Top Banner
Etika Profesi Kedokteran Febryn Prisiliya Paliyama / 10.2009.242 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa: “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Masalah yang paling sering menjadi pokok sengketa adalah kelemahan komunikasi antara dokter dengan pasien atau antara rumah sakit dengan pasien, baik dalam bentuk komunikasi
35

Etika Profesi Kedok Blok 30

Dec 27, 2015

Download

Documents

citravictoryn

etika profesi kedok
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Etika Profesi Kedok Blok 30

Etika Profesi Kedokteran

Febryn Prisiliya Paliyama / 10.2009.242

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap

dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-

buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang

cukup banyak jumlahnya. Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa: “seorang dokter

harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi

tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya

sebagai seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan

agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa

mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan

dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia.

Masalah yang paling sering menjadi pokok sengketa adalah kelemahan komunikasi antara

dokter dengan pasien atau antara rumah sakit dengan pasien, baik dalam bentuk

komunikasi sehari-hari yang diharapkan mempererat hubungan antar manusia maupun

dalam bentuk pemberian informasi sebelum dilakukannya tindakan dan sesudah terjadinya

risiko atau komplikasi. Para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar

pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum. Pelanggaran standar profesi dapat

dinilai sebagai pelanggaran terhadap etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum. Oleh

sebab itu, setiap dokter diharapkan untuk dapat menjalankan pelayanannya dengan

berpedoman pada prinsip etik kedokteran dan ketentuan hukum yang berlaku.

Skenario kasus

Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A,seorang

dokter anak.ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obygn B sewaktu

melahirkan dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. baik dokter B maupun C tidak pernah

Page 2: Etika Profesi Kedok Blok 30

mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat

disana.10 hari pasca lahir orangtua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.

Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai

penunjangnya,pasien dnyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berebntuk

kalus.kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulan

klavikula,dan kapan kira kira terjadinya,bila benar patah tulang tersebut terjadi sewaktu

kelahiran maka akan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan

dokter C karena lali tidak dapat mediagnosisinya.mereka juga menduga bahwa dokter C

kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merwat anaknya kedokter A saja.dokter A

berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

Prinsip Prinsip Etika Kedokteran

Bioetik atau Biomedicalethics adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran

dan atau penelitian di bidang biomedis. Beberapa contoh pertanyaan di dalam bioetika

adalah :

- Apakah seorang dokter berkewajiban secara moral untuk memberitahukan kepada

seorang yang berada dalam stadium terminal bahwa ia sedang sekarat?

- Apakah membuka rahasia kedokteran dapat dibenarkan secara moral?

- Apakah aborsi ataupun euthanasia dapat dibenarkan secara moral?

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu

sikap dan perbuatan seseorang atau institusi dilihat dari moralnya. Penilaian baik buruknya

dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak

jumlahnya. Terdapat 2 teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori

deontoloogi dan teleologi. Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan

harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri. Sedangkan teleologi mengajarkan untuk

menilai baik buruknya tindakan dengan melihat hasil atau akibatnya. Deontologi lebih

mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan budaya. Sedangkan teleologi mendasarkan

pada penalaran dan pembenaran kepada azas manfaat.1

Empat kaidah dasar moral untuk mencapai suatu keputusan etik :

a. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditunjukan kepada kebaikan pasien. Dokter harus mengusahakan agar pasien yang

2Etika Profesi Kedokteran

Page 3: Etika Profesi Kedok Blok 30

dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya. Pengertian berbuat baik di sini adalah

bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajibannya.1

Tindakan konkrit dari beneficience meliputi:

Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk

kepentingan orang lain)

Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter

Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan

keburukannya

Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang

Menjamin kehidupan baik

Pembatasan “goal based”

Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan / preferensi pasien

Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban menolong pasien gawat darurat

Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan

Tidak menarik honorarium di luar kepantasan

Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan

Mengembangkan profesi secara terus-menerus

Memberikan obat berkhasiat namun murah

Menerapkan Golden Rule Principle, dimana kita harus memperlakukan orang lain

seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain

b. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai ‘primum non nocere’ atau

‘do no harm’. Tindakan konkrit dari non-maleficence meliputi:1

Menolong pasien emergensi

Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah:

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)

Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien

Tidak memandang pasien hanya sebagai objek

Mengobati secara tidak proporsional

Mencegah pasien dari bahaya

Menghindari misinterpretasi dari pasien

3Etika Profesi Kedokteran

Page 4: Etika Profesi Kedok Blok 30

Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian

Memberiksan semangat hidup

Melindungi pasien dari serangan

Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ kerumah-sakitan

yang merugikan pihak pasien/ keluarganya

c. Prinsip autonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien (the rights

to self determinations). Maksudnya tiap individu harus diperlakukan sebagai makhluk

hidup yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasibnya sendiri).1

Tindakan konkrit dari autonomi meliputi:

Menghargai hak menentukan nasibnya sendiri

Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)

Berterus terang

Menghargai privasi

Menjaga rahasi pasien

Menghargai rasionalitas pasien

Melaksanakan informed consent

Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri

Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien

Mencegah pihak lain ,emgintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk

keluarga pasien sendiri

Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi

Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien

Menjaga hubungan

d. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Maksudnya adalah

memperlakukan semua pasien sama dalam kondisi yang sama.1

Tindakan konkrit yang termasuk justice meliputi:

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama

Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability,

quality)

Menghargai hak hukum pasien

Menghargai hak orang lain

4Etika Profesi Kedokteran

Page 5: Etika Profesi Kedok Blok 30

Menjaga kelompok yang rentan (yang paling merugikan)

Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dll

Tidak melakukan penyalahgunaan

Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien

Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya

Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara

adil

Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten

Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat

Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan

Bijak dalam makroalokasi

Etika Klinis

Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4

topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :

1. Medical Indication

Dalam topik medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi

yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian

aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah

beneficence dan nonmaleficence. Pertanyaan etika pada topik ini adalah serupa

dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada

doktrin informed consent2.

2. Patient Preferences

Pada topik patient preferrence kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian

pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan

kaidah autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi

pasien, sifat volunter sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa

pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut

pasien, dll2.

3. Quality of Life

Topik quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu

memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa dan

bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar

prognosis, yang berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence dan autonomy2.

4. Contextual Features

5Etika Profesi Kedokteran

Page 6: Etika Profesi Kedok Blok 30

Dalam contextual features dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang

mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya,

kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor hukum.

Etik dan Disiplin Profesi Dokter

Didalam praktek kedokteran terdapat aspek etik profesi, disiplin profesi dan aspek

hukum yang sangat luas, yang sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu, seperti

pada inform consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme dll.

Norma etik profesi, disiplin profesi dan hukum pidana memang dalam satu garis,

dengan etik profesi di satu ujung dan hukum pidana diujung lainnya. Disiplin profesi

terletak diantaranya dan kadang membaur dari ujung ke ujung.. Bahkan didalam praktek

kedokteran, aspek etik profesi dan/atau disiplin profesi sering kali tidak dapat dipisahkan

dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik profesi yang telah diangkat

menjadi norma hukum yang mengandung nilai-nilai etik

Aspek etik profesi yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi

mengakibatkan penilaian perilaku etik profesi seorang dokter yang diadukan tidak dapat

dipisahkan dengan penilaian perilaku disiplin profesinya. Etik profesi yang memiliki

sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi

yang bersifat administratif3.

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar

prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama

ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan

sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai

pelanggaran etik profesi, disiplin profesi dan juga sekaligus pelanggaran hukum. Selain

Kode Etik Profesi diatas, praktek kedokteran juga berpegang pada prinsip – prinsip moral

kedokteran, prinsip – prinsip moral yang dijadikan arahan dalam menilai baik – buruknya

atau benar salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral.

Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis.

Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan

klinis yang etis dan pedoman dalam melakukan penelitian dibidang medis.

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian

pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang,

serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etika Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah,

dan cabang.

6Etika Profesi Kedokteran

Page 7: Etika Profesi Kedok Blok 30

Pada dasarnya suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya”

akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik

profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentu peringatan hingga kebentuk yang

lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan atau pelatihan tertentu (bila akibat

kurang kompeten) dan pencabutan hak nya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan

oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar

etik (profesi) kedokteran1,2

Berdasarkan kasus ini hubungannya dengan empat kaedah dasar moral untuk mencapai

keputusan etik adalah:

Prinsip benificience

Sesuai dengan prinsip beneficence yaitu untuk kebaikan pasien, dokter A harus

dapat melakukan pemeriksaan terhadap bayi yang berusia 10 hari tersebut dengan

sebaik-baiknya dan kemudian menjelaskan apa yang terjadi kepada bayi tersebut

kepada orang tuanya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dia miliki, tetapi dalam

hal ini dokter A juga tidak boleh menjelekkan rekan sejawatnya dokter B dan

dokter C.

Dokter juga perlu untuk memberikan pendapatnya kepada orang tua pasien

mengenai hal penuntutan kepada dokter B dan dokter C, dokter A dapat

menanyakan apakah ibu korban yakin bahwa fraktur klavikula pada bayi ibu

tersebut benar terjadi karena kelalaian dokter B dan dokter C, karena bila tidak

yakin tidak menutup kemungkinan ibu korban dapat dituntut kembali oleh dokter B

dan dokter C.

Prinsip non-maleficience

Disini dokter A sebagai seorang dokter anak tentunya tidak terlalu kompeten untuk

menangani kasus fraktur tulang klavikula pada bayi, untuk mengurangi

kemungkinan terjadi tindakan yang dapat merugikan atau melukai pasien

sebaiknya dokter A merujuk pasien ke rumah sakit yang memiliki dokter bedah

tulang yang lebih kompeten di bandingkan dirinya.

Prinsip autonomi

Prinsip otonomi disini tidak dapat dilakukan kepada pasien, karena pasien masih

berusia 10 hari dan belum dapat mengambil keputusannya sendiri, oleh sebab itu

yang dimintai keputusan oleh dokter A adalah ibu atau orang tua korban.

Dokter tentunya harus menjelaskan mengenai fraktur tulang klavikula yang terjadi

pada anaknya, apa tujuan pemeriksaan radiologi yang dilakukan, tindakan-tindakan

7Etika Profesi Kedokteran

Page 8: Etika Profesi Kedok Blok 30

medis apa yang akan dilakukan pada pasien, dan meminta persetujuan orang tua

korban setelah menjelaskan informasi-infromasi yang jelas mengenai setiap

tindakan kepada orang tua pasien.

Prinsip justice

Dalam kasus ini bila pasien adalah orang yang tidak mampu dokter juga harus

memberikan pelayanan kesehatan sebaik-sebaiknya sama seperti bila ia

menghadapi pasien yang mampu secara ekonomi, dokter juga tidak boleh

membeda-bedakan pasien, semua pasien harus dipandang sama oleh seorang

dokter tanpa memandang status sosial, rasa tau latar belakang pasien.

HUBUNGAN DOKTER-PASIEN

Jenis hubungan dokter –pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi

kedokteran,sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan

batasan atau rambu-rambu hubungan tersebut.Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di

dalam prinsip-prinsip moral profesi,yaitu autonomy (menghormati hak-hak

pasien),beneficence (berorientasi kepada kebaikan pasien),non maleficence ( tidak

mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien) dan justice ( meniadakan

diskriminasi)nyang disebut sebagai prinsip utama ;dan veracity (kebenaran=truthfull

information),fidelity (kesetiaan),privacy,dan confidentiality (menjaga kerahasiaan) sebagai

prinsip turunannya.4

Pada awalnya hubungan antara dokter pasien adalah hubungan yang bersifat

paternalistic,dengan prinsip moral utama adalah beneficence.Sifat hubungan paternalistiuk

ini kemudian dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien,dan dianggap tidak sesuai

dengan perkembangan moral (orang barat ) saat ini,sehingga berkembanglah teori

hubungan kontraktual.Konsep ini muncul dengan merujuk kepada teoori social contract di

bidang politik.Vetch mengatakan bahwa dokter dan pasien adalah pihak-pihak yang

bebas,yang meskipun memiliki perbedaan kapasitas dalam membuat keputusan,tetapi

saling menghargai.Dokter akan mengembanm tanggungjawab atas segala keputusan

teknis,sedangkan pasien tetap memgang kendali keputusan penting,terutama yang terkait

dengan nilai moral dan gaya hidup pasien.hubungan kontrak mengharuskan terjadinya

pertukaran informasi dan negosiasi sebelum terjadinya kesepatan,namun juga memberikan

peluang kepada pasien untuk menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter.

Hubungan kontrak semacam ini harus dijaga dengan peraturan perundang-undangan dan

8Etika Profesi Kedokteran

Page 9: Etika Profesi Kedok Blok 30

mengacu kepada suatu standar atau benchmark tertentu.Oleh karena itu sejak sebelum

Masehi telah ada Code of Hammurabi yang mengancam dengan pidana bagi dokter yang

karena salahnya telah mengakibatkan cedera atau matinya pasiennya,dan Code of Hittites

yang mewajibkan dokter untuk membayar rugi kepada pasiennya yang telah terbukti

dirugikan karena kesalahnnya /kelalaiannya1,4.

Dengan menganngap bahwa teori kontrak telah terlalu menyederhanakan nilai

hubungan dokter dengan pasien,maka Smith dan Newton (1984) lebih memilih hubungan

yang berdasar atas virtue sebagai hubungan yang paling cocok bagi hubungan dokter

pasien .Hubungan kontrak mereduksi hubungan dokter-pasien menjadi “peraturan” dan

“kewajiban” saja,sehingga seorang dokter dianggap baik bila ia telah melakukan

kewajiban dan peraturan.Hubungan kontrak tidak lagi mengindahkan

empathy,compassion,perhatian,keramahan,kemanusiaan,sikap saling mempercayai,itikad

baik,dll yang merupakan bagian dari virtue-based ethics (etika berdasar nilai

kebajikan/keutamaan).Pada hubungan dokter-pasien yang virtue based dirumuskan bahwa

hubungan itu bertumbuh dan berkembang sedemikian rupa sehingga tidak ada satupun

ketentuan yang ditentukan pada permulaan dapat menentukan masa depan.Baik dokter

maupun pasien harus tetap berdialog untuk menjaga berjalannya komunikasi dalam rangka

mencapai tujuan bersama,yaitu kesejahteraan pasien.tentu saja komunikasi yang baik

tersebut membutuhkan prinsip-prinsip moral diatas,termasuk informed consent yang

berasal dari prinsip autonomy.

Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) terdiri dari 4 kewajiban, yaitu kewajiban

umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban

terhadap diri sendiri. KODEKI diatur dalam S.K.P.B. IDI No: 221/PB/A.4/04/2002,

adalah:4

Kewajiban Umum

- Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.

- Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai

dengan standar profesi yang tertinggi.

- Pasal 3

9Etika Profesi Kedokteran

Page 10: Etika Profesi Kedok Blok 30

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.

- Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji

diri.

- Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis

maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah

memperoleh persetujuan pasien.

- Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan

menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji

kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

- Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.

- Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya,

disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat

manusia.

- Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

- Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan

hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

10Etika Profesi Kedokteran

Page 11: Etika Profesi Kedok Blok 30

- Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.

- Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan

kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan

kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif),

baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi

masyarakat yang sebenar-benarnya.

- Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

- Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,

ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam

penyakit tersebut.

- Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa

dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan

atau dalam masalah lainnya.

- Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

- Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

11Etika Profesi Kedokteran

Page 12: Etika Profesi Kedok Blok 30

- Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

- Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

- Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan

baik.

- Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/kesehatan.

Dengan tersusunnya Kode Etik Kedokteran ini berserta dengan prinsip-prinsip

moral dasar dan teori etik klinik, diharapkan dokter-dokter dapat memberikan

pelayanan yang terbaik. Dalam hal seorang dokter melanggar etika kedokteran (tanpa

melanggar norma hukum), maka ia dapat dipanggil dan disidang oleh Majelis

Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban.5

HUBUNGAN KESEJAWATAN

Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdapat 4 kewajiban

seorang dokter dalam menjalani profesinya dan salah satunya itu adalah mengenai

kewajiban terhadap teman sejawat. Pasal-pasal dalam KODEKI yang mengatur mengenai

kewajiban terhadap teman sejawat adalah sebagai berikut: 5

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.

Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak

tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin

diperlakukan.

12Etika Profesi Kedokteran

Page 13: Etika Profesi Kedok Blok 30

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Hubungan dokter dengan teman sejawatnya telah tertuang dalam KODEKI pasal 14

dan 15, yaitu:5

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis

Rekam Medis 5

makin dipahami bahwa peran rekam medis tidak terbatas pada asumsi yang dikemukakan

diatas, tetapi jauh lebih luas. Oleh karena itu, para tenaga kesehatan masa kini harus

memahami dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan rekam medis.

Dalam Undang-undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengatur tentang rekam

medis secara khusus, secara implisit Undang-undang ini jelas membutuhkan adanya rekam

medis yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan kedokteran/kesehatan

yangberkualitas.

Kewajiban dokter untruk membuat rekam medis dalam pelayanan kesehatan dipertegas

dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46:

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib

membuat rekam medis

(2) Rekam medissebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah

pasien selesai menerimapelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus

dibubuhi nama, waktu, dan tandatangan petugas yang memberikan pelayanan atau

tindakan.

Selanjutnya dalam pasal 79 diingatkan tentang sanksi hukum yang cukup berat, yaitu

denda paling banyak Rp.50.000.000,- bila dokter terbukti sengaja tidak membuat rekam

medis.

Dalam Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis, disebut

pengertian RM adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

13Etika Profesi Kedokteran

Page 14: Etika Profesi Kedok Blok 30

pemeriksaan,pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana

pelayanan kesehatan3,5.

Isi Rekam medis

Di rumah sakit didapat dua jenis RM, yaitu:

- RM untuk pasien rawat jalan

- RM untuk pasien rawat inap,untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat

darurat, RM memiliki informasi pasien, antara lain:

a. identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)

b. Riwayat penyakit (anamnesis) tentang : keluhan utama, riwayat sekarang, riwayat

penyakit yang pernah diderita,riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin

diturunkan

c. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,

scanning,MRI, dan lain lain.

d. Diagnosis dan/atau diagnosis banding.

Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan

yangberwenang.Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat

dalam rawat jalan, dengan tambahan :

Persetujuan tindakan medic

Catatan konsultasi

Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

Resume akhir dan evaluasi pengobatan.Secara umum kegunaan RM adalah:

1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut

ambilbagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien. Dengan

membaca RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam merawat

pasien (misalnya, pada pasien rawat bersama atau dalam konsultasi) dapat

mengetahui penyakit,perkembangan penyakit, terapi yang diberikan, dan lain-lain

tanpa harus berjumpa satusama lain. Ini tentu merupa-kan sarana komunikasi yang

efisien.

2. Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan

kepada pasien. Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter

ditulis agarrencana pengobatan dan perawatan dapat dilaksanakan.

3. Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan

pengobatanselama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit. Bila suatu waktu

14Etika Profesi Kedokteran

Page 15: Etika Profesi Kedok Blok 30

diperlukan bukti bahwa pasien pernah dirawat atau jenis pelayanan yang diberikan

serta perkembangan penyakit selama dirawat, tentu data dari RM dapat

mengungkapkan dengan jelas.

4. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan

kepadapasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan tercermin dari catatan

yang ditulis ataudata yang didapati dalam RM. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai

bahan studi ataupun evaluasi dari pelayanan yang diberikan.

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan

tenaga kesehatan lainnya. Bila timbul permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada

dokter maupun rumah sakit, data dan keterangan yang diambil dari RM tentu dapat

diterima semua pihak. Di sinilah akan terungkap aspek hukum dari RM tersebut.

Bila catatan dan data terisi lengkap, RM akan menolong semua yang terlibat.

Sebaliknya, bila catatan yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong pasti akan

merugikan dokter dan rumahsakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa

bukti tertulis, pasti sulit dipercaya.

6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian

dan pendidikan. Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapat

diper-gunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, RM di

rumah sakit pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan

untuk bahan penelitian.

7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.

Bilapasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat RM,

dan segala biaya yang harus dibayar pasien/keluarga dapat ditentukan.

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan

pertanggungjawaban dan laporan.Data dan infomasi yang didapat dari RM sebagai

bahan dokumentasi, bila diperlukan dapat digunakan sebagai dasar untuk

pertanggungjawaban atau laporan kepada pihak yangmemerlukan masa mendatang

DAMPAK PENUNTUTAN HUKUM 6, 7

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik profesi, disiplin profesi dan aspek

hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti

pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Sebenarnya

banyak kasus penuntutan hukum kepada dokter yang diduga melakukan kelalaian medic.

Apabila penuntutan dilakukan sesuai dengan proporsinya dapat diharapkan berperan

15Etika Profesi Kedokteran

Page 16: Etika Profesi Kedok Blok 30

dalam upaya menjaga mutu pelayanan kedokteran kepada masyarakat. Namun disisi lain,

penuntutan sendiri dapat menyebabkan banyak dampak negative juga.6

Norma etik profesi disiplin profesi dan hukum pidana memang berada dalam satu

garis, dengan etik profesi di satu ujung dan hukum pidana di ujung lainnya. Disiplin

profesi terletak diantaranya dan kadang membaur dari ujung ke ujung. Bahkan di dalam

praktek kedokteran, aspek etik profesi dan/atau disiplin profesi seringkali tidak dapat

dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik profesi yang telah

diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai –

nilai etika. Aspek etik profesi yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar

profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik profesi seseorang dokter yang diadukan

tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku diiplin profesinya. Etik profesi yang

memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin

profesi yang bersifat administratif.

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa

melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan

Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin

profesinya). Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,

profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis

profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di

kalangan kedokteran. MKEK dalam perjalanannya telah diperkuat dengan landasan

hukum yang diatur dalam UU No.18 tahun 2002 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga

yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No.29/2004, akan menjadi majelis yang

menyidangkan dugaan/pelanggaran disiplin profesi kedokteran. MKDKI bertujuan

menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran.

Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin pofesi”, yaitu permasalahan yang timbul

akibat dari pelanggaran seseorang professional atas peraturan internal profesinya, yang

menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (professional) dengan

pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya

menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut

kepada MKEK,6.

16Etika Profesi Kedokteran

Page 17: Etika Profesi Kedok Blok 30

Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan

gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda.

Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI,sedangkan gugatan

perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan

umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat

diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa dipengadilan tanpa adanya keharusan saling

berhubungan diantara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK

belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.

Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota)

bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai

penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian

sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian

tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang

lazim.

Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh:

Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidativ), langsung dari pihak-pihak

terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di

bidangnya yang dibutuhkan.

Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah /

brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat

Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan Rumah Sakit tempat kejadian, bukti

hubungan dokter dengan Rumah Sakit, hospital by laws SOP dan SPM setempat,

rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada

hukum pidana ataupun perdata. Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya,

membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di

masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan

pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya.

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat

dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk

permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian

17Etika Profesi Kedokteran

Page 18: Etika Profesi Kedok Blok 30

ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang

jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat

untuk sepaham dengan putusan MKEK. Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan

oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang

bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan

setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan

telah menjalankan putusan,6.

Gugatan yang tidak dibatasi terutama kerugian immaterial akan cenderung mengakibatkan

semakin rumitnya lingkaran setan pelayanan dokter dengan biaya yang tinggi. Demikian

pula biaya gugatan ganti rugi melalui persidangan, pengacara dan success fee. Oleh karena

itu World Medical Association menganjurkan kepada IDI untuk mencari jalan inovatif

dalam menyelesaikan masalah tuntutan ganti rugi seperti lebih memilih penyelesaian

melalui arbitrase daripada mellalui pengadilan. Penuntutan juga mengakibatkan tekanan

psikologi bagi para dokter yang diduga melakukan kelalaian medis. Meskipun pembayaran

ganti rugi dilakukan dengan menggunakan uang pertanggung jawaban asuransi profesi,

namun peristiwa penuntutan tersebut sudah mengakibatkan kegelisahan, depresi, perasaan

bersalah dan kehilangan rasa percaya diri dokter, karena nama baik dan reputasi dokter

yang bermasalah tersebut dapat tercemar. Para dokter yang pernah mengalami penuntutan

akan menderita litigation stress syndrome dengan derajat yang bervariasi.6

Pemberian sanksi disiplin oleh MKDKI dan MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi

disiplin, antara lain:

Pemberian peringatan tertulis.

Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi.

Selain pemberian sanksi disiplin dan etik, dokter yang telah melakukan kelalaian medis

akan diberikan sanksi perdata dan pidana yang diputuskan melalui pengadilan umum. Hal

ini diatur dalam undang-undang, antara lain:

Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata

18Etika Profesi Kedokteran

Page 19: Etika Profesi Kedok Blok 30

Setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang

hati-hatiannya.

Pasal 1367 KUH Perdata

Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-

orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang

berada di bawah pengawasannya.

Pasal 54 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ayat (1):

Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan

tenaga kesehatan.

Pasal 1370 KUH Perdata

Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya

seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban

yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak

menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan

kedua belah pihak, serta menurut keadaan.

Pasal 1371 KUH Perdata

Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena

kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-

biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka

atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan

kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan. 6,7

Pasal 1372 KUH Perdata

Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian

kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

Pasal 359 KUHP

Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP

1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain

mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

19Etika Profesi Kedokteran

Page 20: Etika Profesi Kedok Blok 30

2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-

luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama

enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 361 KUHP

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu

jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah

dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan

kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.6 ,7

SOLUSI

Dalam kasus ini, langkah yang harus ditempuh oleh dokter A adalah harus sesuai

dan berdasar pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), dimana selain menghargai

dan melayani pasien dengan sebaiknya, juga menjaga hubungan yang baik dengan rekan

sejawatnya. Dokter A dalam menghadapi pasien dan sejawatnya dilandaskan pada etika

kedokteran sbb:

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.

Setiap dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis

yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih

saying dan penghormatan atas martabat manusia

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.

Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak

tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien5, 6.

Dalam kasus ini tindakan kita sebagai dokter A sebaiknya adalah

- membantu orang tua pasien untuk membuktikan apakah terjadinya fraktur

klavikula pada bayi tersebut atau tidak, serta membantu mengetahui kapan kira-

kira fraktur itu terjadi. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui mengenai proses

penyembuhan tulang panjang dalam kasus ini adalah klavikula pada bayi

20Etika Profesi Kedokteran

Page 21: Etika Profesi Kedok Blok 30

- membantu ibu pasien untuk menentukan tindakan medis apa yang dapat dilakukan

oleh ibu pasien

- Dokter A tidak boleh menjatuhkan rekan sejawatnya dengan menyatakan bahwa

memang terjadi tindakan kelalaian medis disini, hal tersebut bukan merupakan hal

dari seorang dokter.

Dalam kasus ini juga perlu di ingat bahwa pasien bayi ini merupakan pasien dokter B dan

dokter C yang merupakan rekan sejawat kita, kita perlu memberi tahukan kepada dokter C

mengenai kejadian tersebut karena terdapat peraturan yang mengatur mengenai bagaimana

berhubungan dengan rekan sejawat yang tercantum dalam pasal 15 ”Setiap dokter tidak

boleh mengambil alih pasen dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau

berdasarkan prosedur yang etis”.

- Dokter A juga perlu menerangkan kepada ibu pasien mengenai pasal 26 Undang-

undang no. 36 / 2009 tentang kesehatan yang berbunyi “Dalam hal tenaga

kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian

tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.

Artinya, dokter A dan pasien tidak boleh langsung menuntut dokter B dan C dengan

tuduhan kelalaian maupun malpraktik. Dokter A harus terlebih dahulu mengadakan

komunikasi dengan dokter B dan C mengenai kondisi pasien mereka, melakukan

pencocokan rekam medis dan informed consent.

- dokter tidak boleh melarang ibu korban bila berkeinginan untuk menuntut dokter B

dan dokter C bila ibu korban merasa dirugikan atas perasaan dirugikannya akibat

kelalaian medis yang dituduhkan ibu korban kepada dokter B dan dokter C, dokter

A tidak mempunyai hak untuk melarang ibu korban.

PENUTUP

KESIMPULAN

Kelalaian medis mungkin diakibatkan karena ketidakmampuan dokter untuk

mendiagnosa kondisi medis, kegagalan untuk memperingatkan pasien tentang risiko yang

mungkin selama jenis pengobatan tertentu, kelalaian dokter selama perawatan atau

diagnosis, kegagalan untuk mendapatkan persetujuan yang diperlukan dari pasien atau

anggota keluarganya selama pengobatan, pengobatan kesalahan dan penundaan sementara

merujuk ke spesialis yang berkaitan dengan keadaan pasien.

21Etika Profesi Kedokteran

Page 22: Etika Profesi Kedok Blok 30

Semua kasus klinis dianggap kelalaian cedera pribadi di bawah hukum. Meskipun,

kelalaian klinis adalah bidang studi khusus di bawah hukum cedera pribadi karena

melibatkan kelalaian profesional yang memerlukan prinsip-prinsip hukum yang berbeda

dan aturan prosedur. Namun, mencari kompensasi dalam hal klaim atas kelalaian medis

bukanlah sederhana dan kerumitan prosedur bebas. Klaim dapat menguntungkan secara

finansial hanya ketika penderita mampu membuktikan bahwa ia memang menerima

perawatan kesehatan di bawah standar dibandingkan dengan perawatan kesehatan

profesional yang kompeten di bidang yang relevan kedokteran. Kita perlu juga

membuktikan di depan hukum bahwa ia telah menderita kerugian sebagai akibat dari

kelalaian medis.

Daftar Pustaka

1. Sampurna B. Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar

bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Departemen Forensik dan

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.h.30-2.

2. FK UI. Persetujuan tindakan medic. Dalam : peraturan perundang-undangan

bidang kedokteran. Edisi 1, cetakan ke-2. Jakarta: Bagian Kedokteran forensic FK

UI.1994.h 20-23

3. Sampurna B. Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Dalam :

Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum.

Jakarta: Departemen Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2010.h.49-51.

22Etika Profesi Kedokteran

Page 23: Etika Profesi Kedok Blok 30

4. Hanafiah M.Jusuf, Amir Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:

EGC.2008

5. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakkan Kedua. Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994

6. Achadiat CM. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta: EGC.2006

7. Kode etik kedokteran Indonesia. Modul Emergency Medicine II. Jakarta:

UKRIDA; 2011

23Etika Profesi Kedokteran