Jogja Geoheritage Trail:Jogja Riwayatmu Dulu.. dulu sekali
Organized by:TamasyaSaujana Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta
Pulau Jawa menyimpan berbagai cerita menarikbahkan boleh jadi
mengerikan di balik proses pembentukannya. Tahukah Anda berapa usia
Pulau Jawa? Apakah berada dalam kisaran puluhan ribu, ratusan ribu,
bahkan jutaan hingga puluhan juta tahun? Bagaimana para ahli
menentukan usia Pulau Jawa?
Geoheritage Trail ini akan membawa Anda menjelajahi alur cerita
pembentukan Pulau Jawa, dengan melihat bukti-bukti fisik pada tanah
tempat kaki Anda menjejak, dan pada batuan yang akan Anda sentuh
langsung. Perjalanan ini akan membawa Anda melintasi lorong waktu
menuju 100-an juta tahun lalu, danbebaskan imajinasi Anda agar bisa
lebih menikmati lompatan waktu ini! Setelah mengikuti Geoheritage
Trail ini, Anda akan lebih bisa memahami dan menerima secara arif
namun tetap waspada bahwa kita hidup berkalang bencana di salah
satu pulau busur gunungapi di Nusantara.
Batuan tertua yang pernah ditemukan di Pulau Jawa adalah batuan
berusia 96 juta tahun dan dari batasan tahun itulah mulai terkuak
misteri lembaran-lembaran sejarah terbentuknya Pulau Jawa. Tahukah
Anda, menurut sejarahnya, dahulu Pulau Jawa adalah gabungan dari
dua lempeng benua yaitu mikrokontinen Jawa Timur dan Paparan Sunda.
Buktinya terlihat dari adanya batuan hasil tubrukan antara kedua
lempeng benua tersebut yang kemudian tersingkap di daerah
Karangsambung dan Bayat (Jawa Tengah), serta Ciletuh (Jawa
Barat).
Seiring berjalannya waktu, terjadilah proses pengikisan (erosi)
batuan-dasar yang tersingkap karena proses tumbukan yang
terus-menerus, dan pada kala Eosen (54-36 juta tahun lalu)
berlangsung lah proses sedimentasi/pengendapan pertama. Material
sedimen terendapkan di cekungan-cekungan kecil maupun besar yang
terbentuk sebagai akibat dari proses peregangan lempeng. Pada waktu
ini umumnya terjadi proses pengendapan yang berupa pengendapan
sungai, danau dan laut dangkal yang dicirikan dengan tersingkapnya
konglomerat, batugamping, batupasir, serta batubara.
Proses pergerakan lempeng terus terjadi. Kejadian berikutnya
adalah Pulau Jawayang tadinya merupakan penyatuan antara lempeng
paparan Sunda dan lempeng mikrokontinen Jawa Timurkemudian ditabrak
dari selatan oleh lempeng Indo-Australia yang beringsut ke utara
dan menunjam di zona palung di selatan Pulau Jawa yang berarah
Barat-Timur. Kejadian inilah yang merupakan kejadian utama yang
terjadi selama sejarah pembentukan Pulau Jawa, yaitu proses
pembentukan gunungapi-gunungapi yang tersebar di bagian Selatan
Pulau Jawa, yang kemudian menjadi tulang punggung Pulau Jawa (lihat
Gambar-1).
Tahukah Anda, pada masa ini terjadi proses volkanisme yang
sangat dahsyat, yang dibuktikan dengan ditemukannya banyak sekali
singkapan batuan-batuan piroklastik (hasil erupsi gunungapi) dan
batupasir vulkanik yang sangat tebal. Proses ini berlangsung selama
masa Oligosen-Miosen Tengah (36-10,2 juta tahun lalu), dan produk
dari proses ini disebut sebagai masa OAF (Old Andesite Formation).
Masa ini bisa diibaratkan sebagai masa kejayaan gunungapi di Pulau
Jawa.
Gambar-1: Dua jalur gunungapi sebagai tulang punggung Pulau
Jawa
Seiring perjalanan waktu, proses keaktifan gunungapi pun
berangsur turun atau bahkan menjadi tidak aktif. Kondisi Pulau Jawa
pun menjadi relatif stabil, meskipun di beberapa tempat masih cukup
aktif. Pada masa itu hampir seluruh Pulau Jawa tergenang laut,
dengan proses biota laut yang berkembang dengan baik. Kondisi air
laut yang menggenangi Pulau Jawa ini tenang, jernih, sumber makanan
cukup, dan cahaya matahari yang dapat masuk ke laut cukup baik
sehingga kemudian terbentuklah suatu koloni koral (kompleks
terumbu) yang sangat luas dan kumpulan-kumpulan biota air
berkembang biak. Hasil kejadian ini terekam dari tersingkapnya
batugamping terumbu/batugamping nonklastik maupun batugamping
klastik yang sangat tebal dan luas di sepanjang Selatan dan Utara
Pulau Jawa. Di sisi lain, proses pengendapan delta, sungai, dan
laut yang lebih dalam pun berlangsung secara bersamaan. Kejadian
ini berlangsung dari 25,2 juta tahun hingga 5,2 juta tahun silam.
Selanjutnya permukaan air laut berangsur turun dan diikuti oleh
pengendapan-pengendapan sedimen non-marine yaitu endapan-endapan
darat dan tepi laut. Selain itu, proses pembentukan gunungapi muda
kembali terjadi seperti yang dapat kita lihat di sepanjang bagian
tengah Pulau Jawa. Kejadian ini masih diikuti pula dengan
pengangkatan, pemiringan, erosi, serta pertumbuhan terumbu secara
ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung hingga saat
ini.
Jadi, sejarah geologi seperti yang diceritakan di atas ini dapat
dibagi menjadi beberapa periode (lihat Gambar-2):1. Masa Awal
Pembentukan Pulau Jawa2. Masa Sebelum Kejayaan Gunungapi Purba3.
Masa Kejayaan Gunungapi Purba4. Masa Berakhirnya Gunungapi Purba5.
Masa Gunungapi Modern
Gambar-2: Kolom sejarah geologi Yogyakarta dan sekitarnya.
Stop Site 1. Lava Bantal Berbah, Sleman, YogyakartaSaat ini,
kita sedang berdiri di atas peninggalan masa-masa awal Kejayaan
Gunungapi Purba (volcanic arc). Situs ini bernama Lava Bantal
Berbah. Ada apa dengan bantal, sehingga ia diasosiasikan dengan
batuan di situs ini? Ayo, kita cermati.
Batuan ini disebut lava bantal atau pillow lava karena bentukan
geometrinya yang mirip bantal. Lava bantal terbentuk akibat dari
lava hasil erupsi lelehan yang berkontak langsung dengan fluida
(massa air, bisa di laut atau danau). Pembekuan yang cepat karena
kontak dengan massa air menyebabkan mineral-mineralnya tidak
terbentuk dengan baik, dan membentuk geometri serupa bantal.
Umur lava bantal Berbah ini diperkirakan lebih tua dari 30 juta
tahun. Dari perkiraan umur dan komposisi yang basaltis,
diperkirakan gejala erupsi lelehan ini merupakan cikal-bakal
gunungapi di Pulau Jawa yang kemudian berkembang menjadi himpunan
gunungapi strato, yang erupsinya eksplosif, dan dengan komposisi
umum andesitik. Jadi lava bantal Berbah ini representasi dari
bentuk awal volkanisme Pulau Jawa.
Singkapan seperti ini tidak banyak dijumpai di sepanjang
Pegunungan Selatan Jawa, dan lava bantal Berbah adalah yang terbaik
(lihat Gambar-3). Kelangkaan ini mempertegas bahwa lava bantal ini
merupakan fase awal mulai munculnya gunungapi di Jawa.
Gambar-3: Singkapan lava bantal di Kali Opak, Berbah, Sleman,
Yogyakarta (Foto: C. Prasetyadi)
Stop Site 2. Endapan Abu Volkanik (endapan piroklastik) - Candi
Ijo, Prambanan, Sleman, YogyakartaAnda sekarang berdiri di situs
yang merupakan singkapan terbaik batuan endapan abu gunungapi purba
(lihat Gambar-4). Lokasi ini terletak di Desa Candi Ijo. Situs ini
dikenal sebagai bagian dari Formasi Semilir. Nama Semilir diberikan
sesuai dengan nama lokasi tempatnya tersingkap, yakni Desa Semilir.
Desa ini terletak di Kecamatan Pathuk, Daerah Istimewa Yogyakarta,
tempat batuan ini juga tersingkap bahkan jauh lebih tebal dan
dianggap paling baik.
Gambar-4: Singkapan endapan abu volkanik purba (berumur 20-30
Juta tahun) yang mencapai ketebalan >50 m, di Desa Candi Ijo,
Prambanan. Foto bawah potongan setangan endapan piroklastik yang
terdiri dari abu volkanik (lapisan halus bagian atas) dan batuapung
(pumice) yang berbutir lebih kasar (lapisan bagian bawah) (Foto:
atas-Zaenal Fanani, bawah-Dwi Oblo).
Di hadapan Anda adalah singkapan batuan endapan debu/abu
gunungapi purba, membentuk morfologi bukit. Penduduk lokal
menambang bukit ini sedemikian rupa, hingga menghasilkan kupasan
tebing setinggi 30 meter, menyingkap dengan segar bebatuan
penyusunnya yang umumnya terdiri dari perlapisan abu gunungapi
mengandung fragmen-fragmen batuapung (pumice).
Kehadiran batuapung ini membuktikan dengan sangat meyakinkan
bahwa perlapisan ini merupakan hasil letusan gunungapi yang
eksplosif. Batuan semacam ini banyak dijumpai mulai dari perbukitan
di daerah Parangtritis sampai daerah Wonogiri, dengan ketebalan
antara 300-600 meter.
Secara stratigrafi (urutan perlapisan), Formasi Semilir ini
berada di atas Lava Bantal Berbah. Distribusi yang luas dan dengan
ketebalan yang besar mengindikasikan bahwa Formasi Semilir ini
dihasilkan dari suatu peristiwa rangkaian letusan gunungapi yang
besar 20 juta tahun lalu, yang kemungkinan tidak kalah dahsyat
dengan letusan Toba Volcano (70 ribu tahun lalu). Oleh karenanya
formasi ini disebut sebagai hasil super eruption dari Semilir
Volcano. Melalui bentangan alam yang kita lihat di situs ini, kita
berhadap-hadapan dengan bukti otentik masa puncak kejayaan
gunungapi purba di Pulau Jawa.
Dari lava bantal Berbah yang berada di bawah menuju ke Formasi
Semilir yang berada di atasnya, berarti kita melihat bukti
perkembangan suatu busur gunungapi yang pada awalnya ditandai
dengan volkanisme monogenesis (hanya menghasilkan satu lelehan
lava) di bawah laut, kemudian berkembang menjadi volkanisme
poligenesis yang menghasilkan gunungapi strato (terdiri dari
perselingan lava dan volkaniklastik), dan dipuncaki dengan
peristiwa super eruption Gunungapi Semilir.
Formasi Semilir ditumpangi oleh Formasi Nglanggran, yang lebih
muda, yang terdiri dari breksi andesit dan sedikit lava andesit.
Hadirnya Formasi Nglanggran menunjukkan bahwa setelah terbentuk
hamparan luas hasil letusan katastrofis Gunungapi Semilir, kemudian
disusul dengan tumbuhnya gunungapi strato baru, yakni Gunungapi
Nglanggran.
Tahan rasa penasaran Anda, karena sisa-sisa Gunungapi Nglanggran
akan menjadi stop site terakhir dari perjalanan kita hari ini!
Stop Site 3. Konglomerat - Jiwo Barat, Bayat, Klaten, Jawa
TengahIni salah satu bagian yang paling menegangkan dari perjalanan
geoheritage kita. Dari sisi lokasi, Anda akan diajak menyapa
penduduk lokal terlebih dahulu, untuk menuju bagian belakang sebuah
rumah. Anda mungkin bertanya, apa istimewanya lokasi ini? Di lokasi
ini, Anda sedang berdiri di atas Pulau Jawa dalam Masa Sebelum
Kejayaan Gunungapi Purba (non-volcanic arc).
Di lokasi ini dijumpai singkapan batuan sedimen konglomerat.
Batuan ini cukup keras, berwarna coklat, terdiri dari
fragmen-fragmen berbentuk membundar dari kuarsa, fragmen batuan
metamorf sekis, sabak, batulempung, serta sedikit rijang. Batuan
semacam ini merupakan hasil endapan sungai.
Komposisi batuan di lokasi ini mengindikasikan bahwa
sumber-asalnya bukanlah material volkanik, melainkan
material-material yang bersumber dari batuan asal yang lebih tua,
yang tererosi menjadi butiran-butiran dan kemudian diendapkan
kembali sebagai konglomerat ini (lihat Gambar-5).
Karena secara umum material pembentuknya terdiri dari batuan
metamorfyang merupakan batuan tertua, maka konglomerat ini dianggap
sebagai batuan sedimen tertua dan menunjukkan bahwa pada saat
pembentukannya terjadi, belum ada kegiatan volkanisme.
Gambar-5: Singkapan batuan konglomerat (berumur 40-50 Juta
tahun) yang didominasi oleh fragmen-fragmen membundar berwarna
putih dari mineral kuarsa, di Desa Jiwo Kulon, Bayat (Foto:
C.Prasetyadi).
Stop Site 4a. Watu Prahu - Perbukitan Jiwo Timur, Klaten, Jawa
TengahDi lokasi ini, kami akan mengajak Anda untuk lompat lebih
jauh lagi ke Masa Awal Pembentukan Pulau Jawa, dengan melihat
batuan yang ada di hadapan Anda.
Di hadapan Anda adalah batuan metamorf yang disebut filit (lihat
Gambar-6 atas). Ia merupakan batuan tertua di Pulau Jawa. Di dalam
filit ini terdapat juga urat-urat kuarsa berwarna putih (lihat
Gambar-6 bawah). Batuan metamorf semacam ini hanya tersingkap di
tiga tempat di Pulau Jawa, yakni di Ciletuh (Jawa Barat),
Karangsambung dan Bayat (kedua-duanya di Jawa Tengah).
Gambar-6: Singkapan batuan tertua di Tanah Jawa, berupa batuan
metamorf yang disebut filit (foto atas), diperkirakan berumur
>90 juta tahun. Di dalam filit ini banyak dijumpai urat kuarsa
berwarna putih (foto bawah), tersingkap di Desa Watuprahu, Bayat
Timur. Urat kuarsa ini adalah fragmen-fragmen membundar yang
terdapat di batuan konglomerat yang dijumpai di stop site
sebelumnya (Foto: C.Prasetyadi).
Menurut penanggalan, kandungan K-Ar batuan ini diperkirakan
berumur sekitar 100-an juta tahun. Biasanya, batuan semacam ini
terletak jauh di kedalaman (bisa mencapai 3.000 meter) dan umumnya
mengalasi batuan-batuan sedimen di atasnya. Dengan
karakter-karakter khasnya ini, batuan metamorf semacam ini disebut
juga batuan-dasar (basement rock). Bukti bahwa batuan filit ini
adalah yang tertua dapat dilihat dari fakta bahwa fragmen batuan
metamorf inibeserta urat kuarsanyamenjadi penyusun butiran-butiran
batuan konglomerat yang dijumpai di stop site sebelumnya.
Stop Site 4b. Watu Prahu - Perbukitan Jiwo Timur, Klaten, Jawa
TengahDi lokasi ini juga dijumpai batugamping Nummulites (lihat
Gambar-7). Batugamping ini tersusun oleh kumpulan fosil binatang
laut jenis foraminifera berbentuk koin. Fauna ini sudah punah dan
merupakan fosil penunjuk untuk kala Eosen (sekitar 40 juta tahun
lalu). Bersama-sama dengan konglomerat, batupasir kuarsa, dan
batulempung, batugamping ini menumpang secara tidak selaras di atas
batuan-dasar (basement rock) yang terdiri dari batuan metamorf
filit seperti yang diamati di lokasi sebelumnya.
Gambar-7: Singkapan batugamping berfosil di Desa Watuprahu,
Bayat Timur. Batugamping ini mengandung fosil fauna laut
foraminifera Nummulites, fosil indek penunjuk umur Eosen sekitar
40-50 juta tahun (Foto: C.Prasetyadi).
Stop Site 5. Perbukitan Tancep Kecamatan Ngawen, Gunung Kidul,
YogyakartaSetelah menjelajah daerah Klaten, kita meneruskan
perjalanan menuju stop site berikutnya, yaitu Perbukitan Tancep
yang berada di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul. Di lokasi
yang terletak di atas perbukitan di Desa Tancep ini, kita bisa
melayangkan pandangan ke arah utara bentang alam dari daerah-daerah
yang sudah dilalui selama geoheritage trip ini, mulai dari bentang
alam Gunungapi Merapi, perbukitan Baturagung yang tersusun oleh
batuan-batuan Old Andesite Formation/OAF (Formasi Semilir dan
Formasi Nglanggran), dan bentang alam Perbukitan Jiwo yang terdiri
dari batuan-batuan tertua di Pulau Jawa (lihat Gambar-8). Lokasi
ini juga merupakan titik awal perjalanan ke arah Selatan, yang
merupakan daerah dengan riwayat geologi yang lebih muda, yaitu
Periode Post-Old Andesite Formation. Sedangkan di arah utara
merupakan daerah dengan riwayat geologi yang relatif lebih tua,
mulai dari Periode Pra-Gunungapi, sampai Periode Gunungapi Purba
(OAF), yang sudah anda lewati di beberapa stop site sebelumnya.
Gambar-8: Bentang alam di Desa Tancep, Kecamatan Ngawen.
Memandang ke arah utara, ke arah G. Merapi yang terlihat bagian
puncaknya. Di kejauhan nampak pula bentang alam perbukitan Bayat
dimana batuan tertua di Jawa tersingkap. Bentang alam ini
menunjukkan rentang dimensi waktu 100 juta tahun sampai masa kini
(Foto: Indra Arista).
Stop Site 6. Morfologi Wonosari Platform Desa Nglipar, Gunung
Kidul, YogyakartaTempat yang Anda kunjungi saat ini merupakan
penampakan dari morfologi karst Formasi Wonosari, yang merupakan
bukti dari zaman keemasan kehidupan laut seperti terumbu karang,
algae, dan biota laut lainnya yang hidup pada masa 16,2 juta tahun
silam di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jika kita ingin beranalogi,
daerah Yogyakarta di masa dahulu bisa diibaratkan sama seperti The
Great Barrier Reef di lautan Timur Australia di masa sekarang ini.
Kemunculan secara besar-besaran kehidupan biota laut di sini
menunjukkan bahwa pada masa itu kegiatan gunungapi mengalami
penurunan dan bahkan tidak aktif (lihat Gambar-9).
Gambar-9: Bentang alam dataran Wonosari yang terdiri dari
kompleks batugamping terumbu (foto atas), difoto dari lokasi tepi
jalan raya Nglipar. Foto bawah memberi gambaran pertumbuhan
kompleks terumbu (berwarna biru muda) di sekitar
punggungan-punggungan bekas gunungapi (Foto: Atas-C.Prasetyadi;
bawah-dari Awang Satyana).
Stop Site 7. Bioturbasi Sambipitu Kali Ngalang, Gunung Kidul,
YogyakartaSetelah Anda melihat sisa-sisa masa keemasan kehidupan
laut di stop site sebelumnya, sekarang Anda telah tiba di Formasi
Sambipitu, yang berada di dekat aliran Kali Ngalang. Dalam Formasi
Sambipitu bisa ditemukan batugamping klastik, yaitu hasil dari
endapan rombakan batuan gamping terumbu atau yang lainnya yang
terjadi 16,2 hingga 5,2 juta tahun silam, dan masih masuk ke dalam
sistem laut terbuka. Pada batuan ini Anda dapat melihat sisa-sisa
aktivitas organisme laut yang hidup di dasar perairan, dengan cara
hidup membuat rumah-rumah di dalam batu, yang menampakkan
jejak-jejak aktivitas tersebut di batuan ini. Dalam dunia geologi
hal ini dikenal dengan istilah Bioturbasi. Selain jejak-jejak
aktivitas tersebut, di dalam batuan ini juga dijumpai
fragmen-fragmen batuan andesit yang berasal dari formasi yang lebih
tua, seperti Formasi Nglanggran yang identik dengan gunungapi
strato purba. Jadi, bisa disimpulkan bahwa pada saat terjadinya
pengendapan batugamping pasiran Formasi Sambipitu ini, kegiatan
gunungapi Nglanggran sudah tidak aktif (lihat Gambar-10).
Gambar-10: Struktur sedimen bioturbasi pada batupasir gampingan
Formasi Sambipitu. Bioturbasi adalah jejak-jejak kehidupan biota,
biasanya biota yang hidup di lingkungan pasir pantai atau laut
dangkal. Foto inzet, menunjukan batuan breksi lainnya dalam Formasi
Sambipitu. Fragmen-fragmen andesit berasal dari Formasi Nglanggran
yang lebih tua (Foto: C.Prasetyadi).
Stop Site 8. Situs Gunung Api Purba Nglanggran, Gunung Kidul,
YogyakartaSetelah melalui tujuh stop site, saat ini sampailah Anda
di akhir petualangan menembus lorong waktu terbentuknya Pulau Jawa.
Ya, saat ini Anda telah sampai di Situs Gunungapi Purba-Nglanggran
yang merupakan jejak-jejak aktivitas volkanisme Pulau Jawa dari
masa 36 juta tahun silam. Situs gunungapi purba Nglanggaran
merupakan produk dari lontaran letusan gunungapi pada saat
gunungapi mengalami erupsi (lihat Gambar-11). Dalam istilah
geologi, kita mengenalnya sebagai Bomb atau Aglomerat, yang
termasuk ke dalam batuan piroklastik. Jika dilihat secara geometri,
material ini berukuran sangat besar dan luas, sehingga barangkali
Anda bisa membayangkan betapa dahsyatnya kondisi erupsi gunungapi
pada masa itu. Jika Formasi Semilir yang didominasi oleh abu
volkanik dan batuapung menunjukkan kejadian gunungapi eksplosif
yang bersifat katastrofis, maka Gunungapi Nglanggran dapat
dianalogikan dengan gunungapi strato mirip gunungapi Anak Krakatau.
Formasi Semilir mirip dengan pembentukan kaldera karena letusan
dahsyat Krakatau, sedangkan Formasi Nglanggran mirip dengan
gunungapi strato dari Gunungapi Anak Krakatau yang tumbuh di atas
Krakatau Lama.
Gambar-11: Situs gunungapi purba Nglanggran.
GUNUNG MERAPI: Duta tektonik Pulau Jawa masa kiniSetelah
melewati semua stop site, saatnya kita kembali ke masa sekarang.
Gunung Merapi mewakili masa gunung api modern yang terbentuk
sekitar 2 juta tahun lalu (pada zaman Kuarter). Gunung berapi
dengan ketinggian 2.968 meter ini merupakan gunung berapi yang
teraktif di Indonesia maupun di dunia. Proses pembentukan Gunung
Merapi sama dengan proses gunungapi purba, yaitu hasil interaksi
Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan menunjam di
Palung Jawa ke bawah Lempeng Asia Tenggara. Masih aktifnya Gunung
Merapi dan seringnya terjadi gempabumi di Pulau Jawa menunjukkan
bahwa interaksi lempeng tersebut sedang berlangsung dan berlanjut
terus sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Dari awal
perjalanan kami menjelaskan kejadian masa lampau berdasarkan
batuannya, tetapi umur Gunung Merapi yang masih muda menurut skala
waktu geologi menyebabkan produk letusannya, yang terdiri dari abu
vulkanik, lapili, blok (fragmen batuan yang ikut terlontar pada
saat erupsi) dan bomb (fragmen lava panas yang ikut terlontarkan
dan kemudian membeku) masih merupakan endapan lepas dan belum
terkonsolidasi membentuk batuan karena belum lama atau baru saja
dierupsikan. Material yang langsung dikeluarkan oleh Gunung Merapi
ini ada yang mengendap di bagian lereng dan apabila terjenuhkan
oleh air hujan dapat mengalir ke bawah menjadi aliran campuran
lumpur, pasir, dan bongkahan lava dengan kekuatan aliran yang
dahsyat, yang dikenal sebagai aliran Lahar Dingin (atau Lahar
Hujan). Istilah lahar ini telah mendunia, dipakai sebagai
terminologi internasional yang berasal dari Indonesia. Bukti
sisa-sisa kedahsyatan aliran lahar Gunung Merapi yang terjadi pada
awal 2011 dapat disaksikan hingga saat ini di sekitar jembatan Kali
Putih, Muntilan, Jawa Tengah.
EPILOGMisi kami menyelenggarakan kegiatan Jogja Geoheritage
Trail ini adalah menyebarluaskan pengetahuan berbasis pengamatan
langsung di lapangan mengenai bukti-bukti ataupun fenomena riwayat
geologi daerah Yogyakarta dan sekitarnyamasyarakat umum. Dengan
modal pengetahuan ini, kita akan dapat menemukan cara cerdas
terbaik bagaimana tinggal di wilayah rentan bencana di atas zona
penunjaman lempeng yang niscaya tidak akan pernah berhenti
bekerja.