BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya adalah melalui pajak. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang terus berkembang dan meningkat (UU RI No. 7, 1983). Penerimaan negara yang semakin meningkat ini mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, berkeadilan dan dapat menciptakan kepastian hukum yang transparan (UU RI No. 36, 2008). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 merupakan pedoman yang mengatur sistem perpajakan yang stabil dan memberikan kepastian hukum terhadap warga negara indonesia sehingga mampu meningkatkan penerimaan dan memaksimalkan pembangunan nasional. Pembangunan nasional, yang tercermin dalam rencana pembangunan jangka panjang bertujuan unutuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilakasanakan tersebut, sebagaimana di Negara yang sedang berkembang (developing countries) lainnya, mengalami pasang surut dalam Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro | Ekonomi Publik II 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh
kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan dana
untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Usaha untuk
mencapai tujuan tersebut salah satunya adalah melalui pajak. Pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan negara yang terus berkembang dan meningkat (UU RI No. 7, 1983).
Penerimaan negara yang semakin meningkat ini mewujudkan sistem perpajakan yang netral,
sederhana, stabil, berkeadilan dan dapat menciptakan kepastian hukum yang transparan (UU
RI No. 36, 2008).
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983, Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2008 merupakan pedoman yang mengatur sistem perpajakan yang stabil dan
memberikan kepastian hukum terhadap warga negara indonesia sehingga mampu
meningkatkan penerimaan dan memaksimalkan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional, yang tercermin dalam rencana pembangunan jangka panjang
bertujuan unutuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilakasanakan
tersebut, sebagaimana di Negara yang sedang berkembang (developing countries) lainnya,
mengalami pasang surut dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan harus
diselenggarakan secara berkelanjutan dan terencana dalam segala bidang.
Pajak juga merupakan sumber penerimaan pendapatan yang dapat memberikan
peranan dan sumbangan yang berarti melalui penyediaan sumber dana bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya keras untuk
memaksimalkan penerimaan di sektor pajak, yang bersumber dari pusat dan daerah. Bukan
hanya penghasilan yang dikenakan pajak tetapi dapat juga barang bergerak atau barang tidak
bergerak. Pengenaan pajak terhadap barang bergerak misalnya adalah kendaraan bermotor
sedangkan barang tidak bergerak, adalah bumi dan bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak yang
penerimaanya dapat dioptimalkan dan cukup potensial untuk ditingkatkan mengingat objek
dari Pajak Bumi dan Bangunan itu sendiri adalah meliputi seluruh Bumi dan Bangunan yang
berada diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
| Ekonomi Publik II 1
Pentingnya pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan telah ditetapkan dalam
berbagai peraturan pemerintah dimana dalam Neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara telah ditentukan penerimaan Negara dalam pembangunan. Penerimaan dalam negeri
terdiri atas pernerimaan dari minyak bumi dan gas alam serta penerimaan yang berasal dari
pajak. Salah satu jenis pajak yang pemungutannya menjadi wewenang pemerintah daerah
adalah Pajak Bumi dan Bangunan, dengan wajib pajak adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Wajib Pajak Badan, dengan kewajiban pembayaran Pajak hanya 1 (satu) kali dalam setahun.
Sehubungan dengan peralihan kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah membawa konsekuensi bagi
masing-masing daerah untuk dapat menggali semua potensi Pajak Bumi dan Bangunan yang
ada didaerahnya agar realisasi penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya.
Pajak Bumi dan Bangunan juga merupakan pajak pusat yang sebagian besar
penerimaannya diserahkan kepada daerah. Pembagian penerimaannya PBB untuk masing-
masing pemerintah adalah 10% untuk Pemerintah Pusat, 9% untuk Biaya Pemungutan, 16,2%
untuk Pemerintah Propinsi, dan 64,8% untuk Pemerintah Kabupaten/Kota (Harjosumitri,
1995). Melihat alokasi yang demikian, PBB menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraannya pemerintah dan pembangunan daerah yang cukup dominan bagi daerah.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional, kinerja perekonomian
pemerintah pusat tidak terlepas dari peran daerah Kabupaten/Kota. Misalnya, perekonomian
Provinsi Kalimantan Barat yang tidak terlepas dari peran daerah Kota Singkawang.
Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan ekonomi yang
dilakukan Pemerintah Kota Singkawang adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang
tercermin dari pertumbuhan PDRB per kapita. PDRB per kapita diperoleh dari hasil bagi
antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah
(PDRB) dengan jumlah penduduk.
Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah penduduk berpengaruh terhadap nilai
PDRB per kapita. Sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada potensi
sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kantor Kota Singkawang, PDRB
perkapita Kota Singkawang Atas Dasar Harga Berlaku selalu mengalami peningkatan, dari
| Ekonomi Publik II 2
tahun 2009 dengan nilai PDRB sebesar Rp. 12.183.081,74,- hingga tahun 2011 mencapai
Rp. 14.859.742,87,-. Peningkatan tersebut seirama dengan penigkatan PDRB Perkapita
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dari tahun ke tahun. Di tahun 2009 PDRB Perkapita
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Singkawang sebesar Rp. 6.379.528,02 mencapai
Rp. 6.863.454,07,- di tahun 2011. Besar nilai PDRB tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1.1
PDRB Perkapita Kota singkawang
Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000
Tahun 2009 – 2011
No TahunPDRB Perkapita
Laju PertumbuhanHarga Berlaku Harga Konstan 2000
1 2009 12.183.081,74 6.379.528,02 4,88 %
2 2010 13.510.301,57 6.597.002,01 5,54 %
3 2011 14.859.742,87 6.863.454,07 6,46 %
Dari tabel diatas juga diperoleh informasi mengenai nilai laju pertubuhan ekonomi
kota Singkawang dari tahun 2009 sampai 2011 yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Di tahun 2009 laju pertumbuhan diketahui sebesar 4,88%, kemudian meningkat di tahun
2010 sebesar 5,54%, dan kembali meningkat sebesar 6,46% di tahun 2011.
Idealnya dalam suatu APBD jumlah pendapatan lebih besar dari pada jumlah
belanja, minimal jumlah pendapatan dan belanja sama besarnya. Tetapi dalam APBD
Kota Singkawang Tahun Anggaran 2011 kebutuhan belanja masih lebih besar dari pada
pendapatan yang diterima dimana jumlah pendapatan Rp. 488.221.392.455,43 sedangkan
jumlah belanja sebesar Rp.491.203.921.326,-.
PAD khususnya pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber
penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan pembangunan di suatu daerah. Jumlah
penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh
banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen
tersebut.
| Ekonomi Publik II 3
Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kota Singkawang, diolah 2013
Karena pajak merupakan sumber penerimaan yang signifikan dan merupakan
| Ekonomi Publik II 4
sumber penerimaan yang terbesar di kota Singkawang, maka berikut ini akan ditampilkan Tabel Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota
Singkawang Berdasarkan Jenis Tahun 2009 sampai 2011.
Tabel 1.2
Penerimaan Pajak Daerah Kota Singkawang Berdasarkan JenisTahun 2009 - 2001
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh
persen) yang berlaku secara menyelruh terhadap objek pajak sejenis apapun diseluruh
wilayah Indonesia, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pajak berganda. Tarif ini
mencerminakan wujud keserdehanaan, kemudahan pelaksanaan oleh aparatur perpajakan
fiskus.
Dasar Pengenaan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3)
KMK-523/KMK.04/1998)
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun
untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual
objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam
menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta
memperhatikan asas self assessment.
Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan
kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998).
Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual
Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai
dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dasar Penghitungan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).
Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment
value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen).
Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
Contoh :
| Ekonomi Publik II 12
Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak
misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 =
Rp200.000,00
( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994).
Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan
pada rumus dibawah ini:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak
(NJOPKP)
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP
Sanksi PBB
XXXXX
XXXXX (-)
XXXXX
XXXXX
XXXXX
Pihak-pihak yang berkaitan dengan PBB (Pejabat atau Aparatur Pajak, Wajib Pajak
maupun pihak lain) yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi berupa sanksi
administrasi maupun sanksi pidana. Pejabat yang dalam jabatannya bertugas langsung dengan
objek pajak , terdiri dari Camat sebagai pembuat akta tanah wajib; menyampaikan laporan
bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan objek pajak secara tertulis kepada
Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi objek pajak; memberikan
keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak. Pejabat yang ada
hubungannya dengan objek pajak (kepala kelurahan atau kepala desa, pejabat dinas
pengawasan bangunan, pejabat agraria, pejabat balai hata peningglan, pejabat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Direktorat jenderal Pajak), wajib memberikan keterangan
yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.
Bagi pejabat yang tidak memnuhi kewajiban seperti disebutakan diatas dapat
dikenakan sanksi menurut pertauran perundang-undangan yang berlaku. Secara khusus,
apabila pejabat yang bersangkutan tidak memperlihatkan atau tidak menyampaikan dokumen
| Ekonomi Publik II 13
yang diperlukan dan tidak menunjukka data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan, dapat dipidana selama-lamanya 1 (satu) tahun atau setinggi-tinginya Rp.
2.000.00,- (dua juta rupiah).
Rencana Penerimaan PBB
Rencana penerimaan PBB adalah penerimaan yang diharapkan akan dicapai dalam
satu tahun anggaran yang ditetapkan oleh kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak melalui
seksi Penetapan pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB).
Rencana penerimaan atau target penerimaan PBB ini digunakan sebagai dasar untuk
merealisasikan penerimaan PBB serta sebagai bahan acuan dalam pengambilan keputusan
bagi penatausaha penerimaan PBB.
Dasar untuk menetapkan target penerimaan PBB setiap tahun adalah:
a. Realisasi penerimaan PBB tahun sebelumnya
b. SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Direktorat Jendral Keuangan dan
Kementrian dalam negeri.
Realisasi penerimaan PB adalah jumlah bersih penerimaan dari hasil penatausahaan
sub seksi tatausaha penerimaan dan retitusi kantor pelayanan PBB. Realisasi penerimaan,
merupakan hasil akhir penerimaan PBB yang terdiri dari pokok pajak tahun berjalan dan
tunggakan pajak tahun sebelumnya yang nantinya akan dibagikan kepada yang berhak.
| Ekonomi Publik II 14
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu kepada penelitian sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jurnal yang menjadi acuan dalam penelitian ini.
Tabel 2.1Ringkasan Penelitian Terdahulu
Tahun Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Penerbit
2011 Kurniawaty FitriEfektifitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Di Kota Pekanbaru
untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penerimaan PBB dan mengetahui daerah di Pekanbaru yang belum dapat mencapai target penerimaan PBB setiap tahunnya
Universitas Riau
2007 Radite Ardya W
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Ungaran
untuk mengtahui mekanisme pembayaran PBB, mengetahui target dan realisasi PBB di KP PBB Ungaran, menegtahui perkiraan penrimaan PBB di KP PBB Ungaran pada tahun yang akan datang.
Universitas Unika Soegijapranata
2013Kharisma Wanta Tarigan
Analisis Efektifitas dan Kontribusi PBB Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Kota Manado
untutk memepelajari, menganalisa, menyimpulkan penerimaan PBB, untuk mengetahui kontribusi PBB terhadap penerimaan pajak dari tahun 2008-2011
Univrsitas Sam Ratulangi
| Ekonomi Publik II 15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
3.1.1 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku-buku
literatur, diktat-diktat kuliah, majalah-majalah, jurnal-jurnal, buku-buku yang
berhubungan dengan pokok penelitian, surat kabar dan membaca dan mempelajari
arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang terdapat di instansi terkait. Untuk
melengkapi paparan hasil penelitian juga digunakan rujukan dan referensi dari
bank data lain yang relevan, misal dari jurnal, laporan hasi penelitian terdahulu,
serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk bahan atau
data yang relevan, akurat reliable yang hendak kita teliti. Oleh karena itu perlu
diguunakan metode pengumpulan data yang baik dan cocok. Dalam penelitian ini
digunakan metode pengumpulan data berupa :
3.2.1 Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan metode studi pustaka yaitu mengadakan
survei terhadap data yang telah ada dan menggali teori-teori yang telah
berkembang dalam bidang ilmu yang terkait.
| Ekonomi Publik II 16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kota Singkawang adalah sebuah kota (kotamadya) di Kalimantan Barat, Indonesia.
Awalnya Singkawang merupakan sebuah desa bagian dari wilayah kesultanan Sambas, Desa
Singkawang sebagai tempat singgah para pedagang dan penambang emas dari Monterado.
Para penambang dan pedagang yang kebanyakan berasal dari negeri China, sebelum mereka
menuju Monterado terlebih dahulu beristirahat di Singkawang, sedangkan para penambang
emas di Monterado yang sudah lama sering beristirahat di Singkawang untuk melepas
kepenatannya dan Singkawang juga sebagai tempat transit pengangkutan hasil tambang emas
(serbuk emas). Waktu itu, mereka (orang Tionghoa) menyebut Singkawang dengan kata San
Keuw Jong (Bahasa Hakka), mereka berasumsi dari sisi geografis bahwa Singkawang yang
berbatasan langsung dengan laut Natuna serta terdapat pengunungan dan sungai, dimana
airnya mengalir dari pegunungan melalui sungai sampai ke muara laut. Melihat
perkembangan Singkawang yang dinilai oleh mereka yang cukup menjanjikan, sehingga
antara penambang tersebut beralih profesi ada yang menjadi petani dan pedagang di
Singkawang yang pada akhirnya para penambang tersebut tinggal dan menetap di
Singkawang.
Kota Singkawang semula merupakan bagian dan ibukota dari wilayah Kabupaten
Sambas (UU Nomor 27 Tahun 1959) dengan status Kecamatan Singkawang dan pada tahun
1981 kota ini menjadi Kota Administratif Singkawang (PP Nomor 49 Tahun 1981). Tujuan
pembentukan Kota Administratif Singkawang adalah untuk meningkatkan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan secara berhasil guna dan berdaya guna dan merupakan sarana
utama bagi pembinaan wilayah serta merupakan unsur pendorong yang kuat bagi usaha
peningkatan laju pembangunan. Selain pusat pemerintahan Kota Administratif Singkawang
ibukota Sambas juga berkedudukan di Kota Singkawang.
Secara geografis Kota Singkawang terletak pada 0°44'55,85”- 01°01'21,51” Lintang
Utara dan 108°51'47,6”- 109°10'19” Bujur Timur. Adapun batas-batas administrasi
Singkawang adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Raya Kepulauan