1 I. LATAR BELAKANG Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya penanganan drainase di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai tahap perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai drainase kepada pihak yang terlibat baik bagi pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan agar penanganan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Dengan semakin berkurangnya daerah terbuka di kawasan perkotaan yang dapat difungsikan sebagai lahan peresapan air dan didukung pula oleh menurunnya kondisi saluran drainase baik kapasitas, sistem operasi, maupun pengelolaannya telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah di sektor drainase. Apalagi dengan penurunan permukaan tanah secara tidak langsung akan menimbulkan penambahan beban pada sektor drainase. Demikian halnya dengan kondisi di Kota Malang dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan dinamika masyarakatnya dan kewenangan yang
111
Embed
I. LATAR BELAKANG - bappeda.malangkota.go.id · umumnya penanganan drainase di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. LATAR BELAKANG
Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia,
permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada
umumnya penanganan drainase di banyak kota di Indonesia masih
bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir
dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus
dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai tahap perencanaan,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan
peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.
Peningkatan pemahaman mengenai drainase kepada pihak yang
terlibat baik bagi pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan
secara berkesinambungan agar penanganan dapat dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
Dengan semakin berkurangnya daerah terbuka di kawasan perkotaan
yang dapat difungsikan sebagai lahan peresapan air dan didukung
pula oleh menurunnya kondisi saluran drainase baik kapasitas, sistem
operasi, maupun pengelolaannya telah menyebabkan timbulnya
berbagai masalah di sektor drainase. Apalagi dengan penurunan
permukaan tanah secara tidak langsung akan menimbulkan
penambahan beban pada sektor drainase.
Demikian halnya dengan kondisi di Kota Malang dalam beberapa
tahun terakhir mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan dinamika masyarakatnya dan kewenangan yang
2
diberikan pada pemerintah Kota Malang untuk membangun kotanya
secara mandiri. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Malang
membawa dampak ke seluruh kota, sehingga diperlukan penataan dan
perencanaan secara menyeluruh bahkan agar diperoleh kondisi kota
yang optimal maka diperlukan rencana terperinci, dan salah satunya
adalah penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Kota Malang.
Kebutuhan akan prasarana wilayah di Kota Malang yang semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dimana
menurut Kota Malang Dalam Angka Tahun 2012 mencapai ± 894.342
jiwa, berdampak pada berkurangnya lahan kosong/resapan air
sebagai lahan terbangun, pada dasarnya sangat membutuhkan
penanganan yang lebih intensif dari pihak pemerintah kota. Bentuk
penanganan tidak hanya dalam bentuk penanganan konstruksi
bangunan namun lebih dari itu, salah satunya adalah faktor
perencanaan dimana faktor perencanaan merupakan faktor urgensi
dan mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkat
keberhasilan sistem prasarana yang akan diterapkan.
Selain kondisi diatas yang melatarbelakangi perlunya disusun Rencana
Induk Sistem Drainase, ada beberapa hal yang secara spesifik
menyebabkan perlu disusunnya rencana induk ini yaitu :
1. Masih kurang jelasnya komponen-komponen sistem drainase yang
ada sebagai konsekuensi pengalihfungsian sistem drainase;
2. Kurang atau tidak layaknya dimensi saluran drainase saat ini;
3
3. Kurangnya perawatan / perbaikan komponen sistem drainase yang
ada;
4. Kurangnya sumber daya manusia untuk perawatan.
II. LINGKUP FISIK
Secara umum kondisi drainase di Kota Malang terutama pada
saluran drainase tertutup, sebagian besar sudah cukup tua
sebagai hasil peninggalan penjajahan jaman Belanda (sebagian
besar jenis saluran yang telah berusia lebih dari 10 (sepuluh
tahun). Kondisi bangunannya banyak mengalami penurunan
kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak
berfungsinya manhole sebagai street inlet. Keadaan ini sangat
mengkhawatirkan bagi penduduk dan pengguna jalan apabila
terjadi genangan air akibat peningkatan intensitas curah hujan.
Saluran yang ada sebagian besar dimanfaatkan untuk saluran
pembuangan rumah tangga. Sistem drainase yang merupakan
sistem gabungan antara limbah domestik dan air hujan,
mempunyai kelebihan dalam hal pemanfaatan lahan dan
minimatitas OP. Akan tetapi disisi lain keberadaan saluran
drainase juga menimbulkan genangan air dan bau yang kurang
sedap. Salah satu penyebabnya adalah sistem saluran yang
kurang sempurna, proses sedimentasi dan penyumbatan
saluran akibat sampah. Saluran pembuangan limbah domestik
yang secara tidak langsung telah menimbulkan proses
4
sedimentasi yang dapat berakibat terhadap terjadinya luapan
air dan dapat menimbulkan genangan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan di
lapangan, secara umum penyebab terjadinya genangan pada
beberapa lokasi disebutkan pada Tabel 2.1.
Tabel 1. Penyebab genangan yang terjadi di Kota Malang
No Penyebab Genangan
1 Kapasitas saluran yang kurang
2 Terjadinya sedimentasi
3 Terjadinya penumpukan sampah
4 Kombinasi: kapasitas kurang, proses sedimentasi, dan
proses penumpukan sampah
5 Kondisi dimensi inlet saluran yang kurang memadai
6 Jumlah inlet drainase yang terbatas
7 Tidak tersedianya inlet menuju saluran drainase
8 Daerah terletak pada daerah cekungan
9 Kemiringan saluran drainase tidak sesuai
Sumber: Hasil Survey
5
III. KONDISI FISIK DASAR
Wilayah Kota Malang merupakan kota yang memiliki karakteristik
wilayah pegunungan. Dengan kondisi udara yang berhawa sejuk
dan kering, curah hujan rata-rata tiap tahun 1.833 mm dan
kelembaban udara rata-rata 72%. Adapun keadaan permukaan
tanah yang ada di Kota Malang berupa; bagian selatan termasuk
dataran tinggi yang cukup luas, dan cocok di fungsikan sebagai
pusat kegiatan untuk industri. Bagian utara termasuk dataran tinggi
yang subur, cocok untuk pertanian, bagian timur merupakan dataran
tinggi dengan keadaan kurang subur, dan bagian barat merupakan
dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah pendidikan.
Jenis tanah yang ada di Kota Malang terdiri atas 4 macam, yaitu :
Alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6.930.267 Ha, Mediteran
coklat dengan luas 1.225.160 Ha. Asosiasi latosol coklat kemerahan
grey coklat dengan luas 1.942.160 Ha. Asosiasi andosol coklat dan
grey humus dengan luas 1.765,160 Ha. Struktur tanah pada
umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu mendapatkan
perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang memiliki
sifat peka erosi. Jenis tanah andosol ini terdapat di Kecamatan
lowokwaru dengan relatif kemiringan sekitar 15 %. Sedangkan
sungai yang mengalir di Kota Malang antara lain adalah Sungai
Brantas, Amprong, dan Bango.
6
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2010 tercatat rata-rata suhu
udara berkisar antara 22,8C sampai 24,1. Sedangkan suhu
maksimum mencapai 31,8C dan suhu minimum 18,5C. Rata-rata
kelembaban udara udara berkisar 74% - 82% dengan kelembapan
maksimum 97% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya di
daerah lain, Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim,
musim hujan dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun
Klimatologi Karangploso curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada
bulan Januari, Februari, Maret, April, dan Desember. Sedangkan
pada bulan Juni, Agustus dan November curah hujan relatif rendah.
a. DEMOGRAFI (KEPENDUDUKAN)
Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor
yang sangat dominan. Penduduk tidak saja berperan sebagai sasaran
pembangunan tetapi juga menjadi pelaksana pembangunan. Oleh
sebab itu, perkembangan penduduk harus diarahkan pada
peningkatan kualitas, pengendalian kuantitas serta pengarahan
mobilitasnya yang menunjang tercapainya keberhasilan
pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Penduduk dalam suatu daerah merupakan potensi sumber daya
manusia (SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan,
disamping juga sebagai konsumen dalam pembangunan. Dalam
konteks penduduk sebagai potensi SDM, mengandung arti bahwa
penduduk/manusia memiliki peranan dalam pengelolaan sumber
daya alam (SDA).
7
Peranan penduduk dalam pembangunan akan berhasil apabila
memiliki kemampuan dalam menjawab semua tantangan
dalampembangunan baik posisinya sebagai pengelola sumber daya
alam maupun sebagai pengguna/konsumen sumber daya alam.
Penduduk usia produktif merupakan suatu modal dalam
pelaksanaan pembangunan di segala sektor, dengan harapan
produktifitas dan efektifitas yang terjadi ditunjang pula dengan
sarana dan prasarana pembangunan, dimana manusia merupakan
tujuan dan pelaksana pembangunan. Keluasan pilihan bagi usia
produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya tentu akan
pendorong naiknya angka IPM.
b. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk di Kota Malang berdasar atas data Sensus
Penduduk Tahun 2010 yang dikoordinasi oleh Biro Pusat Statistik Kota
Malang Tahun 2010 adalah sebesar 820.243 jiwa, dengan
perbandingan jumlah penduduk berkelamin pria sebesar 404.553
jiwa dan wanita sebesar 415.690 jiwa.
Persebaran penduduk pada tiap wilayah adminsitratif Kecamatan di
Kota Malang dapat diketahui bahwa Kecamatan Lowokwaru
memiliki kontribusi terbesar yaitu 186.013 jiwa, kemudian disusul
oleh
8
Kecamatan Sukun sebesar 181.513 jiwa, Kecamatan Kedungkandang
sebesar 174.477 jiwa,
Kecamatan Blimbing sebesar 172.333 jiwa. Sementara jumlah
penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Klojen yaitu sebesar
105.907 jiwa.
Apabila dilihat dari luas wilayah Kota Malang yang memilki luas
110,056 Km2, maka kepadatan penduduk Kota Malang sebesar 7,453
jiwa/Km2. Penduduk Kota Malang tersebar di 5 Kecamatan, 57
Kelurahan, 531 RW dan 3.649 RT.
Sementara untuk tingkat kepadatan penduduk di Kota Malang,
tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Klojen dengan
tingkat kepadatan mencapai 11.994 Jiwa/km2 dan kepadatan
penduduk terendah berada di Kecamatan Kedungkandang yang
mencapai 4.374 jiwa/ km2. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah.
Tabel 2. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Kota Malang Tahun 2010
No Kecamatan
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Luas
Wilayah
(km2)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/km2)
1 Kedungkandang 174.477 39,89 4.374
2 Sukun 181.513 20,97 8.565
3 Klojen 105.907 8,83 11.994
4 Blimbing 172.333 17,77 9.698
5 Lowokwaru 186.013 22,6 8.231
Sumber : BPS Kota Malang 2011
9
Sedangkan untuk data terupdate yang berasal dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang pada tahun 2011
jumlah penduduk Kota Malang sebesar 894.342 jiwa. Untuk lebih jelas
rincian jumlah penduduk Kota Malang yang berasal dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 3. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Kota Malang Tahun 2011
NO KECAMATAN Jumlah
Penduduk (jiwa)
LUAS WILAYAH
(km2)
KEPADATAN PENDUDUK (jiwa/km2)
1 BLIMBING 198.684 17,77 11.181
2 KLOJEN 119.656 8,83 13.551
3 KEDUNGKANDANG 201.922 39,89 5.062
4 SUKUN 203.315 20,97 9.696
5 LOWOKWARU 170.765 22,6 7.556 Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang 2012
IV. UNDANG-UNDANG
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Provfinsi Jawa-Timur,
Jawa-Tengah, Jawa-Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1954 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40,
10
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3034);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak
Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2324);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
sebagaimana telah diubah terkakhir kalinya dengan Undang-Undang
Nomor Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4412);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
11
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
12
14. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5068);
15. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
16. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
17. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5280);
A. PERATURAN PEMERINTAH
1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-
Tanah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
362);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3745);
13
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3838);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3934);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4490);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
14
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4817);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4858);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
15
Nomor 5004);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5098);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5230);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta
Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 5393);
B. PERATURAN PRESIDEN
1. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006;
16
2. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;
3. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 - 2014;
4. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional
Pengelolaan Sumber Daya Air;
C. KEPUTUSAN PRESIDEN:
1. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional;
2. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan
Air Tanah;
D. PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA:
1. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1997 tentang Pemetaan Penggunaan Tanah Perdesaan,
Penggunaan Tanah Perkotaan, Kemampuan Tanah dan Penggunaan
Simbol / Warna untuk Penyajian dalam Peta;
2. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;
3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan;
17
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan
Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah;
E. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Daerah;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
F. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM:
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 39 / PRT / 1989 tentang
Pembagian Wilayah Sungai;
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 48 / PRT / 1990 tentang
Pengelolaan Atas Air dan atau Sumber Air pada Wilayah Sungai
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan
Sungai dan Bekas Sungai;
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 / PRT / M / 2007
tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
18
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 / PRT / M / 2007
tentang Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Drainase
Partisipatif;
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31 / PRT / M / 2007
tentang Pedoman Mengenai Komisi drainase;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 32 / PRT / M / 2007
tentang Pedoman Operasi dan pemeliharaan Jaringan Drainase;
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33 / PRT / M / 2007
tentang Pedoman Pemberdayaa P3A/GP3A/IP3A;
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 / PRT / M / 2009
tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota beserta Rencana
Rincinya;
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 / PRT / M / 2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14 / PRT / M /2010 tentang
Standar Pelayanan Umum Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang;
12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 / PRT / M / 2010
tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 / PRT / M / 2011
tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air;
G. PERATURAN BERSAMA MENTERI:
19
1. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor : 186/PMK.06/2009 dan Nomor :
24 Tahun 2009 tentang Pensertipikatan Barang Milik Negara Berupa
Tanah;
H. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR:
1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Nomor 2 Seri E);
2. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2007 tentang
Perizinan Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan di Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 Nomor 6 Seri E);
3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi
Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor
1 Seri E);
4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009
Nomor 1 Seri E);
I. PERATURAN DAERAH KOTA MALANG :
1. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 - 2025 (Lembaran
Daerah Kota Malang Tahun 2010 Nomor 2 Seri E);
20
2. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2009 - 2013 (Lembaran
Daerah Kota Malang Tahun 2010 Nomor 3 Seri E);
3. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 - 2030 (Lembaran Daerah
Kota Malang Tahun 2011 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah
Kota Malang Nomor 4);
ISTILAH DAN DEFINISI
1. drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan
ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan;
2. drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi
mengendalikan air permukaan, sehingga tidak menimbulkan genangan
yang dapat mengganggu masyarakat, serta dapat memberikan manfaat
bagi kegiatan manusia;
3. rencana induk sistem drainase perkotaan adalah perencanaan dasar
yang menyeluruh pada suatu daerah perkotaan untuk jangka panjang;
4. badan penerima air adalah sumber air dipermukaan tanah berupa laut,
sungai, danau, dan di bawah permukaan tanah berupa air tanah di
dalam akifer;
5. bangunan pelengkap adalah bangunan yang ikut mengatur dan
mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati
jalan, belokan, dan daerah curam, bangunan tersebut seperti gorong-
gorong, pertemuan saluran, bangunan terjunan, jembatan, street inlet,
pompa, pintu air;
21
6. daerah genangan adalah kawasan yang tergenang air akibat tidak
berfungsinya sistem drainase;
7. daerah pengaliran adalah daerah tangkapan air yang mengalirkan air
ke dalam saluran;
8. kala ulang adalah selang waktu pengulangan kejadian hujan atau debit
banjir rencana yang mungkin terjadi;
9. saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
sekunder dan menyalurkan ke badan penerima air;
10. saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari
saluran tersier dan menyalurkannya ke saluran primer;
11. saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem
drainase lokal dan menyalurkannya ke saluran sekunder;
12. sistem drainase utama adalah sistem drainase perkotaan yang melayani
kepentingan sebagian besar warga masyarakat;
13. sistem drainase lokal adalah sistem drainase perkotaan yang melayani
kepentingan sebagian kecil warga masyarakat;
14. study terkait adalah studi lain yang terkait dengan kegiatan drainase
kota yang memuat data, seperti : hidrologi, topografi, geologi, geografi;
15. tinggi jagaan adalah ketinggian yang diukur dari permukaan air
maksimum sampai permukaan tanggul saluran;
16. waktu pengaliran permukaan adalah waktu yang diperlukan oleh titik
air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan mengalir ke ketitik
saluran drainase yang diamati;
17. waktu drainase adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang
mengalir dari satu titik ke titik lain dalam saluran drainase yang
diamati;
22
18. waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan
yang jatuh pada permukaan tanah mengalir sampai di suatu titik di
saluran drainase yang terdekat;
19. zona adalah sub sistem pelayanan satu aliran saluran drainase;
20. kota metropolian adalah kota yang mempunyai penduduk lebih dari
1.000.000 jiwa;
21. kota besar adalah kota yang mempunyai penduduk antara 500.000 jiwa
– 1.000.000 jiwa;
22. kota sedang adalah kota yang mempunyai penduduk antara 100.000
jiwa – 500.000 jiwa;
23. kota kecil adalah kota yang mempunyai penduduk antara 20.000 jiwa –
100.000 jiwa;
ANALISA KEBIJAKAN
Perundangan yang berkaitan dengan perumusan kebijakan
penanganan banjir/genangan air di Kota Malang, yaitu :
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai
pengganti UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air
Permen PU No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai
23
Permen 22/ PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan
Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
SNI : 02-2406-1991 tentang Tata Cara Umum Perencanaan
Drainase Perkotaan
Permen Negara Perumahan Rakyat No.
32/PERMEN/M/2006 tentang Petunjuk Teknis Kawasan
Siap Bangun Dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri
Sendiri
A. Tinjauan Terhadap UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini
menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan
sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang
untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan
melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya
air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat
hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
24
Beberapa istilah yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 2004
menyebutkan bahwa:
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya.
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun
di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat
Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau
pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun
kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta
lingkungannya
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
dan pengendalian daya rusak air.
Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak
air.
Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan
secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk
menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber
daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau
25
pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2.
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan
yang disebabkan oleh daya rusak air.
Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan
tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah
dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.
Sumber daya air dikelola berdasarkan beberapa asas, antara lain:
Asas Kelestarian mengandung pengertian bahwa
pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan dengan
menjaga kelestarian fungsi sumber daya air secara berkelanjutan.
Asas Keseimbangan mengandung pengertian keseimbangan
antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup dan fungsi
ekonomi.
Asas Kemanfaatan Umum mengandung pengertian bahwa
pengelolaan sumber daya air dilaksanakan untuk memberikan
26
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum secara efektif
dan efisien.
Asas Keterpaduan dan Keserasian mengandung pengertian
bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan secara terpadu
dalam mewujudkan keserasian untuk berbagai kepentingan
dengan memperhatikan sifat alami air yang dinamis.
Asas Keadilan mengandung pengertian bahwa pengelolaan
sumber daya air dilakukan secara merata ke seluruh lapisan
masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga negara
berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan
menikmati hasilnya secara nyata.
Asas Kemandirian mengandung pengertian bahwa pengelolaan
sumber daya air dilakukan dengan memperhatikan kemampuan
dan keunggulan sumber daya setempat.
Asas Transparansi dan Akuntabilitas mengandung pengertian
bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan secara terbuka
dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Pengelolaan sumber daya air dilakukan secara menyeluruh, terpadu,
dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh mencakup
semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi,
pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi
satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup
27
semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan
evaluasi.
Pengelolaan sumber daya air secara terpadu merupakan
pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua
pemilik kepentingan antar sektor dan antar wilayah administrasi
Pengelolaan sumber daya air berwawasan lingkungan hidup
adalah pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan
ekosistem dan daya dukung lingkungan.
Pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah pengelolaan
sumber daya air yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan
generasi sekarang tetapi juga termasuk untuk kepentingan
generasi yang akan datang.
Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.
Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber
daya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada
kepentingan individu.
Sumber daya air mempunyai fungsi lingkungan hidup berarti
bahwa sumber daya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus
sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.
Sumber daya air mempunyai fungsi ekonomi berarti bahwa
sumber daya air dapat didayagunakan untuk menunjang
kegiatan usaha.
Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami
keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah
28
tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Keberadaan air mengikuti
siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu
daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap
waktu dan setiap wilayah.
Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya
kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang
berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya
daya rusak air. Salah satu pengelolaan sumber daya air adalah pengendalian
daya rusak air. Daya rusak air air yang terjadi dapat berupa banjir ataupun
genangan air yang akan merugikan.
Pengendalian banjir/genangan air diutamakan pada upaya
pencegahan melalui perencanaan pengendalian banjir/genangan air yang
disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber
daya air. Pencegahan dilakukan baik melalui kegiatan fisik dan/atau
nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai.
Pencegahan melalui kegiatan fisik adalah pembangunan sarana dan
prasarana serta upaya lainnya dalam rangka pencegahan
kerusakan/bencana yang diakibatkan oleh daya rusak air, sedangkan
kegiatan nonfisik adalah kegiatan penyusunan dan/atau penerapan piranti
lunak yang meliputi antara lain: pengaturan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian. Pencegahan dengan penyeimbangan hulu dan hilir wilayah
sungai adalah penyelarasan antara upaya kegiatan konservasi di bagian
hulu dengan pendayagunaan di daerah hilir.
29
Perencanaan pengendalian banjir/genangan air disusun untuk
menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam
pelaksanaan. Perencanaan pengendalian banjir/genangan air disusun sesuai
dengan prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam
standar perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup
inventarisasi sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana
pengendalian.
B. Tinjauan Terhadap UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lain, antara lain, adalah penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lain yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber
daya alam lain melalui pengaturan yang terkait dengan pemanfaatan tanah,
air, udara, dan sumber daya alam lain sebagai satu kesatuan sistem untuk
kepentingan masyarakat secara adil.
Dalam penatagunaan air, di kembangkan pola pengelolaan daerah
aliran sungai (DAS) yang melibatkan 2 (dua) atau lebih wilayah administrasi
provinsi dan kabupaten/kota serta untuk menghindari konflik antar daerah
hulu dan hilir.
30
Kegiatan penyusunan neraca penatagunaan tanah, neraca
penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca
penatagunaan sumber daya alam lain meliputi:
penyajian neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan
tanah, sumber daya air, udara, dan sumber daya alam lain pada
rencana tata ruang wilayah;
penyajian neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan
tanah, sumber daya air, udara, dan sumber daya alam lain pada
rencana tata ruang wilayah; dan
penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara, dan
sumber daya alam lain dan penetapan prioritas penyediaannya
pada rencana tata ruang wilayah.
Dalam penyusunan neraca penatagunaan tanah, neraca
penatagunaan air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan
sumber daya alam lain, diperhatikan faktor
yang mempengaruhi ketersed iaannya. Hal ini berarti penyusunan neraca
penatagunaan sumber daya air memperhatikan, antara lain, faktor
meteorologi, klimatologi, geofisika, dan ketersediaan prasarana sumber
daya air, termasuk sistem jaringan drainase dan pengendalian banjir.
i. Tinjauan Terhadap PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air
Lingkup pengaturan pengelolaan sumber daya air dalam peraturan
pemerintah ini meliputi:
31
proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola, dan rencana
pengelolaan sumber daya air;
pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air, operasi dan
pemeliharaan sumber daya air; dan
konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air
serta pengendalian daya rusak air.
Pengendalian daya rusak air meliputi upaya:
pencegahan sebelum terjadi banjir
Pencegahan dilakukan, baik melalui kegiatan fisik dan/atau
nonfisik maupun penyeimbangan hulu dan hilir wilayah
sungai.
Kegiatan fisik dalam rangka pencegahan bencana dilakukan
melalui pembangunan sarana dan prasarana yang ditujukan
untuk mencegah kerusakan dan/atau bencana yang
diakibatkan oleh daya rusak air.
Kegiatan nonfisik dalam rangka pencegahan bencana
dilakukan melalui pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian.
Penyeimbangan hulu-hilir dilakukan dengan mekanisme
penataan ruang dan pengoperasian prasarana sungai sesuai
dengan kesepakatan para pemilik kepentingan.
penanggulangan pada saat terjadi banjir
Upaya Penanggulangan daya rusak air dilakukan dengan
kegiatan yang ditujukan untuk meringankan penderitaan akibat
bencana dilakukan berdasarkan rencana pengendalian daya
32
rusak air yang disusun secara terpadu, menyeluruh, dan
terkoordinasi.
pemulihan akibat banjir
Upaya pemulihan dilakukan berdasarkan rencana pengendalian
daya rusak air yang disusun secara terpadu, menyeluruh, dan
terkoordinasi.
ii. Tinjauan Terhadap Permen PU No. 11A/PRT/M/2006 tentang
Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai
Pengelolaan Sumber Daya Air dilaksanakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
berdasarkan penetapan wilayah sungai.
Penetapan wilayah sungai didasarkan pada pertimbangan dan
kriteria sebagai berikut:
a. efektivitas pengelolaan sumber daya air:
pengelolaan sumber daya air pada wilayah tersebut memenuhi
kebutuhan konservasi
sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air; dan/atau
keberadaan prasarana sumber daya air yang menghubungkan
daerah aliran sungai yang
33
satu dengan daerah aliran sungai yang lain.
b. fisiensi pengelolaan sumber daya air;
c. tercukupinya hak setiap orang untuk mendapatkan air guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Kriteria penetapan wilayah sungai strategis nasional di samping
memenuhi kriteria dan harus memenuhi parameter sebagai berikut:
a. potensi sumber daya air pada wilayah sungai dibandingkan dengan
potensi sumber daya air pada provinsi lebih besar atau sama dengan
20%;
b. banyaknya sektor yang terkait dengan sumb er daya air pada
wilayah sungai paling kurang 16 sektor dan jumlah penduduk dalam
wilayah sungai paling kurang 30% dari jumlah penduduk pada
provinsi;
c. Besarnya dampak terhadap pembangunan nasional:
Sosial:
tenaga kerja pada lapangan kerja yang terpengaruh oleh
sumber daya air paling kurang 30% dari seluruh tenaga kerja
di tingkat provinsi; atau
wilayah sungai yang terdapat pulau kecil atau gugusan pulau
kecil yang berbatasan dengan wilayah negara lain;
Lingkungan hidup:
terancamnya keanekaragaman hayati yang spesifik pada
sumber air, yang langka dan perlu dilindungi atau yang
merupakan konvensi internasional;
34
perbandingan antara debit air sungai maksimum dengan
debit air sungai minimum rata-rata tahunan sungai utama
melebihi 75;
perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air pada
wilayah sungai yang bersangkutan melampaui angka 1,5
(satu koma lima);atau
seringnya timbul kejadian penyakit terkait dengan air yang
mengakibatkan kematian/cacat tetap dalam jumlah besar.
Ekonomi:
Terdapat paling kurang 1 (satu) daerah drainase yang
luasnya lebih besar atau sama dengan 10.000 ha;
Nilai produksi industri terkait dengan sumber daya air pada
wilayah sungai paling kurang 20% dari nilai produksi
industri di tingkat provinsi; atau
Produksi pembangkit listrik tenaga air pada wilayah sungai
yang bersangkutan terkoneksi atau merupakan bagian dari
jaringan listrik lintas provinsi.
d. besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap
pertumbuhan ekonomi yaitu tingkat kerugian ekonomi yang
diakibatkan paling kurang 1% dari Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) tingkat provinsi.
Berdasarkan Permen PU No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai Lampiran 3 (WS Strategis Nasional), kota
Malang yang dilalui sungai Brantas masuk dalam Wilayah Sungai Brantas.
WS Sungai Brantas yang melewati kota Malang terdapat 2 (dua) DAS, yaitu:
DAS Brantas dan DAS Bango.
35
iii. Tinjauan Terhadap Permen 22/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Teknis dan Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya
Air
Mempelajari Kebijakan Nasional Sumber Daya Air, Kebijakan
Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah administrasi yang
bersangkutan (provinsi atau kabupaten/kota) atau kebijakan
pembangunan provinsi atau kabupaten/kota dalam hal kebijakan
pengelolaan sumber daya air terintegrasi dalam kebijakan pembangunan.
Kebijakan pengelolaan sumber daya air ditinjau menurut aspek- aspek
dalam pengelolaan sumber daya air yang meliputi aspek konservasi sum
ber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air,
dan sistem informasi sumber daya air. Beberapa hal penting yang harus
diidentifikasi meliputi :
kebijakan pemerintah dan kebijakan daerah terkait pengelolaan
sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan .
aspek konservasi sumber daya air, khususnya terhadap :
tingkat kekritisan daerah aliran sungai (DAS), meliputi
prosentase tutupan lahan terhadap luas DAS, laju erosi lahan,
tingkat sedimentasi sungai, dan rasio debit maksimum dan
minimum ;
penggerusan garis pantai ; dan
sarana dan prasarana sumber daya air .
aspek pendayagunaan sumber daya air, khususnya terhadap :
ketersediaan air permukaan dan air tanah;
36
jaringan dan bangunan drainase yang ada, yang meliputi luas
daerah drainase, alokasi air drainase, dan potensi lahan yang
dapat dikembangkan;
sumber-sumber air yang tersedia;
pemanfaatan air permukaan dan air tanah untuk berbagai
keperluan;
kemampuan layanan air minum;
sektor-sektor pengguna air yang dominan beserta kuantitas
penggunaannya;
lokasi daerah yang mengalami kekurangan air dan daerah
yang kelebihan air; dan
neraca air per-DAS/ water district.
aspek pengendalian daya rusak air, khususnya terhadap:
terjadinya bencana, meliputi kejadian bencana (banjir,
longsor, gempa, tsunami, abrasi pantai), wilayah yang rawan
terhadap bencana, upaya pengendalian yang telah
dilakukan, hambatan dan permasalahan yang dihadapi;
erosi tebing dan degradasi sungai;
sedimentasi muara sungai ; dan
pencemaran sungai, yang meliputi kualitas air sungai, jenis,
jumlah dan lokasi limbah yang di buang ke sungai.
aspek sistem informasi sumber daya air dan ketersediaan data
sumber daya air yang meliputi kerapatan stasiun
hidroklimatologi, jumlah dan kondisi stasiun hidroklimatologi
yang berfungsi/rusak, stasiun pengukur tinggi muka air/debit,
stasi un pengamatan kualitas air pada sumber air dan badan air,
37
serta keberadaan data series (curah hujan dan debit), keakuratan
data dan keberadaan sistim informasi data sumber daya air.
aspek pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan
dunia usaha serta kelembagaan yang terkait dengan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai, khususnya
terhadap:
keberadaan dan jumlah organisasi pengguna air;
kemandirian organisasi (kemampuan swadaya);
keberadaan dan jumlah usaha yang sangat tergantung pada
ketersediaan air serta peran dunia usaha terhadap
pengelolaan sumber daya air; dan
kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang meliputi
landasan hukum pembentukannya, jumlah lembaga, lingkup
Tabel 23. Genangan Banjir di SUB DPS Bango (Sawojajar)
96
1.2.1.3. Kondisi Sub DPS Lowokwaru
Sistem drainase wilayah kali Lowokwaru memanfaatkan saluran
pembawa yang bersumber dari Bendung Sengkaling dan
merupakan saluran DRAINASE sekunder. Banjir/genangan pada
musim penghujan yang terjadi di wilayah Kali Lowokwaru
diakibatkan oleh kapasitas sistem drainase yang ada tidak lagi
mampu menampung limpasan air hujan. Disamping juga terdapat
beberapa saluran yang telah mengalami sedimentasi dan
penyempitan akibat sempadan saluran didirikan rumah. Lokasi-
lokasi banjir/genangan atau genangan air di wilayah Kali
Lowokwaru dan permasalahannya dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini :
97
1. Jl. Warinoi - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Membuat sumur-sumur resapan
- Membuat sudetan menuju ke Kali Bango
2. Jl. Hamid Rusdi - Banjir di hilir saluran terjadi karena penyempitan saluran akibat didirikan
bangunan rumah
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit
3. Jl. Simpang Hamid Rusdi - Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran menuju Saluran
Sekunder Lowokwaru
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Memperbaiki dimensi gorong-gorong sesuai dimensi saluran
- Dimensi Gorong-gorong yang ada terlalu kecil
4. Jl. Citandui - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
Lebar saluran yang ada mengalami penyempitan akibat didirikan bangunan
rumah
- Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 50 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Membuat aturan tentang batas sempadan saluran drainase
5. Jl. Letjen Sutoyo (Depan Mitra II) - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 10 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit - Membuat saluran baru/sudetan menuju kali Lowokwaru mulai Mitra II
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet terlalu tinggi dan
tertutup plat ± 90%
6. Jl. Jagung Suprapto - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang ada kurang
memadai
- Menambah inlet-inlet horisontal baru
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit
7. Jl. Melati - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi - Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
- Saluran irigasi yang sudah tidak dimanfaatkan lagi - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 25 menit
8. Jl. Kembang Turi - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
Jl. Remujung - Saluran irigasi yang sudah tidak terpakai lagi - Membuat sumur-sumur resapan
Jl. Soekarno-Hatta - Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
9. Perum Griya Shanta Blokk C-D - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
- Dimensi Gorong-gorong yang ada di Jl. Soekarno-Hatta terlalu kecil - Merehabilitasi dimensi gorong-gorong
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Membuat sumur-sumur resapan
10. Jl. Soekarno-Hatta (Pertigaan Jl. Candi
Panggung)
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 10 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit
11. Daerah Sanan - Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit
12. Jl. Sarangan - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang kurang - Membuat inlet-inlet saluran horisontal
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 40 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit
13. Jl. Kedawung - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran - Membuat inlet-inlet saluran horisontal
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit
14. Jl. Kalpataru - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan
sehingga pada saat musim hujan air meluap ke jalan
- Membuat inlet-inlet saluran horisontal
- Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran - Membuat sudetan ke Saluran Sekunder
15. Jl. Indraprasta - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang kurang - Membuat inlet-inlet saluran tegak
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit - Membuat sumur-sumur resapan
16. Jl. Ksatrian (Dekat Pertigaan Hamid
Rusdi)
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan
sehingga pada saat musim hujan air meluap ke jalan
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Membuat sumur-sumur resapan
17. Jl. Industri Timur - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang kurang - Membuat inlet-inlet saluran tegak
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit
18. Jl. R.T. Suryo - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit - Membuat sumur-sumur resapan
- Saluran tertutup plat ± 70%
19. Jl. Soekarno-Hatta (Depan Taman Krida) - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet saluran tegak
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Merehabilitasi dimensi gorong-gorong
20. Jl. Soekarno-Hatta (Perempatan Jl.
Coklat)
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet saluran baru menuju saluran Sekunder Lowokwaru
- Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit
Tabel 24. Genangan Banjir di SUB DPS Bango (Lowokwaru
98
1. Jl. Warinoi - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Membuat sumur-sumur resapan
- Membuat sudetan menuju ke Kali Bango
2. Jl. Hamid Rusdi - Banjir di hilir saluran terjadi karena penyempitan saluran akibat didirikan
bangunan rumah
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit
3. Jl. Simpang Hamid Rusdi - Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran menuju Saluran
Sekunder Lowokwaru
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Memperbaiki dimensi gorong-gorong sesuai dimensi saluran
- Dimensi Gorong-gorong yang ada terlalu kecil
4. Jl. Citandui - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
Lebar saluran yang ada mengalami penyempitan akibat didirikan bangunan
rumah
- Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 50 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Membuat aturan tentang batas sempadan saluran drainase
5. Jl. Letjen Sutoyo (Depan Mitra II) - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 10 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit - Membuat saluran baru/sudetan menuju kali Lowokwaru mulai Mitra II
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet terlalu tinggi dan
tertutup plat ± 90%
6. Jl. Jagung Suprapto - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang ada kurang
memadai
- Menambah inlet-inlet horisontal baru
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit
7. Jl. Melati - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi - Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
- Saluran irigasi yang sudah tidak dimanfaatkan lagi - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 25 menit
8. Jl. Kembang Turi - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
Jl. Remujung - Saluran irigasi yang sudah tidak terpakai lagi - Membuat sumur-sumur resapan
Jl. Soekarno-Hatta - Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
9. Perum Griya Shanta Blokk C-D - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
- Dimensi Gorong-gorong yang ada di Jl. Soekarno-Hatta terlalu kecil - Merehabilitasi dimensi gorong-gorong
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Membuat sumur-sumur resapan
10. Jl. Soekarno-Hatta (Pertigaan Jl. Candi
Panggung)
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet tegak maupun horisontal
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 10 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit
11. Daerah Sanan - Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit
12. Jl. Sarangan - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang kurang - Membuat inlet-inlet saluran horisontal
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 40 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit
13. Jl. Kedawung - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran - Membuat inlet-inlet saluran horisontal
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit
14. Jl. Kalpataru - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan
sehingga pada saat musim hujan air meluap ke jalan
- Membuat inlet-inlet saluran horisontal
- Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran - Membuat sudetan ke Saluran Sekunder
15. Jl. Indraprasta - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang kurang - Membuat inlet-inlet saluran tegak
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit - Membuat sumur-sumur resapan
16. Jl. Ksatrian (Dekat Pertigaan Hamid
Rusdi)
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan
sehingga pada saat musim hujan air meluap ke jalan
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Membuat sumur-sumur resapan
17. Jl. Industri Timur - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang kurang - Membuat inlet-inlet saluran tegak
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit
18. Jl. R.T. Suryo - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit - Membuat sumur-sumur resapan
- Saluran tertutup plat ± 70%
19. Jl. Soekarno-Hatta (Depan Taman Krida) - Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet saluran tegak
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman saluran
- Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Merehabilitasi dimensi gorong-gorong
20. Jl. Soekarno-Hatta (Perempatan Jl.
Coklat)
- Limpasan air hujan tidak bisa masuk ke saluran akibat inlet yang terlalu tinggi
dan kurang
- Membuat inlet-inlet saluran baru menuju saluran Sekunder Lowokwaru
- Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 60 menit
Banjir/genangan pada musim penghujan yang terjadi di wilayah
Kali Kajar diakibatkan oleh kapasitas tampungan tidak memadai.
Disamping juga terdapat beberapa saluran yang telah mengalami
sedimentasi dan sempadan sungai didirikan bangunan. Lokasi-
lokasi banjir/genangan atau genangan air di wilayah Kali Kajar
dan permasalahannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
100
1. Jl. Tenaga Baru V - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
Jl. Simpang Tenaga Baru - Saluran irigasi yang tidak terpakai lagi - Mengubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Banjir setinggi ± 15 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit - Membuat sudetan menuju Kali Purwantoro di Jl. Batubara
2. Jl. Titan Asri - Banjir setinggi ± 60 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Saluran irigasi yang tidak terpakai lagi - Menutup pintu air dibendung pada musim penghujan sehingga air dari Kali
Purwantoro tidak masuk ke saluran
- Saluran tertutup plat 60% dan sempada saluran didirikan bangunan
3. Jl. SP. Sudarmo - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Banjir setinggi ± 30 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit - Membuat sumur-sumur resapan
4. Jl. SP. Sudarmo - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Membuat sumur-sumur resapan
5. Jl. Tenaga Berat - Inlet limpasan air hujan yang menuju ke saluran kurang - Membuat Inlet-inlet baru
- Kapasitas tampungan saluran Sekunder Purwantoro tidak mampu menampung
limpasan air hujan
- Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 15 menit - Membuat sumur-sumur resapan
6. Jl. Borobudur - Banjir setinggi ± 60 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Saluran irigasi yang tidak berfungsi lagi - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Melakukan pengerukan sedimen dan endapan sampah di dasar saluran
- Banyak endapan sampah di dasar saluran
- Terjadi penyempitan hilir saluran karena didirikan bangunan
- Saluran tertutup plat 90%
7. Jl. Soekarno-Hatta - Banjir setinggi ± 20 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan
8. Jl. Tenaga Utara - Banjir setinggi ± 60 cm dan surut dalam waktu ± 30 menit - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi sudetan dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Sudetan yang menuju ke saluran Sekunder Purwantoro tidak mampu
menampung limpasan air hujan
- Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Saluran irigasi yang tidak berfungsi lagi - Membuat aturan tentang batas sempadan saluran
- Sempadan saluran didirikan bangunan
9. Jl. Karya Timur Dalam - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Saluran irigasi yang tidak berfungsi lagi - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit
10. Jl. Simpang Timah s/d Jl. Magnesium - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Saluran irigasi yang tidak berfungsi lagi - Merubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase
- Gorong-gorong yang ada terlalu kecil - Memperbaiki dimensi gorong-gorong sesuai dimensi saluran
- Banjir setinggi ± 5 cm dan surut dalam waktu ± 10 menit
11. Jl. Sudimoro - Kapasitas tampungan saluran tidak mampu menampung limpasan air hujan - Menormalisasi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran
- Tidak ada sudetan menuju kali - Membuat sumur-sumur resapan
- Banjir setinggi ± 10 cm dan surut dalam waktu ± 20 menit
Daerah Aliran Sungai Brantas, melayani tangkapan air hujan di
Malang Tengah dan Malang Barat Laut. Banjir/genangan pada
musim penghujan yang terjadi di wilayah Kali Brantas
diakibatkan oleh dasar saluran drainase yang hampir sejajar
dengan jalan, kapasitas sistem drainase yang ada tidak lagi
mampu menampung limpasan air hujan dan inlet untuk
limpasan air hujan lebih tinggi. Disamping juga terdapat
beberapa saluran yang telah mengalami sedimentasi dan
penyempitan akibat sempadan saluran didirikan rumah.
Lokasi-lokasi genangan air di wilayah DPS Kali Brantas dan
permasalahannya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
104
No Lokasi Genangan No. Gambar
1. Jl. MT. Haryono – Jl. Gajayana Brantas - 1 - Salurannya merupakan saluran tertutup, namun kurang adanya inlet, sehingga jika hujan
air akan melimpas/mengalir di badan jalan.
- Saluran yang ada supaya diperbaiki
- Bila hujan, tinggi genangannya 15 – 30 cm dan lama genangannya 15 – 30 menit. - Saluran yang tertutup diberi lubang/inlet supaya air bisa masuk ke dalam saluran.
2. Jl. MT. Haryono (depan Universitas Brawijaya) Brantas - 2 - Saluran di depan Poltek merupakan saluran terbuka, namun ada urugan tanah yang
menghalangi air masuk ke saluran, selain itu pada saluran banyak sedimen dan sampa.
elevasi inlet lebih tinggi dari elevasi jalan. Didepan vihara, jarang ditemui inlet, inlet yang
- Memperbaiki dan memberi jalan masukan air/inletnya, membersihkan saluran
- Bila hujan turun, tinggi genangan 10 cm dan lama genangan + 45 menit.
3. Jl. MT. Haryono (depan Rumah Sakit Islam) Brantas - 3 - Saluran yang ada hanya sebelah kiri - Perlu ada gorong-gorong dan bak kontrol di dekat pasar yang akan mengalirkan air
menuju sungai kecil yang ada.
- Saluran banyak yang ditutup oleh masyarakat
- Saluran yang ada banyak permasalahannya, akibatnya air hujan lewat ke badan jalan dan
terjadi genangan
4. Jl. Mayjen DI. Panjaitan Brantas - 4 - Tipe saluran kebanyakan tertutup. Pada saluran terbuka, air yang lewat saluran tidak bisa
tertampung semua dan meluap ke jalan setinggi + 10 cm, namun karena jalannya miring
maka limpasan air cepat mengalirnya.
- Perlu dibuatkan sudetan untuk mempermudah air hujan masuk saluran yang ada
- Kondisi saluran terbuka banyak sampah, dedaunan dan sedimen - Perlu dibuatkan outlet pembuangan arah ke Sungai Brantas
5. Jl. Veteran - Jl. Bogor Brantas - 5 - Pertigaan Taman Makam Pahlawan (TMP), terjadi genangan karena inlet tersumbat
kotoran sehingga air tidak bisa masuk ke saluran, inlet sejajar dengan jalan
- Perlu pembersihan saluran, Inlet perlu diperbaiki dan dibersihkan
Saluran di belokan Bogor yang tersumbat sampah. Saluran terbuka di depan TMP,
salurannya banyak sampah dan sedimen.
6. Jl. DR. Cipto Brantas - 6 - Pada umumnya, kondisi saluran berubah fungsi, penuh sampah dan dedaunan. Tidak ada
inlet untuk mengalirkan air ke saluran, sebab inlet terhalang urugan dan material .
Kondisi jalan juga tidak memungkinkan air untuk ke saluran. Terdapat pipa PDAM di
dalam saluran
- Memperbaiki dan memberi jalan air supaya aliran tidak menggenang. Membersihkan
urugan tanah yang menggangu aliran.
- Membersihkan saluran yang tersumbat
7. Jl. Tugu Brantas - 7 - Pada bundaran Tugu dan sekitarnya, saluran tertutup sepanjang jalan, terdapat inlet-inlet
di trotoar, namun memiliki dimensi yang kecil. Daerah ini merupakan daerah banjir
dengan ketinggian ± 30 – 50 cm dan menggenang dalam waktu lebih dari 1 jam.
- Perlu ada gorong-gorong dan bak kontrol yang akan mengalirkan air menuju sungai kecil
Brantas - 8 - Lokasi tersebut adalah lokasi yang rawan terjadi genangan setiap kali hujan. Salurannya
tertutup bangunan, apalagi setelah dibangun ruko , dengan inlet yang dimensinya kecil.
Saluran yang ada tertutup dedaunan dan sampah. Ada saluran terbuka, namun terdapat
endapan sedimen dan ada pipa PDAM
- Memperbaiki kondisi inlet, supaya air mudah masuk saluran
- Membersihkan saluran
9. Jl. Urip Sumoharjo Brantas - 9 - Kondisi saluran drainase kurang memadai. Salurannya merupakan saluran terbuka, tetapi
floodway / inlet rusak sehingga air tidak dapat masuk saluran. Inletnya tersumbat batuan
besar dan sampah, bila hujan deras, air malah keluar dari inlet. Bila hujan deras, air
memasuki sebagian rumah warga
- Memperbaiki masukan air dan memberi inlet-inlet menuju saluran yang memadai
10. Jl. Trunojoyo Brantas - 10 - Di sepanjang Jl. Trunojoyo, salurannya merupakan saluran tertutup. Inlet-inlet/grill yang
ada dimensinya kecil, banyak sampah dan tidak dapat menampung air saat hujan turun
- Perlu dibuatkan gorong-gorong untuk mengatasi terjadinya genangan.
- Di sepanjang Jl.Trunojoyo dan Stasiun Kota Baru, salurannya merupakan saluran tertutup.
Genangan terjadi didepan stasiun Kota Baru karena inlet hanya sedikit dan elevasinya
lebih tinggi dari badan jalan, sehingga air berkumpul di pertigaan tersebut.
-
Permasalahan Alternatif Penanggulangan
Tabel 28. Genangan Banjir di DPS Brantas
105
No Lokasi Genangan No. Gambar
11. Jl. Gatot Subroto Brantas - 11 - Tidak ditemui adanya saluran terbuka. Saluran berupa saluran tertutup dan tidak
mampu menampung limpasan air hujan, selain itu karena inlet sangat sedikit
jumlahnya dan dimensinya pun kecil.
- Perlu menormalisasi inlet, menambah jumlah grill atau menambah gorong-
gorong
- Bila hujan, tinggi genangan 15 – 30 cm dengan lama genangan 15 – 30 menit.
12. Jl. Raya Dieng Brantas - 12 - Saluran tidak mampu menampung limpasan air karena tidak terdapat inlet yang
mengalirkan air ke saluran.
- Membuat inlet/masukan air yang memadai.
- Inlet yang ada kondisinya tidak memadai dan kurang mampu mengalirkan air ke
saluran- Bila hujan, tinggi genangan + 30 cm dengan lama genangan 15-30 menit
13. Jl. Ijen - Jl. Kawi Atas Brantas - 13 - Saluran drainase tersebut berada di bawah jalan dan salurannya diberi penutup
jeruji besi, inlet-inlet sudah mulai banyak sampah dan kurang memadai sebagai
tempat pemasukan air
- Memperbaiki inlet pemasukan air dan membersihkannya
- Selain itu, genangan terjadi karena kondisi jalan yang cekung - Membuat gorong-gorong untuk mengalirkan air
14. Jl. Wilis Brantas - 14 - Salurannya merupakan saluran setengah lingkaran yang letaknya di bawah
trotoar, kondisinya banyak sampah yang memenuhi saluran, namun air hujan
tidak masuk inlet, jadi genangan yang terjadi karena bentuk jalan raya yang
cekung.
- Memperbesar inlet yang masuk ke saluran dengan kapasitas yang memadai,
- Memfungsikan saluran (saluran jangan ditutup)
15. Jl. Semeru Brantas - 15 - Saluran setengah lingkaran yang terletak di bawah jalan raya, dan saluran penuh
dengan sampah. Bila hujan, genangan juga terjadi didepan rumah warga. Selain
itu, genangan terjadi karena jalan raya yang cekung
- Merehabilitasi masukan-masukan air hujan dari jalan menuju saluran (saluran
jangan ditutup), Membuat sudetan yang diarahkan ke saluran irigasi yang
melintang jalan,
- Membuat sumur resapan
16. Perempatan Jl. Jakarta – Jl. Surabaya – Jl.
Pahlawan
Brantas - 16 - Saluran tidak mampu menampung air hujan, karena saluran berdimensi kecil dan
banyak sampah. Inlet-inlet dimensinya kecil dengan elevasi sejajar dengan jalan
dan inlet yang ada di badan jalan sudah mulai tertutup sampah.
- Memperbesar kapasitas saluran yang ada di bagian pemasukan saluran utama
- Merehabilitasi saluran pembuang yang lebih besar
17. Jl. Arif Margono Brantas - 17 - Di daerah ini tidak tersedia saluran pembuangan, sehingga apabila musim hujan
tidak mampu menampung limpasan air. Inlet yang tersedia juga sedikit dan
dimensinya kecil.
- Membuat inlet/masukan air yang memadai.
- Bila hujan, tinggi genangan 15 – 30 cm dan lama genangannya 30 – 40 menit
Permasalahan Alternatif Penanggulangan
106
18. Jl. Yulius Usman Brantas - 18 - Di Pertigaan jalan Sulawesi salurannya kurang memadai, karena sebagian
tertutup trotoar. Saluran terbuka yang terlihat banyak sampahnya dan sedimen.
- Memperbaiki dan membersihkan inlet pemasukan untuk mengurangi genangan
- Saluran pembuangan di sekitar daerah Yulius Usman tersebut kurang memadai,
karena salurannya tertutup dan kurangnya jumlah inlet- Bila hujan, tinggi genangan 30 – 40 cm dengan lama genangan 30 – 40 menit
19. Jl. Kalimantan – Jl. Sulawesi – Jl. Tanimbar Brantas - 19 - Di daerah ini tidak tersedia saluran pembuangan, sehingga apabila musim hujan
tidak mampu menampung limpasan air. Inlet yang tersedia juga sedikit dan
dimensinya kecil.
- Membuat inlet/masukan air yang memadai.
- Bila hujan, tinggi genangan 15 – 30 cm dan lama genangannya 30 – 40 menit -
20. Pertigaan Jl. Kalimantan – Jl. Banda Brantas - 20 - Kebanyakan saluran tertutup rapat, sehingga bila musim hujan air melimpas dan
menggenang . Ada inlet, tetapi dimensinya kecil. Ada sebagian yang termasuk
saluran terbuka, kondisi fisiknya cukup baik, namun terdapat sedikit sedimen.
- Memperbesar kapasitas saluran
- Tinggi genangannya 15 – 30 cm dengan lama genangan 50 – 60 menit
21. Jl. Andalas Tengah – Jl. Sempu Brantas - 21 - Bila hujan deras, saluran tidak mampu menampung air karena saluran merupakan
tempat berkumpulnya yang masuk dari saluran-saluran lain. Maka jika hujan
deras, tinggi genangan 50 – 60 cm dengan lama genangannya bisa lebih dari 1
jam. Diperempatan Jl. Sempu – Jl. Andalas dibuat pintu air menuju ke Barat (ke
Kali Sukun) yang bermuara ke Kali sukun.
- Merehabilitasi saluran pembuang yang melalui perumahan dengan perbesaran
kapasitas, Membuat sumur resapan di daerah perumahan.
- Gorong-gorong tersebut dibuat sebagai saluran irigasi menuju Gadang
22. Jl. Halmahera – jl. Susanto – Jl. Nusa Barong Brantas - 22 - Setiap kali hujan, pertigaan ini selalu terjadi genangan yang tinggi, karena pada
saluran, alirannya tersumbat . Ada beberapa ruas jalan yang salurannya tertutup
dan tidak dijumpai inlet
- Memperbaiki inlet pemasukan agar genangan dapat dikurangi, Membersihkan
saluran Membuat sumur resapan pada daerah perkantoran, pabrik dan
perumahan, Membuat sudetan di akhir pembuangan (di daerah Jl. Karimun
Jawa) menuju kali Kasin- Bila hujan: Jl. Halmahera Utara, tinggi genangannya 15–30 cm, lama genangan
15–30 menit. Sedangkan Jl. Halmahera selatan tinggi genangannya 30 – 40 cm,
lama genangan 50 – 60 menit23. Jl. Janti Barat Brantas - 23 - kondisi fisik salurannya baik, namun pada Gambar B masih terdapat tanaman liar. - Menormalisasi saluran dan menerapkan sistem drainase terpisah untuk limbah
industri- Gambar C, D :Saluran berbentuk lingkaran, pada saluran terdapat banyak
sampah. Terjadinya banjir/genangan saat hujan deras saja namun genangan akan
surut jika hujan reda.- Bila musim kemarau, saluran tersebut menimbulkan bau tidak sedap karena
banyak industri yang mengalirkan limbah dan limbah tersebut berhenti di saluran
107
1.2.3. Kondisi DPS Metro
DPS Metro merupakan daerah pengaliran Sungai Metro
yang terletak di barat hingga selatan Kota Malang. Sungai
Metro yang berfungsi sebagai main drain, selain menerima
aliran dari saluran drainasi di kiri kanan jalan juga
menerima aliran dari anak-anak sungai yaitu Sungai
Supit Urang, Sungai Poring, Sungai Watu, Sungai
Glundeng dan Sungai Sat.
Untuk tujuan drainase, DPS Metro dengan Sungai Metro
sebagai main drain mempunyai keunggulan karena
mempunyai kemiringan lahan yang relatif curam,
kemiringan dasar sungai juga relatif curam, demikian
juga kapasitas sungai masih sangat mencukupi. Tinggal
pemanfaatan dan keberadaanya yang perlu diperhatikan
untuk dijaga.
DPS Metro, sebagian besar meliputi wilayah Kecamatan
Sukun dan Kecamatan Lowokwaru dan sebagain kecil di
Kecamatan Kedungkandang dan Kecamatan Klojen.
Secara umum, sistem drainase di wilayah DPS Metro
masih menggunakan sistem drainase gabungan (mix
drain) dimana pembuangan air limbah domestik/air
kotor dan air hujan dialirkan melalui satu saluran. Hal ini
108
disebabkan karena terbatasnya lahan untuk saluran
drainase. Bahkan di beberapa lokasi saluran drainase
masih digabungkan dengan saluran drainase (pembawa).
Sistem drainase gabungan memiliki kekurangan yaitu
dalam perencanaannya menggunakan debit maksimum
antara air limbah domestik dan air hujan hingga dimensi
saluran yang dihasilkan menjadi besar. Pada saat musim
kemarau air limbah saja yang melintasi saluran. Sehingga
dengan debit yang rendah ini memungkinkan terjadinya
sedimentasi pada dasar saluran dan pada akhirnya
mempengaruhi kapasitas saluran pembuangan.
Jenis konstruksi bangunan drainase di DPS Metro secara
umum terdapat dua jenis yaitu saluran terbuka dan
saluran tertutup. Namun dalam beberapa tahun terakhir
ini, banyak saluran terbuka menjadi tertutup karena
perubahan tata guna lahan.
Kondisi konstruksi bangunan drainase di wilayah ini
sebagian besar masih dapat berfungsi. Namun demikian
di beberapa tempat sangat diperlukan rehabilitasi dan
normalisasi pada saluran-saluran tertentu yang
kondisinya sangat memprihatinkan karena sedimentasi,
penyumbatan sampah dan tanaman liar, serta perubahan
dimensi yang bervariasi pada satu ruas jalan.
109
Lokasi-lokasi genangan air di wilayah DPS Kali Metro dan permasalahannya dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini :
Tabel 29. Genangan Banjir di DPS Metro
No Lokasi Genangan
1. Pertemuan
Jl. Tanjung Putrayudha dan
Jl. Cenderawasih
- Banyak sedimen dan sampah sehingga saat hujan airnya meluap, saluran
tertutup bangunan
- Menormalisasi saluran dengan cara membersihkan saluran dan memeperbaiki
gorong-gorong yang menyempit karena sedimen dan sampah
2. Jl. S. Supriadi (depan POM bensin) - Kurang memadainya saluran pembuangan karena banyak saluran yang tetutup
oleh bangunan dan trotoar
- Membuka saluran yang tertutup dan membuat masukan air yang memadai
3. Sepanjang (Jl. Raya Langsep –
perempatan Mergan)
- Saluran drainasi dan irigasi terlihat rancu serta sebagian besar saluran tertutup
oleh bangunan
- Memperjelas fungsi saluran dan memperbaiki saluran yang ada. (saat ini sedang
dibuat sudetan)
4. Pertemuan Jl. Bend. Sutami dengan Jl.
Bend. Jatiluhur
- Dimensi saluran terlalu kecil dan banyak sampah yang menumpuk - Pembersihan saluran secara rutin, pelebaran saluran, serta pembuatan inlet
yang lebih besar pada saluran tertutup
5. Pertemuan Jl. Raya Tidar dengan Jl.
Kaluta dan Jl.Lokon
- Banyak sampah yang menumpuk di saluran sehingga air tidak dapat mengalir - Perlu adanya pembersihan secara berkala dan rutin karena jika tidak ada
pembersihan maka genangan baru hilang setelah dua hari
6. Jl. Terusan Dieng (depan parkiran
sepeda motor Plasa Dieng)
- Banyak vegetasi yang tumbuh di saluran serta kurangnya inlet yang langsung
menuju ke saluran pembuangan
- Membuka masukan air yang tertutup
7. Pertigaan Jl. Raya Bandulan - Tempat penampungan air (boezem) tertutup oleh bangunan perumahan serta
akses air menuju boezem tertutup oleh tembok sehingga air melimpas ke jalan
- Pembuatan saluran baru yang lebih lebar dan dalam untuk menampung air
hujan
8. Jl. Raya Bandulan - Banyak sampah dan sedimen yang menumpuk di setiap pertemuan saluran - Pembersihan saluran terutama setiap di pertemuan saluran
9. Pertemuan Jl. Bend. Sutami dengan Jl.
Raya Candi II
- Kurang adanya inlet untuk membuang air yang berada di permukaan jalan,
kalaupun ada kondisinya tertutup dengan sedimen dan sampah
- Membuat inlet dengan dimensi yang lebih besar
10. Jl. Joyo Agung - Saluran rusak dan tersumbat kotoran/sampah tetapi genangan tidak terlalu
parah karena dekat sungai
- Normalisasi saluran
Merehabilitasi saluran pembuang yang lebih besar
11. Jl. Raya Tlogomas - air tidak dapat masuk Saluran karena inlet tidak mencukupi dan kurang
memadai
- Perbaikan inlet yang memadai serta normalisasi saluran.
- Saluran banyak tumbuh tumbuhan dan ada pipa PDAM
12. Sumbersari - kurang memadainya Saluran pembuangan, Saluran tertutup bangunan dan
trotoar.
- Membuat inlet-inlet yang memadai
Membuat sumur resapan
- Saluran drainase banyak endapannya. - Menerapkan sistem drainase terpisah, supaya limbah rumah tangga bisa
tertampung dengan baik
- Air dari rumah tangga tidak bisa masuk saluran karena saluran drainase tertutup
bangunan sehingga air menggenang di jalan.
13. Di Pertigaan Jl. Gajayana dan Terusan
Gajayana
- Saat ini saluran masih diperbaiki dan memperbesar saluran yang tertutup.
14. Di Perempatan ITN (Pertemuan Jl.
Veteran, Jl. Gajayana dan Sumbersari)
- Saluran terlalu kecil, sehingga apabila hujan terjadi penampungan air hujan di
Jl. Gajayana
- Perlu renovasi agar saluran di perbesar, didekatkan dengan tembok pemakaman
yang ada.
- Elevasi jalan lebih rendah dibanding jalan yang lain.
15. Jl. Satsuit Tubun (Pertigaan) - Saluran kecil, tersumbat kotoran. Kondisi saluran sudah ditutup dan berlubang-
lubang, sehingga air melimpas ke badan jalan.
- Normalisasi sungai dan perbaikan inlet
Penyebab Alternatif Penanggulangan
110
Tabel 1. Penyebab genangan yang terjadi di Kota Malang .................... 4
Tabel 2. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Kota Malang Tahun 2010