 1988), yaitu :

RSxS = ASxN AtNxS

sedangkan,

RSxS = matriks korelasi rij

ASxN = matriks indeks sintetik Yij

AtSxN = matriks transpose(pertukaran baris dan kolom) dari matriks A

Korelasi linier antara dua parameter yang dihitung dari indeks

sintetiknya merupakan peragam dari dua parameter tersebut yang telah

dinormalisasikan. Tahapan ini sebenarnya merupakan suatu usaha untuk

mentransformasikan p parameter kuantitatif awal (inisial), yang kurang lebih

saling berkorelasi, ke dalam p parameter kuantitatif baru yang disebut

komponen utama. Dengan demikian hasil dari analisis ini tidak berasal dari

parameter-parameter awal (inisial) tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh

dari kombinasi linier parameter-parameter asal. Di antara semua indeks

sintetik yang mungkin, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang

menunjukkan ragam individu yang maksimum. Indeks ini disebut komponen

utama ke-1 atau sumbu (axis) utama ke-1, yaitu suatu proporsi tertentu dari

ragam total stasiun/lokasi yang dijelaskan oleh komponen utama ini.

Selanjutnya dicari komponen utama ke-2 dengan syarat berkorelasi linier nihil

dengan yang pertama dan memiliki ragam individu terbesar. Komponen

utama ke-2 ini memberikan informasi terbesar sebagai pelengkap komponen

utama pertama. Proses ini berlanjut terus sehingga diperoleh komponen

utama ke-p, dimana bagian informasi yang dapat dijelaskan semakin kecil.

Analisis statitik ini dilakukan dengan menggunakan XLStat 2012 (evaluation).

Page 54: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

48

Litologi kawasan Belitung Timur yang mengandung pasir timah (Sr),

kandungan Hg, pasir besi (Fe), tembaga (Cu) dan kaolin (Ca) pengaruhi

kandungan pada substrat tanah. Kandungan logam ini mempengaruhi

perairan darat sekitar dan juga tertransport ke sungai. Ini menjadi potensi

kontaminasi logam berat yang patut diwaspadai. Maka diadakanlah riset

untuk antisipasi dampak pada masyarakat

Gambar 2. Peta Plotting Stasiun Pengukuran Parameter Air Sungai Manggar,

2013

Variabel data tersebut dipilih karena perannya penting dalam

mengidentifikasi berbagai parameter air sungai, dan biota di dalamnya. Serta

dalam penentuan titik sampling berdasar jenis litologi di daratan sumber dan

kesesuaian lahan.

Stasiun K

Stasiun H

Page 55: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

49

Kualitas Perairan Sungai Manggar Musim Barat dan Musim Timur

Hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan Kantor

Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Belitung Timur pada Sungai

Manggar tahun 2012 menunjukkan parameter DO pada pengambilan musim

peralihan dari musim barat ke musim timur menunjukkan nilai Do untuk

seluruh bagian sungai dari hulu ke hilir dibawah buku mutu 4 mg/L yaitu

sebesar 3 mg/L. Penelitian mengenai kondisi eksisting (kualitas perairan)

kawasan Sungai Manggar perlu dilakukan. Selain itu keberadaan biota di

perairan sungai dan muara serta kandungan proksimat terkait erat dengan

bioakumulasi biota terhadap suatu unsur seperti logam berat perlu dianalisa.

Kemudian ditindaklanjuti dengan daya dukung perairan tersebut dalam

mengakomodir kegiatan yang berbasis ekosistem berkelanjutan yang akan

dilakukan serta terkait erat dengan kesehatan masyarakat.

Pengukuran Parameter Fisik Air Sungai Manggar ( survei Maret 2013)

Tabel 1. Hasil statistik deskriptif Sungai Manggar bulan Maret 2013 (data in

situ)

Parameter Minimum Maksimum Rata-rata Standart deviasi

pH 4.57 8.093333 5.737056 1.147558

DO (mg/L) 3.883333 6.57 5.295556 0.565403

Konduktifitas (mS/m) 0.102 38.76667 9.817398 11.77315

Turbiditas (NTU) 0 24.63333 11.44407 5.796755

Temperatur (⁰C) 26.6 30.6 27.87963 1.179517

Salinitas (PSU) 0 28.86667 5.002778 9.401311

Sigma-t 0 16.93333 2.268519 5.566032

TDS (g/L) 0 0 0 0

Klorofil-a (µg/L) 0 0.6 0.035185 0.141177

Kecerahan 0.2 1.2 0.523333 0.265159

Kedalaman 1 5.5 2.538462 1.298421

Page 56: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

50

Pengukuran Parameter Fisik Air Sungai Manggar (survei Oktober

2013).

Tabel 2. Hasil analisa statistik deskriptif Sungai Manggar Oktober 2013 (data

in situ)

Parameter Minimum Maksimum Rerata Standar deviasi

pH

7 7,5 7,072609 0,099919

DO (mg/L)

4,64 6,99 5,818261 0,60911

Konduktifitas (mS/m)

3,48 22,7 5,183043 3,826389

Turbiditas (NTU)

7 18,3 10,06957 2,767742

Temperatur ( C)

30 32 31,07391 0,544574

Salinitas (PSU)

0,1 32 27,83913 6,508019

Sigma t

0 17,8 16,20435 3,833285

Tabel 1 dan 2 memperlihatkan sebaran nilai secara deskriftif rerata

dari 23 stasiun pengamatan. Nilai parameter yang terukur umumnya memiliki

nilai standar deviasi yang bervariasi dikarenakan dua waktu pengambilan

yang berbeda yaitu musim peralihan I yaitu dari musim barat ke musim timur

(Maret 2013) dan musim peralihan II yaitu dari musim timur ke musim barat

(Oktober 2013).

Nilai standar deviasi yang cukup signifikan terlihat memiliki nilai besar

pada parameter konduktivitas bulan Maret. Ini menunjukkan ada nilai

pengukuran pada satu atau beberapa stasiun yang yang berbeda atau tidak

seragam (pencilan), dapat dilihat rentangan nilai yang cukup jauh antara nilai

minimum dan nilai maksimum dari parameter tersebut.

Page 57: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

51

Gambar 3. Peta plot titik survei sungai Manggar 2013 dan perairan darat sekitar serta arah aliran dari sumber material pengisi Sungai manggar dan sekitar

Area Tambang

Area Muara/ Estuari

Page 58: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

52

Pengukuran Parameter Fisik Air Sungai Manggar Kompilasi Hasil Ukur

pada bulan Maret dan Oktober 2013.

Kualitas perairan fisika

Kualitas perairan fisika yang terukur dijelaskan satu persatu sebagai

berikut :

Temperatur

Suhu merupakan salah satu faktor pembatas bagi ekosistem dan biota laut,

perubahan suhu dapat mempengaruhi proses fisika, kimia dan biologi di

badan air. Peningkatan suhu perairan dari suhu alami dapat menyebabkan

penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2 dan terjadi peningkatan

kelarutan untuk gas CO2, N2 dan CH4 (Sanusi, 2006).

Maret 2013.

Suhu alami perairan pada lokasi penelitian di kawasan mangrove Manggar

berkisar antara 26.6 – 33.9 ˚C dengan rata-rata pada semua 37 sampel dibagi:

untuk spot kepiting 30.344±1.88˚C, Lokasi budidaya 30.807±0.55˚C dan suhu

permukaan dari mulai hulu sungai Manggar sampai ke laut rata-rata

27.880±1.18˚C.

Gambar 4. Sebaran temperatur di stasiun pengamatan bulan Maret

2013 (panel kiri) dan Oktober 2013 (panel kanan)

Page 59: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

53

Oktober 2015.

Secara keseluruhan temperatur pada bulan Oktober 2013 berkisar antara 30 –

32⁰C dengan rerata 31,074±0,549 ⁰C. Sebaran temperatur perstasiun pada

bulan Oktober 2013 dapat dilihat pada Gambar 4 bagian kanan.

Gambar 5. Peta Sebaran Temperatur Air Sungai Manggar bulan Maret (kiri)

dan bulan Oktober (kanan)

Turbiditas

Maret 2013.

Nilai kekeruhan atau turbiditas yang terukur pada lokasi penelitian berkisar 0

(nol) di stasiun K2 hingga 25 pada titik survei S5. Pada Gambar 6 terlihat lokasi

tertinggi tingkat kekeruhan ini terletak di sekitar pelabuhan Kaolin. Hipotesa

kami penyebabnya karena larutan sedimen lepas Kaolin dan kandungan

sedimen darat yang tertransport air hujan lalu bercampur di lokasi ini. Lokasi

memang pertemuan beberapa sungai.

Oktober 2013.

Nilai kecerahan yang terukur pada lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 6, pada bulan Oktober titik terendah angka Turbiditas: 7 pd stasiun

H7 dan tertinggi 18 pada stasiun K7. Nilai kecerahan suatu perairan terkait

erat dengan faktor intensitas cahaya yang masuk dan banyak sedikitnya

partikel/padatan tersuspensi (TSS) yang berada di badan air. Kecerahan

perairan berhubungan erat dengan kemampuan produsen di perairan seperti

fitoplankton, ataupun tumbuhan makro yang berada di kolom air seperti

makro alga dan lamun untuk melakukan fotosintesis.

Page 60: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

54

Gambar 6. Grafik Turbiditas air

Kualitas perairan kimia

Kualitas perairan kimia yang terukur adalah pH, salinitas, DO dan

sigma t. Penjelasan nilai parameter kimia terkait erat dengan kondisi eksisting

dan kualiats air sungai tersebut dijelaskan satu persatu di bawah ini.

Derajat keasaman (pH)

Kualitas air kolong secara fisika dan kimia. Pengukuran pH dilakukan pada

beberapa aliran asam tambang dari tambang aktif, yang mempengaruhi pH

air beberapa kolong. Pada Gambar 7 ditampilkan hasil pengelompokan kolong

dan aliran asam tambang (Acid Mine Drainage (AMD)) berdasarkan pH

menggunakan analisis statistik Principle Component Analyses (PCA). Hasil

pengukuran, aliran asam tambang yang merupakan air buangan tambang

mempunyai kisaran pH 2–3, terutama pada area yang didominasi oleh

mineral pirit. Kolong muda di area yang didominasi oleh mineral pirit/mineral

sulfida lainnya mempunyai air dengan nilai pH sangat rendah (2–3), sedang

kolong muda di area yang didominasi oleh mineral kaolin nilai pH lebih tinggi

(4,5 – 6).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak semua kolong muda

mempunyai pH < 4 dan tidak semua kolong tua mempunyai pH >5. Namun

demikian, persentase kolong tua dengan pH>5 tetap lebih besar dibandingkan

kolong-kolong baru.

Page 61: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

55

Gambar 7. Grafik pH titik air

Kolong-kolong yang diteliti pada penelitian ini umumnya mempunyai kisaran

pH 5 – 6 terutama untuk kolong yang sudah berumur >10 tahun. Kolong yang

mempunyai pH < 5 umumnya kolong muda dan sebagian kecil dari kolong

yang sudah tua (> 20 tahun).

Diketahui bahwa tipe mineral dominan area penambangan

merupakan salah satu faktor penentu pH air buangan tambang atau air danau

bekas tambang. Berdasarkan hasil survei hampir semua area mempunyai tipe

tanah dasar pasir yang dominan bercampur dengan mineral ikutan. Mineral

dominan seperti pirit (FeS2).

Gambar 8. Peta Sebaran PH Air Sungai Manggar bulan Maret (kiri) dan bulan

Oktober (kanan)

Kelas 1, 2,

3 dan 4

Page 62: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

56

Salinitas

Salinitas air sungai Manggar pada bulan Oktober relatif stabil dan reratanya

tidak ekstrim, pada kisaran 30 dengan nilai terendah 22 dan tertinggi 32.

Gambar 9. Grafik Salinitas air

Pada bulan Maret salinitas di stasiun pengamatan amat bervariasi, mulai

mayoritas 0 hingga 29, sementara pada bulan Oktober stabil pada kisaran 22-

33. Ini dimungkinkan oleh musim hujan pada bulan Maret yang menurunkan

kadar garam air sungai Manggar.

Gambar 10. Peta Sebaran Salinitas Air Sungai Manggar bulan Maret(kiri) dan

bulan Oktober(kanan)

Page 63: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

57

Dissolved Oxygen (DO)

Gambar 11. Grafik DO titik air

Oksigen terlarut atau DO adalah berapa besar gas oksigen yang

terlarut dalam badan air. Sanusi (2006) mengatakan bahwa gas-gas yang

masuk ke dalam air laut secara difusi berdasarkan perbedaan tekanan parsial

gas terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok gas-gas yang bersifat reaktif

atau non konservatif dan kelompok gas-gas yang bersifat non reaktif atau

konservatif. Gas oksigen (O2) merupakan kelompok gas-gas reaktif bersama

dengan gas CO2, N2, CH4, H2S dan NH3. Gas-gas reaktif utama yang terlibat

dalam proses biologi maupun siklus biogeokimia ada tiga yaitu O2, CO2 dan N2.

Kualitas perairan dengan logam terlarut

Logam terlarut yang dianalisa di laboratorium adalah merkuri (Hg),

Arsen (As), tembaga (Cu) dan Timbal (Pb). Keberadaan logam berat ini dalam

perairan di lokasi penelitian Sungai Manggar konsentrasinya memiliki nilai

ambang batas untuk biota yang hidup di dalamnya sesuai dengan Kepmenneg

LH no 82 tahun 2001. Logam berat dari lima jenis di atas adalah termasuk

golongan logam inorganik yang keberadaannya secara alami sangat rendah

(trace metal). Dimana terbagi atas kelompok logam berat yang bersifat

esensial (yang dibutuhkan biota) yaitu Cu dan non esensial Hg, As, Cd dan Pb.

Elemen esensial maupun non esensial dalam perairan perlu diketahui karena

jika terjadi peningkatan konsentrasinya dalam perairan dapat bersifat toksin

bagi biota bahkan manusia.

Kelas 2 Kelas 1

Page 64: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

58

Rekomendasi

1. Terdapat perbedaan signifikan pada parameter air sampel dari estuari

Sungai Manggar yang diambil pada musim hujan (Maret) terutama

Salinitas mulai mayoritas 0 hingga 29 pada musim hujan bulan Maret,

sementara pada bulan Oktober stabil pada kisaran 22-33, (diduga

rendahnya salinitas ini karena malam sebelum dilakukan sampling turun

hujan lebat) dan parameter PH air pada musim hujan Maret 4-5,5 dan

stabil rerata normal dan stabil PH 7 pada sampel musim hujan Oktober.

2. Air hujan sebagai faktor utama pelarut dan pentransport material

kandungan darat ke sungai. Limpasan air hujan di darat membawa

kandungan logam daratan menuju alur sungai lalu masuk ke tubuh sungai

induk menuju muara sebelum di transport ke laut. Ditambah

penambangan kaolin dan pasir Kuarsa semua ini turut memperbesar nilai

kandungan kontaminan dalam air di daratan maupun di sungai yang tentu

berdampak luas terhadap biotanya dan manusia yang tinggal dan hidup

memanfaatkan air tersebut.

3. Diperlukan suatu monitoring temperatur secara time series dengan

memasang alat pengukur temperatur di beberapa lokasi yang terindikasi

temperatur tinggi atau beberapa lokasi yang diduga sebagai sumber bahan

tercemar seperti ‘kolong’ tambang. Manfaat pemasangan alat temperatur

secara time series dapat diketahui temperatur alami dari perairan rata-

rata perbulan dan pertahun. Pentingnya pengamatan temperatur karena

temperatur rmerupakan salah satu faktor pembatas bagi ekosistem dan

biota, dimana perubahan temperatur dapat mempengaruhi proses fisika,

kimia dan biologi di badan air. Adanya peningkatan temperatur perairan

dari kisaran temperatur alami dapat menyebabkan penurunan kelarutan

gas dalam air seperti O2 dan terjadi peningkatan kelarutan untuk gas CO2,

N2 dan CH4 (Sanusi, 2006).

Daftar Pustaka

Affan, J.M. 2012. Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya keramba

jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas air di

perairan pantai timur Bangka Tengah. Depik, 1(1):78-85. April 2012.

Page 65: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

59

DIM, PT Dazya Ina Mandiri. 2012. Laporan pelingkupan KLHS dalam

penyusunan RPJMD Kep. Bangka Belitung Tahun 2012 – 2017. ESP.

Danida.

Digby, P.G.N and R.A. Kempton, 1988. Multivariate analysis of ecological

communities. Chapman and Hall. New York.

E. Rochyatun, Edward dan A. Rozak. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn,

Ni, Cr, Mn & Fe dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Kalimantan

Timur, Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 2003 No. 35 : 51 – 71.

G. Alaa, M. Osman and W. Kloas. Water Quality and Heavy Metal Monitoring

in Water, Sediments, and Tissues of the African Catfish Clarias

gariepinus (Burchell, 1822) from the River Nile, Egypt. Journal of

Environmental Protection, 2010, 1, 389-400.

http://www.googleearth.com. 2012 , diakses tanggal 17 November 2012.

http://belitungtimurkab.go.id/ . 2012. Profil daerah Belitung Timur , diakses

tanggal 17 November 2012.

Legendre, L and P. Legendre 1983. Numerical Ecology. Elsevier Science. 1998.

Ludwig, John A. and James F. Reynolds. 1988. Statistical ecology: a primer of

methods and computing. Wiley Press, New York, New York.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. UI-Presss, Jakarta.

Maramis, A.A., A. Ign. Kristijanto, dan S. Notosoedarmo. 2006. Sebaran Logam

Berat dan Hubungannya dengan Faktor Fisika-Kimiawi di Sungai Kreo,

Dekat Buangan Air Lindi TPA Jatibarang, Kota Semarang. Akta Kimindo

Vol. 1 No. 2: 93-98.

Palar H. 2004. Pencemaran & toksikologi logam berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Pagoray H. 2001. Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang Kali Donan

Kawasan Indutri Cilacap. Frontir. 33:1-9.

P.J. Puri, M.K.N. Yenkie, S. P. Sangal, N.V. Gandhare and G. B. Sarote. Study

Regarding Lake Water Pollution with Heavy Metals in Nagpur City

(India). International Journal of Chemical, Environmental and

Pharmaceutical Research [ijCEPr], 2011, Vol. 2, No.1, 34-39.

Radiarta, I.N., T.H. Prihadi, A. Saputra, J. Hariyadi, O. Johan. 2006. Penentuan

lokasi budidaya ikan KJA menggunakan analisis multikriteria dengan

SIG di Teluk Kapontori, Sulawesi Tenggara. Jurnal Riset Akuakultur, 1

(3): 303-318.

Page 66: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

60

R. Dako. Tumpang Sari: Pengembangan Tambak yang Ramah Lingkungan.

Warta Teluk Tomini, Program Teluk Tomini (SUSCLAM), 2010, 8 hal.

R. C. Kay and J. Arder. Coastal Planning and Management, Spon Press.

Melbourne, Victoria Australia. 1999, pp 375.

Sanusi, Harpasis. 2006. Kimia Laut, Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan

Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Storelli MM, Storelli A, D’ddabbo R, Marano C, Bruno R, Marcotrigiano GO

(2005). Trace elements in loggerhead turtles (Caretta caretta) from the

eastern Mediterranean Sea: Overview and evaluation. Environ. Pollut.

135: 163-170.

Widianingsih.,Retno Hartati., Asikin Djamali dan Sugestiningsih. 2007.

Kelimpahan dan sebaran horizontal fitoplankton di perairan pantai

timur Pulau Belitung. Ilmu Kelautan Maret 2007. Vol 12 (1): 6 -11.

Page 67: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

61

EKOSISTEM KARBON BIRU LAMUN DI PULAU-PULAU KECIL, KEPULAUAN DERAWAN - KALIMANTAN TIMUR

Terry L. Kepel, Restu Nur Afi Ati, Agustin Rustam, Syahrial Nur Amri

dan Andreas Hutahaean Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Sebagai bagian dari Studi Karbon Biru di Kepulauan Derawan tahun 2012,

kami melakukan studi kondisi ekologi padang lamun dan kapasitasnya untuk

menyerap dan menyimpan karbon. Terdapat 12 stasiun di 4 pulau yaitu Pulau

Panjang, Pulau Samama, Pulau Derawan dan Pulau Maratua. Stasiun

pengambilan data ditentukan dengan menggunakan citra satelit. Citra satelit

ini juga digunakan untuk menghitung area total tutupan ekosistem setelah

verifikasi lapangan. Di setiap stasiun, transek garis diletakkan tegak lurus

terhadap garis pantai dan pengambilan sampel biomas dilakukan dengan

menggunakan tabung akrilik berdiameter 8,5 cm. Sampel disimpan untuk

analisis biomas dan karbon. Alat analisis CHNS digunakan untuk menghitung

kandungan karbon di biomass. Total luasan padang lamun diestimasi sebesar

5959 ha. Terdapat 7 jenis lamun yang ditemukan, yaitu Cymodocea serrulata

(Cs), Cymodocea rotundata (Cr), Halophila ovalis (Ho), Halophila minor (Hm),

Halodule uninervis (Hu), Syringodium isoetifolium (Si) dan Thalassia

hemprichii (Th). Kisaran rata-rata dari berat bawah biomas lebih tinggi

dibandingkan dengan bagian atas. Berat biomas bagian bawah berkisar antara

11.75 – 120.78 g BK m-2 dengan kisaran rata-rata sebesar 29.97 – 99.18 g BK

m-2, sedangkan biomas bagian atas sebesar 7.05 – 53.78 g BK m-2 dan rata-

rata 10.29 – 34.16 g BK m-2. Karbon stok di bagian bawah dan atas adalah

sebesar 3.42 – 40.46 g C m-2 dan 2.29 – 17.47 g C m-2. Karbon stok paling

tinggi di bagian atas dan bawah ditemukan di Pulau Panjang dan Thallasia

hemprichii menyumbangkan biomas dan karbon stok yang paling tinggi di

lokasi penelitian ini.

Page 68: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

62

Pendahuluan

Studi ini adalah bagian dari penelitian Karbon Biru di kepulauan

Derawan pada tahun 2012. “Karbon Biru” didefinisikan sebagai karbon yang

diserap oleh makhluk hidup yang ada di pesisir dan laut dengan proses

fotosintesis. Beberapa komponen pantai dan laut yang mempunyai fungsi

sebagai penyerap karbon adalah mangrove, lamun, rumput laut dan

fitoplankton (klorofil) karena mampu memanfaatkan gas CO2 yang ada di

atmosfir maupun di air untuk proses fotosintesis. Dari keempat komponen

tadi, mangrove dan lamun membentuk suatu ekosistem yang penting di

pantai.

Penelitian ini didasarkan pada beberapa fakta dan kesenjangan (gap)

tentang kondisi padang lamun secara global serta kaitannya sebagai

ekosistem karbon biru. Setidaknya ada tiga fakta menonjol tentang padang

lamun di dunia. Pertama, ekosistem lamun tersebar luas mulai dari daerah

tropis sampai ke daerah beriklim dingin (temperate). Indonesia memiliki luas

lamun sebesar 30.000 km2 yang dihuni oleh 12 spesies lamun.

Fakta kedua, lamun mempunyai fungsi ekologis dan ekonomi. Secara

ekologis, lamun berfungsi sebagai tempat tinggal berbagai biota laut, tempat

berlindung, tempat memijah, serta tempat mencari makan. Selain itu, lamun

memberikan manfaat ekonomi. Secara global, ekosistem pesisir (mangrove,

lamun dan terumbu karang) memiliki nilai ekonomi sebesar 29,8 milyar dollar

(Cesar et al, 2003), sedangkan Brander et al (2006) mengatakan nilai rata-

rata per tahun sebesar 2.800 dollar per hektar. Di kawasan Asia Tenggara,

ekosistem pesisir menyumbang nilai ekonomi yang signifikan dari kegiatan-

kegiatan yang ada di pesisir seperti penangkapan ikan, pariwisata, rekreasi,

dan sebagainya. Nilai ekonomi diperkirakan berkisar antara 23.100 – 270.000

dolar per km-2 (Burke et al, 2002).

Fakta ketiga, padang lamun berperan penting dalam mitigasi

perubahan iklim. Proses fotosintesis lamun menyerap CO2 di perairan

sekitarnya. Secara global, lamun dapat menyimpan karbon organik sejumlah

19,9 Pg (Fourqurean et al, 2012).

Dari sejumlah fakta di atas, terjadi masih ada kesenjangan atau gap

yang ada terkait dengan ekosistem lamun ini. Fourqurean et al (2012) dan Oei

et al (2011) melaporkan bahwa data/informasi lamun di daerah tropis Indo-

Pasific masih sangat kurang. Selain itu, minimnya informasi tentang

Page 69: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

63

kemampuan ekosistem lamun dalam menyimpan karbon. Selain itu, lamun

juga mengalami ancaman karena laju degradasi yang cukup tinggi 29% per

tahun sehingga menyebabkan pelepasan karbon sebesar 299 Tg karbon per

tahun (Fourqurean et al, 2012)

Kepulauan Derwan merupakan kepulauan yang terkenal sebagai salah

satu daerah tujuan wisata dengan keindahan dan keanekaragaman alam

pesisir dan lautnya. Salah satu keanekaragamannya yang terkenal kepulauan

Derawan merupakan tempat berkumpulnya penyu seperti penyu hijau.

Diketahui makanan penyu adalah lamun, mengingat itu semua tujuan

penelitian ini adalah untuk memetakan kembali ekosistem lamun, analisa

kondisi ekologis dan kemampuan padang lamun dalam menyimpan karbon di

kepulauan Derawan.

Profil Kepulauan Derawan

Gambar 1. Kawasan Konservasi Laut Berau.(Sumber: SK Bupati Kab. Berau

No. 31 Tahun 2005)

Page 70: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

64

Lokasi penelitian terletak di Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau,

Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan SK Bupati Kabupaten Berau No.31

tahun 2005, Kepulauan Derawan ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut

Berau dengan luas sebesar 1,2 juta hektar. Kawasan ini terletak dari Pulau

Panjang di bagian utara sampai di Biduk-Biduk di bagian selatan, meliputi 8

kecamatan pesisir dan 27 desa nelayan (Gambar 1).

Lokasi pengambilan data dilakukan di daerah bagian utara yang

mencakup 4 pulau dari 6 pulau kecil yang ada, yaitu Pulau Panjang, Pulau

Derawan, Pulau Samama dan Pulau Maratua serta perairan yang berada di

sekelilingnya. Survei ekosistem lamun dilakukan pada 12 stasiun (Tabel 1,

Gambar 2). Pada tahap persiapan, titik stasiun ditentukan berdasarkan peta

hasil interpretasi citra yang lokasi dan jumlahnya dianggap dapat mewakili

ekosistem yang ada. Selanjutnya titik stasiun disesuaikan berdasarkan kondisi

di lapangan.

Tabel 1. Lokasi Survei

Stasiun Koordinat Lokasi

Lamun

1 118o12’13,32” BT / 2o23’20,4” LU Pulau Panjang

2 118o13’45,12” BT / 2o20’49,2” LU Pulau Panjang

3 118o14’30,11” BT / 2o18’50,4” LU Pulau Panjang

4 118o 15’ 50,4” BT / 2o16’30” LU Pulau Samama

5 118o20’12,11” BT / 2o7’51,6” LU Pulau Samama

6 118o 11’ 52,8” BT / 2o21’50,4” LU Pulau Panjang

7 118o15’36,35”BT / 2o15’21,6” LU Gusung Kulimis

8 118o 14’ 44,8” BT / 2o17’31,2” LU Pulau Derawan

9 118o12’13,32” BT / 2o23’20,4” LU Pulau Derawan

10 118o 14’ 49,2” BT / 2o16’58,8” LU Pulau Derawan

11 118o35’33,51” BT / 2o11’38,4” LU Pulau Maratua (Payung-

Payung)

12 118o38’45,6” BT / 2o12’57,6” LU Pulau Maratua (Laguna)

Page 71: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

65

Gambar 2. Peta stasiun penelitian

Page 72: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

66

Proses pengambilan biomass

Metode yang diterapkan di ekosistem lamun mengikuti McKenzie et al

(2001) dan Short et al (2006). Setelah lokasi stasiun ditandai dengan GPS,

transek garis (line transect) ditarik sepanjang 50 m tegak lurus garis pantai.

Selanjutnya untuk melihat tutupan lamun, frame kuadrat ukuran 50x50 cm

(0,25 m2) diletakkan pada transek garis dengan jarak setiap 10 meter (Gambar

3). Pengambilan biomass dilakukan di dalam kuadrat dengan menggunakan

tabung silinder berdiameter 8,5 cm (0,0057 m2).

Gambar 3. Pengukuran dan pengambilan sampel di ekosistem lamun

Lamun yang ada dalam tabung tersebut kemudian dengan hati-hati

diangkat sampai ke akar dan sebisa mungkin dibersihkan dari sedimen yang

masih menempel. Sampel untuk biomass ini kemudian disimpan di kantong

plastik, diberi label untuk selanjutnya ditimbang. Sebelum ditimbang, sampel

yang ada dibersihkan lagi dengan teliti dari sedimen yang mungkin masih ada

supaya tidak ada bagian lamun yang terbuang. Pembersihan juga dilakukan

pada daun lamun untuk mengeluarkan epifit. Lamun kemudian dipisahkan

berdasarkan spesies dan setiap spesies dipisah menjadi dua bagian yaitu

bagian atas (daun, batang) dan bagian bawah (rhizome, akar). Tiap bagian

Page 73: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

67

ditimbang secara terpisah. Sampel lamun ini kemudian disimpan di dalam

freezer. Untuk analisa jumlah karbon, digunakan Vario EIII CHNOS Elemental

Analyzer.

Analisis

Untuk melihat struktur komunitas lamun, dilakukan perhitungan Indeks

menurut Shannon-Weaver (Odum dalam Kuriandewa, 1997).

1. Indeks Keragaman

H = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)

H : indeks keragaman ni : jumlah prosentasi tutupan tiap jenis N : jumlah total prosentasi tutupan tiap

jenis

2. Indeks Dominansi

D = ∑ (ni/N)2

D : indeks dominansi ni : jumlah prosentasi tutupan tiap jenis N : jumlah total prosentasi tutupan tiap

jenis

3. Indeks Kemerataan

e = H/log S

e : indeks kemerataan ni : jumlah prosentasi tutupan tiap jenis N : jumlah total prosentasi tutupan tiap

jenis S : jumlah jenis dalam lokasi

Kondisi Ekosistem Lamun

Secara umum, ditemukan 7 jenis lamun di kepulauan Derawan, yaitu

Cymodocea rotundata (CR), Cymodocea serrulata (CS), Halophila ovalis (HO),

Halophila minor (HM), Halodule uninervis (HU), Syringodium isoetifolium (SI)

dan Thalassi hemprichii (TH) (Tabel 3). Komposisi jenis yang dijumpai pada

penelitian ini memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan hasil

penelitian LIPI-TNC (Saputro et al, 2005) dan Kuriandewa (1997). Dari 7 jenis

ini, H. ovalis adalah jenis yang paling sering teridentifikasi yaitu pada 10 dari

12 lokasi pengamatan. Dengan kata lain, jenis ini terdapat di semua pulau

yang ada di kepulauan Derawan. Jenis H. uninervis teridentifikasi di 7 lokasi, T.

hemprichii teridentifikasi di 5 stasiun di Pulau Panjang, Derawan dan Maratua.

Page 74: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

68

Sedangkan H. minor hanya teridentifikasi di 2 stasiun yang ada di pulau

Panjang (L1, L2).

Dua spesies berbeda yang tidak tercatat pada penelitian saat ini tapi

ditemukan oleh Kuriandewa (1997) dan LIPI-TNC adalah H. pinifolia dan E.

acoroides. Sedangkan Halophila ovata hanya ditemukan oleh Saputro dkk

(2005). Selanjutnya, LIPI-TNC tidak menemukan jenis C. serrulata. Sebenarnya

pada penelitian saat ini, ditemukan satu tegakan E. acoroides di stasiun L1

yang berada di Pulau Samama tapi tegakan ini berada di luar transek

pengamatan. Melihat kondisi ini, seharusnya jenis ini masih hidup di wilayah

kepulauan Derawan seperti yang dilaporkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

namun mungkin daerah tutupannya sangat kecil. Kemungkinan lainnya adalah

adanya perubahan atau gangguan pada kondisi ekosistem lamun di kepulauan

ini sehingga menyebabkan jenis E. acoroides berkurang digantikan oleh jenis

lain yang bersifat pioner. Menurut keterangan nelayan di pulau Maratua,

pada kisaran tahun 1990-an banyak terdapat lamun yang jenis tinggi dan

besar yang kemungkinannya adalah Enhalus. Hal ini sesuai dengan penelitian

Kuriandewa (1997) yang menemukan adanya jenis ini di pulau Maratua.

Tabel 3. Jenis lamun yang ditemukan di setiap stasiun

Jenis Stasiun

L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12

Cymodocea

rotundata (CR)

* * * * * *

Cymodocea

serrulata (CS)

* * * *

Halophila ovalis

(HO)

* * * * * * * * * *

Halophila minor

(HM)

* *

Halodule uninervis

(HU)

* * * * * * *

Syringodium

isoetifolium (SI)

* * * * * *

Thalassia

hemprichii (TH)

* * * * *

Page 75: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

69

Hampir semua stasiun pengamatan memiliki jenis lamun yang bersifat

pionir. Lamun pionir dari jenis Halodule dan Halophila. Kedua jenis ini cepat

berkembang pada suatu daerah terutama yang memiliki substrat yang tidak

stabil karena mereka memiliki kemampuan untuk cepat berkembang dan

punya toleransi yang tinggi pada kondisi terdedah. Semua stasiun

pengamatan memiliki substrat berupa pasir, karang, karang mati ataupun

substrat campuran dari ketiganya (Tabel 4). Pada saat kondisi surut terendah,

hampir semua stasiun masih berada di bawah permukaan air dengan

ketinggian air terendah lebih dari 30 cm. Satu-satunya lokasi yang terdedah

saat surut terendah adalah di stasiun 4 di Pulau Samama. Di pulau ini,

hamparan pantai terdedah pada pasang terendah mencapai lebih dari 500

meter dari pantai (Gambar 4).

Gambar 4. a. Kondisi pasang terendah di Pulau Samama, b. Pulau Samama

sebagai suaka margasatwa

Page 76: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

70

Tabel 4. Sebaran dan Prosentase Tutupan Jenis Lamun di Tiap Stasiun

Stasiun

Lokasi Substrat Kisaran

Tutupan (%)

Rata-Rata

Tutupan

(%)

Jenis Lamun

L1 P. Panjang Pasir,

karang &

karang

mati

5 – 50 14,17 C. rotundata, H. ovalis, H.

minor, S. Isoetifolium

L2 P. Panjang Pasir,

karang

mati & alga

2 – 65 17,83 C. rotundata, H. ovalis, H.

minor,H. uninervis, S.

Isoetifolium

L3 P. Panjang Pasir &

alga

20 – 50 16,67 C. serrulata, S. Isoetifolium

L4 P. Samama Karang,

pasir &

alga

30 – 60 44,17 C. rotundata, H. Ovalis

L5 P. Samama Pasir,

karangn

2 – 30 13,67 H. ovalis

L6 P. Panjang Pasir 10 – 70 34,17 H. ovalis, T. Hemprichii,

L7 Gusung

Kulimis

(P.

Samama)

Pasir 21 – 80 42,83 C. serrulata, C. rotundata, H.

ovalis, H. uninervis, S.

isoetifolium, T. hemprichii

L8 P.

Derawan

Pasir 30 – 80 48,33 C. rotundata, H. ovalis, H.

uninervis, S. Isoetifolium

L9 P.

Derawan

Pasir 15 – 25 18,33 H. uninervis

L10 P. Maratua Pasir,

karang

20 – 78 45,5 C. serrulata, C. rotundata, H.

ovalis, H. uninervis, S.

isoetifolium, T. hemprichii

L11 P. Maratua Pasir,

karang

1-10 34,17 H. ovalis, H. uninervis, T.

hemprichii

L12 P. Maratua Pasir,

karang

5 – 25 14 C. serrulata, H. ovalis, H.

uninervis, T. hemprichii

Stasiun L5 dan L9 adalah habitat monospesifik yang hanya ditumbuhi

oleh satu jenis lamun. H. ovalis tumbuh dominan di stasiun L5 sedangkan di

stasiun L9 hanya terdapat H. uninervis. Walaupun terdapat 2 stasiun yang

Page 77: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

71

monospesifik, namun kecenderungan tipe habitat di kepulauan ini adalah

multispesifik dimana beberapa jenis tumbuh bersama-sama. Stasiun L7 dan

L10 mempunyai jumlah jenis yang paling tinggi yaitu sebanyak 6 jenis. Di

samping itu kedua stasiun ini juga memiliki komposisi jenis yang sama. Hal ini

dapat dilihat juga dari indeks keragaman pada struktur komunitas.

Gambar 5. a)Tipe vegetasi tunggal Halophila ovalis di L5, P. Semama dengan

substrat pasir karang dan alga; b) Dominasi Thalassia hemprichii di

L6, P. Panjang bersubstrat berpasir dan c) vegetasi campuran

Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis dan

Thalassia hemprichii di L7, Gusung Kulimis

Dari nilai struktur komunitas, terlihat bahwa rata-rata memiliki nilai

keragaman dari rendah (H<1) sampai keragaman sedang (H=1-3) (Tabel 5)

dengan nilai indeks berkisar antara 0 – 1,33, masing-masing di stasiun L5 dan

L9 untuk yang terendah dan stasiun L7 untuk yang tertinggi yang masuk

kategori keragaman sedang. Selain stasiun L7, ada 3 stasiun lain yang masuk

kategori sedang yaitu L1, L2 dan L10. Nilai keragaman ini berpengaruh pada

nilai dominasi yang menunjukan semakin rendah keragaman, semakin tinggi

dominansi suatu jenis.

Prosentase tutupan lamun bervariasi dari yang terendah 2% sampai

80% tertinggi (Tabel 4). Prosentasi tutupan yang rendah (<10%) ditemukan di

beberapa lokasi di Pulau Panjang, Maratua maupun Samama.Sedangkan rata-

rata tutupan yang tinggi ada di gusung Kulimis, satu stasiun di pulau Panjang

dan dua stasiun di Pulau Derawan yang dapat mencapai 70 – 80 %. Apabila

dibandingkan dengan hasil penelitian LIPI-TNC dalam Saputro et al (2005),

tutupan tertinggi justru ada di Pulau Maratua (sampai dengan 80%)

sedangkan di lokasi yang lain, maksimum hanya mencapai 50%.

a b c

Page 78: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

72

Tabel 5. Struktur komunitas Lamun di Kepulauan Derawan

Stasiun H D e

L1 1,32 0,28 2,19

L2 1,31 0,32 1,87

L3 0,50 0,68 1,66

L4 0,04 0,96 0,13

L5 0,00 1,00

L6 0,02 0,98 0,07

L7 0,58 0,32 0,75

L8 0,30 0,67 0,50

L9 0,00 1,00

L10 0,48 0,42 0,69

L11 0,23 0,72 0,48

L12 0,51 0,51 0,85

Biomassa dan Kandungan Karbon

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses

fotosintesis atau jumlah keseluruhan benda hidup dalam suatu wilayah.

Menurut Sutaryo (2009), biomassa tumbuhan adalah total berat atau volume

organisme dalam suatu area atau volume tertentu. Satuan biomassa

dinyatakan dalam gram berat kering atau berat basah/m2 yaitu berat dari

semua material yang hidup pada suatu satuan luas tertentu, baik yang berada

di atas maupun di bawah substrat.

Pengukuran biomassa dapat memberikan informasi tentang nutrisi

dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagian

tertentu (Hairiah et al, 2001). Produksi yang dihasilkan merupakan peran

kunci dari vegetasi karena bisa menghasilkan biomassa, serasah dan tegakan-

tegakan yang mempunyai banyak manfaat baik secara ekologis maupun

ekonomis (Supriyadi et al, 2012).

Hasil biomassa menunjukkan adanya perbedaan biomassa lamun

menurut lokasi dan letaknya terhadap substrat baik diatas substrat (above

ground biomass (abg)) maupun dibawah substrat (below ground biomass (blg)

(Gambar 7). Total biomassa lamun di Pulau Panjang sebesar 136,65 g BK m-2

(abg) dan 252,72 g BK m-2 (blg) dengan biomassa tertinggi pada T.hemprichii.

Page 79: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

73

Gambar 6. Nilai biomassa di atas substrat dan di bawah substrat pada

setiap lokasi

Secara rata-rata, nilai biomassa tersebut menurun sebesar >60% bila

dibandingkan dengan Kuriandewa (1997). Berdasarkan hasil pengamatan

dapat dikatakan bahwa Pulau Panjang memiliki kerapatan serta biomassa

lamun yang cukup besar setelah Pulau Maratua, yang berpotensi memiliki laju

produksi atau produktivitas yang besar pula.

Nilai biomass yang didapatkan di Pulau Derawan hanya diperoleh dari

dua jenis lamun yaitu H. uninervis dan H. ovalis, masing-masing sebesar 1,76 g

BK m-2 – 11,46 g BK m-2 (abg) dan 0,88 g BK m-2 – 44,96 g BK m-2 (blg). Nilai

total biomassa lamun yang diperoleh adalah 30,86 g BK m-2 (abg) dan 119,01

g BK m-2 (blg). Biomassa jenis H.uninervis di pulau ini masih lebih tinggi 30%

Pulau Panjang

Pulau Derawan

Gusung Kulimis

Pulau Samama

Pulau Maratua

Page 80: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

74

dibandingkan dengan hasil penelitian Kuriandewa (1997) yang sebesar 15,23

g BK m-2.

Nilai biomassa lamun yang ada di gusung Kulimis berkisar antara 2,64

g BK m-2 – 16,75 g BK m-2 (abg) dan 5,29 g BK m-2 – 36,4 g BK m-2 (blg) dengan

total biomassa sebesar 9,16 g BK m-2 (abg) – 21,85 g BK m-2 (blg). Biomassa

lamun di Pulau Samama relatif rendah antara 1,18 – 9,99 g BK m-2 (abg) dan

1,76 – 12,93 g BK m-2 (blg) dengan total biomass sebesar 22,33 g BK m-2 (abg)

dan 24,68 g BK m-2 (blg). Pulau Maratua merupakan lokasi paling subur akan

vegetasi lamun jika dibandingkan dengan seluruh lokasi penelitian di

Kepulauan Derawan. Pulau ini memiliki kisaran biomassa sebesar 4,41 – 37,91

g BK m-2 (abg) dan 77,58 – 120,78 g BK m-2 (blg). Nilai total biomassa lamun

yang dimiliki hingga mencapai 56,42 g BK m-2 (abg) dan 198,36 g BK m-2 (blg).

Berdasarkan konversi antara biomassa dan hasil analisis karbon

lamun maka diperoleh nilai karbon lamun baik di atas substrat (abg) dan di

bawah substrat (blg) dengan satuan gC m-2. Pembagian karbon stok pada

ekosistem lamun yang dianalisis berdasarkan spesies nilai tertinggi adalah

jenis T. hemprichii (TH) di pulau Panjang dan di pulau Maratua (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai total berat karbon pada masing-masing jenis lamun

Jenis

Total Carbon (gC m-2)

Pulau

Panjang

Pulau

Derawan

Gusung

Kulimis

Pulau

Semama

Pulau

Maratua

abg blg Abg blg abg Blg abg blg abg blg

CS 0.39 1.35

CR

HO 9.12 9.72 0.59 0.30 0.89 1.77 4.21 4.43 1.48

HM

HU 10.58 20.03 9.75 39.57 0.63 0.63 4.73 25.99

SI 3.71 6.64 5.61 7.97 2.11 2.11

TH 20.41 38.79 2.66 12.11 0.39 12.70 40.46

Tingginya nilai biomassa TH lebih disebabkan lamun jenis ini termasuk

lamun berukuran besar dengan struktur biomassa yang terbentuk lebih padat

dibandingkan jenis lainnya. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan jenis

yang sama di Tanjung Lesung, Banten sebesar 3,91 gC m-2 (Rustam et al, 2014)

Page 81: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

75

dan di Ratatotok, Minahasa Tenggara sebesar 10,11 gC m-2 (Rustam et al,

2014).

Tabel 9. Nilai total karbon pada setiap lokasi pengamatan

Lokasi

Stasiun

Total

Biomass (g DW m-2)

Total

Carbon (g C m-2)

abg Blg abg blg

P.Panjang 1 43.49 51.72 13.81 15.83

2 23.51 74.05 7.54 21.36

3 15.87 15.87 5.38 5.30

6 53.78 111.08 17.47 34.05

Total 136.65 252.72 44.20 76.52

Mean 34.16 63.18 11.05 19.13

P. Derawan 8 11.46 39.67 3.84 13.29

9 7.05 44.96 2.36 15.06

10 12.34 34.38 4.13 11.52

Total 30.86 119.01 10.34 39.87

Mean 10.29 39.67 3.45 13.29

Gusung Kulimis 7 27.33 65.24 9.16 21.85

P. Samama 4 12.34 11.75 3.98 3.75

5 9.99 12.93 3.37 3.42

Total 22.33 24.68 7.35 7.17

Mean 16.55 29.97 5.50 9.68

P. Maratua 11 14.11 77.58 4.73 25.99

12 42.32 120.78 14.18 40.46

Total 56.42 198.36 18.90 66.45

Mean 28.21 99.18 9.45 33.22

Thalassia hemprichii memiliki simpanan karbon di atas substrat dan di

bawah substrat paling tinggi dibandingkan jenis lamun lainnya di Kepulauan

Derawan. Nilainya berkisar antara 20,41 gC m-2 (abg) dan 38,79 gC m-2 (blg)

yang berada di Pulau Panjang dan Thalassia hemprichii yang berada di Pulau

Maratua memiliki simpanan karbon sebesar 12,70 gC m-2 (abg) dan 40,46 gC

m-2 (blg) (Tabel 9). Tingginya biomass dan kandungan karbon di spesies

Page 82: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

76

T. hemprichii ini disebabkan oleh morfologi spesies ini yang lebih besar

dibandingkan dengan spesies-spesies lain yang diidentifikasi di lokasi ini.

Pulau Panjang memiliki total karbon tertinggi yang diperoleh dari

empat stasiun yaitu berkisar 44,20 gC m-2 (abg) dan 76,52 gC m-2 (blg). Pulau

Maratua juga memiliki nilai total karbon yang relatif tinggi sebesar 18,90 gC

m-2 (abg) dan 66,45 gC m-2 (blg) yang diperoleh dari dua stasiun. Nilai

biomassa dan karbon di Pulau Maratua masih sangat mungkin bertambah

besar karena bila dilihat dari biomassa di bawah substrat merupakan nilai

tertinggi yang didapati di Kepulauan Derawan.

Rekomendasi

1. Luasan padang lamun di pulau-pulau kecil di Kepulauan Derawan adalah

sebesar 5959 ha.

2. Secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian biomassa ekosistem

lamun menunjukkan bahwa nilai total biomassa lamun dibawah substrat

(below ground biomass) lebih tinggi dibandingkan dengan diatas substrat

(above ground biomass) dengan kandungan karbon per biomass kering

antara 28,29 – 37,43 %. Rata-rata biomass bagian bawah berkisar : 11.75

– 120.78 g DW m-2 dan bagian atas 7.05 – 53.78 g DW m-2

3. Karbon stok di bagian bawah dan atas berturut-turut : 3.42 – 40.46 g C m-

2dan 2.29 – 17.47 g C m-2.

4. T. hemprichii memiliki biomass dan karbon stok yang paling tinggi. Hal ini

disebabkan oleh morfologi T. hemprichii yang lebih besar dibandingkan

dengan spesies lain yang ditemukan.

5. Pulau Panjang dan Pulau Maratua memiliki biomassa dan karbon lamun

yang cukup besar sehingga berpotensi memiliki laju produksi atau

produktivitas yang besar pula.

Daftar Pustaka

Brander, L.M., Florax, R.J.G.M. and Vermaat, J.E. 2006. The empirics of

wetland valuation: A comprehensive summary and a meta-analysis of

the literature. Environmental and Resource Economics 33: 223–250.

Online at: http://www. environmentalexpert.com/Files%5C6063%

5Carticles%5C9162%5C1.pdf

Page 83: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

77

Burke, L., Selig, E. and Spalding, M. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia.

World Resources Institute (WRI), Washington, DC. Online at:

http://www.wri.org/ publication/reefs-risk-southeast-asia

Cesar, H.J.S., Burke, L., and Pet-Soede, L. 2003. The Economics of Worldwide

Coral Reef Degradation. Cesar Environmental Economics

Consulting, Arnhem, and WWF-Netherlands, Zeist, The

Netherlands. 23pp. Online at: http://assets.panda.org/downloads/

cesardegradationreport100203.pdf

Fourqurean, J.W., C. M. Duarte., H. Kennedy., N. Marba., M. Holmer., M. A.

Mateo., E. T. Apostolaki., G. A. Kendrick., D. K. Jensen., K. J.

McGlathery and O. Serrano. 2012. Seagrass ecosystems as a

globally significant carbon stock. Nature Geoscience 5, 505–509.

doi:10.1038/ngeo1477

Fortes,M.D. 1990. Seagrasses: A resource Unknown in The ASEAN Region,

ICLARM, Manila Philippines. 46 hal

Hairiah, K. S.M, Sitompul., M.V. Noordwijk dan Cheryl.P. 2001. Metthods for

Sampling Carbon Carbon Stocks Above and Below Ground.

International Center for Research in Agroforestry

Hairiah, K. dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai

Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre. ICRAF, SEA

Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia.

Kuriandewa, T. E. 1997. Distribusi dan Zonasi Lamun di Daerah Padang Lamun

Wilayah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar

Kelautan LIPI – Unhas Ke-1. ISBN : 979-95178-1-8. Hal: 59 – 70.

McKenzie, L. J., Campbell, S. J., & Roder, C. A. 2001. Seagrass-watch: Manual

for Mapping and Monitoring Seagrass Resources by Community

(Citizen) Volunteers. (QFS NFC, Cairns). 100 pp.

Oei JLS, Kendrick GA, van Niel KP, Affendi YA. 2011. Knowledge gaps in

tropical Southeast Asian seagrass systems. East Coast Shelf Sci

92(1):118-131

Rustam, A., T.L, Kepel., R.N.A.Ati., H.L, Salim., M.A Kusumaningtyas., A.

Daulat., P. Mangindaan., N. Sudirman., Y.Puspitaningsih R.,

D.Dwiyanti.S., A Hutahaean. 2014. Peran Ekosistem Lamun sebagai

Blue Carbon dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Studi Kasus Tanjung

Lesung, Banten. J segara Vol 10 No 2 Desember 2014: 107-117.

Page 84: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

78

Rustam, A., T.L, Kepel., M.A Kusumaningtyas., R.N.A.Ati A. Daulat., A

Hutahaean., P. Mangindaan. 2014. Potensi Blue Carbon Lamun di

Teluk Ratatotok, Minahasa tenggara, Sulawesi Utara. Proses

review.

Saputro, G. B.,A.B. S.M. Arsjad, D. M. Yuwono, D. Suhendra, S. Hartini. 2005.

Inventarisasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Pesisir dan

Laut Kepulauan Derawan. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut

Bakosurtanal. Penyunting : Suwahyuono.

Short, F.T., McKenzie, L.J., Coles, R.G., Vidler, K.P., Gaeckle, J.L. 2006.

SeagrassNet Manual for Scientific Monitoring of Seagrass Habitat,

Worldwide edition. University of New Hampshire Publication. 75

pp.

Supriyadi, I. H. 2012. Pemetaan Padang Lamun di Perairan Teluk Toli-Toli dan

Pulau Sekitarnya, Sulawesi Barat. Oseanologi dan Limnologi di

Indonesia 36 (2): 147-164. ISSN 0125-9830.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa Sebagai Pengantar untuk Studi

Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International

Indonesia Programme.

Page 85: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

79

Kualitas Air di Perairan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa

Berdasarkan Baku Mutu Lingkungan Hidup

Yulius, M. Ramdhan, H. L. Salim, Devi D. Suryono, D. Purbani, dan A. Heriati Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP

Abstrak

Teluk mempunyai peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi ekologis

maupun ekonomis. Ketersediaan informasi mengenai karakteristik suatu

perairan sangatlah diperlukan dalam hal pengelolaan daerah teluk secara

komprehensif. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 – 19 April 2014 di

perairan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air Teluk Saleh

berdasarkan baku mutu lingkungan hidup. Pengambilan sampel kualitas air

dilakukan di 20 stasiun pengamatan yang ditetapkan secara purposive.

Parameter yang diukur yaitu kekeruhan, salinitas, DO, pH, amoniak (NH3),

nitrat (NO3-), nitrit (NO2

-), dan fosfat (PO43-). Pengukuran parameter in-situ

kekeruhan, suhu, salinitas, DO, pH menggunakan alat multiparamater WQC-

24 TOA-DKK, sedangkan untuk parameter amoniak (NH3), nitrat (NO3-), nitrit

(NO2-), dan fosfat (PO4

3-) sampel air dibawa untuk dianalisis di laboratorium.

Selanjutnya analisis data semua parameter dilakukan secara deskriptif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi parameter kualitas air yang

diamati masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran III,

kecuali nilai konsentrasi parameter nitrat dan fosfat yaitu rata-rata sebesar

2,615 mg/L dan 0.20 mg/L yang berada di atas baku mutu yaitu Nitrat 0,008

mg/L dan fosfat 0,015mg/L.

Kata Kunci : Kualitas air, Teluk Saleh, baku mutu lingkungan hidup

Pendahuluan Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah

peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya

alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Sebagai wilayah peralihan

darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian

terhadap wilayah ini khususnya di bidang lingkungan dalam konteks

Page 86: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

80

pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Satu hal yang lebih

memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir

dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang

selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) (Bengen, 2001).

Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sepuluh

kabupaten/kota yang berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat,

terletak pada posisi 116° 42' sampai dengan 118° 22' Bujur Timur (BT) dan 8°

8' sampai dengan 9° 7' Lintang Selatan (LS) serta memiliki luas wilayah

10.475,7 Km2 meliputi luas daratan 6.643,98 Km2 dan luas perairan laut

3.831,72 Km2 (kewenangan kabupaten) dengan panjang pantai ± 982 Km dan

luas perairan laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 74.000 Km2.

Kabupaten Sumbawa memiliki 24 Kecamatan terdiri 158 desa (575 dusun)

dan 8 kelurahan dengan jumlah kecamatan yang memiliki wilayah pesisir

yaitu berjumlah 18 kecamatan dan terdiri dari 63 desa pesisir (Anonim, 2013).

Kabupaten yang lebih dikenal dengan moto Sabalong Samalewa ini

memiliki batasan wilayah sebagai berikut :

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Dompu

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Flores

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Samudera Indonesia

Teluk adalah estuaria tertutup yang memiliki peran strategis sebagai

salah satu sumberdaya ekologi dan layanan lingkungan. Pemantauan

parameter fisika-kimia air laut di daerah teluk diperlukan untuk memantau

kondisi lingkungannya. Teluk Saleh terletak di Pulau Sumbawa di antara

Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat

(NTB), pada posisi 117° - 118° BT dan 8,8° - 8,1° LS, merupakan perairan semi

tertutup dan berhubungan langsung dengan laut flores. Perairan ini

merupakan fishing ground bagi nelayan tradisional yang bermukim di

Sumbawa Besar dan sekitarnya serta berfungsi sebagai lahan budidaya

rumput laut dan kerang mutiara (Anonim, 2004b).

Perairan Teluk Saleh, NTB, memiliki sumberdaya alam pesisir dan laut

yang beraneka ragam, sehingga untuk masa yang akan datang merupakan

sumber ekonomi baru bagi pertumbuhan pembangunan di propinsi NTB

(Radjawane, 2006). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Page 87: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

81

kualitas air teluk Saleh berdasarkan baku mutu lingkungan hidup yang

ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51

Tahun 2004 Lampiran III.

Pengukuran kualitas perairan

Metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data dan

informasi terkait dengan kegiatan penelitian ini adalah metode survei, yaitu

metode pengumpulan data dan informasi dari lapangan dengan

menggunakan metode tertentu yang spesifik sesuai karakteristik objek survei

itu sendiri (effendi, 2003).

Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling

yang diharapkan dapat mewakili lokasi penelitian. Pengukuran yang dilakukan

meliputi pengukuran kualitas perairan secara in situ dengan alat

multiparameter WQC-24. Ada 20 titik stasiun pengukuran kualitas perairan di

lokasi studi. Data yang di dapat dianalisa secara deskriptif dan analisa dengan

menggunakan software MS Excel.

Gambar 1. Lokasi penelitian Teluk Saleh

Page 88: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

82

Gambar 1 menunjukkan bahwa total terdapat 20 titik stasiun

pengukuran kualitas perairan. Parameter yang terukur dengan alat

multiparameter ini berjumlah 4 parameter. Parameter tersebut adalah pH,

turbiditas atau kekeruhan, salinitas dan dissolved oxygen (DO), yang diukur

pada kedalaman permukaan yaitu 0.2 -0.8 meter. Analisis data dilakukan

secara deskriptif dengan MS Excell 2007 untuk dapat menggambarkan kondisi

eksisting kualitas perairan (Rustam et.al, 2014). Parameter kualitas perairan

yang diamati dalam survei lapangan terdiri dari : fisik perairan; turbiditas dan

salinitas. Kimia Perairan; pH air, DO, Nitrat, Nitrit, Fosfat dan Amoniak.

Data kualitas air dapat dijadikan sebagai data pendukung yang dapat

merefleksikan keadaan suatu ekosistem, memberikan informasi tentang

adanya jenis atau sumber polutan. Adapun cara kerja di lapangan bagi

pengambilan sampel air untuk pengukuran senyawa nitrit, nitrat, fosfat dan

amoniak menggunakan wadah yang terbuat dari bahan poliethilen, sedangkan

untuk oksigen digunakan wadah gelas. Alat yang digunakan untuk

pengambilan sampel parameter/senyawa tertentu dirangkum dalam Tabel 1

berikut ini.

Tabel 1. Parameter Lingkungan Perairan dan Peralatan

Parameter Alat Ukur dan Alat yang Digunakan

Kekeruhan (turbiditas) multiparameter WQC-24

Salinitas Refraktometer

pH pH Meter

dissolved oxygen (DO) DO Meter

Nitrat, Nitrit, Fosfat, Amoniak Poliethilen

Hasil statistik deskriptif yang dilakukan pada Teluk Saleh Kabupaten

Sumbawa, NTB dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Page 89: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

83

Tabel 2. Hasil statistik deskriptif yang dilakukan pada Teluk Saleh

Kabupaten Sumbawa, NTB bulan April 2014 (data in situ

dan laboratorium)

a.

NO2-

NO3 PO4-P NH3

-

Nitrit Nitrat Fosfat Amoniak

SL1 16 April 2014/ 14.28 5.79 0 30.4 8.17 <0.001 2.4 0.24 0.08 S. Labu Tunu

SL2 16 April 2014/ 14.10 6.07 0.5 30.4 8.19 0.001 4.9 0.65 0.14 S. Bera

SL3 16 April 2014/ 13.30 5.9 0.6 30.3 8.2 <0.001 2.5 0.09 0.09 S. Nangagali

SL4 16 April 2014/ 13.52 5.96 0.6 30.3 8.17 <0.001 2.3 0.16 0.08 S. Bera

SL5 16 April 2014/ 13.10 5.84 0.9 30.2 8.17 0.022 2.4 0.24 0.12 S. Kecil (tidak diketahui)

SL7 15 April 2014/ 14.19 5.88 0 30.3 8.35 0.003 2.3 0.11 0.13 S. Peturin Jarang

SL8 15 April 2014/ 13.38 5.97 9.4 30.2 8.31 <0.001 2.7 0.15 0.12 S. Nyarinying

SL9 15 April 2014/ 13.16 5.85 5 30.1 8.28 <0.001 2.6 0.07 0.09 S. Labuan Bontong / Garam

SL10 15 April 2014/ 12.05 5.22 0.8 29.7 8.28 <0.001 2.3 0.13 0.1 S. Nangaloang

SL11 15 April 2014/ 15.16 6.13 0 30.2 8.32 <0.001 3.8 0.29 0.09 Laut

SL12 15 April 2014/ 14.40 6.03 0 30.2 8.27 <0.001 2.6 0.61 0.11 Laut

SL13 16 April 2014/ 12.47 5.86 0 30.4 8.19 <0.001 2.1 0.21 0.08 Laut

SL14 16 April 2014/ 14.54 5.92 0 30.4 8.19 0.003 2.1 0.27 0.03 Laut

SL15 16 April 2014/ 15.14 5.92 0 30.4 8.22 20,001 2 0.18 0.15 Laut

SL16 16 April 2014/ 12.05 5.83 0 30.4 8.21 <0.001 2.1 0.34 0.1 Laut

SL17 16 April 2014/ 10.45 5.97 0 30.2 8.21 <0.001 1.1 0.09 0.05 Laut

SL18 16 April 2014/ 11.32 5.92 0 30.4 8.19 0.003 3.1 0.05 0.09 Laut

SL20 15 April 2014/ 11.40 6.18 0 29.7 8.3 0.002 3 0.03 0.08 Muara S. Tanong

SL21 15 April 2014/ 12.10 6.22 0 30.2 8.28 0.003 3.4 0.07 0.06 Laut

SL22 16 April 2014/ 09.44 5.88 0 30.2 8.31 <0.001 2.6 0.04 0.07 S. Maja

SalinitasKekeruhanDOStasiun KeteranganTanggal/Jam pH

Page 90: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

84

Kualitas perairan fisika

Parameter kualitas perairan fisika meliputi 2 paremeter yaitu

turbiditas dan salinitas.

Kekeruhan (Turbiditas)

Hasil pengukuran kekeruhan (Turbiditas) di lokasi penelitian berkisar

antara 0-9,4 NTU (Gambar 2), pada umumnya masih memenuhi baku mutu

yang ditetapkan yaitu <5 NTU (Anonim, 2004a), kecuali di stasiun SL8 dan SL9.

Kekeruhan tertinggi terdapat di stasiun SL8 dengan nilai kekeruhan 9,4 NTU.

Kekeruhan suatu perairan berpengaruh pada kemampuan meneruskan sinar

matahari yang berperan dalam proses fotosintesis di perairan. Semakin

banyak material tersuspensi yang menimbulkan kekeruhan, maka akan

mengurangi kemampuan untuk meneruskan cahaya matahari yang berakibat

pada terganggunya proses fotosintesis di suatu perairan.

Gambar 2. Distribusi turbiditas (NTU) di perairan Teluk Saleh,

NTB bulan April 2014

Salinitas

Nilai salinitas menggambarkan kadar garam yang terlarut dalam air

laut. Hasil pengukuran salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 29,7-

30,4‰ (Gambar 3). Nilai ini lebih rendah dari yang di dapatkan Anonim

(2004b) rata-rata 32,77 ‰. Nilai salinitas terendah terdapat di stasiun SL10

dan SL20 yang merupakan muara sungai, sehingga nilainya lebih rendah dari

stasiun lainnya. Nilai salinitas di muara sungai sangat dipengaruhi oleh

masukan dari wilayah darat yang terbawa oleh aliran sungai dan pola arus.

0

2

4

6

8

10

NIL

AI

(NTU

)

LOKASI

TURBIDITY

Page 91: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

85

Gambar 3. Distribusi salinitas (‰) di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April

2014

Kualitas perairan kimia

Parameter kualitas perairan kimia meliputi 6 paremeter yaitu DO, pH,

Amoniak, Nitrat, Nitrit, dan Fosfat.

Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO)

Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) sangat dibutuhkan oleh

organisme di perairan baik untuk proses metabolisme maupun proses

respirasi. Nilai konsentrasi DO hasil pengukuran di lokasi penelitian berkisar

antara 5,22-6,22 mg/l (Gambar 4), dan nilai ini masih berada di kisaran baku

mutu yang ditetapkan yang dapat menunjang kehidupan biota laut, yaitu

lebih dari 5 mg/l (Anonim, 2004a).

Gambar 4. Distribusi DO (mg/L) di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April 2014

29

29.5

30

30.5

SL1

A

SL3

A

SL5

A

SL7

A

SL9

A

SL1

1A

SL1

3A

SL1

5A

SL1

7A

SL1

9

SL2

1A

NIL

AI

LOKASI

SALINITAS

0

2

4

6

8

SL1

A

SL3

A

SL5

A

SL7

A

SL9

A

SL1

1A

SL1

3A

SL1

5A

SL1

7A

SL1

9

SL2

1A

KO

NSE

NTR

ASI

(M

G/L

)

LOKASI

KONSENTRASI DO

Page 92: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

86

Derajat keasaman (pH)

Anonim (2004b) menyatakan nilai pH umumnya di kawasan Teluk

Saleh rata-rata 8.0. Nilai pH masih sangat baik, nilai pH menggambarkan

derajat keasaman perairan. Hasil pengukuran pH di lokasi penelitian berkisar

antara 8,17-8,35 (Gambar 5), nilai ini masih berada di kisaran baku mutu yang

ditetapkan yang menunjang kehidupan biota laut yaitu 7-8,5 (Anonim.

2004a). Nilai pH tertinggi berada di lokasi stasiun SL7.

Gambar 5. Distribusi pH di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April 2014

NH3 (Amonia)

Berdasarkan hasil analisis kualitas air, konsentrasi parameter amonia

(NH3) berfluktuatif, namun pada umumnya konsentrasi di semua lokasi

pengamatan masih di bawah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yaitu 0,3 mg/l

(Anonim, 2004a). Hasil pengukuran NH3 di lokasi penelitian berkisar antara

0,03 mg/l - 0,15 mg/l (Gambar 6). Konsentrasi NH3 tertinggi terdapat di

stasiun SL15 dengan konsentrasi 0,15 mg/l, dan konsentrasi terendah

terdapat di stasiun SL14 dengan nilai konsentrasi 0,03 mg/l. Amonia di

perairan bersumber dari proses dekomposisi bahan organik yang terdapat di

perairan tersebut, selain itu ikan juga menghasilkan NH3 dari proses

metabolismenya.

8.05

8.1

8.15

8.2

8.25

8.3

8.35

NIL

AI

LOKASI

pH

Page 93: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

87

Gambar 6. Distribusi NH3 (mg/L) di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April

2014

NO3- (Nitrat)

Hasil pengukuran NO3- di lokasi penelitian berkisar antara 1,1 mg/l -

4,9 mg/l (Gambar 7). Konsentrasi NO3- di semua lokasi pengamatan pada

umumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu 0,008 mg/l

(Anonim, 2004a). Konsentrasi tertinggi di stasiun SL2 dengan konsentrasi

sebesar 4,9 mg/l, sedangkan konsentrasi terendah terdapat di stasiun SL17

dengan nilai konsentrasi 1,1 mg/l. Tingginya konsentrasi NO3- dapat

disebabkan karena aktivitas di sekitar perairan di lokasi penelitian, seperti

kegiatan permukiman penduduk, industri, pertanian, dan lain-lain. Nitrat

adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien

utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat mudah larut

dalam air dan bersifat stabil. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter

menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari

aktivitas manusia dan feses hewan. Kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/liter

dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi, yang selanjutnya dapat

menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming).

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3K

ON

SEN

TRA

SI

LOKASI

KONSENTRASI NH3

Page 94: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

88

Gambar 7. Distribusi NO3

- (mg/L) di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April

2014

NO2- (Nitrit)

Konsentrasi nitrit (NO2-) di lokasi penelitian berkisar antara <0,001-

20,001 mg/l (Gambar 8). Konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun SL15

dengan nilai konsentrasi 20,001 mg/l. Nitrit merupakan ion yang tidak stabil

dan merupakan bentuk peralihan NH3 dan NO3-. Tingginya konsentrasi NO2

-

pada stasiun SL15 dapat disebabkan karena rendahnya konsentrasi oksigen di

sekitar perairan tersebut, sehingga reaksi yang terjadi adalah reaksi

denitrifikasi. Rendahnya konsentrasi oksigen mengindikasikan terjadinya

penurunan kualitas perairan di sekitar wilayah tersebut. Konsentrasi

parameter NO3-, NO2

-, dan NH3 sangat berhubungan dan sangat ditentukan

oleh konsentrasi oksigen. Pada konsentrasi oksigen rendah, maka akan terjadi

reaksi denitrifikasi, sedangkan pada konsentrasi oksigen yang cukup yang

terjadi adalah reaksi nitrifikasi.

N organik + O2 NH3-N + O2 NO2-N + O2 NO3-N

amonifikasi nitrifikasi

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

5K

ON

SEN

TRA

SI (

MG

/L)

LOKASI

KONSENTRASI NO3-

Page 95: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

89

Gambar 8. Distribusi NO2

- (mg/L) di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April

2014

PO43- (Fosfat)

Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti

erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut

sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan

terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat

menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk

pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/L (Hutagalung et al, 1997).

Hasil pengukuran PO43- di lokasi penelitian berkisar antara 0,03 mg/l - 0,65

mg/l (Gambar 9). Konsentrasi fosfat (PO43-) di semua lokasi penelitian pada

umumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu 0,015 mg/l

(Anonim, 2004a). Konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun SL2 dengan nilai

konsentrasi 0,65 mg/l, sedangkan konsentrasi terendah terdapat di stasiun

SL20 dengan nilai konsentrasi 0,03 mg/l. Tingginya konsentrasi PO43- dapat

disebabkan karena proses dekomposisi bahan organik di perairan sebagai

sumber alami, dan dapat bersumber dari limbah industri dan domestik

sebagai sumber antropogenik. Limpasan dari daerah pertanian yang

menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

keberadaan PO43-.

0

5000

10000

15000

20000

25000K

ON

SEN

TRA

SI (

MG

/L)

LOKASI

KONSENTRASI NO2-

Page 96: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

90

Gambar 9. Distribusi PO4

3- (mg/L) di perairan Teluk Saleh, NTB bulan April

2014

Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi parameter kualitas

air yang diamati masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran III,

kecuali nilai konsentrasi parameter; (a) konsentrasi fosfat (PO43-) di semua

lokasi penelitian pada umumnya telah melampaui baku mutu yang

ditetapkan yaitu 0,015mg/L, konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun SL2

dengan nilai konsentrasi 0,65 mg/l, sedangkan konsentrasi terendah terdapat

di stasiun SL20 dengan nilai konsentrasi 0,03 mg/l dan (b) konsentrasi nitrat

NO3- di semua lokasi pengamatan pada umumnya telah melampaui baku

mutu yang ditetapkan yaitu 0,008 mg/L, konsentrasi tertinggi di stasiun SL2

dengan konsentrasi sebesar 4,9 mg/l, sedangkan konsentrasi terendah

terdapat di stasiun SL17 dengan nilai konsentrasi 1,1 mg/l.

Daftar Pustaka

Anonim. 2013. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Kabupaten Sumbawa. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat

Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.

Anonim. 2004a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51

Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7K

ON

SEN

TRA

SI (

MG

/L)

LOKASI

KONSENTRASI PO43-

Page 97: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

91

http://hukum.unsrat.ac.id/men/menlh_51_2004.pdf, diakses tanggal

02 Juli 2014.

Anonim. 2004b. Daya Dukung Kelautan dan Perikanan Selat Sunda, Teluk

Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Badan Riset Kelautan dan

Perikanan. Jakarta. 122 hlm.

Bengen, D.G. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu,

Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Sosialisasi

Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat. Bogor, 21-22

September 2001.

Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hutagalung, Horas P, Deddy S., dan Hadi R., 1997. Metode Analisis Air Laut,

Sedimen, dan Biota. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Radjawane, I.M, 2006. Sirkulasi Arus Vertikal Di Perairan Teluk Saleh

Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Segara, Vol 2 (1): 10-15.

Ramdhan, M. 2012. Kriteria Penentuan Teluk Menurut United Nation

Conventions on the LAW of the SEA – Studi Kasus Wilayah Bungus Teluk

Kabung Kota Padang. Jurnal Ilmiah Geomatika: 18(2):37-46.

Rustam A., Yulius, M. Ramdhan, Salim H. L., Purbani, D., dan Arifin T., 2014.

Analisis Kualitas Perairan Kaitannya Dengan Keberlanjutan Ekosistem

Untuk Kawasan budidaya perikanan Di Kawasan Pulau Wangi-Wangi,

Kabupaten Wakatobi. Prosiding PIT ISOI-X, Ikatan Sarjana Oseanologi

Indonesia. Jakarta. 91-104.

Page 98: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

92

Lampiran 1

Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Page 99: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ekonomi Biru Sumberdaya Pesisir (ISBN 978-602-9086-40-9/e-ISBN 978-602-9086-41-6)

93

Catatan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang

digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang

telah ada, baik internasional maupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat

(siang, malam dan musim).

4. Pengamatan oleh manusia (visual ).

5. Pengamatan oleh manusia (visual ). Lapisan minyak yang diacu

adalah lapisan tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01mm

6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang

dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang

berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus,

dan kestabilan plankton itu sendiri.

7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10%

kedalaman euphotic

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10%

konsentrasi rata2 musiman

c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu

alami

d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas

rata-rata musiman

f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan

Heptachlor

g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10%

konsentrasi rata-rata musiman

Page 100: ISBN e-ISBN - Pusat Riset Kelautan - News

Ringkasan Buku Ekonomi Biru Sumberdaya Laut dan Pesisir ini merupakan edisi perdana dari buku Seri Pengetahuan Sumberdaya Laut dan Pesisir yang ditulis oleh tim kelompok peneliti dari Pusat Penelitian Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dalam usahanya menerapkan prinsip ekonomi biru dibidang kelautan dan perikanan, P3SLDP berusaha memberikan gambaran umum yang dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat sehingga pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia dapat lebih terarah dan tepat sasaran.

Dalam buku ini dijelaskan beberapa hasil penelitian diantaranya mengenai pengelolaan sumberdaya kelautan secara maksimal dan menjadi lebih kreatif di bidang industri sesuai prinsip ekonomi biru yang sedang gencar diterapkan sejak tahun 2012. Dan hasil penelitian kondisi ekologi padang lamun dalam kapasitasnya untuk menyerap dan menyimpan karbon, sebagai lanjutan dari studi Karbon Biru Kepulauan Derawan tahun 2012.

Di bidang industri, secara detail dijelaskan mengenai teknologi pemurnian garam tradisional menjadi garam meja sesuai standar Indonesia oleh Ifan, dkk. Adapula penjelasan cara pengelolaan ikan tuna, tongkol dan cakalang yang berpotensi dikembangkan secara kreatif untuk meningkatkan daya jual tinggi disampaikan oleh Aida, dkk.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Komplek Bina Samudera Jl. Pasir Putih II Lantai 4, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta. www.p3sdlp.litbang.kkp.go.id Telp. : (021) 64700755 / Fax. : (021) 64711654, Email : [email protected]

ISBN 978-602-9086-40-9

e-ISBN 978-602-9086-41-6