Top Banner
128

Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

Aug 31, 2014

Download

Education

Ibnu Azis

Ebook Travelling with Creativity kerjasama antara Twitalk, Indonesia Kreatif, dan Kementerian Perdagangan Indonesia.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]
Page 2: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

TRAVELLING WITH CREATIVITY

Pembina

Mari Elka PangestuTim Pengarah

Hesti Indah Kresnarini, Marthin, Dony EdwardPenanggung Jawab

Cokorda Dewi

KoordinaTor

Pungkas Riandika

Tim Penulis & ediTing

Ibnu Azis, Iswara N. Raditya, Oryza AditamaTim riseT

Panca Ardiansyah, Hanna Herlina, Tessi Fathia Adamalih bahasa

Hanna Herlina

desain samPul & ilusTrasi

Rasefour, Silencer8desain isi & TaTa leTaK

Iswara N. Raditya

KonTribuTor

Twitalk Inc, Indonesia Kreatif

Twitalk Incwww.twitalk.co.id

@twitalkID

Indonesia Kreatifwww.indonesiakreatif.net

@idkreatif

Kementerian Perdagangan Republik Indonesiawww.kemendag.go.id

Page 3: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

PENGANTAR

Kemampuan mencipta bukan bakat yang hanya dimi­liki oleh beberapa orang saja. Setiap manusia telah diberi kemampuan untuk berinovasi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Bila kreativitas adalah keahlian yang bisa dilatih, maka setiap orang punya kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri.

Buku ini bercerita tentang empat sosok yang telah me­nempuh perjalanan panjang hingga titik produktif dan kini terus aktif mengembangkan karya­karya mereka di ber bagai saluran dan bidang baru. Prosesnya tidak pernah mudah dan rumusnya pun tidak pernah sama.

Namun, ada yang menarik saat kita mengenal Adhi­tia Sofyan, Aulia Halimatussadiah (Ollie Salsabeela), Enda Nasution, dan Leonard Theosabrata lebih akrab lagi. Mere­ka mempunyai pola yang sama sebagai creativepreneur. Keempat sosok ini gemar bepergian, baik untuk ber libur, bekerja, atau menuntut ilmu. Dari sana, mereka pu lang ke Indonesia dan menciptakan berbagai hal baru yang saat ini bisa kita nikmati karyanya, kapanpun itu. Proses pen­carian inilah yang melahirkan ide baru melalui jaringan dan pemikiran baru yang mereka bina selama bepergian.

Mempelajari hikmah dari kisah mereka ternyata tidak mudah karena membutuhkan interaksi untuk memahami sudut pandang yang mendasari kisah suksesnya. Bidang kreatif yang mereka geluti adalah ranah multipersepsi yang takkan pernah habis diulas hikmahnya. Memasuki sudut pandang keempat sosok ini untuk memahami bahwa kreativitas bukanlah posisi atau jabatan, melainkan state of mind.

Mari bepergian, lalu biarkan kreativitas mengantar kita.

Page 4: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]
Page 5: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

MUSISI KAMAR Sinar Tenar Sang

Page 6: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

6

“Saya menulis dan merekam musik di kamar saya dan

memberikannya untuk semua orang secara gratis di internet.

Sama sekali tidak ada pen-dapatan dari itu. Saya suka

menulis musik dan membagi-kannya untuk semua orang

tanpa beban apapun.”

Musik menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepas­kan dari keseharian Adithia Sofyan, meskipun barangkali baru sebatas hobi dan bukan se­bagai pilihan jalan hidup. Ia memang pernah

berupaya merintis karir dari jalur musik, tapi ternyata saat itu Tuhan belum memberi izin. Walaupun begitu, gairah bermusik tidak pernah hilang dari detak nadi kehidupan Adithia Sofyan. Ia terus mencipta rangkaian nada sederha­na meskipun itu dilakoninya sembari meringkuk di dalam kamar dan sesekali dinyanyikan saat di kamar mandi.

Bagi Adithia, kamar ibarat ruang mimpi sekaligus bi­lik studio sebagai tempat di mana ia mengejawantahkan semua yang diperolehnya. “Kamar sering diartikan seba­gai tempat untuk beristirahat, melepas penat, dan me ng­urung diri. Tidak demikian halnya bagi saya, kamar bagi saya adalah ruang perenungan dan berkarya,” tutur nya. Dari dalam kamar pula, ia “memasarkan” lagu­lagunya.

adhitia.doc

Page 7: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

7

Berbekal gitar, seperangkat alat rekam sederhana, kom puter lipat yang tersambung dengan internet, dan pe rabotan pendukung lainnya, Adithia mulai dikenal se­ba gai musisi berkarakter. Julukan musisi kamar pun lan tas lekat pada dirinya. Namun, ia menegaskan bahwa mu sisi kamar bukanlah suatu profesi, apalagi dijadikan sa lah satu jenis aliran musik. “Saya dikenal sebagai musisi ka mar tidur hanya karena saya bermain musik di kamar ti dur saja,” jelasnya.

Proses kreatif yang dilakoni Adithia Sofyan menda­pat respon positif dari publik. Lagu­lagu ciptaannya, yang dibagikan gratis lewat internet, memperoleh sambut an me riah. Alhasil, Adithia terancam kondang berkat apresi­asi dari para penikmat musiknya. Namanya pun beranjak seja­jar dengan para musisi Indonesia yang memang meng adu nasib di jalur nada. Tak jarang Adithia tampil se panggung dengan para musisi itu. Berbagai penghargaan musik pun sukses diraihnya. Boleh jadi, Adithia Sof yan ada lah salah satu musisi pertama di Indonesia yang meniti karir profe­sional dari dalam kamar, dan itu berha sil!

“Kamar bagi saya adalah ruang perenungan dan

berkarya.”

adhitia.doc

Page 8: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

8

MUSISI INDEPENDEN tanpa tendensi

Semua bermula dari ke rin duannya menulis la gu. Pada medio ta hun 2007 itu, Adithia Sof yan me ngumpulkan kemba li per a lat an rekam yang du lu per nah digu na­kan nya. Cu kup lama ia tidak lagi me nyikapi musik

de ngan se rius. Seingat Adithia, terak hir kali ia merekam lagu adalah pada tahun 1999, dan 8 tahun kemudian, ia baru menyen tuh lagi alat­alat itu. Namun, ia sama sekali tidak ingin serius, modal dasar nya hanya gitar bolong dan suara yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

Adithia Sofyan sepenuh nya sadar bahwa ia adalah ti­pi kal manusia rumah an. Oleh sebab itu, ia belum ber pikiran membentuk band dalam menyalur kan ji wa ber musiknya. Sem pat ter lin tas di benak nya un tuk menyewa studio pro­fe si o nal lengkap dengan sound engi ne er berpengalaman,

“Musik adalah karya yang bernada.”

adhitia.doc

Page 9: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

9

akan teta pi ni at itu tidak pernah ia la ku kan. Ia tidak ma u un tuk meninggalkan kenyamanan bersama keluarga ter­cinta di rumahnya yang terletak di Taman Rasuna, Jakarta Selatan. Menurutnya, rekaman di rumah pun ia sudah efektif. “Saya pikir, rekaman di rumah saja bisa mendapat­kan hasil yang cukup listenable,” tutur penyuka kerupuk ini.

“Saya dikenal sebagai musisi kamar tidur hanya

karena saya bermain musik di kamar tidur

saja.”

adhitia.doc

Page 10: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

10

Oleh karena itulah, Adithia Sofyan me­nikmati kehidupan bermusiknya dari dalam rumah, tepatnya dari kamar tidur yang justru berfungsi sebagai laboratorium proses kreatif­nya. Ditemani gitar dan secangkir kopi ha ngat, Adithia Sofyan mulai menjelma menjadi mu­sisi yang patut diperhitungkan. Padahal, ke­tika pertama kali mencipta dan merekam hasil kar yanya, lagu­lagu itu hanya untuk simpanan pribadi atau diberikan kepada teman­teman dekatnya. “Saya tidak punya rencana apa­apa terhadap lagu­lagu ini,” akunya.

Di saat permulaan itu, Adithia Sofyan ber­hasil mencipta 5 lagu. Ia menganggap, apa yang telah ia hasilkan itu hanya sekadar seba­gai proyek hobi. Ia memang pernah punya keinginan menjadi seorang musisi betulan, na mun karena sesuatu dan lain hal, ia meng­endapkan sejenak impiannya itu.

Hingga pada suatu ketika, Adithia mene­rima kiriman album dari Andre Harihandoyo, kawannya yang juga seorang musisi. Adithia

Andre Harihandoyo adalah seorang musisi Indonesia yang ber-sama 4 musisi muda lainnya membentuk grup band The Sonic People pada 2006.

Andre Harihandoyo berperan sebagai gi-taris sekaligus vokalis.Mereka mengusung jenis musik yang menggabungkan country, blues, dan jazz.

Selama kiprahnya, mereka su-dah melawat ke beberapa negara dan telah meng-hasilkan 3 album, yaitu: Room Session (2007), Two Sides For Every Story (2008), dan Good For The Soul (2009).

sonicpeoplemusic.com

Page 11: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

11

sedikit heran karena di dalam album itu hanya terdapat 5 lagu saja. “Kalau cuma 5 lagu sih aku juga punya,” pikir­nya. Album Andre Harihandoyo itu memang berformat mini album atau Extended Play (EP).

Dari situlah Adithia Sofyan mulai terpacu untuk untuk melakukan hal yang sama, meskipun masih sebatas main­main. Malam itu juga, ia merancang desain cover untuk rencana album mininya itu. Lalu, ia menggandakan 5 lagu­nya dan dikemas dalam bentuk kepingan CD. Namun, ia hanya ingin membagikan mini albumnya itu untuk kelu­arga, kawan­kawan dekat, dan rekan­rekan sekantornya saja. Setelah cukup berbagi, masih tersisa CD sebanyak 70 keping yang kemudian disimpan di sebuah ruang gelap yang jarang dijamahnya.

Waktu terus bergulir. Adithia Sofyan mulai tergoda untuk mengirimkan EP­nya ke radio untuk diputar jika memang ternyata layak. Tanpa pikiran aneh­aneh, ia me ngi­rimkan 2 lagunya ke chart NuBuzz di radio Prambors FM.

Chart NuBuzz adalah sebuah program siaran di radio Prambors FM yang menerima lagu-lagu dari siapa saja untuk disiarkan secara on air apabila layak dan terpilih.

adhi

tia.d

oc

Page 12: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

12

Terus terang, apa yang dilakukannya itu hanya sebatas iseng saja, dan ia tidak berharap banyak dari itu. “Siapa yang mau mendengarkan chart indie selain orang yang mengirim demo itu sendiri?” pikirnya.

Tidak disangka, gayung ternyata bersambut, 2 lagu­nya, yakni “Adelaide Sky” dan “Memilihmu”, dikabarkan akan diputar di Prambors. Selain itu, kedua lagu itu akan dipakai untuk Ring Back Tone (RBT). Ia pun sedikit kaget karena Prambors juga menawari sejumlah kontrak sebe­lum lagu­lagunya diperdengarkan di udara.

Di satu sisi, Adithia memang hanya ingin menempat­kan musik sebatas kesukaan dalam kesehariannya saja. Namun, di sisi lain, kesempatan ini adalah peluang bagi­nya untuk merangkak ke lingkup yang lebih luas kendati ia tidak pernah mengharapkan apapun dari situ. Meski­pun sedikit tak yakin, Adithia akhirnya mengiyakan ta­waran menggiurkan dari Prambors itu.

Pertaruhan nasib pun dimulai, lagu Adithia dilempar ke ajang Chart NuBuzz. “Adelaide Sky” start dari posisi ke­8, dan mulai beranjak naik dalam beberapa pekan, dari posisi ke­6, kemudian ke­4. Tidak disangka­sangka, “Adelaide Sky” sukses menduduki posisi puncak. “Senang sekali rasanya! Ternyata Tuhan tidak sepenuhnya menolak rencana bermusik saya!” ujarnya girang.

“Ternyata Tuhan tidak sepenuhnya menolak rencana bermusik saya!”

adhi

tia.d

oc

Page 13: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

13

“Saya berusaha keras untuk tetap humble, lalu ber­pegangan ekstra erat ke kursi, siapa tahu badan tiba­tiba melayang!” tambahnya. Tidak hanya itu, lagu “Memilih­mu” masuk ke dalam album kompilasi NuBuzz 1.1 yang berisi lagu­lagu andalan Chart NuBuzz. Selain lagu karya Adithia Sof yan, lagu milik Sind3ntosca dan Drew juga ter­himpun di album ini.

Karya Adithia yang berkibar di Nubuzz dan juga mela­lui siaran radio lainnya tak pelak menuai apresiasi. Salah satunya adalah lewat jejaring sosial MySpace di mana ba­nyak orang memberikan kata selamat kepada nya. Adithia lantas teringat mini albumnya yang masih tersisa 70 ke­ping itu. “Saya pasang gambar 70 keping EP saya di halaman MySpace. Saya mempersilahkan setiap orang yang berminat untuk meninggalkan alamat mereka untuk saya kirimi EP

“Berbagi gratis ternyata bisa sangat

menyenangkan.”

adhi

tia.d

oc

Page 14: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

14

saya ini,” tuturnya. Hebatnya, ia membagikannya secara gratis, bahkan ongkos kirim pun ditang­gungnya. Kurang dari 2 bulan, mini albumnya laris. “Ternyata bagi­bagi gratis bisa sangat menyenang­kan,” ujarnya bahagia.

Sekali lagi, Adithia Sofyan “terpaksa” terjun ke dunia musik hanya demi kesenangan semata, sama sekali tidak ada kepentingan ekonomi, apalagi bermimpi ingin menjadi pesohor. ”Hanya karena saya suka menulis musik, bukan selalu berarti saya ingin menjadi terkenal,” demikian prinsip yang se­lalu dianut Adithia Sofyan.

adhitia.doc

Page 15: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

15

Nama Adithia Sofyan sebagai musisi kamar yang suka berbagi ternyata sudah terlanjur dikenal. Tanggal 5 April 2008 mungkin menjadi hari yang paling mendebarkan dalam hidup Adithia. Pada hari itu, ia “dipaksa” keluar kamar, diundang tampil live dalam acara Art Fest di salah satu kampus terkemuka di ibukota: Universitas Atmajaya. Terang saja Adithia agak sedikit demam panggung. Ter­akhir kali ia tampil bermusik di depan publik adalah pada tahun 2000, dan kini ia harus menghadapi situasi serupa di usia yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi.

“Halo semua, gue Adhitia Sofyan, musisi kamar, agak grogi juga karena hari ini harus main di luar kamar,” sa­panya kepada hadirin di Atmajaya, sedikit gugup. Pada penampilan perdananya di luar kamar itu, Adithia mem­bawakan 4 lagu. Ternyata mereka suka, bahkan me minta lebih. “Sayang, saya cuma benar­benar prepare 4 lagu,” jelas Adithia mengenang saat­saat monumental itu.

”Hanya karena saya suka menulis musik, bukan selalu berarti saya ingin menjadi

terkenal.”

adhitia.doc

Page 16: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

16

Selepas penampilan manisnya di Atmajaya, nama Adi thia semakin terangkat. Pada Agustus 2008, sepucuk pe san masuk ke inbox akun MySpace miliknya. Pesan itu ternyata dari Tyas A. Moein, produser film “Kambing Jan­tan: The Movie”. Tyas menyatakan sangat tertarik dengan lagu “Adelaide Sky” untuk dijadikan salah satu lagu yang akan dimasukkan ke dalam filmnya. “Judul dan liriknya pas sekali dengan isi film ini,” ujar Tyas dalam pesannya. Adithia serasa mendapat durian runtuh. Salah satu lagu­nya akan ikut ambil bagian dalam film yang diperankan langsung oleh Raditya Dika itu.

“Kambing Jantan: The Movie” adalah film

Indonesia yang diang-kat dari blog dan novel Raditya Dika. Film yang

dirilis pada 5 Maret 2009 dan disutradarai oleh Rudi Soedjarwo ini menampil-kan Raditya Dika sebagai

pemeran utama.adhi

tia.d

oc

Page 17: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

17

Sebenarnya, di waktu yang hampir bersamaan, Adithia sedang berusaha menyusun full album perdananya. Pihak NuBuzz pernah tertarik untuk memproduksi lagu­lagunya dalam format full album. Untuk mengisi komposisi album ini, ada 6 lagu baru yang akan digabungkan dengan 5 lagu yang telah diciptakannya sebelumnya. Ketika materi album sudah siap, ternyata NuBuzz, yang saat itu baru saja melepaskan diri dari Prambors, belum siap membuat full album. “Sebetulnya saya hanya menggantungkan ke NuBuzz untuk urusan full album ini,” keluhnya.

Kendati demikian, Adithia memutuskan untuk jalan terus. Di bawah produksi sendiri, album perdana bertajuk Quiet Down: Bedroom Recordings Vol. 1 berhasil dilun­curkan. Hebat nya lagi, proses pembuatan album itu dilaku­kannya sendiri, dari menciptakan lagu, rekaman, mende­sain sampul album, hingga memasarkan albumnya. Selain disebarkan gratis via internet, Quiet Down juga tersedia di toko­toko kaset dalam bentuk CD.

“Quiet Down

adalah pintu

masuk saya kem-

bali ke musik.”

adhitia.doc

Page 18: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

18

“Quiet Down adalah musik untuk santai atau istirahat,” komentar Adithia. Ia memang lebih nyaman bekerja pada malam hari ketika suasana tenang. “Jika dalam kondisi tenang, kita mungkin akan mendengar atau mendapat sesuatu dengan lebih jelas,” tutur Adithia. Quiet Down kian menegaskan identitasnya sebagai musisi. Ia mulai ber­gairah lagi untuk melanjutkan mimpi yang sempat diku­burnya dalam­dalam. “Album ini adalah pintu masuk saya kembali ke musik,” tegasnya.

Sinyal tenar Quiet Down ternyata terpancar sampai ke Jepang. Album ini dipasarkan secara resmi di Jepang oleh sebuah label indie bernama Production Dessinee. Seorang penikmat musik dari Jepang, Horiuchi Takashi, memberi apresiasi terhadap lagu­lagu Adithia Sofyan.

“Sudah lama saya tak pernah menyimak album akus­tik senikmat ini,” tutur Takashi lewat tulisannya. “Saya telah berprasangka buruk terhadap Indonesia. Saya tidak menge nal Adhitia Sofyan secara detil, tapi saya pernah dengar bahwa album (Quiet Down) ini direkam di kamar­nya, memadukan gitar dan nyanyian, menghasilkan am­bi ence yang merilekskan, hangat menenangkan persis seper ti matahari, apalagi bila didengarkan oleh orang sakit yang sedang beristirahat di atas tempat tidur rumah sakit.”

adhitia.doc

Page 19: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

19

Respon publik terha ­dap album pertamanya yang meng gembirakan memacu Adithia kem­bali masuk ka mar untuk meng garap album lagi. Kali ini bersa ma la bel De ­majors, Adi thia me rilis al bum keduanya: For get Yo ur Plans, Bedroom Re cor ­dings Vol. 2.

Sedikit berbeda de­ngan album sebelumnya yang hampir semua la­gu nya bercerita tentang relationship, tema untuk

lagu­lagu di album kedua ini sedikit lebih beragam, ada yang berbicara tentang kota, kematian, dan tentu saja soal percintaan.

Selain itu, atas saran seorang teman dari Demajors yang menilai lagu­lagu di Quiet Down terlalu seragam, maka di Forget Your Plans Adithia menambahkan beberapa ornamen alat musik seperti pianika, kulintang, xilophone, electric guitar, dan strings, agar album ini men­jadi sedikit lebih riuh. Untuk distribusi, Adithia juga membuat album dalam bentuk fisik (CD) supaya lebih resmi, selain tentu saja tetap kon­sisten menyediakan lagu­lagunya diunduh tan­pa bayar di internet.

Sejak peluncuran Quiet Down hingga For­get Your Plans, Adithia sudah banyak tampil di panggung, baik on air maupun off air di berba­gai tempat di Indonesia. Tidak jarang ia tampil sepanggung, atau paling tidak di acara yang sama, dengan para musisi nasional.

Pada 20 Agustus 2010, Adithia mendapat kehormat an untuk ambil bagian dalam acara Harmoni di SCTV, di mana ia tampil bersama

Harmoni adalah sebuah acara konser musik di Indonesia yang dikemas dalam nuansa orkestra nan megah. Harmoni yang disiarkan stasiun televisi nasional SCTV sejak awal tahun 2010 menjadi perhelatan yang cukup bergengsi karena musiknya diaransemen oleh para komposer kenamaan Indonesia, seperti Andi Rianto dan Purwacaraka.

adhitia.doc/repro

Page 20: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

20

Tantri “Kotak”, Anjie eks “Drive”, Sandy Sandoro, Rossa, Vidi Aldiano, Kikan eks “Cokelat”, Andy “/Rif”, dan para musisi papan atas lainnya.

Selain itu, dalam konser “A Flava As You Like It” yang digelar di 4 kota besar di Indonesia pada pertengahan ta­hun 2011, nama Adithia Sofyan sejajar dengan band atau musisi top Indonesia seperti Naif, Ipang, Mike’s Aparte­ment, Pure Saturday, Ernest “Cokelat”, J­Rocks, dan masih banyak yang lainnya.

Dari kamar pula, Adithia Sofyan bisa melenggang ke Asia. Albumnya yang sudah resmi diedarkan di Jepang mulai merambah ke negara­negara Asia lainnya. Tidak ha­nya itu, ia pun didapuk untuk tampil di Singapura dalam pergelaran akbar Singapore’s Mosaic Music Festival. Adithia, bersama The Trees and The Wild dan Sarasvati, datang dari Indonesia dalam festival musik internasional yang di­langsungkan di esplanaDe-theatres on the Bay pada tanggal 16­17 Maret 2011 itu.

Singapore’s Mosaic Music Festival merupa-kan perhelatan musisi independen tahunan

akbar di Singapura yang mengundang musisi terpilih dari negara-negara Asia lainnya.

Esplanade-Theatres on the Bay adalah pusat kesenian terbesar di Singapura, mencakup

seluruh cabang seni: musik, tari, teater, hingga seni visual, yang fokus pada budaya Asia.

adhitia.doc

Page 21: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

21

Ini adalah kedua kalinya Adithia tampil di panggung megah Esplanade. Sebelum­nya, tanggal 16­18 Juli 2010, ia manggung di tempat yang sama dalam perhelatan mu sik bertajuk Rocking the Region.

Untuk Singapore’s Mosaic Music Festival, Adithia be rang ­kat ke Negeri Singa le bih awal, yakni pada 13 Ma ret 2011. Ia datang cepat kare­na harus berlatih bersama bi duan tu an rumah, Ling Kai, dan Mia Palencia dari Malay­sia, yang direncanakan tam­pil bersa ma nya.

Adithia Sofyan memang akan tampil penuh selama 2 hari. Pada 16 Maret 2011,

ia berduet dengan Ling Kai dan Mia Palencia. Lalu di hari kedua, ia bermain bersama sesama musisi Indonesia, Saras vati, selain tampil solo di atas pentas.

adhitia.doc

Page 22: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

22

Jalur musik “berbe­da” yang diusung Adi ­thia Sofyan membu at­nya untuk melompat le bih ting gi. Ia di gan jar peng hargaan In do ne­sia Cutting Edge Music Awards (ICEMA) 2010. Dua kategori sukses di­reng kuh Adithia, yakni

Favorite Singer­Songwriter dan Favor ite Solo Artist. Raihan ini semakin menegaskan kua litas Adithia di belantika musik Indonesia.

Di ajang iCeMa 2010, terdapat nama­nama beken yang memperoleh penghargaan untuk masing­masing ka­te gori. Sebut saja Maliq N D’Essential, Superman is Dead, Efek Rumah Kaca, The Sigit, Jiung, Barry Likumahuwa, Goodnight Electric, Gugun and Blues Shelter, Killing Me Inside, J Flow, DJ Riri Mestika, Tompi, Shaggy Dog, PAS Band, hingga sang legenda Fariz RM yang memperoleh Lifetime Achivement.

Begitulah, cita­cita tertunda Adithia Sofyan untuk menjadi seorang musisi sejati mulai terwujud. Namanya pun sejajar dengan sederet jagoan musik Indonesia. Adi­thia pantas berbang ga hati karena ia dinilai mam pu berbareng ber­ge rak bersama para mu­sisi kelas wahid Indone­sia. Dari ruang mimpi di sudut kamarnya, Adithia Sof yan menapak karir mu sik menuju ja lan yang ter ancam te rang.

ICEMA meru-pakan ajang

penghargaan pertama di Indonesia

kepada para musisi yang konsisten di

jalur non-mainstream.

ICEMA diberi-kan untuk-

mereka yang bersemangat

pembaha-ruan dengan

bentuk-bentuk ekspresi baru.

adhi

tia.d

oc

lemahsinyal.blogspot.com

Page 23: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

23

MIMPIMEMBANGKITKAN

YANG TERKUBUR

“Saya memang pernah berencana menjadikan musik sebagai pilihan hidup saya, tapi saya rasa rencana

itu sudah ditolak Tuhan.”

Pada suatu malam, Adithia kecil diajak orangtua­nya untuk makan bersama di sebuah kafe di Solo. Kebe tulan, malam itu sedang ada sajian live music di kafe tersebut. Kelompok musik yang tampil ada­

lah sebuah band top 40. Saat hendak menikmati hidangan yang tersedia, tiba­tiba Adithia terhenyak. Grup band itu mulai beraksi dengan memainkan salah satu hits Michael Jackson, raja musik pop yang memang sedang kondang di awal dekade 1990­an itu.

>>>

adhitia.doc

Page 24: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

24

Adithia terkesima saat mendengar cabikan gitar yang memainkan intro tembang Black or White. Ia terbengong dan berdecak kagum melihat permainan sang gitaris itu. Tanpa disadari, detik­detik itulah yang menjadi momen pencerahan bagi Adithia Sofyan, bahwa ia telah jatuh cinta kepada makhluk cantik nan merdu yang bernama gitar. Ia bertekad untuk lebih mengenal gitar lebih dekat. Sebenarnya ia sudah punya alat musik petik itu di rumah. Namun, selama ini, gitar itu hanya dimainkan sekenanya saja, atau paling tidak untuk action semata. Di depan cer­min, ia sering bergaya bak gitaris handal, menimang gitar tanpa irama sambil mendengarkan lagu­lagu kesukaan­nya.

Mulanya, Adithia memang tidak begitu antusias me­nyambut kehadiran gitar pemberian ibundanya itu. Bukan karena tak suka, melainkan karena ia sendiri bingung bagaimana cara memainkan perangkat musik genjreng tersebut. Alih­alih memetik senar gitar dan menghasilkan irama lagu sederhana, untuk sekadar menyelaraskan nada­nada saja ia masih kesulitan karena jari­jari mungilnya sama sekali belum terlatih.

adhitia.doc

Page 25: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

25

Namun, malam di kafe itu mengubah semuanya dan benar­benar menjadi malam yang istimewa bagi Adithia. Gitar yang dimainkan oleh sang gitaris yang tampil malam itu berbeda dengan gitar miliknya. “Itu elektrik gitar, de ngan suara distorsinya yang heboh, dimainkan live di depan mata dan telinga saya!” seru Adithia mengenang apa yang dirasakannya di malam bersejarah itu.

Raungan gitar yang membahana karena terhubung dengan arus listrik itu seolah­olah menyengat kesadaran­nya, bahwa sepertinya ia telah menemukan tujuan hidup yang sesungguhnya. Tanpa pikir panjang, ia berkata man­tap kepada sang ibunda, “Mama, aku ingin les gitar elek­trik!”

“Saya tidak bisa men-jelaskan apa artinya

gitar buat saya. Gitar adalah saya!”

adhitia.doc

Page 26: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

26

Sepekan setelah malam itu, Adithia Sofyan langsung ikut kur sus gitar di Yayasan Musik In do nesia di Solo. Na­mun, ia tidak lama belajar di tempat les itu. “Setelah se­tahun, saya me rasa sudah cukup ilmu, se ti dak nya buat genjrang­genjreng di ka mar sendiri,” ujarnya.

Permainan gitar Adi thia memang terkesan na tu ral dan apa adanya. Ia ti dak memaksakan diri untuk mema­hami sesuatu yang me mang di luar jangkauannya. Bahkan, Adi thia sendiri mengakui bah wa tidak se mua chord da lam lagu­lagu nya yang benar­benar dime ngerti oleh nya.

Ketika banyak di antara pe nikmat musiknya yang me­minta chord gitar lagu­lagu nya, dija wab nya dengan jujur bahwa ia sendiri tidak tahu na ma chord­chord itu. Ia me re ka­reka sendiri seperti apa bunyi nya, asal terdengar nya man di telinga.

“Saya selalu membiarkan jari­jari saya menelusuri neck gitar dan membentuk formasi­for ma si seenak saya saja. Bentuk­bentuk chord yang cocok di ku ping lalu sering saya mainkan, sampai akhirnya saya terbiasa dengannya,” aku­nya polos.

“Menulis musik itu seperti

menulis buku harian...”

adhitia.doc

Page 27: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

27

Begitu pula dengan cara Adi­thia dalam menulis lirik. Natural dan apa adanya, mengalir begitu saja. Baginya, menulis musik ibarat menulis buku harian di mana ia harus menjaga serpihan emosi dan menyimpannya baik­baik di dalam hati. “Seperti menulis diary, tidak ada yang mengatur, tidak ada yang bilang jelek, bagus, salah, dan se­bagainya,” katanya. Ia tidak per ­nah menghafal lirik lagu yang te lah ditulisnya. Menurutnya, lirik la gu beda dengan rumus kimia. “Ja ngan dihafal, dibiasakan biar kenal dan dinikmati,” pesannya.

Bahkan tak sekadar itu, menu­rut Adithia, menulis musik ada lah hal yang sangat pribadi dan ter­kadang hampir seperti sesuatu yang spiritual. “Musik adalah kar ya yang bernada,” demikian de fi ni si musik menuru Adithia. Ia me nu lis musik hanya menuruti mood. Ia mengaku tidak menggantungkan in sipirasi dari manapun. Musik datang semaunya, ia tinggal mene­

rima yang datang itu.

Adithia pu nya mo dal ber harga, yakni bah wa ia sa ngat men cintai gi­tar. Ya, Adi thia ada lah seorang satria bergitar, dan ia pu nya ala san je­las mengenai itu. “Gi tar akus tik adalah kenda­raan paling sim ple un tuk membuat lagu, ter de­ngar lebih spontan, ju­jur, dan apa adanya,” jelas nya.

adhitia.doc

adhitia.doc

Page 28: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

28

Adithia men­cintai gitar, bah­kan tan pa ia ta hu penyebabnya. “Sa ya tidak bisa men jelaskan apa artinya gitar bu­at saya. Gitar adalah saya!” ka tanya lu gas.

Tidak bisa dipungkiri, kecintaannya pada gitar bermuasal dari “malam pencerahan” yang terjadi di kafe saat ia remaja dulu. Sejak itulah, Adithia menetapkan cita­citanya: ia ingin menjadi musisi, Apalagi menyanyi adalah salah satu hobinya sejak kecil di mana ia sudah senang bersenandung sambil mendengarkan lagu­lagu yang diputar di radio.

Terkadang, Adhit kecil iseng­iseng merekam suaranya sendiri dengan tape recorder. Saat itu, ia paling suka menyanyikan lagu­lagu milik Bon Jovi, atau tembang­tembang musisi Indonesia yang sedang populer kala itu, Ikang Fawzi atau Farid Harja misalnya. Ru­mah orangtuanya yang berlokasi di Perumahan Fajar Indah Solo pun tidak pernah sepi dari tingkah polah Adhit kecil yang enerjik.

Adithia Sofyan tumbuh dan dibesarkan di Surakarta, Jawa Tengah, meskipun ia bukan anak asli Solo. Adithia dilahirkan di titik sen­trum Tanah Sunda, yaitu di Bandung, pada 6 November 1977. Ia dan keluarga pindah ke Solo pada tahun 1981, atau ketika usianya

adhitia.doc

Page 29: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

29

masih 4 tahun. Adithia sangat beruntung karena ia meng­alami masa­masa kecil yang indah dan membahagiakan. Ia punya banyak teman sepermainan di solo. Ia pun cukup dekat dengan ayahnya, dan terutama dengan ibundanya.

Ia menikmati masa kecil sekaligus usia mudanya di pusat peradaban Jawa itu sejak usia Taman Kanak­kanak hingga SMA. Adithia bersekolah di TK Taman Putra Solo, lalu di SD Negeri Bromantakan 56 Solo. Saat menginjak remaja, ia menempuh pendidikan menengah pertama di

SMP Negeri 1 Solo sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni di SMA Negeri 4 Solo.

Masa studi di SMA Negeri 4 Solo ternyata tidak ia habiskan. Di tahun ketiga, ia pindah sekolah ke Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam inilah naluri bermusiknya semakin menguat, ia ingin mewujudkan cita­citanya seba­gai musisi. Tahun 1996, atau ketika usianya menginjak 19 tahun, ia mencoba peruntungan dengan mendaftarkan diri ke sekolah musik Berklee College of Music di Boston.

mahdimuhammad.doc

Page 30: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

30

Sayang, ia gagal diterima menjadi siswa di sana karena pengetahuan musiknya dinilai belum memenuhi syarat.

Adithia sedikit terpukul menerima kenyata­an itu, ia ke Amerika memang bertujuan untuk serius di bidang musik. “Memang saya pernah berencana menjadikan musik sebagai pilihan hidup, tapi saya rasa rencana itu sudah ditolak Tuhan,” kenangnya mengingat peristiwa di Bos­ton. Namun ia tetap lapang dada.

Kelak, keikhlasan dan kesabarannya akan membuahkan hasil. Kuburan impiannya ternya­ta masih bisa dibangkitkan. “Saya merasa di­ingatkan, kalau mau bermusik tidak perlu harus lewat Berklee College. Oleh Tuhan, saya diminta menunggu sampai tahun 2007 di mana saya bisa membuat lagu yang tidak memalukan, cukup baik, dan layak dengar,” ungkapnya.

“Saya merasa diingatkan, kalau

mau bermusik tidak perlu harus lewat

Berklee College.”

Berklee College of musiC adalah sebuah sekolah tinggi musik terkemuka di Boston, Amerika Serikat, yang didirikan oleh Lawrence Berk pada lebih dari setengah abad yang lampau.

nisamakm

ur.doc

Page 31: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

31

Adithia menyadari bahwa karakter bermusiknya sela­ma ini memang tidak berlandaskan rumus­rumus teori. Ia lebih suka langsung praktek daripada harus mempela­jari tetek bengek teori. Ia mengaku tidak pernah terpaku pada chord. “Mainkan saja apa yang terdengar,” begitu resepnya. Saat kursus di Yayasan Musik Indonesia di Solo, misalnya, ia sudah “menolak” hal­hal yang berbau teori. Maka tidak heran jika permainan gitar Adithia tidak me­ngandung chord­chord yang justru bisa memusingkan.

Definisi kreativitas bagi Adithia adalah kebiasaan, jadi tidak usah terlalu pusing menjaga kreativitas itu. “Kalau sudah menjadi kebiasaan tidak usah dijaga, sudah nature­nya,” ungkap penyuka nasi rawon dan nasi liwet ini. Play by ear, demikian Adithia menyebut metode bermusiknya. Pemahaman seperti ini masih dianutnya hingga sekarang, dan pada akhirnya memang membuahkan hasil positif kendati ia harus menunggu cukup lama dan nyaris meng­ubur mimpinya untuk berkecimpung di belantika musik.

Terpental dari ujian masuk di Berklee College of Music di Boston membuat Adithia Sofyan sejenak mengalihkan kon sentrasinya ke ranah desain grafis. Adhitia memutuskan

>>>

“Mainkan saja apa yang terdengar...”

adhitia.doc

Page 32: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

32

menyeberang ke Australia untuk menempuh studi di KvB Institute of Technology North Sydney dan mengambil ju­rusan Graphic Design and Multimedia. Setelah lulus tahun 1999, ia langsung pulang kampung ke Solo.

Di Kota Bengawan, gairah bermusiknya kembali mun­cul. Bersama sejumlah karibnya, Adhitia membentuk band dan sering diundang ke acara­acara kampus. Tak hanya itu, ia dan kawan­kawan juga membuat demo album yang disebarkan ke berbagai stasiun radio di Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Bandung. Karya mereka mendapat respon positif. Tawaran manggung pun semakin banyak.

Di tengah kesenangannya menikmati hidup sebagai musisi, ternyata Adithia dihadapkan pada pilihan lain: ia mendapat panggilan ke Jakarta untuk bekerja sebagai de­sainer grafis. Pada November 2000, ia memutuskan untuk melangkah ke seberang menuju ibukota dan bergabung dengan perusahaan Matari Advertising. Jauh­jauh sekolah desain hingga ke Negeri Kanguru ternyata tidak sia­sia. Tidak sampai 2 tahun bergelut di ranah desain grafis, ia sudah mencapai level Junior Art Director.

priya

diim

annu

rcah

yo.d

oc

adhi

tia.d

oc

Page 33: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

33

Pada pertengahan tahun 2002, Adithia mundur dari Matari untuk menimba lebih banyak pengalaman lain. Se­lama 6 bulan, ia menetap di Singapura untuk mengikuti portfolio course di Singapore Institute of Advertising dan selesai akhir tahun itu juga. Ia juga mendapat kesempatan untuk magang di biro iklan Lowe Singapore.

Sebenarnya Adithia ingin mencoba bekerja di Singa­pura, “... namun ternyata bekal saya dari Matari belum cukup untuk menaklukkan negeri jiran yang satu ini,” ungkapnya. Kebetulan, di waktu yang sama, ia menda­pat tawaran dari biro iklan JWT di Jakarta untuk menjadi Art Director. Maka, pada Januari 2003, ia pun kembali ke Jakarta. Segera setelah itu, Adithia menikahi perempuan yang dicintainya, Iim Fahima Jachja.

Selama di JWT, Adithia menorehkan pres­tasi gemilang. Nyaris tiap tahun ia m era ih crea­tive award, seperti Citra Pa ri wa ra atau ADOI Awards, yang di an tara nya diraih berkat kerja tim. Ia bertahan di JWT hingga mencapai po­sisi sebagai Senior Art Direc tor dan mundur pada September 2005, “Saya meninggalkan hiruk­pikuk panggung periklanan nasional dan hijrah ke industri online advertising,” tuturnya.

adhi

tia.d

oc

dd.doc

Page 34: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

34

Bersama sang istri, ia kemudian mendirikan biro kon­sultan online marketing bernama Virus CoMMuniCations. Pe­ker jaan Adithia sebenarnya masih sama dengan semasa di dunia iklan, yakni membuat ide­ide kreatif untuk kampa­nye iklan klien, “Namun, ada satu hal fundamental yang sangat berbeda: medan tempur saya adalah internet,” ka­tanya.

Begitulah, internet menjadi pegangan baru Adithia dalam perjalanan karirnya hingga saat ini. Berkat inter­net pula ia dapat kembali menemukan atensinya di jalur musik yang sempat terlupakan. Kini, setelah secara me­nyerahkan kepada sang istri untuk mengendalikan bisnis mereka, Adithia bisa lebih berkonsentrasi untuk mem­bangkitkan mimpinya yang terkubur meskipun tujuan yang dikejarnya bukanlah soal materi atau ketenaran se­mata. Atas nama cinta, Adithia Sofyan kembali ke dunia musik, dunia yang selalu ada di dalam hari dan hatinya.

Virus Communications adalah biro kon-sultan di bidang online marketing yang kemudian menjadi divisi baru di perusa-haan yang sudah mapan sebelumnya, Virtual Consulting, yang digawangi oleh Nukman Lutfie.

virtual.co.id

Page 35: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

35

“Mena ngis di depan Ka’bah

serasa membuat saya kembali ke

umur 3 tahun. (Saya pernah) me-

rengek di pang-kuan ibu karena

sakit sewaktu terjatuh, atau

karena rindu saja pada ibu kenapa

beliau lama sekali pulang dari kan-

tor, sementara ibu ha nya tersenyum sambil mengelus-

elus punggung saya.”

Kebiasaan Adithia Sofyan sedari kecil yang doyan berdendang lan­tang se pertinya tidak luput dari perhatian sang ibunda. Sang ma­

ma tentunya punya alasan me ngapa mem ­berikan gitar untuk anak tercinta nya, saat Adhit ma sih berusia 14 tahun.

Mengapa gitar? Meng apa bukan alat musik atau jenis barang lainnya? Tidak perlu dijawab, karena bagaimanapun juga, seorang ibu adalah orang yang pa­ling mengerti tentang anaknya. Berkat naluri jitu ibunda, Adithia menjadi manu­sia yang suka bermusik, dan kini dikenal sebagai sosok musisi unik yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Bukan tidak mungkin Adithia menempatkan sang ibunda sebagai so sok terhebat dalam hidupnya. Pelukan sang ibunda ibarat ruang yang me nya mankan bagi Adithia. Saat bibirnya mengaduh karena terjatuh dan ter luka semasa kecil, misalnya, ia akan menangis sem­bari menahan rasa sakit di pangkuan sang ibunda. Sementara sang ibu dengan senyum sabar berusaha memberikan ketenangan sambil mengelus­elus punggung mu ngilnya. Saking sayangnya kepada sang ibunda, Adithia mengaku tidak pernah malu mengumbar air mata ke­tika ia merasa sang ibunda lama sekali pulang dari tempat kerja se­masa ia masih bocah dulu.

adhitia.doc

BUKAN siapapun, hanya IBUNDA

Page 36: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

36

Orangtua Adithia demokratis, mereka tidak membebaninya dengan bermacam tuntutan. Selama berjalan di arah yang benar, ibu dan ayah Adithia enggan tu­rut campur meskipun kewajiban orangtua untuk membimbing dan mengingatkan tidak pernah ditinggalkan.

Jalan menuju masa depan diserahkan sepenuhnya kepada sang anak. Terbukti,

jalur hidup yang dipilih Adithia bukan jalan umum yang dilewati banyak orang, bukan bidang­bidang yang biasanya dikehendaki, bahkan tak jarang dipaksakan, oleh kebanyakan orangtua kepa­da anak­anaknya.

Dunia seni bukan sektor yang “menjanjikan” bagi sebagian besar orang. Namun, Adithia dengan sadar memilih jalur khusus yang tidak biasa ini. Seni musik dan desain yang dipilih Adithia untuk kendaraan hidupnya tidak menjadi persoalan berarti bagi orangtuanya. Dan, Adithia berhasil membuktikan bahwa apa yang dipilihnya bukan suatu kesalahan meskipun orangtuanya tidak pernah memerlukan pembuktian itu.

Berkat sang ibunda, Adithia mengenal dan mencintai alat musik gitar. Bisa dibilang, Adithia tidak bisa dipisahkan dari ke­beradaan gitar di sisinya, dan itu justru karena sang ibunda yang selalu mengingatkannya. “Setiap kali saya akan meninggalkan rumah selama beberapa hari bersama teman, ibu saya selalu ber­tanya: Apa kamu yakin tidak membawa gitar?” ujar pemilik gitar berjenis Cole Clark FL2A, Larrivee OM3R, dan Guild GAD50 ini.

Bukan hanya bakat musik saja yang di­cermati sang mama. Adithia kecil juga ge­mar menggambar. Memang dua hal itu lah yang menjadi pilihan hidup Adi thia: me­nyanyi dan menggambar. Maka tidak he ran, sang ibunda justru bangga saat Adithia berkelana hingga ke Amerika untuk bela­jar musik dan ke Australia demi memper­dalam kemampuan desain grafisnya.

Kebebasan berpikir dan keleluasaan

adhitia.doc/repro

Page 37: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

37

bergerak yang diberikan oleh orangtuanya membentuk karakter serta kepribadian Adithia saat dewasa. Ia menjadi manusia yang alami, apa adanya namun sangat kompetitif dan efektif dalam memaksimalkan apa yang diperolehnya. Adithia adalah sosok yang tidak pelit untuk berbagi, ia justru merasa bahagia apabila bisa membuat orang lain merasakan kegembiraan.

Adithia juga tak ambil pusing atas penilaian orang terhadapnya. Yang terpenting, ia sudah bekerja maksimal dengan kualitas yang tetap terjaga. Mau dibilang apapun, ia menyerahkan sepenuhnya ke­pada khalayak, termasuk penilaian orang terhadap lagu­lagu yang dibuatnya “Saya menulis lagu murni karena kecintaan pada musik. Pendengar dari lagu yang saya tulis adalah saya sendiri untuk saya dengarkan, nikmati, lalu senyum­senyum sendiri,” kelakarnya.

Musik adalah bagian dari kebahagiaan dalam hidupnya, tidak dituju­kan untuk kepenti ngan yang bersifat duniawi. “Sa ya bukan berasal dari industri musik, sa ya mem ­buat musik hanya un tuk ke se nangan sen di ri saja,” pa parnya.

“Ada atau tidak orang yang mau men de ngar kan, saya akan te rus me nu lis lagu karena itu mem bu­at sa ya ba hagia dan me­menuhi kebutuh an sa ya untuk berkarya,” imbuh Adhitia.

Lagu­lagu Adhitia adalah murni cip ta annya. Ia sendiri tak pernah tahu bagaimana lagu­lagu itu tercipta, ba gai mana lirik­lirik yang di­anggap syahdu oleh banyak orang itu bi sa terangkai menjadi irama yang ter nyata disukai. Ia hanya menimang gi tar, menjajal dentingan dawainya sembari menyeruput ko pi hangat, dan terciptalah bait­bait lagu se der ha na namun menawan hati. Baginya, inspirasi akan datang begitu saja, namun sering pula ti dak. Saat memetik gitar, lirik­lirik itu akan berseliweran di otak de ngan sendirinya.

adhitia.doc/repro

Page 38: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

38

Meskipun tidak mengkultuskan sosok ter­tentu, namun bukan berarti Adithia tidak memiliki musisi atau band yang menjadi in­fluence dalam lagu­lagunya. Teitur, Iron and Wine, City and Color, The Swell Season, Fionn Regan, Jack Johnson, Bon Jovi, hingga John Mayer, sedikit banyak mempengaruhi warna mu siknya. Bahkan, beberapa orang bilang, petikan gitar Adithia mirip dengan John Mayer. Selain itu, ia juga sempat menyebut Stevie Ray Vaughan dan Kurt Cobain.

Selama ini Adithia memang dikenal seba­gai musisi spesialis pelantun lagu melankolis alias lagu cengeng karena lirik­liriknya yang bernuansa galau. Ia sendiri mengakui itu. “La­gu­lagu saya terbukti membantu orang bisa tidur,” katanya. Namun siapa sangka, aliran musik Adithia di masa mudanya lebih con­dong ke jalur musik metal. Saat masih di Solo, ia mengaku sering mendengarkan dan memainkan lagu­lagu keras milik band­band cadas kelas dunia, sebut saja Sepul tura, Iced Earth, Manowar, Prong, Sevendust, Megadeth, Kreator, dan semacamnya. Ia juga punya band metal lokal favorit, yakni Melancholic Bitch dari Jogja.

Dalam riwayat bermusik Adithia, sempat terselip nama Michael Jackson (MJ). Seperti yang telah disinggung sebelumnya, keterta­rikan Adithia terhadap gitar dimulai ketika ia mendengar desingan gitar yang memainkan intro Black and White yang dipopulerkan oleh MJ. Meskipun bersikeras bahwa ia tidak merasakan ada hubungan yang kuat antara gaya bermusik MJ dan musik yang ia main­kan, namun ia tidak bisa memungkiri bahwa nama besar MJ pernah hadir dalam karir ber­musiknya. “Yang membuat saya ingin bermain gitar bukanlah lagu dari (Eric) Clapton atau Van Halen, melainkan lagunya MJ,” akunya.

adhitia.doc

nisamakmur.doc

Page 39: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

39

Bahkan, saat mendengar kabar wafatnya MJ, Adithia mengaku bersedih, dan ia pun khusus menulis kesan ten­tang MJ di blog pribadinya, AdhitiaSofyan.wordpress.com.

Untuk musisi dalam negeri, Adithia memang tidak per­nah menegaskan secara gamblang, meskipun mengakui bahwa ia dulu suka menikmati lagu­lagu Ikang Fawzi dan Farid Harja yang sangat populer di akhir era 1980­an dan di awal dekade 1990­an itu.

Ada juga yang berpendapat bahwa gaya bermusik Adithia mirip dengan Ebiet G. Ade. Sekali lagi, Adithia tidak secara tegas mengiyakan pendapat itu, namun ia menyebut sosok Ebiet sebagai seorang legend. Dan tam­paknya, Adithia pernah “berbisnis” dengan begawan musik balada Indonesia itu. “Salah satu gitar yang pernah saya punya ada pada beliau sekarang,” paparnya.

Terlepas dari seabrek nama musisi yang secara lang­sung atau tidak pernah hadir dan memberi warna dalam perjalanan musiknya, namun sang ibunda tetaplah men­jadi satu­satunya sosok yang paling berpengaruh baginya.

Jika naluri sang ibunda tidak tepat sasaran, mustahil Adithia tetap konsisten men jaga gairahnya terhadap musik hing ga kini. Jika sang mama ti dak berinisiatif membe­likan gi tar, bukan tidak mungkin ia tak akan pernah jatuh cinta pada mu sik, dan bisa saja minatnya akan beralih ke hal­hal lain seiring dengan proses kehidupannya. Bagi se­orang Adithia Sofyan, ibunda adalah yang utama. Bukan karena siapa­siapa, hanya ibunda saja.

adhitia.doc

Page 40: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

40

Berkarya untuk BERBAGI

“Saya senang berbagi musik saya dengan

orang-orang yang bersedia mendengarkan.”

Dunia internet ada-lah dunia maya. Dunia yang tanpa batas, lintas di-

mensi, ruang dan waktu. Batas-batas “kode etik” yang dipatuhi di alam nya ta barangkali tidak lagi diin-dahkan jika sudah ma suk ke ruang-ruang di gital. Apa pun bisa didapat kan da ri internet

Koridor hukum untuk me ngatur tata kehidupan di negeri internet memang su dah lama dibahas dan mu lai diterapkan. Namun, lagi-lagi itu belum maksi-mal dan efektif, apalagi sam pai “mengancam” ke-a manan seseorang. Jika-pun “ancaman” itu benar adanya, orang tidak akan am bil pusing karena ban-yak rongga di internet un-tuk berkelit dari jerat-jerat hukum itu. adhitia.doc

Page 41: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

41

Apa saja yang sudah dicemplungkan ke dalam labirin tanpa berujung bernama internet, maka bersiap­siaplah itu telah menjadi hak milik bersama. Jika paham caranya, semua orang tanpa terkecuali bisa menikmati apapun yang ditimbun di internet secara cuma­cuma.

Hasil dari proses panjang yang telah ditempuh sa ngat mungkin bisa langsung dilahap habis dengan gratis di meja saji internet. Oleh karena itu, banyak musi­si, penulis, jurnalis, fotografer, peneliti, atau pembuat film yang geram karena hasil jerih payah mereka seolah­olah menjadi “tidak berarti” bila sudah mas­uk ke internet. Hasil karya mereka bisa dibajak, disadap, ditiru, diklaim, ataupun dikomersilkan oleh mereka yang memang belum tahu, atau tidak mau tahu, bahwa di internet pun terdapat eti­ka yang harus ditaati.

Adithia Sofyan tampaknya jeli melihat fenomena itu. Diyakini, gejala massal seperti itu masih akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Apalagi di Indo nesia inter­net belum begitu memasyarakat sampai ke semua lapisan. Apabila internet sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok sebagian besar orang di Indonesia, apa yang akan terjadi? Fenomena pencarian dan pemenuhan kebutuhan secara cuma­cuma pastinya akan kian merajalela. Satu­satunya solusi yang dapat dilakukan adalah mempelajari ilmu ikhlas.

Oleh karena itu, Adithia Sofyan sengaja menggratis­kan karya­karyanya untuk dinikmati oleh semua orang le­wat internet. Malahan, ia sendiri yang menyediakan lagu­lagunya untuk diunduh gratis agar khalayak ramai dapat menikmatinya. Masih sedikit musisi di Indonesia yang mem­punyai “kesadaran” untuk mengikhlaskan karya cip tanya menjadi santapan publik tanpa mengharapkan pam rih berupa materi. Namun, hal itu memang wajar, kare na bagaimanapun juga, proses kreatif seseorang harus di­hargai dan diapresiasi dengan cara­cara yang patut.

adhitia.doc

Page 42: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

42

Beruntung Adithia sedari awal sudah berprinsip bahwa ia tidak meng harapkan apa­apa dari musik, terlebih lagi soal duit. Ia tidak ada kepentingan penuh untuk hidup dari musik. “Saya tidak punya niat untuk menjadi seorang musisi yang serius dan berdedikasi. Saya men dedikasikan hidup saya untuk bersa ma istri dan putri saya,” te gas­nya. Oleh sebab itulah ia tidak ra gu menyebarkan lagu­lagunya via in­ter net dan seluruhnya free. Semua orang boleh mengunduh lagu­lagu­nya tanpa harus membayar.

Menurutnya, berbagi gratis jus­tru mempercepat brand buil ding serta mem permudah lagu­lagu nya terse­

bar dan di bi ca ra kan orang. Se la in itu, kesa­daran untuk berba gi merupakan tren ba ru bagi penikmat mu sik yang nyaris tidak bisa dihindari kare na per­kembangan tek no logi yang sangat cepat.

adhitia.doc/repro

Page 43: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

43

Tidak hanya menyediakan karya ciptanya untuk diun­duh secara gratis, Adithia bahkan mempersilahkan bagi mereka yang ingin memainkan ulang lagu­lagunya, de­ngan catatan, hal itu dilakukan tanpa muatan komersial.

Lagipula, Adithia rasa tidak sendirian dalam hal ber­bagi ini, setidaknya untuk level global karena berbagi kar­ya gratis belum menjadi sebuah kelaziman di Indonesia. Di tataran internasional, banyak musisi yang sudah mela­kukannya. Adithia sendiri merasa bahwa berbagi adalah sesuatu yang menyenangkan. Ia senang bisa berbuat se­suatu yang bermanfaat bagi orang lain. “Sharing is fun, mudah, dan Insya Allah berpahala,” tuturnya.

Alhasil, lagu­lagu Adithia menyebar cepat. Publik me­respon, menulis tentangnya di blog mereka, mencantumkan namanya di berbagai jejaring sosial, bahkan merekomen­dasikan lagunya ke te man­teman mereka. Bagi Adithia, mereka ini justru berjasa karena secara sukarela menyebar­luaskan kar ya­karyanya, dan diakui atau tidak, namanya pun meroket cepat, ia jadi dikenal lebih banyak orang.

Soal hak cipta, untuk saat ini Adithia tidak begitu mem ­persoalkan, karena memang beginilah kondisinya. “Ke­jelasan tentang hak cipta agaknya masih kurang clear di Indonesia. Lagu­lagu yang ada hak ciptanya juga dibajak sini. Apakah ada yang mencegah dan menanggulangi?” ujarnya balik bertanya.

Prinsip tidak pelit berbagi gratis dan penerapan ilmu ikhlas seperti dilakoni Adithia Sofyan tampaknya perlu mulai dibiasakan, di samping juga harus te rus mengupa­yakan tindakan­tindakan untuk menghargai karya cipta. Bukan tidak mungkin tren seperti ini akan tetap kekal se­

lama internet masih dibutuhkan dan selama manusia masih dapat berkelit dari aturan­aturan main di du­nia digital yang masih dicari formula terbaiknya. So, selamat datang di rimba bebas hambatan!

“Orang-orang yang bekerja di dunia kreatif harus bisa mendatangkan ide dalam

kondisi apapun.”

Page 44: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

44

Bertahan di Tempat di Mana

LANGIT RUNTUH

“Still everyday I think about you.I know for a fact that’s not your problem.

But if you change your mind you’ll find me.Hanging on to the place.

Where the big blue sky collapse.”

adhitia.doc

Page 45: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

45

Setelah merasakan pe ng­alaman yang mengesan­kan dalam kehidupan ber musiknya yang sem­

pat mati suri, Adithia Sof yan mu lai berpikir untuk menjadi mu sisi yang ti dak sekadar ama ­tir lagi.

Tetap tanpa tendensi ma­teri dan semata­mata hanya sebagai pelampiasan hasrat mu sikalnya saja, Adithia ber­tekad untuk serius bermusik. Ia memang berusaha profe­sional dalam setiap tanggung jawabnya, dari desain grafis, periklanan konvensional dan marketing online, serta akhir nya kembali ke belantika musik.

“Ada atau tidak ada orang yang mau mende ngarkan, saya akan terus menulis lagu karena itu membuat saya bahagia dan

memenuhi kebutuhan saya untuk berkarya.”

adhitia.doc

adhitia.doc

adhitia.doc

Page 46: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

46

Supaya bisa benar­benar fo kus di dunia musik yang kini dij ala­ninya, Adithia meilmpahkan pe­ngelolaan perusahaannya kepada sang istri. Namun, sebenarnya ia masih tetap berada di situ meski­pun lebih sering di balik layar. Ia sudah terbiasa bekerja di tengah tekanan dengan tetap menjaga standar kualitas.

Baginya, mereka yang memi­lih berkecimpung di dunia kre­atif harus mampu menghasilkan gaga san segar dalam kondisi se­

perti apapun. Begitu pula dengan tanggung jawabnya kini yang boleh dibilang ganda. Ia harus bisa seimbang dan profesional di dua alam yang berbeda, di usaha on­line marketing dan di ranah musik yang tengah digelutinya sekarang ini.

Adithia Sofyan tidak ingin moment kebangkitan ini terbuang sia­sia. Oleh karena itu, ia wajib membawa ker­ja­kerja musikalnya ke tahap yang lebih matang. Semua pe rencanaan, termasuk persoalan yang terkait dengan bisnis dan mitra dalam bermusiknya harus jelas. >>>

“Saya mendedikasikan hidup saya untuk bersama istri dan putri saya.”

adhitia.doc/repro

adhitia.doc

Page 47: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

47

Adhitia berjanji, kebiasaannya berbagi tidak akan per­nah dihilangkan karena dengan itulah ia bisa menjadi se­perti sekarang ini. Ia tidak keberatan bakal “merugi” jika dengan berbagi bisa menyenangkan orang lain. Adithia Sofyan memilih berdiam di tempat di mana ia pernah berteduh. Meskipun ia sempat didera kecewa di tempat itu, ia tetap bertahan di tempat di mana langit runtuh.

nisamakmur benablog

rentalsoundsystem.com

Page 48: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]
Page 49: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

Perempuan HANDAL di Medan DIGITAL

Page 50: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

50

“I have a dream, and i have another dream. Sebuah mimpi

mengantarkan aku ke mimpi yang lain untuk digapai. So,

cita-citaku menjadi saudagar dunia maya.”

Menulis dan teknologi adalah dua hal penting dalam karir dan perjalanan hidup Ollie Salsa­beela. Perempuan kelahiran Yogyakarta yang bernama asli Aulia Halimatussadiah ini tidak

hanya piawai memainkan jemarinya dan merangkai kata­kata. Pengetahuan dan pengalamannya di ranah teknolo­gi dan informasi telah mentasbihkan dirinya sebagai ju­ragan di 6 perusahaan online atau start up dan menjadi penulis belasan buku. Semua ini berhasil digapai Ollie di usia yang relatif masih muda, 28 tahun.

Menulis nyaris menjadi sega la nya buat Ollie. Hampir setiap wak tunya se­lalu dise li ngi dengan ak tivitas menulis. Kendati Ollie su dah cukup sukses di bidang in dustri teknologi informasi, namun ia tetap humble. Ia merasa le­bih nyaman dikenal sebagai se orang penulis dan memang itu lah jiwa se­jati yang sesungguh nya tertanam di dalam dirinya. “Aku adalah seorang penulis ka rena itulah sebenarnya that’s me!” tegasnya.

ollie.doc

Page 51: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

51

“My passion is in book and writing,” ucap Ollie se kali lagi. Ya, Ollie sa ngat gemar menu­lis. Tidak ha nya di media on­line, se mi sal blog, na mun ju ga menulis bu ku. Belas an buku te lah tertulis da ri jemari lin­cahnya.

Ollie termasuk se di kit orang yang beruntung bi sa merasa­kan manisnya blog pada masa itu. Blog per tama Ollie adalah photoBlog yang berisi kegiatan sehari­harinya.

Kecintaan Ollie terha dap buku dan hobi menulisnya merambah ke ja gat ma ya, khus usnya industri tek nologi infor ma si. Berbekal penge­ta hu annya di bidang IT dan ban tuan dari bebe rapa teman de kat, Ollie menggebrak in­dustri perbukuan tanah air de ngan dua amunisi: sebuah online book store yang kemudian dikenal dengan nama Ku­tuKutuBuku.com dan situs online self publi shing yang ia diri­kan bersama seorang ka ribnya pada Oktober 2010 yang diberi nama NulisBuku.com.

“Saya merasa kesulitan untuk belanja di online book store yang ada. Saya sangat cinta buku dan suka belanja banyak buku. Ketika menemukan masalah, sebagai pe­laku industri web saya bertanya pada diri sendiri: Menga­pa tidak dibenahi?” tutur Ollie. Ia sangat ingin membuka toko buku, tetapi ia Ollie tidak punya cukup uang untuk mendirikan toko buku yang besar. Solusinya adalah toko buku online, dan lahirlah KutuKutuBuku.com. Bisa dibilang, ini adalah salah satu toko buku online pertama yang ada di Indonesia pada masa itu.

PHotoBlog adalah berbagi foto melalui media semacam Blog. Ini sedikit berbeda dengan Blog biasa yang umumnya hanya fokus pada teks. PHotoBlogging (tindakan posting foto ke PHotoBlog) mulai marak pada awal tahun 2000-an dengan munculnya moBile Blogging dan CameraPHones.

ollie.doc

Page 52: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

52

Kisah lahirnya NulisBuku.com pun hampir serupa. Peng­a laman pahit karena naskahnya diabaikan penerbit men­jadikan semangat Ollie terbakar untuk meluncurkan on­line self publishing pertama di Asia Tenggara. “Di NulisBuku.com, saya tidak hanya menerbitkan buku impian saya, namun juga mewujudkan mimpi­mimpi penulis lain,” je­las Ollie. “Situs ini adalah layanan gratis untuk online self publishing­print on demand,” tambahnya.

Berpikir selangkah di depan, jeli melihat peluang, dan menyukai tantangan, merupakan syarat­syarat untuk menjadi seorang entrepreneur. Ollie yang sesungguhnya adalah seorang penulis tidak hanya mampu memadukan prinsip­prinsip kewirausahaan ke dalam profesi writerpre­neur, namun ia juga piawai mengawinkan teknologi infor­masi di ruang­ruang menulis dan dunia usaha.

Di Indonesia, sosok perempuan yang bergelut di du­nia teknologi informasi masih sangat sulit dijumpai, dan Ollie salah satu wanita perkasa yang eksis di ranah itu. Ya, Ollie Salsabeela adalah sosok Kartini modern yang mela­koni perjuangan di medan digital.

ollie.doc

Page 53: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

53

“Aku adalah seorang penulis karena itulah

sebenarnya aku!”

Aktivitas menulis Ollie sebenarnya te­lah ia lakukan sejak usia remaja. Ia mulai menulis ketika masih SMP di mana pada saat itu ia gemar menulis

komik. Keahlian menulis Ollie tentunya tidak didapatkan secara instan. Proses yang dijalani­nya memakan waktu yang tidak sebentar, bah­kan bertahun­tahun. Waktu duduk di bangku SMA, Ollie sudah menulis berkali­kali meskipun tulisan­tulisan itu dirasanya belum berkualitas baik. Tapi Ollie terus mencoba hingga ia tahu caranya dan pada akhirnya membuahkan hasil.

BERJIBAKU

denganBUKU

Page 54: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

54

Minat menulis Ollie di jagat online bermula ketika mem baca sebuah blog yang menarik dan menginspirasinya. “Jenis web­site yang isi nya curhat­curhatan orang dan dengan layout yang ba­gus ini se benarnya namanya apa?” ta nya Ollie penuh rasa ingin ta hu.

Ollie mengenal dunia blog ging sejak tahun 2003 saat ia masih me­netap di daerah Depok, de kat Ja­karta. Ollie memakai laya n an blog di in t er net, semacam TextAmerica, Ta bulas, Multiply, Wordpress, Blog ­spot, dan akhirnya menggunakan doma in serta hosting sendiri: Sal­sabeela.com.

Bersama Multiply, Ollie tidak hanya sekadar nge­blog, namun juga memulai bisnis online kecil­kecillan. Multiply adalah salah satu

pioner blogging platform primadona di tanah air. Fiturnya sangat lengkap. Tidak hanya untuk menulis saja (blogging) namun juga sharing photo, video, reviews, guestbook, dan lain se­bagainya.

Dengan memanfaatkan Multiply, Ollie mencoba membuka toko online. Tidak hanya berhasil, toko online Ollie bahkan berhasil mengins pirasi orang lain untuk melakukan hal serupa. Momen inilah yang membuat Penerbit Mediakita memintanya untuk men­ulis buku “Membuat Toko Online dengan Multiply”, terbit tahun 2008. “Buku itu men­jadi buku how to pertama saya dan men jadi buku best seller,” tutur Ollie.

Nama Ollie tidak asing di telinga para konsumen buku. Tercatat lebih dari belasan buku yang telah ditulisnya. Mulai dari buku yang berjenis novel, buku inspirasi, how to atau panduan, motivasi, bahkan kuliner. Khusus untuk novel, ada salah satu novel Ollie yang menarik dan banyak menyita perhatian publik.

ollie.doc

Page 55: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

55

Di novelnya yang berjudul “Je M’appelle Lintang” (2006) kisah roman percintaan Lintang dalam mengejar cintanya hingga ke Paris mengundang decak kagum. Bagaimana bisa seorang Ollie yang be­lum pernah menjamah ibukota Prancis itu mampu melukiskan sua­sana Paris secara detail seolah­olah pernah tinggal lama di sana? “Jawabannya cuma satu: riset!” kata Ollie. Pengalaman menulis novel ini dijadikan Ollie sebagai pemicu dirinya ketika menuliskan buku inspirasi dan motivasi berjudul “Inspirasi.net” (2008).

Kembali ke soal blog. Ollie me ng ­ubah Salsabeela.com, menjadi blog mo tivasi. Ia mengakui, pada awal aktif sebagai blogger, blog ­nya berisi hal­hal yang bersifat pe r sonal dan pengalaman pribadi, laik nya sebu­ah online diary.

Sejak tahun 2007, Ollie beru­saha untuk mengubah mindset ba­gaimana cara nge­blog. “Se ka rang lebih berpikir jika mau nge ­post. Ber ­pikir apa untungnya bu at orang la in dan inginnya bisa m emotivasi dan inspire others,” te kad nya.

Blog Ollie bagai etalase apa yang ada pada dirinya. Pengunjung bisa melihat re kaman keseha ri an, ide­ide, dan bera gam usa ha yang kini sedang ia jalankan.

Atas jerih payah Ollie dalam mengins­pirasi orang lain, Koran Sindo mengganjar Salsabeela.com sebagai Blog of the Week (2009). Tak hanya itu saja, Salsabeela.com juga diulas di salah satu kolom di CHIC Magazine (Desember 2008).

Jauh­jauh hari sebelum belajar IT di Universitas Gunadarma, Ollie telah akrab de ngan teknologi sejak SMA. Ia aktif berinternet sejak tahun 1997. “Awalnya lihat orang bikin Geocities, akhirnya bela­jar sendiri. Waktu SMA, aku pernah bikin website company untuk KalongDesign.com. Setelah itu bikin website untuk guruku dan band sekolah,” tutur Oliie.

ollie.doc

Page 56: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

56

Selepas lulus dari Universitas Gunadarma pada 2004, Ollie berga­bung dengan Plas media­Plexis, sebuah perusahaan IT ter nama berskala nasional di Jakarta. Ollie men jabat sebagai web developer, posisi yang bi sa dibilang sangat nyaman baginya. Ia se nang sekali karena aktivitasnya yang se l ama ini ia lakoni hanya sebatas sebagai ho bi ternyata dihargai dengan cukup baik.

Di Plasmedia inilah awal bertemunya Ollie dengan Angelina An­thony, sosok sen tral lain di balik layar lahirnya KutuKutu Buku.com. Ollie bersama Angelina bak kem bar siam yang susah dipisahkan. Me reka ber­dua bahu­membahu dan saling meng isi di setiap project yang datang. Ada ba nyak kesamaan antara Ollie dan Angeli na. Khususnya dalam hobi mereka: buku. Me reka sama­sama suka membaca buku dan gemar berbelanja buku.

Maka, muncullah gagasan untuk membuat online book store, yang kemudian dinamakan KutuKutuBuku.com. “Ku tunya dua karena ada dua orang pecinta buku di belakangnya,” seloroh Ollie. Pada awal berdi­rinya, KutuKutuBuku.com tidak langsung dapat menggebrak di industri perbukuan. Meskipun gaduh internet telah mewabah di tanah air, na­mun budaya e­comerce masih belum terbiasa untuk diterapkan. Tidak hanya bagi calon konsumen, tapi juga untuk produsen alias penerbit.

KutuKutuBuku.com yang hadir untuk memperpendek jarak antara penerbit dan pembaca harus berjuang keras dalam me ng e nalkan dan men­gajarkan apa itu e­comerce, khususnya di pihak penerbit. Banyak dari mereka yang ku rang mengerti dan enggan beradaptasi dengan budaya jual beli online.

“Kita menerangkan apa itu toko online, bagaimana bekerja sama de ngan kita selain bekerjasama dengan pe nerbit konvensional. Kita

“My passion is in book and writing.”

Page 57: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

57

benar­be nar berangkat dari nol,” kenang Ollie. Bersama Angelina, mereka bekerja rang kap: sebagai pemilik, CEO, OB, sekaligus admin.

Meskipun ide membuat KutuKutuBuku.com muncul pada De sember 2005, namun baru resmi diluncurkan pada Fe bruari 2006. Salah satu momen yang mendukung terangkatnya Kutu KutuBuku.com adalah terbitnya salah sa tu seri buku JK Rowling yang fenome nal itu, Harry Potter. “Kami memper oleh peluang bagus waktu itu, ka rena Harry Pot­ter baru launching,” tutur Ollie.

Setelah 1,5 tahun menjalankan usaha, Ollie dan Angelina tiba di sebuah persimpangan. Di satu sisi, bisnis mereka berjalan dan terus berkembang. Namun di sisi lain, mereka masih terikat kewajiban dengan perusahaan di mana mereka bekerja. Dengan penuh per­timbangan, termasuk meminta saran dari maestro online marketing Indonesia, Nukman Luthfie, Ollie dan Angelina undur diri dari Plas­media setelah 2,5 tahun mengabdi di sana.

“Keputusan untuk resign dari kantor sebetulnya sudah dipikir­kan lama. Tapi untuk eksekusi kami selalu merasa belum mampu. Sampai akhirnya aku dan Angel pergi makan dengan bapak nyleneh Indonesia, salah satu panutan di bidang online marketing,” canda Ollie menyebut salah seorang pembimbingnya, Nukman Luthfie.

Page 58: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

58

Ollie dan Ange lina menum pahkan ke ce­ma san me reka. Tak di ­duga, Nukman Luth fie cuma berkata en teng, “Jadi, kapan mau re­sign?”

Ollie dan Ange lina be ngong men dengar jawaban sekali gus per­tanyaan yang bernada langsung tembak itu. Ternyata , Nukman Lu­thfie langsung memberi “jaminan” atas kebimbangan yang Ollie dan Ange­lina rasakan. “Nanti saya tu njuk kan jalannya,” janji sang guru meyakinkan.

Kendati sempat sedikit shock, akhirnya dua srikandi ini menuruti apa yang disimpulkan oleh Nukman Luthfie. Mereka memutuskan dan bertekad akan memilih jalan mandiri demi mengembangkan KutuKutu­Buku.com. Ollie dan Angelina resmi mengundurkan diri dari Plasmedia pada 30 Agustus 2007. Untuk membuang perasaan stres, mereka berdua kemudian melakukan tour keliling Asia Tenggara.

Sepulang dari perjalanan yang menyenang­kan sekaligus melenakan itu, Ollie dan Angeli­na harus turun ke bumi. Ternyata, menjalankan operasional KutuKutuBuku.com sangat berat. Di “kantor” dengan ruangan sempit seukuran kamar kost, Ollie dan Angelina mengejar mimpi.

Mereka pantang putus asa dan tetap beru­saha kendati sering terbentur kendala finansi­al. Akhirnya, KutuKutuBuku.com berhasil punya kantor baru yang lebih kondusif, yakni di Pan­coran, dekat Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Keberhasilan KutuKutuBuku.com menggebrak tradisi belanja buku konvensional ke jalur on­line menyita perhatian publik. Banyak yang mulai bertanya, bagaimana membuat toko on­line, bagaimana memulainya, bagaimana kunci sukses dalam e­comerce, dan sebagainya.

nukman lutHfie, salah satu pelopor online marketing di Indonesia. Pendiri Virtual.Co.iD, PortalHr.Com, Juale.Com, gilamotor.Com, musikkamu.Com,

dan pecinta kopi hitam.

vivanews.com

Page 59: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

59

Rentetan pertanyaan yang mem­banjir ini memicu lahirnya TukuSolu­tion.com, usaha jasa web developer yang awalnya khusus menangani soal e­comerce. Nama TukuSolution.com sendiri tercetus begitu saja. Unik nya, kata “tuku” didapatkan da­ri kata “kutu” yang dibalik.

Ollie belum berhenti bergerak. Obsesi untuk memaksimalkan dunia digital merangsang Ollie untuk ber­buat lebih. Kali ini Ollie menggaet adik kandungnya untuk membangun sebuah produk baru. Karena sang adik doyan main game, maka mereka membuat sebuah start up games stu­dio yang khusus menggarap games flash, mobile games, dan social games. TempeLabs.com, itulah nama karya dari duet kakak­beradik ini.

Naluri penulis sekaligus pe­bisnis Ollie terus berlanjut. Ber­dasarkan peng a laman yang per­nah ia alami bahwa seringkali tulisannya ditolak oleh penerbit, dan ia mengalami kekecewaan kare nanya, maka ia digagaslah Nu lisBuku.com. Online self publi­shing pada Oktober 2010.

ini adalah wadah bagi para penulis yang naskahnya ditolak penerbit. Di sini, mereka bisa me nerbitkan buku. “Aku ingin memberikan kesempatan besar bagi semua orang untuk mener­bitkan karyanya!” ujarnya.

ollie.doc

Page 60: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

60

NulisBuku.com terlahir berkat kerja sama apik antara Ollie dan Angeli na, serta dibantu oleh 2 rekan lain, yakni Oka Pratama dan Blilian Yo tanega. NulisBuku.com adalah online self pub­lishing pertama di Asia Tenggara.

Kehadiran NulisBuku.com sejati nya tidak lepas dari kekecewaan Ollie saat naskah ditolak. ia merasa naskahnya layak untuk diterbitkan. Namun apa daya, penerbitlah yang berkuasa. Selain alasan “emosional” itu, Ollie sendiri ingin memiliki penerbitan.

“Aku ingin memberikan kesempatan besar bagi

semua orang untuk menerbitkan karyanya.”

Melihat nama sendiri tertulis di sampul sebuah buku bagi seorang pe­nulis adalah kebahagiaan yang tidak ternilai. Namun, tak semua penulis bisa merasakan itu, tak semua penulis bisa menerbitkan naskahnya menjadi buku. Sistem penerbitan konvensional dan birokrasi yang rumit membuat para penulis pemula sulit bersaing dengan para penulis mapan yang su­dah terjamin pangsa pasarnya. Mereka sulit menembus penerbit besar dan akhir nya mengubur impian menerbitkan buku.

Ollie yang tidak asing di industri perbukuan sadar akan ekosistem yang seperti itu. Bersama Angelina dan kali ini dibantu oleh dua orang mitranya yang lain, Oka Pratama dan Blilian Yotanega, Ollie melakukan revolusi di dunia penerbitan. “Kita tidak hanya dapat menjadi seorang penulis, namun juga dapat menerbitkan sendiri buku secara gratis!” ungkapnya bersemangat.

Page 61: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

61

Sebenarnya NulisBuku.com berawal dari ide yang sederhana, tapi sarat makna, khususnya bagi mereka yang ingin menerbitkan bukunya sendiri. Kon sep yang ditawarkan berbeda de­ngan model pembuatan buku dengan penerbitan yang rumit, lama, dan me­miliki potensi kendala soal harga dan royalti.

Di ranah cetak, satu buku minimal harus menyediakan dana Rp 25 juta, karena per buku harus dicetak 3000 eksemplar sesuai tuntutan distributor. “Sedangkan jika lewat online self pub­lishing, penulis tidak harus mengeluar­kan dana namun tetap dapat royalti,” ujar Ollie.

Sebesar 60% dari keuntungan ro­yalti diberikan untuk penulis. “NulisBuku.com memberikan kesempatan sebesar­be sar nya kepada para penulis tanpa me ninggalkan nilai­nilai komersial,” tutur Ollie.

Sejak berdirinya, Nulis­Buku.com telah mengalami lon jakan pengunjung hing­ga 300%, sampai Juni 2011. Ang gota yang terdaftar se­banyak 6000 orang lebih.

NulisBuku.com telah mem ­publikasikan 400 judul b uku dari berbagai genre de ngan total buku yang ter jual le bih dari 9000 per eksemplar. Pen­jualan buku rata­rata ti ap bu­lan adalah 1000 hingga 1500 buku.

“Saya tidak hanya mener-bitkan buku impian saya, namun juga mewujudkan

mimpi-mimpi penulis lain.”

“NulisBuku.com mem-berikan kesempatan sebesar-besarnya ke-

pada para penulis tanpa meninggalkan nilai-nilai

komersial.”

Page 62: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

62

NulisBuku.com juga menjaga komunikasi dengan anggotanya dan membentuk komunitas penulis dengan memanfaatkan media sosial. Facebook dan Twitter selalu di­updates oleh admin dengan in­formasi­informasi seputar dunia penulisan seperti event gathering, lomba­lomba, tips menulis, sampai sekadar memantau kehidupan pribadi anggota yang membutuhkan dukungan.

Atas kerja keras ini, NulisBuku.com berhasil menyabet penghar­gaan sparxup awarD 2010 untuk kategori Best E­comerce hanya selang satu bulan setelah didirikan! Oleh karena itu, kiranya tidak berlebi­han apabila 4 orang punggawa NulisBuku.com, yakni Ollie, Angel, Oka, dan Brilian, dikenal dengan julukan “The Dream Team”.

Selain KutuBuku.com, TukuSolution.com, TempaLabs.com, dan Nulis­Buku.com, Ollie juga mengelola karya online lainnya seperti Langsing­Mulus.com, sebuah web yang bergerak di bidang Weight Loss Pruduct Retail dan HearyBoutique.com. Yang disebut terakhir ini adalah butik online yang khusus dipersembahkan untuk mengisi hari­hari sang ibunda tercinta yang pensiun dini. Selain jualan baju lewat online, HearyBoutique.com juga punya butik di jalur darat alias offline.

Tidak hanya itu, Ollie juga tercatat sebagai salah satu pemilik GantiBaju.com, situs yang memberikan kemudahan bagi para ang­gotanya untuk mendesain, mencetak, dan menjual baju sesuai de­ngan selera sendiri. Namun, pada Februari 2010, Ollie mengundur­kan diri dari keterlibatannya di GantiBaju.com.

Aktif berbisnis juga diimbangi Ollie untuk aktif bersosialisasi. Ia terdaftar di berbagai komunitas dari aneka minat dan kesukaan, sebut saja Fresh, Girls in Tech Indonesia, Bincang Edukasi, Tangan di Atas, Jakarta Daily Photo, dan #StartUpLokal. Di berbagai komu nitas itu, Ol­lie bertindak sebagai committee. Bahkan, di #StartUpLokal, ia duduk sebagai inisiator bersama Natalie Ardianto, Nuniek Tirta, dan Sanny Gaddafi.

sParxuP awarD adalah ajang kompetisi web bagi para digital startuP di Indo-nesia. sParxuP hadir untuk membuka kesempatan bagi para digital startuP di Indonesia supaya lebih maju dan dapat terus berkarya.

Page 63: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

63

#StartUpLokal adalah sebuah komunitas untuk para pemilik start up, penikmat dunia digital, developer, investor, dan media untuk bertemu dan berkesempatan berkolaborasi. Komunitas yang aktif sejak April 2010 ini semakin menunjukkan taringnya.

Selain dukung an media, in­vestor dari luar negeri pun ber­minat menanamkan in vestasi. Bah kan, pada Maret 2011, para ini siator #StartUp Lo kal, termasuk Ollie, diundang ke Irlan dia oleh Enterprise Ireland, sebuah inku­bator start up yang berpusat di Dublin.

Dublin, ibukota Irlandia, di­gadang­gadang sebagai Silicon Valley­nya Eropa. Di sana, para inisiator #StartUpLokal melaku­kan studi banding, belajar, dan mencoba mengadaptasi berba­gai hal yang terjadi dari kema­juan start up di Irlandia.

Ollie sendiri mengaku memi­liki mimpi khusus terhadap ko­munitas yang digagasnya ter­se but dan berpengaruh positif terhadap Indonesia. “Suatu saat nanti, Indonesia mampu un tuk menjadi Silicon Valley­nya Asia Tenggara,” itulah impi an Ollie.

Page 64: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

64

Anak SERIBU PULAU

“Aku pernah ke mana-mana, ikut Ayah bertugas.

Itulah yang mem-bentuk karakterku dari kecil hingga

sekarang.”

Aulia Halimatussadiah atau lantas lebih dikenal dengan nama Ollie Salsabeela, lahir di Yogyakarta, tanggal 17 Juni 1983. Namun, sejatinya, putri sulung dari pasangan Moch. Isnaini dan Harti ini adalah anak seribu pulau. Banyak

wilayah di Indonesia yang mempengaruhi perkembangan karakter Ollie. Jogja, Makassar, Kupang, Banjarmasin, Bengkulu, Depok, dan Ja karta pernah dihuninya. Dari SD hingga SMA, Ollie berpindah­pin­dah rumah, mengikuti tuntutan kerja sang ayah.

Sedikit berbeda dengan sekarang, Ollie di masa kecil dikenal sebagai seorang gadis pemalu. Dulu, tubuhnya kurus namun ber­postur tinggi. Gara­gara posturnya yang terlampau tinggi untuk anak seusianya, Ollie pernah “disingkirkan” dari tim penari yang pernah diikutinya saat sekolah di SD di Makassar. Tapi bagi Ollie, peristiwa itu hanyalah sekadar kenangan meskipun tentunya ia sempat menyimpan kekecewaan karena kejadian tersebut.

Dari Makassar, Ollie yang saat itu masih kelas 6 SD, harus turut pindah ke Kupang untuk mengikuti ayahnya. Kehidupan di Kupang yang keras dan tanpa basa­basi mengharuskan Ollie untuk cepat beradaptasi dan mengubah sifat pemalunya. Di Kupang inilah Ol­lie memasuki masa remajanya. Saat SMP, bakat Ollie di dunia pena

Page 65: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

65

mulai muncul. Kegemaran membaca komik membuatnya tertarik menggambar tokoh­tokoh komik kesukaannya.

Di usia inilah Ollie mulai terpacu untuk menguasai ba­hasa Inggris. Keinginan itu sebenarnya bermula dari rasa geramnya karena pernah dibilang “stupid” oleh seorang te­man. “Kata stupid itu membuat aku shocking!” kenang Ollie. Mulai sejak itu ia bertekad bahwa ia harus mahir berbahasa Inggris, “Itulah yang membuat aku ingin masuk jurusan Sas­tra Inggris saat kuliah nanti!”

Masih di umur SMP, Ollie pindah lagi, kali ini ke Borneo, tepatnya ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Be berapa tahun menetap di sana, Ollie kembali hijrah, kali ini ke salah satu daerah di Sumatera, yaitu Beng­kulu. Di sini, tampaknya Ollie sudah cukup matang seiring usianya yang menginjak tingkat SMA.

Di saat­saat itulah Ollie menjadi gadis primadona, ia mulai berani muncul ke permukaan dan tampak bersinar di antara teman­temannya. Selain itu, Ollie remaja semakin menyenangi dunia tulis­menulis. Ia menyukai mata pelaja­ran Bahasa Indonesia. Sebaliknya, ia alergi dengan pelaja­ran yang berbau ilmu pasti, semacam Fisika dan Matematika.

Setelah lulus SMA, Ollie pulang ke tanah kelahirannya, Yogyakarta, untuk kuliah. Awalnya, sesuai dengan tekadnya waktu kecil dulu, Ollie ma suk ke jurusan Sastra Inggris di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Namun, di saat­saat terakhir, Ollie memutuskan beralih ke lain jurusan karena ia mulai tertarik dengan teknologi informasi yang nantinya akan membawanya ke dunia lain yang bernama internet.

ollie.doc

Page 66: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

66

Ollie sepenuhnya sadar bahwa teknologi adalah tujuan akhirnya. “Dulu, jika disuruh memilih, aku inginnya belajar Sastra Inggris dan menulis puisi setiap hari. Namun aku sa­dar bahwa teknologi adalah katalis, alat untuk mempercepat meraih tujuanku. Maka dari itu, aku memperdalam kemampuanku di bidang itu,” jelasnya. Demi mewujudkan misi itu, Ollie pun terbang ke ibukota.

Jurusan Teknologi Informasi adalah pintu yang dipilih Ollie untuk memperdalam kemam­puannya. Selama 4 tahun, sejak 2000­2004, ia tercatat sebagai mahasiswa Universitas Guna­darma. Di masa­masa awal kuliah inilah nama panggilan Ollie mulai disematkan kepadanya. “Ada teman satu kelas yang namanya juga Lia, sama dengan namaku, Aulia. Supaya tidak ter­jadi kebingungan, akhirnya aku mengalah, dan mengganti panggilanku menjadi Ollie sampai sekarang,” kisahnya.

Kisah tentang asal­usul nama masih berlan­jut. Aulia Halimatussadiah kini dikenal dengan nama Ollie Salsabeela. Nama belakang ini mun­cul terinspirasi dari nama cucu seorang tan­tenya. “Kebetulan (waktu itu) cucu tanteku lahir dan namanya Salsabila,” ujar Ollie. Seba­gai pembeda, Ollie menulis nama belakangnya dengan huruf “e” ganda, bukan “Salsabila” tapi “Salsabeela”. Jadilah sejak itu ia lekat dengan nama Ollie Salsabeela.

Saat memasuki dunia dewasa seiring dengan usia kuliahnya, Ollie memutuskan untuk menge­nakan jilbab. Ia mengaku, tidak ada paksaan atau permintaan dari siapapun untuk berjilbab. ”Tidak ada suruhan dari orangtua dan tidak ada cerita yang ‘aneh­aneh’ di balik keputusan itu. It’s just feel right saja. Tidak proses berpikir lama­lama,” ujarnya.

Page 67: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

67

Selaras dengan kedewasaannya yang mulai tertata, Ollie tertarik untuk berbisnis. Ia berga­bung dengan sebuah Multi Level Marketing semasa awal kuliah. Namun, kegiatan bisnis Ollie sebe­narnya sudah dimulai ketika masih SD. Di usia se­belia itu, Ollie pernah berdagang parsel Lebaran yang dijual kepada teman­teman sekolahnya.

Di era kuliah pula Ollie mulai mencoba menu­lis secara online. Ia kenal blog pada pertengahan 2003. Ollie penasaran dengan blog berpenampi­lan menarik yang diisi beragam postingan yang inspiratif. “Aku mencoba membuat engine blog sendiri. Waktu itu aku coba upload ke hos ting gra­tisan,” kenangnya.

TextAmerica adalah layanan blog pertama yang dimanfaatkan Ollie. Ia mengisi kontennya de­ngan beragam foto. ia kemudian beralih ke Tabu­las. Selama 2,5 tahun bersama Tabulas, Ollie me­rangkai kisah hidupnya yang disusun rapi dalam tiap postingan. Akhirnya, pada 2007, Ollie memu­tuskan menggunakan domain dan hosting sendiri untuk meng akomodir kebutuhannya. Maka, la­hirlah Salsabeela.com.

Di blog pribadinya, pada awalnya Ollie ha­nya menulis postingan yang terkait dengan kisah hidupnya sehari­hari. Pengalaman tersebut baik berupa foto, video, maupun tulisan. Namun, Ollie mulai sadar jika tulisannya tidak hanya untuk mengekspresikan jati dirinya, namun juga harus menginspirasi dan membantu orang lain. Mu­lailah ia menggarap Salsabeela.com dengan lebih serius.

textameriCa adalah salah satu album foto online pertama atau situs moBile Blogging yang memungkinkan pengguna untuk meng-

unggah gambar langsung dari kamera digital/kamera ponsel atau gambar dimanipulasi dengan perangkat lunak pengedit foto

untuk halaman pribadi.

ollie.doc

Page 68: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

68

Berkat ketekunan Ollie yang kemudian membuat Salsabeela.com menjadi blog yang cukup digandrungi ba­nyak orang, sejumlah pengharhaan pun diraihnya, seperti Bubu Award dalam kategori “Tourism Blog Writing Com­petition” tahun 2009 dan New Wave Marketing Picture dari MarkPlus pada 2008. Ollie pribadi juga pernah memper­oleh sejumlah penghargaan, misalnya penetapannya se­bagai salah satu dari 10 Beautifull Women in Indonesian IT World 2011 versi majalah Info Komputer.

Ollie yang awalnya adalah gadis pemalu telah men­jelma menjadi perempuan yang handal dan mandiri. Karakternya yang keras, tanpa basa­basi, dan just go with it, merupakan hasil dari perjalanan hidupnya yang sering berpindah. “Sebagai anak seribu pulau, aku pernah ke mana­mana, ikut Ayah bertugas. Itulah yang membentuk karakterku dari kecil hingga sekarang,” ujarnya

Menjadi pemilik sejumlah perusahaan online yang se­dang beranjak sukses dan menjadi penulis yang produktif, apa lagi yang sebenarnya ingin dicapai oleh Ollie? Ternya ta masih ada, bahkan masih banyak! “I have a dream, and i have another dream. Sebuah mimpi mengantarkan aku ke mimpi yang lain untuk digapai. So, cita­citaku ya menjadi saudagar dunia maya,” tutur Ollie.

BuBu awarD adalah ajang penghargaan untuk industri digital tanah air yang telah dimulai sejak tahun 2011. Kategorinya antara lain: Digital CamPaign, weB awarD, moBile aPPliCation awarD, Digital talent awarD.

ollie.doc

Page 69: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

69

Benang yang

MencerahkanMERAH

“Teknologi adalah katalis. Maka dari itu,

aku memperda lam kemampuan di bidang

itu.“

Koalisi bidadari kembar, Ollie dan Angelina, se­benarnya berawal dari pertemuan mereka saat

keduanya bekerja di perusaha an yang sama. Ya, di tahun 2004, dua perempuan hebat ini sama­sama sedang meniti karir di Plas­media­Plexis, sebuah perusaha an teknologi dan informasi di Ja­kar ta. Ollie dan Angelina punya kemiripan, termasuk da lam per­soalan hobi: keduanya adalah ku tu buku.

ollie.d

oc

Page 70: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

70

Di balik kesamaan itu ternyata terdapat perbedaan yang justru bisa saling melengkapi. Angelina lebih suka membaca buku fiksi, se dang kan Ollie cenderung gemar menyuntuki buku yang sedikit lebih serius. Meskipun beda jurusan, namun keduanya sama­sama penggila buku, dan dari sinilah kisah sukses itu bermula.

Memiliki kesamaan minat membuat Ollie dan Angelina sering berdiskusi soal buku. Selain itu, lantaran sama­sama mengemban pekerjaan yang selalu berhubungan dengan internet, mereka bah­kan sering berkhayal, membayangkan seandainya bekerja di Ama­zon.com, sebuah toko buku online terkemuka di jagat maya.

Siapa sangka, khayalan itu men de kati kenyataan. Keduanya me­mang ti d ak kemudian dipekerjakan oleh Amazon.com, namun jus­tru lebih dari itu. Mereka bah kan mampu merintis toko buku online sendiri. Pada Februari 2006, KutuKutuBuku.com resmi diluncurkan di bawah asuhan duet Ollie dan Angelina.

Ollie dan Angelina memang sepasang partner yang bukan seka­dar mit ra kerja, lebih dari itu. Bisa dibilang, perjalanan karir Ollie di dunia digital tidak dapat lepas dari peran Angelina, demikian pula mungkin sebaliknya. Intinya, kedua Kartini modern ini saling mengisi dan saling melengkapi dalam mewujudkan mimpi mereka.

Angelina, Sarjana Multimedia dari Universitas Victoria di Mel­bourne, Australia, selalu ada di sisi Ollie, di setiap ide dan gagasan yang mereka cetuskan dan kemudian dijalankan. Keduanya pun pernah merajut kerja sama di sebuah web consultan di mana Ollie berperan sebagai project officer, sedang kan Angelina selaku web de­signer.

Page 71: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

71

Angelina bukan hanya sekadar teman kerja bagi Ollie. Angelina akan selalu ada saat Ollie membutuhkannya sebagai se­orang sahabat dekat, bahkan sebagai tem­pat pelampiasan curhat. “Angel is my ‘girl love’. I take her picture and upload to my blog sejak tahun 2006,” tulis Ollie dengan tulus di blog pribadinya.

Memang, terdapat perbedaan karakter di antara keduanya. Ollie mengakui, ada beberapa sifat dari dirinya yang bertolak belakang dengan Angelina. “Angelina itu tidak banyak omong, berbeda dengan aku yang unintovert,” ujarnya.

Sederet karya di gelanggang digital mulus berkembang berkat kerja keras Ollie dan Angelina. Mereka selalu berpedoman just go with it dalam setiap lini

online yang mereka garap. Mereka tidak perlu banyak waktu untuk berpikir. Begitu tercetus ide, langsung eksekusi. Memang pada fakta­nya, duet ini kerap membuahkan hasil manis. Dan, secara tidak langsung, Ollie menunjuk Angelina sebagai salah satu orang yang pa­ling berperan dalam perjalanan karirnya.

Kedua orangtua Ollie juga memiliki pe­ran yang tak kalah penting dalam hidup­nya. Ollie memang sempat mencemaskan reaksi orangtuanya atas pilihan hidup yang akan dijalaninya. Ayahanda dan ibunda Ollie bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang hidup hanya dari gaji mereka saja, tanpa ada sumber pendapatan yang lain.

“Apakah mereka akan mengerti de ngan keputusan anaknya yang akan terjun ke lembah yang masih gelap?” Ollie resah. Setelah berbincang, orangtua Ollie ternyata me­ngerti, bahkan mendu kung jalan hidup yang di pilih pu­tri mereka tercinta itu.

ollie.doc

Page 72: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

72

Masih ada nama Nukman Luthfie sebagai salah satu sosok yang turut berpartisipasi dalam proses pembentukan jiwa kreatif Ollie. Orang inilah yang menjadi “penasihat spritual” bagi Ollie, dan Angelina, ketika harus memilih anta­ra tetap berkarir sebagai orang kantoran atau menjalani hidup sebagai pribadi yang kreatif dan mandiri.

Selain itu, nama­nama seperti Ndoro Ka­kung, Budiono Darsono, Paman Tyo, dan Goe­nawan Mohamad diakui oleh Ollie sebagai tokoh­tokoh yang menjadi inspirasi nya. Ollie menjelaskan, tokoh­tokoh tersebut sebenarnya terhubung oleh sehelai benang merah yang di­namakan being creative.

Ollie tercatat sebagai Professional Blogger (Pro Blogger). Ollie pernah di­rekrut oleh sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Selama 3 bulan, ia diminta membuat quality post dalam bahasa Inggris selama 3 jam dalam seminggu. Topiknya beragam sesuai tema yang mereka butuhkan, dan Ollie menerima imbalan sesuai dengan jumlah postingan yang ia tulis.

Ternyata, keputusan Ollie untuk menerima tawaran sebagai Pro Blog­ger ini diinspirasi oleh Budi Putra, mantan wartawan Tempo dan former country editor Yahoo! Indonesia. “Mas Budi Putra bisa dibilang sebagai pelopor Pro Blogger Indonesia. Beliau resign dari pekerjaannya di majalah Tempo (hanya) untuk nge­blog,” salut Ollie terhadap Budi Putra.

Ollie sekarang menjelma sebagai sosok per empuan yang handal ber­tarung di medan di gi tal. Dengan dukungan banyak orang, Ollie ma m­pu memadukan hobi dan teknologi menjadi bekalnya dalam memasuki gerbang kegelimangan.

Ollie berharap, kelak banyak perempuan Indonesia yang mau dan berani bersinggungan dengan kema juan zaman. Jangan takut untuk men jamah dunia baru. Pandangan mi ring yang meragukan kemampuan per em puan untuk mampu meng a kra b kan diri dengan teknologi ha rus di­hapus. “Kita pasti akan bisa jika terbiasa!” seru Ollie dengan tegas.

“Kita pasti akan bisa jika terbiasa!”

Page 73: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

73

MEMBUDAYAKAN

Menulis & Membaca

“Aku tidak membutuhkan mood untuk menulis. I called

it a mechanical writer!”

Page 74: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

74

Meskipun telah cukup sukses dengan berbagai perusahaan online­nya, Ollie tetap merasa bangga dipanggil sebagai seorang penulis. Berkali­kali ditegaskannya bahwa ia sangat suka menulis. Le bih rinci, Ollie me­nyebut dirinya sebagai seorang mechanical writer. Ibarat mesin, ia sama sekali tidak butuh mood dalam menulis. Ia bisa menulis di mana dan kapan saja, dalam kondisi apapun!

Ollie prihatin dengan budaya baca tulis yang memudar. Minim­nya perhatian pemerintah dan kurangnya minat baca tulis di ma sya­rakat membuatnya miris. Ia pun membandingkan Indonesia dengan di Irlandia yang pernah di kunjunginya. “Di Indonesia paling banyak 18000 buah buku setahun untuk 240 juta penduduk. Di Dublin yang notabene hanya berpenduduk 5 juta orang, mampu men­supply 7000 buku/tahun,” keluhnya.

Bersama KutuKutuBuku.com dan NulisBuku.com, Ollie sejatinya telah menjawab berbagai masalah terkait dengan mulai pudarnya tradisi membaca dan menulis di Indonesia. Orang yang enggan mem­beli buku dengan alasan jauhnya lokasi dan minimnya toko buku kini bisa dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan mela­lui KutuKutuBuku.com tanpa harus meninggalkan tempat. Sedangkan bagi para penulis pemula yang mulai frustasi karena naskahnya dito­lak penerbit, Ollie menyediakan NulisBuku.com sebagai wadah untuk mempublikasikan karya­karya mereka, dengan royalti pula!

Kendati sudah berjuang keras di medan digital demi kecerdasan anak bangsa, namun Ollie merasa itu masih kurang, belum cukup mampu menumbuhkan ekosistem baca­tulis yang ideal. “Aku mem­punyai mimpi ingin menjadikan Jakarta sebagai pusat wisata buku

“Aku mempunyai mimpi ingin menjadikan Jakarta

sebagai pusat wisata buku dan menulis!”

ollie.do

c

Page 75: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

75

dan menulis!” kata Ol­lie. Cara untuk me wu­judkannya bisa ber ma­cam­macam, mi sal nya de ngan men dirikan pu­sat mem baca dan me­nu lis, atau menggelar fes tival writer dan book di Jakarta. Lebih jauh lagi, Ollie ingin supaya Indonesia bisa men jadi salah satu pusat bu ku dan industri tulis­me­nulis, khususnya di le vel Asia Tenggara dan semoga juga mampu berbicara di tataran internasional.

Namun, apabila hasrat membaca dan menulis masya­rakat Indonesia tidak dilatih secara dini, maka akan sulit menumbuhkan ekosistem yang diinginkannya itu. Yang terpenting bagi Ollie adalah membangun kesadaran dulu. Jika orang sudah mulai terbiasa melakukan kegiat­an membaca dan menulis, maka jalan itu akan semakin mudah. Medianya pun bisa bermacam­macam, tak harus hanya kertas, e­book juga bisa. “Tapi untuk memulai itu semua harus latihan dari sekarang,” lanjutnya.

Ollie berencana menggenjot gairah kaum penulis dan calon penulis agar semakin bersemangat dan gigih dalam menghasilkan karya. Hal ini dilakukannya demi menum­buhkan ekosistem membaca dan menulis di masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu bentuk realisasinya, ber­

sama Raditya Dika, penulis nyentrik yang cukup fenomenal, Ol­lie akan meluncurkan sebuah kelas menulis online.

ollie.doc

ollie.doc

Page 76: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

76

“Dalam 10 tahun ke depan, KuTuKuTu-

buKu.com akan mem-bantu pemerintah

dalam mencerdaskan masyarakat Indonesia

dengan buku.”

Untuk menumbuhkan ekosistem membaca, Ollie punya agenda ber­sama KutuKutuBuku.com. “Dalam 10 tahun ke depan, KutuKutuBuku.com akan membantu pemerintah dalam mencerdaskan masyarakat Indone­sia dengan buku dan mendirikan KutuKutu Buku Foundation,” ung­kapnya.

Kegia t an yang akan dilakukan pun be ra gam, mi salnya de ngan men­dirikan pe ner bitan buku gra tis un tuk anak­anak Indonesia yang kurang mampu, membuka Rumah Baca Ku­tuKutuBuku di daerah­daerah yang masih di bawah garis kemiskinan, men g ­upayakan pemberantasan buta huruf dengan Sekolah KutuKutuBuku, dan memasyarakatkan internet de ngan men dirikan Rumah Internet KutuKutu Buku.

Bukan tidak mungkin, segala cita­cita yang dibarengi dengan doa dan upaya dari Ollie dan semua pihak yang mendukungnya, ekosistem baca­tulis di tanah air tidak hanya sekadar tumbuh, namun akan dapat dipetik buahnya bagi kemajuan anak bangsa. Ollie adalah satu dari sedikit sosok yang peduli akan moralitas dan kecerdasan bangsa ini yang semakin terpuruk, meskipun untuk mewujudkannya membutuh­kan waktu yang tidak sebentar dengan prosesnya yang tidak bisa lang­sung jadi. “Perfect is a journey. Just do your best!” demikian pesan Ollie.

“Perfect is a journey.

Just do your best!”

ollie.doc

Page 77: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

77

Ambil Peluang dan

BERAKSILAH!

“Menulis itu bukan bakat, menulis bisa

dilakukan oleh semua orang tanpa kecuali. Jika kita bisa berbi-

cara, maka kita pasti bisa menulis.”

Dari rangkaian kisah per­jalanan hidup Ollie, ada beberapa titik penting dalam meraih semua

h a sil yang digapainya saat ini. Ollie Salsabeela adalah anak se­ribu pulau yang selalu berpindah tempat. Namun, di setiap lo kasi yang ia singgahi, satu hal pas ti yang selalu dilakukannya ialah mengambil pengalaman terbaik.

>>>

ollie.doc

Page 78: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

78

Yogyakarta, yang me mang dikenal seba­gai kota buku, menjadi tem pat kelahiran Ollie yang kelak ternyata ju­ga mencintai buku. Ku ­pang mengajarkan Ol­lie harus berdiri tegak dan menjadi sosok yang te gar. Banjarmasin me­nyum bangkan pro ses ke ma tang an baginya.

Sedangkan semasa di Bengkulu Ollie mendapat moment un­tuk menanggalkan sifat pemalunya dan memotivasinya untuk berubah menjadi seorang pemberani, dan setelah hijrah ke ibu­kota Ollie mendapat berbagai pengetahuan yang ber­harga, karir mandiri yang gemilang, sekaligus arti persahabatan.

Ollie tidak menutup mata dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Melihat kenda­la yang muncul ketika ingin berbelanja buku, ia pun menggebrak industri buku tanah air. Ollie sendiri tidak memung­kiri bahwa oportunis menjadi salah satu sifat yang membentuk jatidirinya. Namun tak sekadar oportunis, Ollie lebih tepat disebut orang yang lihai dan piawai ketika melihat celah di sela­sela tantangan.

Ambil peluang dan beraksilah, just go with it! Itulah yang selalu dipegang teguh Ollie. Ia terbiasa bertindak cepat, tak ter­lalu lama mengambil keputusan. KutuKu­tuBuku.com langsung hadir hanya 2 bulan setelah gagasan untuk itu muncul. Tuku­Solution.com meluncur tangkas untuk men­jawab berbagai pertanyaan. Ide Tempe­Labs.com terpikirkan setelah melihat passion sang adik. Akhirnya, NulisBuku.com menjadi luapan “emosi” Ollie yang kecewa berat ka rena naskahnya ditolak penerbit.

ollie.doc

Page 79: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

79

Di samping itu, Ollie mengakui bahwa dirinya adalah tipikal orang yang tidak terlalu banyak berharap lebih. “I never expect something. When you expect something you will dispointed. Perfect is a journey,” tandasnya. Ia sangat ber syukur karena dikelilingi oleh orang­orang yang selalu siap membantu ketika dibutuhkan ataupun tidak. Ollie sendiri selalu menanamkan kepada dirinya untuk bela­jar dari yang terbaik dan berteman serta berbagi dengan orang­orang yang berjiwa kreatif dan mandiri.

Sebagai seorang manusia biasa, Ollie pun pernah mera­sa terpuruk. Namun, ia tidak ingin berlarut­larut dalam keter purukan itu. Dalam waktu singkat, Ollie mampu bangkit. Salah satu resepnya adalah dengan banyak ber­interaksi, berteman, dan tidak pelit berbagi. Ollie dikenal aktif di berbagai komunitas, dan lewat Salsabeela.com, Ollie memberikan inspirasi sekaligus motivasi yang ber­manfaat bagi orang lain. “Dengan membantu orang lain, sama saja de ngan membantu diri kita sendiri,” tandasnya.

Mengambil pengalaman terbaik, meng iyakan peluang yang ditemui, sedikit berpikir dan langsung bertin­dak, belajar dari yang terbaik, gemar berinteraksi serta tidak pelit berbagi, dan memiliki road map yang jelas ten­tang rencana di masa depan, adalah sedikit dari beberapa sifat Ollie yang patut diteladani.

Seorang entrepreneur sejati ada­lah orang yang berani mening gal­kan zona nyaman dan me ng ikuti nalurinya. Ollie te lah melakukan tin­dakan itu, bahkan ia mampu me­nyelipkan prinsip kewirausahaan ke dalam karir dan hobinya. Akhir kata, ambil peluang dan beraksilah untuk menuju gerbang sukses yang terang­benderang!

ollie.doc

Page 80: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]
Page 81: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

Bapak BloggerIndonesia

Page 82: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

82

Enda Nasution pantas merasa kecewa sekaligus takjub karena artikelnya yang mengupas tuntas tentang blog ditolak mentah­mentah oleh sejumlah media massa di tanah air. Kecewa karena ia merasa

buah karyanya itu cukup lengkap sehingga sudah layak untuk dipublikasikan.

Enda pun merasa takjub bin he ran karena ternyata negeri ini masih saja gagap dengan si nyal­sinyal peruba­han. Boleh jadi penolakan tersebut dise babkan karena pada kala itu, kebanyakan orang Indonesia masih tidak mengerti –atau tidak mau mengerti– tentang apa itu blog.

Akan tetapi, apa yang terjadi beberapa tahun kemudi­an? Makhluk bernama blog yang ingin dikenalkan oleh Enda namun ter nyata tidak dianggap itu kini menjadi ajang un­juk gigi yang dinilai paling mutakhir dan efektif.

Kendati sedikit terlambat, Enda akhirnya mendapat ganjar an setimpal atas jerih pa yah nya selama ini: ia di­daulat seba gai Ba pak Blog ger In do nesia.

“Kehadiran blog adalah peluang untuk menyingkirkan segala keter-

batasan yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan informasi yang

seluas-luasnya.”

Blog adalah singkatan dari weBlog, yang cenderung mengacu kepada weBsite pribadi seseorang. Oleh para pemiliknya, Blog umumnya dapat difungsikan dengan berbagai macam bentuk, seperti catatan harian, media publikasi, kampanye politik, profil usaha, dan untuk memasarkan barang dagangan.

Page 83: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

83

Meraih Berkah

JERIH PAYAHBerkat

“Kreatif adalah mengkombinasikan pengetahuan dan informasi dari segala bidang untuk menjadi

sebuah ide baru.”

Tulisan berjudul “Apa itu Blog?” karya Enda bisa dianggap sebagai artikel berbahasa Indonesia perta­ma yang paling komplit mengulas

semua tentang blog. Enda mengibaratkan blog layaknya hewan kesayangan yang memerlukan perhatian dan perawatan. Dunia blog bukan dunia antah­berantah seperti yang ada di benak banyak orang selama ini. Meskipun gayung tak bersam­but, Enda terus berupaya memberikan pe­nyuluhan kepada publik agar tidak ragu untuk menggauli blog.

enda.doc

Page 84: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

84

Dengan tekun, Enda tidak pernah berhenti mengenalkan apa itu blog, tahap demi tahap, mulai dari hal yang paling remeh dan mendasar hingga ke level yang lebih tinggi. Enda me­mandu jalan untuk menyusuri labirin blog yang saat itu masih asing bagi orang Indonesia.

Ketekunan Enda tampaknya tidak sia­sia. Hingga kini, artikel “Apa itu Blog?” yang dipajang di blog pribadi Enda, Enda.GoblogMedia.com, telah dianggap sebagai semacam kitab suci bagi para blogger se­Indonesia Raya, saking banyaknya orang yang mem­baca artikel karya Enda itu.

Sebelum kiprahnya yang memu­kau di semesta blog nasional, Enda sempat meniti karir sebagai copywriter di Ogilvy & Mather Jakarta. Perusahaan agensi bertaraf internasional yang berdiri sejak 1948 ini bergerak di bidang advertising, marketing, dan public relation.

Di belantika iklan dan marketing ini pun Enda tampil memuaskan, bahkan sukses menorehkan catatan manis. Tahun 2001 dan 2002, karya Enda untuk iklan Dancow dan Sampoerna A Mild berhasil men­yabet Indonesian Ad Award. Enda juga termasuk sebagai finalis dalam ajang Clio Advertising Award 2002.

Tak hanya itu, gelar The Hottest Cretive Person se­Asia tahun 2002 dan 2003 dari Campaign Brief Asia pun tersemat di dadanya. Cam­paign Brief Asia adalah majalah yang mengulas segala bentuk kreativ­itas yang dibuat oleh orang­orang kreatif untuk dinikmati oleh para kaum kreatif pula. Sejak diluncurkan pada 1998, Campaign Brief Asia telah mengukuhkan diri sebagai salah satu majalah creative advertising trade paling berpengaruh di Asia.

CamPaign Brief asia adalah majalah advertising kreatif yang paling berpengaruh di Asia. Sejak pertama kali diluncurkan pada 1998, kini majalah ini telah memiliki versi website yang mulai dirilis sejak 2008.

Clio Advertising Award pertama kali digagas pada 1959 oleh Wallace A Ross, untuk memberikan penghar-gaan bagi para pegiat dunia periklanan dan desain di Amerika. Sejak 1965, ajang ini mulai menerima berbagai karya dari luar Amerika. Hingga saat ini Clio Advertising Award rata-rata menerima 10.000 karya, dengan jumlah 65% berasal dari luar Amerika.

Page 85: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

85

Meskipun sudah terbilang gemilang di ranah iklan, Enda ru­panya masih ingin belajar lebih banyak. Pada 2001, ia berkeputus an untuk merambah dunia baru dan meng enalkannya kepada ma­sya rakat di negeri ini. Di tahun itulah Enda menulis artikel “Apa itu Blog?” yang apesnya pada saat itu ternyata tidak laku.

Enda pantang menyerah dan terus berproses di alam baru­nya itu. Pemilihan Umum 2004 menjadi salah satu moment pen­ting dalam hidup Enda di jalan blog. Ia berinisiatif membuat blog pertama di Indonesia yang khusus mengulas tentang hiruk­pikuk Pemilu 2004, bernama Blog Pemilu 2004, dengan alamat di www.Pemilu2004.Go blogMedia.com.

Postingan pertama untuk Blog Pemilu 2004 mengangkat tajuk “Posting perdana: Some Ground Rules”. Dalam siar perdana ini, Enda menyampaikan kabar bahwa Blog Pemilu 2004 dibuat de­ngan tema sentral tentang Pemilu 2004, serta menyajikan berba­gai pos tingan yang bersifat informasi.

Kemudian, 5 hari sebelum digelarnya Pemilu Pemilihan Ang­gota Legislatif yang dihelat 5 April 2004, Enda memposting tu­lisan berjudul “Informasi tentang Pencoblosan” yang dilengkapi data survei dengan maksud agar pembaca semakin paham ten­tang tata cara Pemilu.

politikana.com

Page 86: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

86

Lebih menariknya, dalam artikel ber­judul “Tentang Pilihan Golput”, Enda mengajak agar jangan menjadi Golput (Golongan Putih yang memilih tidak berpartisipasi dalam Pemilu).

Dengan memaksimalkan logika ma te matis, Enda berusaha meya kin­kan kepada publik bahwa bagaima­napun juga, ke pu tusan untuk men­ja di Golput justru akan merugikan diri sendiri.

“Suara Golput ti dak akan berpe­ng a ruh hanya disebabkan satu hal, yaitu jika seorang yang Golput tersebut memang tidak mempu­nyai hak memilih,” seru Enda dalam

blog­nya.

“Jika partai yang leading ada­lah partai busuk, maka mereka yang

Golput itu, dengan tanpa memilih, se­betulnya telah ikut memilih partai busuk

itu!” lanjutnya. Terlepas dari berhasil atau tidak ajakan Enda, setidaknya ia telah

memberikan sumbangsih yang cukup massif dalam upaya penyadaran

politik bagi rakyat Indone­sia.

“Suara Golput ti dak akan berpe ng a ruh hanya di-

sebabkan satu hal, yaitu jika seorang yang Golput

tersebut memang tidak mempunyai hak memilih.”

Page 87: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

87

Tidak hanya gejolak politik saja yang menjadi perhatian Enda. Gelombang bencana alam, dari tsunami yang meluluh­lantakkan Aceh pada 2004, disusul gempa bumi Yogyakarta pada 2006, membuat Enda tergerak untuk mencipta sebuah blog berbahasa Inggris bernama “Indonesia Help­Earthquake and Tsunami Victims” yang dapat diakes melalui www.Indone­siaHelp.Blogspot.com.

Blog ini mengusung tagline “Online information about re­sources, aid and donations for quake and tsunami victims in Aceh & North Sumatra and now in Yogyakarta (May 2006) (In­donesia)”. Lewat blog ini, Enda tidak sekadar menyuguhkan informasi aktual mengenai pertolong an untuk korban dan perkembangan daerah bencana alam, namun juga menyerta­kan data komplit, termasuk alamat, nomor telepon, faksimili, dan rekening bank, apabila para pembaca dari seluruh dunia ingin menyalurkan bantuan.

Bisa jadi karena sepak­terjangnya itu, Enda dili rik oleh kaum blogger sejagat raya. Pada Desember 2005, Enda diun­dang untuk menghadiri pertemuan blogger dari seluruh du­nia dalam Global Voice 2nd Summit yang digelar di Kantor Pusat Reuters di London, Inggris. Global Voice Online adalah sebuah proyek yang digagas oleh Berkman Center for Internet & Society dari Fakultas Hukum Universitas Harvard, Amerika Serikat.

Acara itu berhasil meng umpulkan sedikitnya 80 orang, yang terdiri atas para blogger dari seluruh dunia, perwakilan NGO, dan sejumlah awak media papan atas seperti BBC dan The Guardian. Enda patut berbangga hati dengan peristiwa monumental dalam perjalanan hidupnya itu. Pengalaman berharga tersebut dituangkan Enda dalam blog pribadinya le­wat artikel singkat yang berjudul “Sedikit Cerita tentang GVO Summit di London”.

“Jika partai yang leading adalah partai busuk, maka mereka yang Golput itu,

de ngan tanpa memilih, sebetulnya telah ikut memilih partai busuk itu!”

Berkman Center for Internet & Society bermula dari The Berkman Center yang dibentuk pada 1998, sebuah pusat riset di dalam Universitas Harvard yang khusus mengkaji internet. The Berkman Center kemudian mengilhami beberapa lembaga pendidikan lain untuk membuat lembaga serupa.

Page 88: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

88

Enda kembali di­undang dalam acara ber taraf inter na sio­nal pada bulan No­vem ber 2006, Asia 21 Young Leader Sum mit di Se o ul, Korea Sela­tan. Enda bertemu de ngan anak­anak mu da berprestasi dari berbagai negara. Me ­reka ini berasal dari beraneka ragam pro­fesi. Dalam acara ini,

Enda berkesempatan menjadi pane lis pada sesi khusus tentang Citizen Journalism dan Blogging.

Kiprah Enda sebagai pakarnya blogger Indonesia semakin man­tap ketika ia didapuk menjadi chairman dalam Pesta Blogger 2007, event nasional tahunan para blogger Indonesia yang kala itu baru pertama kali diselenggarakan. Pada tahun­tahun berikutnya, Enda tetap dipercaya sebagai anggota Steering Committee Pesta Blogger.

Sepak terjang Enda di alam maya semakin nyata. Ber sama Komu­nitas Langsat, ia menancapkan taringnya di ranah online. Pada April 2009, mereka membuat situs tentang politik bernama www.Politi­kana.com. Sebelum nya, Enda dan Komunitas Langsat sudah meng­elola sejumlah web, seperti www.DagDigDug.com, www.Ngerumpi.com, www.CuriPandang.com, www.BicaraFilm.com, dan lainnya.

Semua situs itu berprinsip sama, yakni situs partisipatif yang diisi para penggunanya sendiri. Inilah intisari dari peran dan fungsi blog sebagai ujung tombak citizen journalism. Menurut Enda, ide ini belum popu ler di Indonesia. Untuk lebih mengoptimalkan sumber daya, akhir nya situs­situs itu ke dalam satu wadah besar yang ber­nama www.SalingSilang.com. Situs inilah yang menjadi salah satu masterpiece Enda Nasution di jagat cyber.

asia 21 Young leaDer summit adalah pertemuan para anak muda Asia yang dinilai unggul di bidang masing-masing. Gerakan ini bertujuan untuk mempersiapkan para pemimpin masa depan yang memiliki semangat global dan berpikiran kreatif .

edratna

Page 89: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

89

Tahun 2009, Enda Nasution bersama Komunitas Langsat mempelopori perjuangan pembebasan Prita Mulyasari, seo rang ibu rumah tangga yang ditahan atas tuduhan pe­langgaran Undang­undang Informasi dan Transaksi Elek­tronik (UU ITE). Bahkan, mereka juga turut andil dalam “Gerakan Koin Keadilan untuk Prita Mulyasari” sebagai upaya untuk memperjuangkan keadilan bagi Prita.

Sepak terjang Enda masih terus berlanjut. Tahun 2011, Kantor Berita Jerman, Deutsche Welle, memilih Enda selaku salah seorang perwakilan blogger yang dipercaya sebagai juri dalam blog award (penghargaan blog) dengan tajuk The BOBs.

Merunut perjalanan Enda kian memperkuat keyakinan bahwa perannya di belantika blog nasional memang ter­hitung mumpuni. Enda tidak pernah patah arang untuk te rus mengkampanyekan internet kepada seluruh warga Indonesia. Oleh karena itu, pantaslah kiranya jika gelar Bapak Blogger Indonesia disematkan kepada Enda Nasu­tion, sebagaimana bunyi dari artikel di The Jakarta Post yang berjudul “Enda Nasution: The ‘Father’ of Indonesian Bloggers”.

bicarafilm.com

politicana.com

Page 90: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

90

SANG AKTIVIS

“Seorang blogger pada dasarnya adalah seorang

aktivis online.”

Enda Nasution, pria yang kelahiran Bandung, Jawa Barat, pada 29 Juli 1975, ini pertama kali berjumpa dengan kom­puter ketika usia 10 tahun. Dapatlah dibayangkan seperti apa rupa komputer pada tahun 1985 itu. Tak hanya itu,

pengoperasian komputer pada waktu harus dengan bahasa pro­gram yang memusingkan. Namun justru di sinilah keistimewaan seorang Enda di masa kecilnya. Adalah sebuah hal yang menarik apabila ada seorang anak berusia 10 tahun berminat untuk ber­gaul dengan benda asing yang bernama komputer itu.

Setelah lulus SMA, Enda melanjutkan pendidikannya di Insti­tut Teknologi Bandung (ITB). Di salah satu kampus papan atas di Indonesia itu, Enda diterima di Fakultas Teknik Sipil. Di masa inilah Enda mulai bersinggungan dengan teknologi baru ber­nama internet. Seperti peng akuan Enda, fase awal di mana ia mengenal internet terjadi pada era tahun 1995­1996. “Pada saat pertama kali dapat yang namanya akses internet, ya kebetulan dulu awal­awal ketika saya masih di Kampus ITB,” kenang Enda. Fasilitas internet di Indonesia pada saat itu masih sangat terbatas, tidak mudah, dan tentunya tidak murah.

Enda cukup beruntung karena kampusnya menyediakan fasilitas internet, meskipun hanya bisa diakses di tempat­tempat tertentu, salah satunya adalah lewat komputer yang teronggok di laboratorium. Pada jam­jam kerja, komputer berinternet itu tidak pernah lowong dari pengguna. Namun Enda tidak habis akal, ia nekat masuk ke laboratorium ketika ruangan sepi, yakni di malam hari. “Saya datang ke laboratorium dari jam 10 malam sampai pagi,” ungkap Enda.

Page 91: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

91

Demi aktualisasi informasi dan tidak ingin ketinggalan teknologi, Enda rela menghabiskan malam demi malam di ru­angan laboratorium yang sunyi. Enda memberanikan diri untuk menyambangi rimba digital yang saat itu masih sangat asing bagi nya. Enda menjelajahi alam dunia maya tanpa berbekal peta. Ke mana kaki akan melangkah, di situlah jemari Enda me­nari di atas keyboard untuk mengetikkan alamat­alamat baru yang entah berisi apa.

Dengan telaten, Enda melahap informasi demi informasi, si­tus demi situs, dan, hasilnya, ia pun memperoleh banyak tambahan wawasan dan pengetahuan baru. “Saya terus saja browsing sana browsing sini sampai pagi. Setelah itu pulang untuk tidur. Malam berikutnya balik lagi seperti itu,” seloroh Enda mengenang masa­masa mudanya itu.

Tidak hanya di dunia maya saja Enda bergerak, di dunia nya­ta pun Enda terbilang militan. Ia tercatat sebagai seorang aktivis kampus dan dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Sipil ITB. Saat itu, kondisi perpolitikan di Indonesia sedang bergolak menjelang runtuhnya rezim Orde Baru. Gejolak yang sama ternyata juga dirasakan oleh Enda, ia merasa bahwa menjadi seorang insinyur sipil bukanlah jalan hidup yang harus ia pilih.

Enda mengaku lebih tertarik dengan proses sosial hubungan antar manusia dan masyarakat. Maka, dengan tidak ragu lagi, Enda membaurkan diri ke dalam arus gelombang reformasi yang menginginkan negeri ini bergerak ke arah yang lebih baik. Men­jelang lengsernya Soeharto, yakni pada kurun 1997­1998, Enda termasuk anak bangsa yang berani mengepung Gedung DPR/MPR demi terwujudnya cita­cita perubahan.

“Kita punya keterbatasan untuk bertemu orang dan menerangkan

apa sebenarnya ide kita, tapi begitu tulisan atau ide itu kita tuangkan dalam sebuah blog, maka ia akan

menyebarkan dirinya sendiri.”enda.doc

Page 92: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

92

Perubahan yang didam­bakan itu akhirnya menjadi kenyataan pada Mei 1998. Orde Baru usai dan digan­tikan oleh era yang baru, era reformasi yang konon katanya adalah era kebe­basan. Ternyata benar, je­bolnya dinding tebal Orde Baru membuat gelombang kebebasan membanjiri ibu pertiwi, termasuk dalam aspek akses informasi.

Perlahan­lahan, inter­net mulai dikenal meski­pun masih banyak orang Indonesia yang tetap saja kukuh de ngan kekolotan­nya, mereka alergi terhadap barang asing itu. Namun tidak bagi Enda, bahkan nalurinya seolah menga­takan bahwa inilah lorong yang diperlukannya untuk menggapai masa depan.

Hingga akhirnya, garis takdir mempertemukannya dengan sosok blog yang dianggapnya sangat fenomenal. Inilah media yang dibutuhkan Enda, media tanpa batas! Apalagi Enda sudah menggemari dunia tulis­menulis jauh sebelum mengenal internet. Bahkan, sedari usia SMP, Enda sudah punya kebiasaan menulis buku harian.

Berkaitan dengan dunia pena ini, Enda berpendapat bahwa blogging dapat meningkatkan kemampuan tulis se­seorang dengan sendirinya. Blogging juga sanggup untuk mengusung misi dan tujuan ter tentu yang ingin disampai­kan dan dilihat banyak orang. Internet adalah tempat di mana kekuatannya berada pada sebuah dunia teks yang sangat luas. “Seorang blogger pada dasarnya adalah se­orang aktivis online,” tutur Enda.

“Kehadiran blog adalah peluang untuk menyingkir kan segala keterbatasan yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan in formasi yang seluas­luasnya,” tegas Enda.

genkanai/flickr

Page 93: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

93

Lewat sebuah blog, lanjutnya, seseorang dapat mengisi blog­nya itu dengan segala konten yang dapat diakses oleh khalayak demi mencapai tujuannya.

“Kita punya keterbatasan untuk bertemu orang dan menerangkan apa sebenarnya ide kita, tapi begitu tulisan atau ide itu kita tuangkan dalam sebuah blog, maka ia akan menyebarkan dirinya sendiri,” terang Enda. Kekuat an blog di internet memang mahadahsyat, ia adalah kekuatan baru bagi konsep media sosial.

Ketertarikan pada dunia digital inilah yang menguat­kan hati Enda bahwa ia harus berani mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Enda menyatakan pensiun dari segala daya dan upayanya untuk menjadi seorang insi nyur sipil dan memilih berkecimpung di alam semesta maya.

Petualangan Enda pada akhirnya sampai pada sebu ah ti­tik manakala ia bekerjasama dengan Komunitas Langsat. Banyak kegiatan yang kemudian muncul, seperti acara “Obrolan Langsat” alias Obsat, sebuah diskusi sederhana yang mengulas berbagai fenomena di dunia maya. Bah­kan, berawal dari Obsat inilah akhirnya ketidakadilan yang menimpa Prita Mulyasari bisa dimunculkan ke permukaan dan menjadi booming di berbagai media.

obrolanlangsat.com

Page 94: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

94

Terakhir, masih bersama Komunitas Langsat, Enda terus mengembangkan proyek kreatifnya, www.SalingSilang.com. Portal ini merupakan situs partisipatif yang kontennya dibuat sendiri oleh para penggunanya sekaligus merupa­kan penggabungan dari beberapa situs tematik yang se belumnya telah dikembangkan Enda dan Komunitas Langsat. Diharapkan, penggabungan ini akan memberi ke mudahan untuk menciptakan kekuatan yang lebih besar dari para pengguna internet.

Demikianlah, Enda memulai dan tidak pernah berhenti memperjuang­kan apa yang telah menjadi obsesi­nya. Kini, Enda menikmati kehidupan bersa ma istri dan putri tercintanya di Taman Rasuna Apartemen Residence, Kuningan, Jakarta Pusat. Dari sanalah mungkin ide­ide baru yang selanjutnya akan bermunculan dari pemikiran krea tif Enda Nasution.

“Internet adalah tempat di mana kekuatannya berada

pada sebuah dunia teks yang sangat luas.”

enda.doc

salingsilang.com

Page 95: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

95

Aneka Nilai Pembangun Jiwa

“Jangan menyesal dan jangan pernah sekalipun menyalahkan lingkungan, menyalahkan takdir,

atau bahkan mungkin menyalahkan Tuhan atas apapun yang terjadi pada diri kita.”

Enda Nasution merasa bahwa Tuhan tidak memberi­kan jalan hidup menjadi seorang insinyur kepada­nya. Enda mengaku bahwa jiwa yang ada dalam dirinya sedikit banyak terbentuk akibat pengaruh

dari beberapa bacaan yang ia gemari sejak masa SMA dan awal kuliah.

Asal tahu saja, di usia­usia rentan masa penemuan jati diri itu, Enda sangat menggemari karya­karya Umar Kayam dan Goenawan Mohamad. Dua tokoh terkemuka di Indonesia itu diakui Enda telah memberikan sumbang­sih yang tidak sedikit bagi proses pembentukan identitas dirinya.

Mangan Ora Mangan Kumpul karya Umar Kayam sangat Enda kagumi karena mengajarkan banyak falsafah hidup. Sedangkan Goenawan Mohamad “memberikan” Catatan

Page 96: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

96

Pinggir kepada Enda yang perlahan tapi pasti telah membentuknya untuk lebih berjiwa humanis.

Enda juga sangat mena­ruh hormat kepada para kon tributor di berbagai si­tus yang telah mengajarkan dan memberikan pengeta­huannya kepada masyarakat luas secara bebas dan tanpa pamrih.

Salah satu contoh, Enda menyampaikan kekaguman­nya kepada para pengisi dan penulis artikel di situs ensiklopedi gratis www.Wiki­pedia.com. “Si pembuat atau pengisi artikel di Wikipedia jarang disebutkan namanya. Bahkan, satu produk halamannya pun tidak bisa diakui sebagai produk seseorang karena semuanya berasal dari kontribusi banyak orang,” salut Enda untuk Wikipedia yang telah menyebarkan manfaat ke seluruh penjuru du­nia itu.

Enda melihat bahwa kontributor tulisan di Wikipedia adalah rombongan orang­orang yang menyebarkan ilmu dan pengetahuan dengan tulus dan nyaris tanpa pamrih. Itulah yang kemudian membuat Enda selalu mengagumi mereka yang dengan sukarela menyumbangkan karya demi orang lain. Enda angkat topi untuk orang­orang yang justru melewatkan dirinya sendiri untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Menurut Enda, dirinya hanyalah seorang yang suka mengalir saja dalam hidup. Ia cenderung spontan dalam mengambil keputusan. Enda mencontohkan, ketika diri­nya diajak bergabung secara penuh di Komunitas Langsat dengan meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang profesional di sebuah perusahaan, Enda langsung saja

enda.doc

Page 97: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

97

setuju. Baginya, melakukan pekerjaan yang ia sukai secara fulltime adalah sebuah tawaran yang tidak akan mungkin dapat ditolak kendati ia mungkin saja harus memper­taruhkan banyak hal.

Meskipun demikian, Enda selalu berpegang teguh pada prinsip bahwa setiap manusia harus dapat bertang­gung jawab atas apa yang telah dilakukan dan dipilihnya. Jangan menyesal dan jangan pernah sekalipun menyalah­kan lingkungan, menyalahkan takdir, atau bahkan mung­kin menyalahkan Tuhan atas apapun yang terjadi.

“Begitu gagal atau mengalami sebuah tragedi, ser­ingkali kita mencari kekuatan dan kenyamanan justru di dalam pembenaran­pembenaran yang dibungkus dengan sikap menyalahkan pihak lain,” tutur Enda. Menurutnya, sikap pengecut seperti itu justru membuat seseorang tidak akan pernah dapat belajar dan mengambil hikmah dari situasi atau kegagalan yang pernah menimpa.

enda.doc

Page 98: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

98

Internet, Ujung Tombak Masa Depan

“Semakin banyak dan semakin aktif orang Indonesia menggunakan internet untuk ber-bicara satu sama lain, berbica ra terbuka dan transparan, maka tentu dampaknya akan baik bagi Indonesia secara keseluruhan.”

enda.doc

Page 99: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

99

Enda Nasution mempunyai catatan tersendiri ten­tang perkembangan dunia maya di tanah air. Na­mun, Enda yakin bahwa semakin banyak pengguna internet di Indonesia akan berdampak positif bagi

perkembangan dan kemajuan negeri ini. Enda menggaris­bawahi bahwa konsep komunikasi dua arah yang terjadi lewat internet secara tidak langsung akan membawa per­satuan bangsa ini menjadi semakin kuat.

“Semakin banyak dan semakin aktif orang Indonesia menggunakan internet untuk berbicara satu sama lain, berbicara terbuka dan transparan, maka tentu dampak­nya akan baik bagi Indonesia secara keseluruhan,” tegas Enda seraya menambahkan, “Dulu, yang strategis itu in­dustri pesawat terbang karena untuk menyatukan seluruh pulau­pulau secara fisik, tapi justru ide kebangsaan sebe­narnya bisa didapat dan dicapai ketika kita semua saling berinteraksi lebih intens satu sama lain.”

Enda mengharapkan agar di masa yang akan datang, panduan berinternet yang baik dapat dimasukkan ke kuri­kulum pendidikan dasar. Dengan begitu, anak­anak dan generasi muda di negeri ini memiliki bekal yang cukup untuk menggunakan fasilitas internet dengan bijak demi kemajuan diri dan bangsanya.

Enda juga menyayangkan karena Indonesia belum memiliki perencanaan yang baik untuk mengembangkan jaringan internet. “Dari Sabang sampai Merauke berapa banyak sih yang sudah terjangkau oleh akses internet? Berapa orang? Di Indonesia, kita tidak punya blue print berapa banyak yang harus ditingkatkan untuk dapat di­jangkau internet,” keluhnya. Enda menambahkan bahwa negeri tetangga, Malaysia, ternyata sudah memiliki blue print tentang perkembangan jaringan broadband internet dari waktu ke waktu di negara itu.

Khusus untuk para blogger di tanah air, Enda meng ha­rap kan agar mereka dapat lebih jeli dalam menggali aneka ragam kearifan lokal yang ada di daerah masing­masing. “Yang pasti, di Indonesia, dunia online peluang nya masih sangat banyak bagi mereka yang agak cerdas, tekun, dan

Page 100: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

100

mau bekerja keras,” kata Enda yang lantas menambah­kan, “Dari sisi konten saja, masih banyak yang belum ter­sedia, misalnya informasi lengkap tentang daerah, travel­ling, makanan, kesehatan, obat alternatif di daerah lokal, dan lain­lain.”

Enda menekankan bahwa sudah ada atau tidaknya se­buah tema konten blog seharusnya tidak dijadikan alasan oleh para blogger untuk tidak terus berkarya. Pada inti nya, konten yang belum tersentuh adalah sebuah peluang, demikian pula dengan konten lain yang mungkin telah disajikan, karena hal itu masih dapat berpeluang untuk dibuat yang lebih lengkap dan lebih baik lagi.

Akhir kata, Enda berpesan kepada blogger se­Indone­sia supaya jangan pernah menyerah dan berhenti berkarya, serta perbanyak interaksi dengan bermacam komunitas untuk meningkatkan jaringan dan pengetahuan kita. “Pe­luangnya masih banyak, jangan khawatir sudah kepenuh an, dan banyaklah bergaul di komunitas­komunitas,” pung­kas Enda.

Page 101: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

101

Dalam episode kehidupan Enda Nasution, ada hal­hal terpenting pada karakter di rinya yang kemudian me­

ngantarkan Enda hingga akhirnya mampu mencapai level seperti se­

ka rang ini. Enda adalah seorang yang memiliki keyakinan kuat atas apa yang telah ia percayai.

Coba bayangkan, apa jadinya jika di masa mudanya dulu Enda ternyata memilih jalan hidup untuk menjadi seorang insinyur? Apa yang bakal terjadi jika Enda ke­mudian berpikir logis dan berkeputusan untuk bergelut dalam bidang teknik sipil sesuai dengan disiplin ilmu dan ijazah yang ia peroleh dari ITB? Apabila semua itu terjadi, mungkin kita tidak akan pernah mengenal Enda Nasution sebagai Bapak Blogger Indonesia.

Sejak awal bersinggungan dengan dunia maya, Enda berkeyakinan kuat bahwa internet beserta segala yang

Kekuatan untuk Sebuah Keyakinan

“Peluang dunia online di Indonesia masih sangat

banyak bagi mereka yang agak cerdas, tekun, dan

mau bekerja keras!”

enda.doc

Page 102: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

102

termuat di dalamnya, tentunya termasuk blog, adalah ujung tombak masa depan. Enda melihat bahwa internet akan mampu mengubah seluruh segmen kehidupan ma­nusia menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, Enda tidak pernah ragu untuk berbelok arah menjadi seorang pegiat internet, dan mengabaikan peluang yang mengarahkan­nya untuk menjadi insinyur.

Enda yakin bahwa hanya dengan berbekal cara ber­pikir kreatif, ia dapat menangkap peluang di dalam inter­net sebagai media untuk meraih apa yang ia dambakan. “Kreatif adalah mengkombinasikan pengetahuan dan informasi dari segala bidang untuk menjadi sebuah ide baru,” ujarnya.

Selain itu, Enda adalah seorang yang tidak pelit untuk berbagi. Ia dengan senang hati akan membagi pengeta­huan dan ilmu yang dimilikinya dengan siapa pun. Artikel “Apa itu Blog?” yang ditulis sendiri oleh Enda merupakan salah satu wujud nyata bahwa ia tidak ragu untuk me­nyebarkan apa yang diketahuinya kepada orang banyak. Enda memungut tiap­tiap butir informasi tentang blog yang terserak di luasnya alam maya.

Dengan tekun, sabar, dan teliti, ia mengumpulkan dan merangkai hal­ihwal mengenai blog dari berbagai situs yang sebagian merupakan situs buatan orang luar negeri. Rang­kaian informasi yang telah dike­mas dengan cukup matang dalam bahasa Indonesia itu, lantas ia berikan dengan penuh keikhla­san kepada semua saudaranya sebangsa dan setanah air. Tanpa disangka­sangka, tulisan “Apa itu Blog?” tersebut justru menjadi bahan wajib bagi orang­orang ingin tahu atau bergelut di dunia blog.

Page 103: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

103

Enda pun rajin berkampanye untuk menjelaskan ten­tang manfaat blog bagi orang lain dan diri sendiri. Semangat dan sifat Enda yang suka memberi dan bertukar informasi kepada semua orang ini juga pernah ia wujudkan dengan membuat situs Pemilu 2004 dan situs berbahasa Inggris yang menyediakan tentang semua informasi tentang ben­cana alam di Indonesia.

Tidak mengherankan apabila kemudian Enda me­naruh respek terhadap para pegiat Wikipedia yang mem­berikan ilmunya secara gratis. Enda melihat bahwa kebe­saran yang diperoleh Wikipedia sekarang ini justru tidak lepas dari kebijakan mereka yang menggratiskan infor­masi yang telah mereka himpun.

“Jika tidak diberikan secara gratis, mungkin (Wikipe­dia) tidak akan sebesar sekarang,” timpal Enda. Apa yang Enda rumuskan itu tampaknya memang benar. Mereka yang ikhlas memberi justru akan mendapat imbalan yang bahkan tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Itu­lah sosok Enda Nasution, sosok yang rela memberi tanpa harus menerima, karena ia punya kekuatan untuk sebuah keyakinan.

enda.doc

Page 104: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]
Page 105: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

Seniman KURSISarat PRESTASI

Page 106: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

106

Penampilannya rapi dengan gaya rambut yang disisir minimalis namun tetap kelihatan artistik. Sosok­nya juga identik dengan kacamata yang selalu ter­pasang melindungi kedua bola matanya. Leonard

Theosabrata, seorang desainer kondang Indonesia yang mungkin namanya lebih populer di luar negeri ketimbang di negeri sendiri. Berbekal pendidikan dalam bidang pro­duct design di Art Center College of Design, Pasadena, Cali­fornia, Amerika Serikat, Leo berhasil menghasilkan berba­gai karya unik dan istimewa yang membuatnya dikenal dunia.

Hebatnya, karya pertama Leo langsung berhasil me­lejitkan namanya. Itu terjadi ketika ia berhasil membuat sebuah produk kursi dengan memadukan fungsi akupuntur dalam kemasan desain yang unik. Kursi bikinan Leo ini kemudian dinamai dengan Accupunto. Nama Accupunto inilah yang lantas dicomotnya untuk brand usahanya. Bersama sang ayah, Yos Theosabrata, Leonard mulai me­masarkan karya furniture ciptaannya sejak tahun 2002.

Wujud kursi Accupunto ciptaan Leonard Theosabrata memperlihatkan dengan jelas bahwa ia hendak meng­hasilkan karya yang berbeda, unik, kreatif, namun tetap mempertahankan nuansa kesederhanaan. Keistimewaan Accupunto terlihat dari bentuk lekuk­lekuknya yang me­nyesuaikan dengan kenyamanan posisi duduk. Itulah yang kemudian dipadukan dengan fungsi akupuntur lewat ber­bagai tonjolan karet dan plastik di nyaris seluruh permu­kaan kursi.

“Saya bisa membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada.”

Page 107: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

107

, Jalan Gemilang

ACCUPUNTO,

Sang Maestro

Kursi bersensasi akupuntur ini punya struktur bantalan flek­si bel yang unik karena dapat ber gerak mengikuti gerak tubuh di atasnya. Tersedianya ruang terbuka di antara pin juga mem­be rikan sirkulasi udara yang cu­kup bagi orang yang mendu­du kinya. Kursi Accupunto ada be berapa jenis: lounge chair, foot stool, stackable chair, tatami chair, barstool, sunbed, visitor chair, spin lounger, hingga bench.

accupunto.com

Page 108: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

108

Bersama kursi Accupunto, Leonard Theosabrata berhasil menya­bet banyak prestasi. Berbagai gelar bergengsi dari kompetisi interna­sional sukses diraihnya. Tahun 2003, ia sukses meraih Red Dot Design Award, sebuah ajang penghargaan yang diselenggarakan di Jerman dan diikuti oleh 1.494 produk desain dari 28 negara. Selain itu, ia juga memperoleh Good Design Award Japan pada tahun 2005 di Jepang. Di Italia, Leonard diganjar dengan penghargaan Well Tech Award 2006 yang membuat karyanya dipajang dalam ajang Science and Technology Museum di Milan pada rangkaian acara “Milan Fair 2006”.

Tidak hanya itu, kursi ajaib Accupunto ciptaan Leonard juga masuk dalam daftar 10 produk terbaik pada pameran internasional tahun 2009 yang dilangsungkan di Koln, Jerman. Leonard juga mendapat anugerah penghargaan atas sebuah karya yang digarapnya bersama seorang kolega, Michael Young, yakni dalam ajang Wallpaper Design Award 2009. Michael Young adalah seorang desainer produk asal Ing­gris namun memusatkan basis usahanya di Hongkong. Leonard Theo­sabrata sendiri akhirnya merangkul Michael Young untuk bersama­sama membesarkan nama usahanya dengan label Accupunto.

Nama Accupunto tampaknya melim pah kan hoki bagi Leonard. Selain kursinya men dulang banyak prestasi, gerai milik Le o nard yang juga diberi label Accupunto pun mengalami nasib baik. Pada Novem­ber 2010, Accupunto memperoleh penghar ga an Primaniyarta dari

miCHael Young adalah seorang desainer berpengaruh yang memiliki basis di Hongkong. Young memiliki pemahaman bahwa

tingkat kesadaran dan penghargaan atas seni desain dapat ditingkatkan ketika sebuah konsep desain berada lebih dekat ke

fasilitas produksi.

accupunto.com

Page 109: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

109

Pemerintah Republik Indonesia untuk kategori Eksportir Barang dan Jasa Ekonomi Kreatif.

Leonard Theosabrata tercatat sebagai: aktivis D­Form, sebuah fo­rum desainer produk yang digalang oleh para arsitek muda. Ia juga salah satu penggerak Brightspot Market, sebuah konsep retail berbagai produk desain unik ber kelas premium yang digelar secara periodik di berbagai tempat di Indonesia. Dunia maya pun mulai dirambah Leonard lewat sebuah website tentang gaya hidup, www.whiteboard­journal.com.

Berbekal semangat kreativitas yang ada pada dirinya dan sederet prestasi, pada 2009, Djarum Black menunjuk Leo nard sebagai salah satu juri pada ajang adu kreativitas bertajuk “Black Inovation Award 2009”. Nama Leonard Theosabrata juga masuk dalam buku terbitan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang ber­judul “Catatan Emas”, sebuah buku yang mengulas tentang 30 anak muda Indonesia berprestasi.

Prestasi Leonard Theosabrata yang menjulang lebih banyak dite­rimanya dari luar negeri, bahkan itu diperoleh Leonard pada masa awal karirnya. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena “atur­an” yang berlaku di ranah domestik itu sendiri. Agar bisa masuk ke pasar lokal dalam negeri, produk desain seseorang harus mendapat

“Sedari awal, target kita adalah dunia, bukan

hanya Indonesia!”

Page 110: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

110

pengakuan terlebih dulu dari luar negeri, terutama dari negara­ne­gara Eropa. Tidak adanya kepercayaan konsumen terhadap kualtias desainer lokal justru merugikan Indonesia sendiri karena seseorang harus berjuang lebih keras untuk mendapat pengakuan dari luar se­belum dihargai di negeri sendiri.

Fenomena aneh tersebut diungkapkan Leonard dalam satu epi­sode Kick Andy yang disiarkan di Metro TV. Kalangan luar ne geri, terutama Eropa, lebih bisa menerima sesuatu yang baru dan segar ketimbang di negeri sendiri yang masih mengidap alergi terhadap produk­produk jenis baru yang justru dianggap asing. “Kebetulan Eropa lebih bisa menerima karya­karya baru,” ungkap Leonard. Dari pasar Eropa, umumnya sebuah produk akan lebih mudah masuk ke Amerika dan Australia, berikutnya Jepang dan Korea, dan terus ber­lanjut hingga akhirnya baru bisa diterima di pasar domestik.

Setelah berhasil merengkuh banyak prestasi dari luar negeri, nama Leonard Theosabrata baru mendapat pengakuan dari dalam negeri. Kini, berbagai macam produk Accupunto sering menjadi san­tapan berbagai majalah furniture kelas dunia. Leonard bersama Accu­punto pun kerap diundang untuk memajang produk­produknya di berbagai pameran furniture bertaraf internasional.

Hingga sekarang, sejumlah hotel dan kafe ternama di Dubai, Maladewa, Amerika Serikat, dan negara­negara Eropa, banyak yang telah menggunakan produk furniture keluaran Accupunto di mana Leonard Theosabrata selalu ada di balik penciptaan produk­produk berkelas dunia itu.

accupunto.com

Page 111: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

111

Memahami SENI Sejak

Usia Dini

“Sejak menang lomba gambar di kelas 3 SD,

saya sadar telah memiliki passion dalam art dan

creative design.”

Bakat seni yang dimiliki Leonard Theosabrata pernah membuah­kan sebuah sepeda BMX di saat ia masih sangat belia. Saat masih duduk di kelas 3 SD, Leonard berhasil memenangi perlombaan gambar tingkat anak­anak, dan sepeda itulah yang menjadi hadi­

ah utamanya. Mulai detik itu, Leonard kecil yakin bahwa ia memiliki ke­mampuan dan ketertarikan dalam seni dan desain. “Saat masih sekolah, saya hanya mengerti dua hal dalam mata pelajaran, yaitu bahasa Inggris dan menggambar. Yang lain, jeblok!” terang Leonard sambil tertawa.

Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1977, Leonard Theosabrata merupakan anak kedua dari keluarga Yos Theosabrata. Ayah Leonard ada­lah salah seorang pengusaha papan atas Indonesia yang telah berkecim­pung dalam bisnis furniture selama lebih dari 30 tahun. Sejak kecil, bakat seni memang sudah terlihat dalam diri Leonard. Tidak jarang, Leonard keluar sebagai pemenang dalam berbagai kompetisi menggambar ting­kat anak­anak.

accupunto.com

Page 112: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

112

Leonard sendiri tampaknya cukup sadar dengan kemampuan seni dan desain yang ada dalam dirinya. Ia selalu menjawab ingin men­jadi arsitek ketika ditanya tentang cita­citanya. “Dari SD sampai SMP, kalau ditanya orang in­gin jadi apa, saya selalu menjawab, ingin men­jadi arsitek!” paparnya mengenang masa­masa kecil itu.

Ketika memasuki jenjang SMP, Leonard mu ­lai tertarik dengan dunia seni lain yang juga umum digandrungi oleh mayoritas anak­anak remaja di masa itu, yaitu musik. Hari­hari Leon­ard banyak dihabiskannya de ngan bermain musik. Bahkan saat SMA, Leonard juga sempat membentuk sebuah grup band bersama kawan­kawannya. Weezer, salah satu band beraliran alternative dari Amerika Serikat yang sempat populer pada era 1990­an, menjadi band idola Leon­ard ketika itu. “Saya sangat tertarik pada musik. Ketika SMP sampai SMA, musik adalah very big part of my life,” terang Leonard.

Meskipun di masa remaja Leonard larut dalam kese­na ngannya di ranah musik, namun kemampuan dan hobi menggambarnya tidak lantas luntur dan dilupakan begitu saja. Hal itu terbukti ketika lulus SMA dan hendak melanjutkan ke bangku kuliah, Leonard tanpa ragu untuk memasuki bi­dang grafik desain sebagai pilihan studinya. “Saat mau kuli­ah di luar negeri, my first instinc mengatakan grafik desain!” tegas Leonard dengan mantap. Akhirnya, selepas lulus SMA, Leonard memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Art Institute of Houston, Texas, Amerika Serikat.

Leonard Theosabrata menghabiskan 2 tahun untuk bela­jar sekaligus bekerja di Houston. Ternyata, selama menjalani aktivitas sebagai pekerja desain grafis di Negeri Paman Sam itu Leonard mulai mengalami rasa jenuh, bahkan, ia sempat merasa tidak cocok berkecimpung di bidang grafik desain. Leonard memang tidak serta­merta mendakwa grafik desain sebagai satu­satunya alasan kejenuhannya itu.

Weezer adalah sebuah band beraliran rock alternatif dari Amerika. Sejak dibentuk pada 1992, grup band ini telah berhasil merilis 9 album, dan hingga kini album mereka telah terjual lebih dari 9 juta kopi, hanya untuk pasar Amerika saja.

sunvisual

Page 113: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

113

Ia merasa bahwa rasa tidak cocok yang dialaminya itu dise ­bab kan oleh ritme dan ling ­kungan tempat kerjanya. Keje­nu ha n dan alur hidup yang mo no ton itu pada akhirnya men ca pai titik didihnya. “Saat itu saya merasa bahwa kemam­puan saya dalam grafik desain tel ah man deg,” kata Leonard.

Saat berada di lingkaran ke­bimbangan itulah Yos Theosa­brata muncul dengan sebuah ta­waran solusi yang menarik. Sang ayah menawarkan kepada Leo­nard supaya beralih ke bidang de sain produk. Leonard segera meng iyakan saran sang ayah ka­rena ia memang sudah sa ngat jenuh dengan kehidupannya saat itu.

Leonard kemudian bertekad mencari lembaga pendidikan ter­

baik sebagai tempatnya untuk memperdalam bidang product design. Kampus terbaik yang ketika itu terbayang­bayang di dalam benak Leonard adalah Art Center College of Design Pasadena, California, Amerika Serikat.

Akhirnya, pada 1999, Leonard Theosabrata diterima sebagai salah seorang mahasiswa di Art Center College of Design Pasadena. Keberhasilannya itu disebabkan karena ia mampu menyelesaikan 3 macam proyek sebagai syarat portofolio untuk rekruitmen ma­suk ke sekolah seni terkemuka di Amerika Serikat tersebut. Selama lebih kurang 3 tahun ia menuntut ilmu Pasadena, Leonard sempat memenangkan beberapa kompetisi desain.

art Center College of Design adalah perguruan tinggi khusus bidang desain di Pasadena, California, yang dikenal sebagai salah satu dari 60 sekolah desain terbaik di dunia.

accupunto.com

Page 114: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

114

Catatan manis Leonard di Pasadena semakin pan­jang ketika ia masuk dalam salah seorang anggota tim proyek yang menggawangi desain interior pesa­wat Airbus 383 yang disponsori oleh Singapore Air­lines. Leonard juga termasuk sebagai salah satu siswa yang berkesempatan magang di perusahaan manu­faktur mainan terkemuka dunia asal Jepang, yaitu di Bandai yang bermarkas di Tokyo.

Sebenarnya, saat masih sekolah di Pasadena, Le­onard Theosabrata pernah mendapat tawaran untuk bergabung di perusahaan terkemuka dunia yang ber­pusat di Amerika Serikat, Apple. Akan tetapi, sema­ngat dan sifat kemandirian Leonard membuatnya melewatkan peluang yang sangat menggiurkan itu. Ia lebih memilih untuk kembali ke Indonesia selepas lulus dari Art Center College of Design Pasadena pada akhir tahun 2002.

Di Indonesia, Leonard Theosabrata sempat kaget karena sulitnya mencari kawan atau mitra yang sebi­dang pekerjaan dengannya. “Mau cari teman yang seprofesi susahnya setengah mati,” ingatnya meng­enang saat­saat itu. Perjuangan Leonard pada masa awal kepulangannya ke Indonesia itu memang terbi­lang cukup berat. Hampir semua pekerjaan yang ber­hubungan dengan desain pernah dijajalnya. Ia per­nah menjadi art director, melakukan aktivitas branding project, menggarap interior project, hingga menjadi se­orang konsultan.

Akhirnya, Leonard Theosabrata memutuskan un­tuk berkolaborasi bersama sang ayah. Bersama­sama, ayah dan anak itu membangun sebuah brand furni­ture tersendiri. Nama yang dipilih adalah Accupunto.

BanDai adalah perusahaan produsen mainan dan video game dari Jepang yang menduduki peringkat terbesar ketiga di dunia. Bandai didirikan pada 5 Juli 1950, dengan markas pusatnya di Taito, Tokyo. Jenis mainan produksi Bandai yang cukup populer di antaranya adalah Gundam, Tamagochi, dan Digimon.

Page 115: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

115

Produk furniture yang dihasilkan oleh Accupunto memang sangat unik, terutama aneka macam kursi unik yang dibuat dengan menggabungkan unsur akupuntur.

Accupunto telah berhasil mentansformasikan metode pengobatan akupuntur ke dalam sebuah produk furniture yang menarik sehingga menghasilkan sebuah kursi yang selain nyaman juga bermanfaat bagi kesehatan. Kursi­kursi berjuluk Accupunto inilah yang kemudian melejit­kan nama Leonard Theosabrata ke dunia internasional.

Leonard Theosabrata bertekat untuk terus berusaha menciptakan karya­karya yang unik dan gagasan­gagasan baru yang diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Kini, Leonard Theosabrata hidup berbahagia dengan sang istri tercinta, Irene Yuliana, dan kedua buah hatinya, River dan Skye.

accupunto.c

om

Page 116: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

116

DUET MAUT Ayah dan Anak

“Ayahlah yang mendorong dan mengarahkan kepada saya bahwa bidang yang

tepat bagi saya adalah product design.”

Tanpa ada dorongan dari sang ayah, Leonard Theo sabrata mungkin belum mampu mencapai apa telah berhasil ia capai sekarang ini. Ayah Leonard, Yos Theosabrata, adalah sosok utama yang melihat bakat sang anak akan lebih bermakna

jika dialihkan ke bidang desain produk, setelah sebelumnya Leo­nard merasakan titik jenuh di ranah grafik desain yang selama ini digelutinya. Siapa sangka naluri tajam seorang ayah telah mampu menunjukkan jalan bagi anaknya untuk menjadi seorang product designer yang mumpuni.

Tak bisa dipungkiri bahwa Yos Theosabrata, yang juga adalah Ketua Indonesian Furniture Club, merupakan sosok figur yang pa­ling berpengaruh di belakang kesuksesan Leonard. Yos Theosabrata sebenarnya telah mengetahui bahwa anaknya memiliki bakat seni. Namun, Yos cenderung hanya memonitor saja dari jauh, dan seja­tinya ia berharap jangan sampai Leonard tumbuh dengan jiwa yang terlalu condong ke arah seni. Yos menilai bahwa seorang seniman itu tidak akan pernah pandai dalam berbisnis.

Yos mengharapkan agar Leonard, selain tetap berjiwa seni, juga mampu menjalankan bisnis secara profesional. Jiwa seni yang di­maksud adalah bahwa Leonard masih diharapkan piawai dalam

Page 117: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

117

bidang desain, karena keahlian dan kreativi­tas desain seseorang akan bisa menciptakan sesuatu yang berman­faat dan bernilai jual.

Lebih dari itu, ke­mampuan seni desain akan mampu meng­

antarkan sang anak selangkah lebih dekat ke arah dunia bisnis. Antara seni murni dengan desain memang sedikit memiliki ketidaksamaan. Leonard sendiri meyakini hal itu, “Seni dan desain itu berbeda, desain lebih dekat ke arah creative entreprenenurship.”

Sang ayah juga selalu menasehati Leonard supaya be­lajar dari pengalaman orang lain. Setiap pengalaman orang lain, entah itu berakhir sukses atau tidak, dapat di­manfaatkan untuk pembelajaran diri sendiri. Oleh karena itulah, Yos selalu bersemangat mendorong Leonard untuk rajin mengikuti berbagai seminar ataupun acara talk show tentang berbagi pengalaman dari orang­orang yang telah sukses di bidangnya.

“Ayah selalu bilang bahwa kamu harus datang ke se­mi nar orang­orang sukses, karena intisari pengalaman sukses seseorang selama puluhan tahun akan kita dapat­kan hanya dalam waktu 2 jam saja,” ujar Leonard. Dari

accupunto.com

baltyra.com

Page 118: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

118

itulah, sampai sekarang Leonard masih menganggap bahwa ia masih dalam proses belajar dan akan terus bela­jar menjadi lebih baik lagi. “Tidak ada ruginya ikut semi­nar orang­orang sukses,” tambahnya.

Leonard Theosabrata membenarkan bahwa ia memi­liki sifat seperti ayahnya dalam bekerja. Ketika menda­patkan sesuatu hal yang dianggapnya menantang, maka ia sanggup bekerja selama 24 jam penuh demi menye­lesaikan tantangan itu. Kekaguman Leonard terhadap sang ayah disebabkan karena karakter kuat yang dimiliki ayahnya. Sang ayah bagi Leonard adalah sosok yang se­lalu dipenuhi oleh ide­ide besar.

Bahkan, Leonard menyebut sang ayah sebagai seo­rang industrialis dan inventor yang sangat berpengaruh, termasuk terhadap dirinya. Karakter dan kepribadian sang ayah, dalam bahasa Leonard, sangat hitam putih. “Beliau mendidik secara ekstrim tapi liberal,” lanjut Leo­nard masih tentang sosok sang ayah yang menjadi panut­an sekaligus idolanya itu.

Ekstrim karena sang ayah cenderung “mengarahkan” anak­anaknya dengan cara yang khusus, yang mungkin tidak terpikirkan oleh orang lain. Soal selera, misalnya, sang ayah juga “mengarahkan” dengan caranya sendiri,

“Ayah saya mendidik secara ekstrim tapi

liberal.”

blackxperience.com

Page 119: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

119

yaitu dengan mendekatkan anak­anaknya pada hal­hal yang terbaik. Leonard mencontohkan, ia pernah diajak sang ayah berkeliling dunia dengan segala fasilitas nomor satu selama perjalanan itu.

Selain ekstrim, namun Yos Theosabrata ternyata juga seorang penganut liberal dalam mendidik anak­anaknya, misalnya dengan “membiarkan” anak­anaknya untuk memilih jalan sendiri, namun tetap dengan pengawasan meskipun itu dilakukan dari jauh dan tidak melakukan kontrol secara berlebihan.

Jika si anak dinilai sudah agak kehilangan arah, atau mengalami kebuntuan seperti yang pernah dialami Leo­nard, maka sang ayah akan langsung turun tangan, mem­bimbing anaknya untuk kembali menemukan kegairahan dalam menjalani hidup agar berguna bagi diri sendiri, ter­lebih bagi orang lain.

Leonard ingin mengikuti jejak sang ayah dan jalan ke arah itu tampaknya sudah mulai terlihat. Buktinya, perpaduan ayah dan anak ini berhasil membuat Accu­punto menjadi perusahaan yang patut diperhitungkan di bidang nya dan berkembang dengan sangat pesat hing­ga mampu mencapai kegemilangan seperti yang terlihat sekarang ini.

accupunto.com

Page 120: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

120

Saatnya INDONESIA

BERBICARA

Ada satu hal penting dalam pandangan Leonard Theosabrata yang mungkin dapat dijadikan mo­tivasi bagi para pegiat furniture tanah air. Angin trend dunia tampaknya tengah mengarah ke

timur Ya, inilah saatnya kebangkitan furniture beraroma Asia. Sebagai salah satu bangsa timur, Indonesia harus da­pat bergerak cepat untuk memanfaatkan momentum ini dengan sebaik­baiknya.

Leonard juga sangat berharap agar semua pegiat crea­tive entrepreneur untuk lebih giat lagi dalam bekerja dan jeli dalam membaca peluang. Di saat trend Eropa tengah menurun, tidak ada lagi momentum yang lebih baik dari sekarang untuk meraih pasar dunia. “Episentrumnya ada di sini karena di Eropa sudah mulai going down hill. Mung­kin tidak akan selamanya karena mereka pasti akan bang­kit lagi. Tapi untuk saat ini, the action ada di sini,” ujar Leonard bersemangat.

Berkaca pada gejala tersebut, para insan kreatif In­donesia dituntut untuk dapat menggali dan mentrans­formasikan kearifan lokal yang ada di dalam berbagai buda ya daerah ke dalam produk desain yang bernilai jual. Meskipun demikian, jangan lantas terlalu terfokus ke dalam diri sendiri hingga mengabaikan peluang yang ada di luar local wisdom milik sendiri. Pada intinya adalah raih setiap peluang dan jangan biarkan peluang tersebut menguap begitu saja.

accupunto.com

Page 121: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

121

Leonard mencontohkan ba­gai mana Jepang bisa suk ses ha nya dengan “meniru” pada awal nya. Namun, kata Leonard, tin dakan “meniru” oleh Jepang dilakukan da lam hal positif, ya i tu memodifikasi sebuah produk men ja di lebih bermutu dan le bih bernilai jual.

Bahkan dalam beberapa ka­sus, Jepang mam pu mengha­si l kan berbagai pro duk mo­di fikasinya itu menjadi lebih ber cita­rasa Jepang. “Mereka (Je ­pang) telah mengcopy berba gai merk terkenal untuk di kem ­bangkan,” ungkap Leo nard.

Pada prinsipnya, lanjut nya, Je pang telah menciptakan sebu­ah produk ba ru, namun tidak se mata­ma ta meniru secara mem babi­buta sehingga malah le bih condong ke arah plagiat.

accupunto.com

Page 122: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

122

Leonard sangat mengapre­siasi berbagai karya desain kre­atif dari para desainer pendatang baru di Indonesia yang menu­rut penilaiannya cukup unggul dalam tataran regional. Meski­pun produk desain dari Thailand juga cukup baik, tapi menu­rutnya mereka masih kalah jika dibandingkan dengan para de­sainer dari tanah air.

Leonard menambahkan, ba­nyak orang luar negeri yang ka gum dengan perkembangan pro duk desain di Indonesia, ter­utama dari karya para pendatang baru. “Orang luar negeri sam­pai bengong ketika menjum pai bahwa di Indonesia ada tempat yang 90% isinya adalah brand pendatang baru yang berada da­lam satu atap. Bahkan di New York pun tak ada yang seperti itu,” ujarnya.

Leonard juga menegaskan, sekecil apapun karya dari para creative entrepreneur di Indone­sia pasti akan membawa dam­pak positif bagi perkembangan bangsa ini.

“Sekarang adalah saatnya bagi Indonesian creative

entrepreneur untuk bersinar. Dua atau tiga tahun dari sekarang, Indonesia bisa

menjadi pemain yang luar biasa.”

accupunto.com

accupunto.com

Page 123: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

123

Belajar dan Bergerak!

“... yang terpenting adalah lakukan tindakan nyata, dan

kamu akan sukses!”

Leonard Theosabrata adalah orang yang sangat meng­hargai tindakan nyata. Ia bukanlah tipikal orang yang suka bertele­tele dan terbuai dengan teori­teori yang belum tentu bisa membuktikan sesuatu.

“Kalkulatif dan solid foundation memang harus, tapi yang terpenting adalah lakukan tindakan nyata, dan kamu akan sukses!” tegasnya.

Leonard percaya bahwa mempelajari atau memahami sesuatu akan lebih baik jika dilakukan dan mengalaminya sendiri. Baginya, sebuah tanggung jawab harus diemban dengan totalitas yang tegas.

Proses kurasi yang dilakukan Leonard Theosabrata di Brightspot Market, misalnya, harus punya objektivitas yang jelas dan juga mengandung unsur edukasi. Bright­spot Market sendiri merupakan sebuah konsep retail ber­bagai produk desain unik berkelas premium yang digelar

accupunto.com

Page 124: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

124

secara periodik di berbagai tempat di Indonesia di mana Leonard Theosabrata berperan sebagai salah satu mo­tornya. “Akan selalu ada proses pembelajaran pada kurasi yang dilakukan di Brightspot,” ujarnya.

Leonard melihat bahwa proses pembelajaran sebuah vendor untuk meningkatkan mutu produk akan dapat di­lakukan dengan baik ketika karya­karyanya masuk dalam proses kurasi. Ketika proses kurasi itulah Leonard akan memberi masukan dan saran kepada para vendor produk­produk mana saja yang terbilang bagus, produk yang harus lebih ditingkatkan, serta produk yang dianggap kurang bernilai. “Dari situlah kemudian timbul mentoring proses. Kita melakukan itu karena kita merasa bertang­gung jawab terhadap sebuah produk,” jelas Leonard.

Mengingat besarnya perputaran uang yang terjadi dalam Brightspot Market, yaitu mencapai 45 milyar hanya dalam 4 hari saja, maka Leonard pun harus semakin sele­ktif dalam menilai produk dan vendor yang ingin masuk. Jangan sampai citra Brightspot menjadi turun dan hal itu malah dapat berimbas negatif ke vendor­vendor lain. “Education dan curation adalah proses penting dalam bisnis ini,” Leonard menegaskan.

Memang benar, dalam dunia kreatif, semua orang yang terlibat di dalamnya tidak boleh berhenti belajar dan berkarya, seperti yang masih dan akan terus dilaku­kan oleh Leonard Theosabrata hingga saat ini dan sampai kapanpun. Seperti kata Leonard, belajarlah dari contoh­contoh yang baik dan berbuatlah sesuatu yang nyata. Be­lajar, bergerak, dan sukses!

accupunto.com

Page 125: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

#Twitalk#Twitalk adalah sebuah program wawancara live semacam talk show melalui media Twitter. Program ini on air perta­ma kali pada Kamis, 29 Mei 2010, dengan menghadirkan Triawan Munaf sebagai narasumbernya. #Twitalk berawal dari potensi yang terbaca dari karakter #FollowFriday yang kemudian berlanjut pada diskusi bersama rekan­rekan pengguna Twitter di timeline. Program #Twitalk dapat disi­mak di setiap hari Kamis jam 21.00 WIB dengan mengklik tanda pagar #Twitalk serta mem­follow akun @TwitalkID dan narasumber yang dihadirkan. Semua interaksi yang berlangsung di #Twitalk terangkum dan terasip di laman resminya: www.Twitalk.co.id.

Page 126: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]

Indonesia KreatifIndonesia Kreatif adalah portal tentang perkembangan ekonomi dan industri kreatif terkini di Indonesia. Indonesia Kreatif mencoba mensinergikan antara para pelaku kreatif, pelaku bisnis, dan pemangku kebijakan demi percepatan pengembangan industri kreatif di Indonesia. Indonesia Kre­atif menyajikan tentang cerita sukses dan inspiratif para pelaku kreatif, kalender kreatif, direktori pelaku kreatif Indonesia, dan materi resmi dari pemerintah. Terdapat dua fitur utama di Indonesia Kreatif, yaitu (1) Showcase untuk memamerkan karya­karya kreatif baik dalam bentuk gambar, video, dan animasi, serta (2) Bazaar untuk mencari peluang kerjasama antar pelaku kreatif. Indonesia Kreatif dapat diakses melalui www.IndonesiaKreatif.net.

Page 127: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]
Page 128: Ebook Travelling with Creativity [Revisi]