PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL Materi : 1. Sinyal dan sistem diskrit 2. Analisa Frekuensi 3. Sampling dan rekonstruksi sinyal 4. Transformasi – Z 5. Perencanaan Filter digital 6. Realisasi Filter digital Pustaka : 1. Alan V. Oppenheim, R. W. Schafer “Discrete Time Signal Processing”, Prentice Hall, second edition, 1999. 2. J. G. Proakis, “Digtital Signal Processing”, Prentice Hall, 3. Monson H. Hayes, “Digtital Signal Processing”, Schaum’s Outlines Series, 1999. 4. L. C. Ludeman, “Fundamentals of Digital Signal Processing”, Harper & Row, 1986. Evaluasi : 1. Tugas : 10% 2. Kuis : 10% 3. UTS : 40% 4. UAS : 40% Pengolahan Sinyal Digital ADC converter DAC converter Sistem diskrit () () () () () (Ω) () () Ω = () = () ()
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL
Materi :
1. Sinyal dan sistem diskrit
2. Analisa Frekuensi
3. Sampling dan rekonstruksi sinyal
4. Transformasi – Z
5. Perencanaan Filter digital
6. Realisasi Filter digital
Pustaka :
1. Alan V. Oppenheim, R. W. Schafer “Discrete Time Signal Processing”,
Prentice Hall, second edition, 1999.
2. J. G. Proakis, “Digtital Signal Processing”, Prentice Hall,
3. Monson H. Hayes, “Digtital Signal Processing”, Schaum’s Outlines
Series, 1999.
4. L. C. Ludeman, “Fundamentals of Digital Signal Processing”, Harper &
Row, 1986.
Evaluasi :
1. Tugas : 10%
2. Kuis : 10%
3. UTS : 40%
4. UAS : 40%
Pengolahan Sinyal Digital
ADC
converter
DAC
converter
Sistem diskrit
𝐻(𝑒𝑗𝜔 )
𝑥𝑎(𝑡) 𝑥(𝑛) 𝑦(𝑛) 𝑦𝑎(𝑡)
𝑇 𝑇
𝑋𝑎(𝑗Ω) 𝑋(𝑒𝑗𝜔) 𝑌(𝑒𝑗𝜔) 𝑌𝑎 𝑗Ω
= 𝑌(𝑓) 𝑌𝑎 𝑓
= 𝑌(𝑓) 𝑋𝑎(𝑓)
CONTOH REALISASI
Blok Diagram DSK TMS320C6416T
DSK TMS320C6416T
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 1
Bab 1
Sinyal dan Sistem Diskrit
1.1 Pendahuluan
Pada bab ini kita akan mempelajari pengolahan sinyal digital dengan menekankan pada
notasi sinyal dan sistem diskrit. Pada bagian ini kita akan konsentrasi pada
penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan representasi sinyal, manipulasi
sinyal, sifat-sifat sinyal, klasifikasi sistem dan sifat-sifat sistem diskrit. Pada bagian ini
juga ditunjukkan bahwa sistem yang linier – time invariant (LTI), bila diberi input maka
outputnya akan berlaku penjumlahan konvolusi. Penjumlahan konvolusi dan Sifat-
sifatnya akan didiskusikan, begitu juga sistem diskrit yang dinyatakan dengan
persamaan beda akan dibahas pada bab ini.
1.2 Sinyal Diskrit
Sinyal diskrit didefinisikan sebagai deretan bilangan real atau kompleks yang diberi
tanda (indeks) yang menyatakan deretan waktu. Selanjutnya sinyal diskrit dinyatakan
sebagai fungsi variabel integer 𝑛 yang dinotasikan dengan 𝑥(𝑛). Secara umum sinyal
diskrit 𝑥(𝑛) merupakan fungsi waktu 𝑛. Sinyal diskrit 𝑥(𝑛) tidak didefinisikan untuk
nilai 𝑛 non integer. Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dapat dilihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Representasi sinyal diskrit 𝑥(𝑛)
Sinyal diskrit 𝑥(𝑛) diperoleh dari sinyal analog/kontinyu yang disampling dengan
analog-to-digital (A/D) converter dengan laju sampling 1/𝑇, dimana 𝑇 merupakan
periode sampling. Sebagai contoh sinyal suara yang mempunyai spektrum 0 – 3400 Hz
disampling dengan laju sampling 8 kHz. Sinyal analog 𝑥𝑎(𝑡) yang disampling dengan
periode sampling 𝑇 menghasilkan sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dari sinyal analog 𝑥𝑎 𝑡 sebagai
berikut
𝑥 𝑛 = 𝑥𝑎(𝑛𝑇) (1.1)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 −1 −2 −3 −4 𝑛
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab I - 2
1.2.1 Sinyal diskrit kompleks
Secara umum sinyal diskrit bisa bernilai kompleks. Dalam kenyataanya, pada beberapa
aplikasi, seperti pada sistem komunikasi digital, sinyal diskrit kompleks muncul secara
natural. Sinyal diskrit kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu bagian real
dan bagian imajiner,
𝑥 𝑛 = 𝑎 𝑛 + 𝑗𝑏 𝑛 = 𝐑𝐞 𝑥(𝑛) + 𝑗𝐈𝐦 𝑥(𝑛) (1.2)
atau dalam bentuk kompleks polar, yaitu dalam magnitud dan fasanya,
𝑥 𝑛 = 𝑥(𝑛) exp[𝑗𝐚𝐫𝐠 𝑥(𝑛) ] (1.3)
Magnitud sinyal diskrit dapat diturunkan dari bagian real dan imajinernya sebagai
berikut:
𝑥(𝑛) = 𝐑𝐞2 x n + 𝐈𝐦𝟐x(n) (1.4)
Sedangkan fasa sinyal diskrit dapat diperoleh dengan menggunakan,
𝐚𝐫𝐠𝑥 𝑛 = 𝑡𝑎𝑛−1 𝐈𝐦𝑥(𝑛)
𝐑𝐞𝑥(𝑛) (1.5)
Jika 𝑥(𝑛) merupakan urutan kompleks, maka kompleks konjuget dinyatakan dengan
notasi 𝑥∗(𝑛), yang diperoleh dengan cara mengubah tanda pada bagian imajiner dari
𝑥(𝑛) atau tanda argumennya apabila dalam bentuk kompleks polar,
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 1
Bab 2
Analisa Frekuensi
2.1 Pendahuluan
Representasi dalam kawasan frekuensi dari sinyal dan sistem diskrit merupakan analisa
penting dalam pengolahan sinyal digital. Metode yang sering digunakan untuk analisa
sinyal dan sistem diskrit dalam domain frekuensi adalah menggunakan transformasi
Fourier. Transformasi Fourier mampu mempermudah proses komputasi konvolusi
sehingga komputasi menjadi lebih sederhana. Pada bagian ini akan dijelaskan
representasi output sistem LTI apabila diberi input sinyal eksponensial kompleks
maupun sinyal sinus. Transformasi Fourier dan sifat-sifatnya juga akan dijelaskan
secara detail. Pengantar tentang filter digital dan jenis filter dibahas juga pada bagian
ini. Interkoneksi sistem diskrit dan aplikasinya dibahas dibagian akhir bab ini.
2.2 Representasi Frekuensi dari Sinyal dan Sistem Diskrit Sistem LTI dikarakterisasi dengan respons impuls ℎ(𝑛), sinyal 𝑥(𝑛) dijadikan sebagai input sistem tersebut menghasilkan respons sistem 𝑦(𝑛) yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan sistem LTI yang diberi input sinyal eksponensial kompleks dan sinyal sinus.
Gambar 2.1 Sistem LTI 2.2.1 Respons sistem dengan input eksponensial kompleks Sistem LTI pada gambar 2.1 diberi input sinyal eksponensial kompleks 𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗𝜔𝑛 , dimana 𝜔 adalah konstanta yang merupakan frekuensi sinyal.
𝑦 𝑛 = 𝑥 𝑛 ∗ ℎ 𝑛 = ℎ 𝑛 ∗ 𝑥 𝑛 = ℎ 𝑘 𝑥(𝑛 − 𝑘)
∞
𝑘=−∞
(2.1)
𝑦 𝑛 = ℎ 𝑘
∞
𝑘=−∞
𝑒𝑗𝜔 (𝑛−𝑘) = 𝑒𝑗𝜔𝑛 ℎ 𝑘
∞
𝑘=−∞
𝑒−𝑗𝜔𝑘 = 𝑒𝑗𝜔𝑛 𝐻(𝑒𝑗𝜔 ) (2.2)
𝐻(𝑒𝑗𝜔 ) = ℎ 𝑘
∞
𝑘=−∞
𝑒−𝑗𝜔𝑘 (2.3)
ℎ(𝑛)
𝑥 𝑛 𝑦 𝑛
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 2
Dimana 𝐻(𝑒𝑗𝜔 ) merupakan respons frekuenasi sistem dan juga transformasi Fourier dari ℎ(𝑛). Pada pers (2.2) terlihat merupakan perkalian antara sinyal input eksponensial kompleks 𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗𝜔𝑛 dengan respons frekuensi sistem 𝐻(𝑒𝑗𝜔 ), dimana
𝐻 𝑒𝑗𝜔 bilangan komplek dan selalu periodik dengan periode 2𝜋.
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻𝑅 𝑒𝑗𝜔 + 𝑗𝐻𝐼 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗∡𝐻 𝑒 𝑗𝜔 (2.4)
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻𝑅2 𝑒𝑗𝜔 + 𝐻𝐼
2 𝑒𝑗𝜔 (2.5)
∡𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝑡𝑎𝑛−1𝐻𝐼 𝑒
𝑗𝜔
𝐻𝑅 𝑒𝑗𝜔 (2.6)
Dimana 𝐻 𝑒𝑗𝜔 dan ∡𝐻 𝑒𝑗𝜔 merupakan respon magnitud dan respon fasa dari
sistem tersebut. 2.2.2 Respons impuls sistem LTI Sistem LTI dengan respons frekuensi 𝐻 𝑒𝑗𝜔 memiliki respons impuls dengan cara
melakukan invers respons frekuensi yaitu dengan melakukan integrasi satu periode 2𝜋
ℎ 𝑛 =1
2𝜋 𝐻 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗𝜔𝑛
𝜋
−𝜋
𝑑𝜔 (2.7)
Bentuk pers (2.7) merupakan transformasi Fourier balik. 2.2.3 Respons sistem dengan input sinus Sistem LTI pada gambar 2.1 diberi input sinyal sinus 𝑥 𝑛 = 𝐴𝑐𝑜𝑠(𝜔0𝑛 + 𝜃), dimana 𝐴, 𝜔0 dan 𝜃 adalah amplitudo sinyal, frekuensi sinyal dan fasa sinyal sinus. Sinyal sinus dapat dinyatakan dalam bentuk kompleks polar
𝑥 𝑛 = 𝐴𝑐𝑜𝑠 𝜔0𝑛 + 𝜃 =𝐴
2𝑒𝑗 (𝜔0𝑛+𝜃) +
𝐴
2𝑒−(𝑗𝜔0𝑛+𝜃)
(2.8)
Output steady-state sistem LTI menjadi
𝑦 𝑛 =𝐴
2𝑒𝑗 (𝜔0𝑛+𝜃)𝐻(𝑒𝑗𝜔0 ) +
𝐴
2𝑒−(𝑗𝜔0𝑛+𝜃)𝐻(𝑒−𝑗𝜔0 ) (2.9)
Suku pertama dan kedua pers (2.9) saling konjugate maka menjadi
𝑦 𝑛 = 2𝑅𝑒𝐴
2𝑒𝑗 (𝜔0𝑛+𝜃)𝐻 𝑒𝑗𝜔0 (2.10)
𝑦 𝑛 = 2𝑅𝑒𝐴
2𝑒𝑗 (𝜔0𝑛+𝜃) 𝐻 𝑒𝑗𝜔0 𝑒∡𝐻(𝑒 𝑗𝜔𝑜 ) (2.11)
𝑦 𝑛 = 𝐴. 𝐻 𝑒𝑗𝜔0 . 𝑅𝑒 𝑒𝑗 (𝜔0𝑛+𝜃+∡𝐻 𝑒 𝑗𝜔𝑜 (2.12)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 3
𝑦 𝑛 = 𝐴. 𝐻 𝑒𝑗𝜔0 . cos(𝜔0𝑛 + 𝜃 + ∡𝐻 𝑒𝑗𝜔𝑜 ) (2.13)
𝑦 𝑛 = 𝐴𝑦 . cos(𝜔0𝑛 + 𝜃𝑦) (2.14)
Dari pers (2.13) terlihat bahwa output steady-state berupa sinyal sinus dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input 𝜔0, amplitudonya berubah menjadi perkalian antara amplitudo sinyal input 𝐴 dengan respons magnitud sistem pada frekuensi sinyal input 𝐻 𝑒𝑗𝜔0 dan fasanya menjadi penjumlahan antara fasa sinyal
input 𝜃 dengan respons fasa sistem pada frekuensi sinyal input ∡𝐻 𝑒𝑗𝜔𝑜 .
Contoh 2.1 Sistem LTI mempunyai respons impuls ℎ 𝑛 = 0,5 𝑛𝑢(𝑛). Tentukan output steady-state sistem bila diberi input sebagai berikut:
a. 𝑥 𝑛 = 2 cos 0,25𝜋𝑛 + 0,5𝜋 𝑢(𝑛) b. 𝑥 𝑛 = 3𝑢 𝑛 + 2 cos 0,25𝜋𝑛 + 0,5𝜋 𝑢(𝑛)
Penyelesaian: Respons frekuensi sistem LTI adalah
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = ℎ 𝑛
∞
𝑛=−∞
𝑒−𝑗𝜔𝑛 = (0,5)𝑛
∞
𝑛=0
𝑒−𝑗𝜔𝑛 = (0,5
∞
𝑛=0
𝑒−𝑗𝜔 )𝑛
𝐻 𝑒𝑗𝜔 =(0,5𝑒−𝑗𝜔 )0 − (0,5𝑒−𝑗𝜔 )∞+1
1 − 0,5𝑒−𝑗𝜔=
1
1 − 0,5𝑒−𝑗𝜔
𝐻 𝑒𝑗𝜔 =1
1 − 0,5 cos 𝜔 + j0,5sin(ω)
Respons magnitud sistem LTI:
𝐻 𝑒𝑗𝜔 =1
(1 − 0,5 cos 𝜔)2 + (0,5 sin 𝜔)2=
1
1,25 − cos 𝜔 (2.15)
Respons fasa sistem LTI:
∡𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 0 − 𝑡𝑎𝑛−1 0,5 sin 𝜔
1 − 0,5 cos 𝜔 (2.16)
a. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input 𝜔 = 0,25𝜋 adalah
𝐻 𝑒𝑗0,25𝜋 =1
1,25 − cos(0,25𝜋)= 2,935
∡𝐻 𝑒𝑗0,25𝜋 = −𝑡𝑎𝑛−1 0,5 sin(0,25𝜋)
1 − 0,5 cos(0,25𝜋) = −0,159𝜋
Output steady-state sistem LTI adalah
𝑦 𝑛 = 2. 2,935 . cos 0,25𝜋𝑛 + 0,5𝜋 − 0,159𝜋 𝑢(𝑛)
𝑦 𝑛 = 5.87cos(0,25𝜋𝑛 + 0.341𝜋)𝑢(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 4
b. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input 𝜔1 = 0 dan
𝜔2 = 0,25𝜋 adalah
𝐻 𝑒𝑗0 =1
1,25 − cos 0= 2
∡𝐻 𝑒𝑗0 = −𝑡𝑎𝑛−1 0,5 sin(0)
1 − 0,5 cos(0) = 0
Untuk frekuensi 𝜔2 = 0,25𝜋 sama dengan jawaban (a) Jadi output steady-state sistem LTI adalah
2.3 Filter digital Filter digital sering disebut sebagai sistem diskrit. Filter dapat dikarakterisasi dalam bentuk sifat-sifatnya seperti linieritas, time-invariant, kausalitas, stabilitias dll, dan juga diklasifikasikan berdasarkan respons frekuensinya, diantaranya: 2.3.1 Filter fasa linier Filter dikatakan mempunyai fasa linier bila mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐴 𝑒𝑗𝜔 . 𝑒−𝑗𝛼𝜔 (2.17)
Dimana 𝛼 dan 𝐴 𝑒𝑗𝜔 berturut-turut merupakan bilangan real dan nilai real sebagai
fungsi 𝜔. Fasa dari 𝐻 𝑒𝑗𝜔 adalah
∅ 𝜔 = −𝛼𝜔 untuk 𝐴 𝑒𝑗𝜔 ≥ 0
−𝛼𝜔 + 𝜋 untuk 𝐴 𝑒𝑗𝜔 < 0 (2.18)
Selanjutnya secara umum, filter dikatakan mempuntai fasa linier jika mempunyai bentuk umum
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐴 𝑒𝑗𝜔 . 𝑒−𝑗 (𝛼𝜔−𝛽) (2.19)
Pers (2.19) dapat dikatakan juga sebagai filter dengan group delay konstan. Group delay didefinisikan
𝜏𝑔 𝑒𝑗𝜔 = −𝑑∡𝐻 𝑒 𝑗𝜔
𝑑𝜔= −
𝑑−𝛼𝜔 +𝛽
𝑑𝜔= 𝛼 (2.20)
Artinya bahwa sinyal yang melewati sistem dengan respons fasa (−𝛼𝜔 + 𝛽) mengalami delay sebesar 𝛼.
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 5
2.3.2 Filter Allpass Filter digital dikatakan allpass jika respons magnitud dari sistem adalah konstan dan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝑐 (2.21)
Contoh 2.2 Buktikan bahwa respons frekuensi dibawah ini merupakan sistem allpass.
𝐻 𝑒𝑗𝜔 =𝑒−𝑗𝜔 − 0,5
1 − 0,5𝑒−𝑗𝜔
Penyelesaian:
𝐻 𝑒𝑗𝜔 =𝑒−𝑗𝜔 − 0,5
1 − 0,5𝑒−𝑗𝜔=
cos 𝜔 − 𝑗sin𝜔 − 0,5
1 − 0,5 cos 𝜔 + 0,5𝑗sin𝜔
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = (−0,5 + cos 𝜔)2 + (− sin 𝜔)2
(1 − 0,5cos 𝜔)2 + (0,5 sin 𝜔)2
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 0,25 − cos 𝜔 + 𝑐𝑜𝑠2𝜔 + sin2𝜔
1 − cos 𝜔 + 0,25𝑐𝑜𝑠2𝜔 + 0,25sin2𝜔
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 1,25 − cos 𝜔
1,25 − cos 𝜔= 1
Jadi sistem tersebut termasuk allpass karena, respons magnitud sistemnya bernilai konstan. 2.3.3 Filter selektif frekuensi Bedasarkan pemilihan frekuensi yang diloloskan, terdapat beberapa jenis filter diantaranya LPF (Low Pass Filter), HPF (High Pass Filter), BPF (Band Pass Filter), BSF (Band Stop Filter). Interval frekuensi pada respons magnitud yang bernilai 1 atau konstan disebut daerah passband (pita lolos) sedangkan interval frekuensi pada respons magnitud yang bernilai 0 disebut daerah stopband. Frekuensi yang membatasi passband dan stopband disebut frekuensi cutoff. Filter digital ideal mempunyai respons fasa 0 disemua frekuensi dan mempunyai respons magnitud sebagai berikut: a. Low Pass Filter (LPF) LPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.2 dan selalu periodik dengan periode 2𝜋. LPF mempunyai frekuensi cutoff 𝜔𝑐 dan secara matematik dapat ditulis
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 1 𝜔 ≤ 𝜔𝑐
0 𝜔𝑐 < 𝜔 ≤ 𝜋 (2.22)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 6
ℎ 𝑛 =1
2𝜋 𝐻 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗𝜔𝑛𝜋
−𝜋𝑑𝜔 =
sin 𝜔𝑐𝑛
𝜋𝑛 (2.23)
Gambar 2.2 Filter LPF ideal b. High Pass Filter (HPF) HPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.3 dan selalu periodik dengan periode 2𝜋. HPF mempunyai frekuensi cutoff 𝜔𝑐 dan secara matematik dapat ditulis
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 1 𝜔𝑐 < 𝜔 ≤ 𝜋
0 𝜔 ≤ 𝜔𝑐
(2.24)
ℎ 𝑛 =1
2𝜋 𝐻 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗𝜔𝑛𝜋
−𝜋𝑑𝜔 = 𝛿 𝑛 −
sin 𝜔𝑐𝑛
𝜋𝑛 (2.25)
Gambar 2.3 Filter HPF ideal
c. Band Pass Filter (BPF) BPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.4 dan selalu periodik dengan periode 2𝜋. BPF mempunyai frekuensi cutoff 𝜔1 dan 𝜔2. Secara matematik dapat ditulis
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 1 𝜔1 ≤ 𝜔 ≤ 𝜔2
0 𝜔 < 𝜔1 dan 𝜔2 < 𝜔 ≤ 𝜋 (2.26)
𝐻 𝑒𝑗𝜔
𝜔𝑐 −𝜔𝑐 𝜋 −𝜋
1
0 𝜔
𝐻 𝑒𝑗𝜔
𝜔𝑐 −𝜔𝑐 𝜋 −𝜋
1
0 𝜔
𝐻 𝑒𝑗𝜔
𝜔1 −𝜔2 𝜋 −𝜋
1
0 𝜔 𝜔2 −𝜔1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 7
Gambar 2.4 Filter BPF ideal
ℎ 𝑛 =1
2𝜋 𝐻 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗𝜔𝑛𝜋
−𝜋𝑑𝜔 =
sin 𝜔2𝑛
𝜋𝑛−
sin 𝜔1𝑛
𝜋𝑛 (2.27)
d. Band Stop Filter (BSF) BSF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.5 dan selalu periodik dengan periode 2𝜋. BSF mempunyai frekuensi cutoff 𝜔1 dan 𝜔2. Secara matematik dapat ditulis
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 1 𝜔 < 𝜔1 𝑑𝑎𝑛 𝜔2 < 𝜔 ≤ 𝜋
0 𝜔1 ≤ 𝜔 ≤ 𝜔2
(2.28)
ℎ 𝑛 =1
2𝜋 𝐻 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗𝜔𝑛𝜋
−𝜋𝑑𝜔 = 𝛿 𝑛 −
sin 𝜔2𝑛
𝜋𝑛−
sin 𝜔1𝑛
𝜋𝑛 (2.29)
Gambar 2.5 Filter BSF ideal
2.4 Interkoneksi Sistem Diskrit Dua sistem diskrit atau lebih sering diinterkoneksikan menjadi sistem diskrit sesuai yang diinginkan. Terdapat dua tipe interkoneksi sistem yaitu serial (cascade) dan paralel. Sistem LTI tersusun secara serial ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Interkoneksi secara serial
Sistem pada gambar 2.6 ekivalen dengan sistem tunggal yang mempunyai respons impuls
ℎ 𝑛 = ℎ1 𝑛 ∗ ℎ2 𝑛 (2.30)
Dan mempunyai respons frekuensi
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻1 𝑒𝑗𝜔 . 𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 (2.31)
𝐻 𝑒𝑗𝜔
𝜔1 −𝜔2 𝜋 −𝜋
1
0 𝜔 𝜔2 −𝜔1
ℎ1(𝑛) ℎ2(𝑛) 𝑥(𝑛) 𝑦(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 8
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻1 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗∡𝐻1 𝑒 𝑗𝜔 . 𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 𝑒𝑗∡𝐻2 𝑒 𝑗𝜔 (2.32)
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻1 𝑒𝑗𝜔 . 𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 . 𝑒𝑗 (∡𝐻1 𝑒 𝑗𝜔 +∡𝐻2 𝑒 𝑗𝜔 ) (2.33)
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻1 𝑒𝑗𝜔 . 𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 (2.34)
∡𝐻 𝑒𝑗𝜔 = ∡𝐻1 𝑒𝑗𝜔 + ∡𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 (2.35)
Pada pers (2.34) dan (2.35) terlihat bahwa respons magnitud sistem ekivalen cascade merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Respons fasa sistem ekivalen merupakan jumlahan respons fasa sistem pertama dengan respons fasa sistem kedua.
Gambar 2.7 Interkoneksi secara paralel Dua sistem LTI yang tersusun secara paralel dapat dilihat pada gambar 2.7. Jaringan sistem yang tersusun paralel sama dengan sistem ekivalen yang mempunyai respons impuls
ℎ 𝑛 = ℎ1 𝑛 + ℎ2 𝑛 (2.36)
Sedangkan respons frekuensi sistem ekivalennya
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻1 𝑒𝑗𝜔 + 𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 (2.37)
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻1 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗∡𝐻1 𝑒 𝑗𝜔 + 𝐻2 𝑒
𝑗𝜔 𝑒𝑗∡𝐻2 𝑒 𝑗𝜔 (2.38)
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝐻𝑅1 𝑒𝑗𝜔 + 𝐻𝑅2 𝑒
𝑗𝜔 + j𝐻𝐼1 𝑒𝑗𝜔 + 𝐻𝐼2 𝑒
𝑗𝜔 (2.39)
Jika kedua sistem LTI yang tersusun secara paralel masing-masing mempunyai respons fasa 0 disemua frekuensi, maka respons frekuensi ekivalennya merupakan jumlahan respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Apabila respons fasa masing-masing sistem LTI tidak nol, maka respons frekuensi ekivalennya dapat diselesaikan menggunakan pers (2.39) dengan respons magnitud ekivalen dan respons fasa ekivalen sebagai berikut
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 9
∡𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 𝑡𝑎𝑛−1 𝐻𝐼1 𝑒
𝑗𝜔 + 𝐻𝐼2 𝑒𝑗𝜔
𝐻𝑅1 𝑒𝑗𝜔 + 𝐻𝑅2 𝑒𝑗𝜔 (2.41)
Contoh 2.3 Dua sistem LTI dengan respon frekuensi seperti pada gambar 2.8, kedua sistem tersebut
dipasang secara serial (cascade).
Gambar 2.8 Respons frekuensi dua sistem LTI
a. Gambarkan respons frekuensi sistem ekivalennya
b. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya.
c. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya.
Penyelesaian:
a. Karena tersusun secara serial maka respons magnitud ekivalennya merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dengan respons magnitud kedua, sehingga gambar respons magnitud ekivalennya berupa respons magnitud BPF, b. Persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya
𝐻 𝑒𝑗𝜔 = 1 𝜋/3 ≤ 𝜔 ≤ 3𝜋/4
0 𝜔 < 𝜋/3 dan 3𝜋/4 < 𝜔 ≤ 𝜋
c. Persamaan respon impuls sistem ekivalennya
ℎ(𝑛) =sin 3𝜋𝑛/4
𝜋𝑛−
sin 𝜋𝑛/3
𝜋𝑛
2.5 Transformasi Fourier Diskrit Respons frekuensi sistem LTI diperoleh dengan mengalikan respons impuls ℎ(𝑛) dengan eksponensial kompleks 𝑒−𝑗𝜔𝑛 dan menjumlahkan sebanyak interval 𝑛.
Transformasi Fourier (TF) diskrit dari 𝑋 𝑒𝑗𝜔 didefinisikan dengan cara yang sama
yaitu
-3π/4 -π/3 π/3 3π/4 ω
1
𝐻 𝑒𝑗𝜔
H2(𝑒𝑗𝜔 ) H1(𝑒𝑗𝜔 )
1 1
-3π/4 -π/4 π/4 3π/4 ω
-π -π/3 π/3 π ω
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 10
𝑋 𝑒𝑗𝜔 = 𝑥 𝑛
∞
𝑛=−∞
𝑒−𝑗𝜔𝑛 (2.42)
Agar transformasi Fourier sinyal diskrit 𝑋 𝑒𝑗𝜔 ada, maka penjumlahan pada pers
(2.42) harus konvergen. Hal ini terpenuhi bila 𝑥(𝑛) dapat dijumlahkan secara absolut:
𝑥 𝑛
∞
𝑛=−∞
= 𝑆 < ∞ (2.43)
Hal yang harus diingat bahwa transformasi Fourier mempunyai sifat selalu periodik dengan periode 2𝜋. 2.6 Transformasi Fourier Diskrit Balik
Transformasi Fourier Diskrit Balik dari spektrum sinyal diskrit 𝑋 𝑒𝑗𝜔 dapat diperoleh
cara yang sama dengan saat mendapatkan respons impuls sistem LTI, sehingga 𝑥(𝑛) diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier Diskrit Balik
𝑥 𝑛 =1
2𝜋 𝑋 𝑒𝑗𝜔 𝑒𝑗𝜔𝑛
𝜋
−𝜋
𝑑𝜔 (2.44)
Pasangan transformasi Fourier diskrit dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pasangan transformasi Fourier diskrit No Sinyal diskrit Transformasi Fpurier 1 𝛿(𝑛) 1 2 𝛿(𝑛 − 𝑑) 𝑒−𝑗𝜔𝑑
3 1 (−∞ < 𝑛 < ∞) 2𝜋𝛿(𝜔 + 2𝜋𝑘)
∞
𝑘=−∞
4 𝑎𝑛𝑢(𝑛) ( 𝑎 < 1) 1
1 − 𝑎𝑒−jω
5 𝑢(𝑛) 1
1 − 𝑎𝑒−jω+ 𝜋𝛿(𝜔 + 2𝜋𝑘)
∞
𝑘=−∞
6 (𝑛 + 1)𝑎𝑛𝑢(𝑛) ( 𝑎 < 1) 1
1 − 𝑎𝑒−jω 2
7 𝑟𝑛 sin 𝜔0 𝑛 + 1
sin 𝜔0𝑢(𝑛) ( 𝑟 < 1)
1
1 − 2𝑟cos𝜔0𝑒−jω + 𝑟2𝑒−j2ω
8 sin 𝜔𝑐𝑛
𝜋𝑛 𝐻 𝑒𝑗𝜔 =
1 𝜔 ≤ 𝜔𝑐
0 𝜔𝑐 < 𝜔 ≤ 𝜋
9 𝑥 𝑛 = 1 0 ≤ 𝑛 ≤ 𝑀0 𝑛 lainnya
sin[𝜔(𝑀 + 1)/2]
sin(𝜔/2)𝑒−𝑗𝜔𝑀 /2
10 𝑒j]𝜔0𝑛 2𝜋𝛿(𝜔 − 𝜔0 + 2𝜋𝑘)
∞
𝑘=−∞
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab II - 11
11 cos(𝜔0𝑛 + ∅) 𝜋[𝑒𝑗∅𝛿 𝜔 − 𝜔0 + 2𝜋𝑘
∞
𝑘=−∞
+ 𝑒−𝑗∅𝛿 𝜔 + 𝜔0 + 2𝜋𝑘 ]
2.7 Sifat-sifat Transformasi Fourier Diskrit Sifat transformasi Fourier diskrit (TF) dapat digunakan untuk menyederhanakan evaluasi transformasi Fourier dan inversnya. Beberapa sifat transformasi Fourier dijelaskan dibawah ini dan disimpulkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat-sifat Transformasi Fourier Sifat Sinyal diskrit Transformasi Fourier
Sistem LTI dapat dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N
mempunyai bentuk:
𝑎𝑘
𝑁
𝑘=0
𝑦 𝑛 − 𝑘 = 𝑏𝑘
𝑀
𝑘=0
𝑥 𝑛 − 𝑘 (4.14)
Transformasi-z dari persamaan 4.14 adalah
𝑎𝑘
𝑁
𝑘=0
𝑧−𝑘𝑌(𝑧) = 𝑏𝑘
𝑀
𝑘=0
𝑧−𝑘𝑋(𝑧) (4.15)
Fungsi transfer 𝐻 𝑧 dari sistem LTI menjadi dapat diperoleh dari pers (4.15) sebagai
berikut:
𝐻 𝑧 =
𝑌 𝑧
𝑋 𝑧 =
𝑏𝑘𝑧−𝑘𝑀𝑘=0
𝑎𝑘𝑧−𝑘𝑁𝑘=0
(4.16)
Berdasarkan fungsi transfer 𝐻(𝑧) kita dapat mengevaluasi sistem LTI dengan melihat
DKnya, yaitu:
1. Kausalitas
Sistem LTI dikatakan kausal apabila DK dari 𝐻(𝑧) berada diluar pole terluar.
2. Stabilitas
Sistem LTI dikatakan stabil BIBO apabila lingkaran satu termasuk DK dari 𝐻(𝑧).
Bab IV - 18
Contoh 4.13:
Sistem linier time-invariant bersifat kausal mempunyai fungsi transfer :
𝐻 𝑧 =(1 −
12 𝑧−1)
(1 +13 𝑧−1)(1 −
34 𝑧−1)
(4.17)
Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan.
Penyelesaian:
Sistem tersebut mempunyai pole-zero sebagai berikut:
𝐻 𝑧 =(1 −
12 𝑧−1)
(1 +13 𝑧−1)(1 −
34 𝑧−1)
.𝑧2
𝑧2=
𝑧(𝑧 −12)
(𝑧 +13)(𝑧 −
34)
Nilai zero pada 𝑧1 = 0 dan 𝑧2 = 1/2 sedangkan nilai pole terdapat pada 𝑧1 = −1/3 dan
𝑧2 = 3/4. Fungsi sistem bersifat kausal maka DKnya berada diluar pole terbesar/terluar
sehingga DKnya 𝑧 > 3/4, sehingga lingkaran satu termasuk DK dari 𝐻(𝑧). Gambar
pole-zero beserta DK dari 𝐻(𝑧) dapat dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Bidang-z untuk contoh 4.13
Lingkaran satu
𝑅𝑒(𝑧)
𝐼𝑚(𝑧)
1 0 3
4
1
2 −
1
3
Bab IV - 19
SOAL LATIHAN
4.1 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:
a. 𝑥 𝑛 = 1
4
𝑛
𝑢(𝑛) d. 𝑥 𝑛 = 𝛿(𝑛 − 2)
b. 𝑥 𝑛 = 1
5
𝑛
𝑢(−𝑛 − 1) e. 𝑥 𝑛 = 𝛿(𝑛 + 3)
c. 𝑥 𝑛 = 1
4
𝑛
𝑢(−𝑛) f. 𝑥 𝑛 = 1/2 𝑛 𝑢 𝑛 − 2 − 𝑢(𝑛 − 12)
4.2 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:
a. 𝑥 𝑛 = 𝑎 𝑛 , 0 < 𝑎 < 1
b. 𝑥 𝑛 = 1, 0 ≤ 𝑛 ≤ 𝑁 − 1
0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
4.3 Transformasi-z dari 𝑋(𝑧) yang mempunyai pole-zero seperti ditunjukkan pada
gambar 4.6.
a. Tentukan DK dari 𝑋(𝑧) jika 𝑋 𝑧 mempunyai transformasi Fourier. Untuk kasus
ini, tentukan apakah sinyal diskrit 𝑥(𝑛) merupakan urutan sisi kanan, urutan sisi
kiri, atau urutan dua sisi.
b. Berapa banyak kemungkinan urutan dua sisi yang mempunyai gambar pole-zero
seperti pada gambar 4.6
c. Apakah mungkin gambar pole-zero sperti pada gambar 4.6 tersebut dapat
dikatagerikan sebagai urutan yang stabil BIBO dan kausal? Kalau mungkin
tentukan DK-nya?
Gambar 4.6 Pole-zero sistem LTI
𝑅𝑒(𝑧) 1
2
0
𝐼𝑚(𝑧)
3
2
2 -1
Bab IV - 20
4.4 Tentukan sinyal diskrit 𝑥(𝑛) bila transformasi-z nya adalah
𝑋 𝑧 = 1 + 𝑧 1 + 2𝑧−1 1 − 4𝑧−1
4.5 Tentukan sinyal diskrit 𝑥(𝑛) dibawah yang beberapa transformasi-z nya adalah
a. 𝑋(𝑧) =1
1 +14 𝑧−1
𝑧 >1
4
b. 𝑋(𝑧) =
1
1 +14 𝑧−1
𝑧 <1
4
c. 𝑋(𝑧) =1 −
12 𝑧−1
1 +34 𝑧−1 +
18 𝑧−2
𝑧 >1
2
d. 𝑋(𝑧) =1 +
13 𝑧−1
1 −12 𝑧−1
2 𝑧 >1
2
e. 𝑋(𝑧) =1 − 2𝑧−1
𝑧−1 − 2 𝑧 >
1
2
4.6 Sistem LTI kausal bila diberi input 𝑥 𝑛 = 𝑢 −𝑛 − 1 + 1
2
𝑛
𝑢(𝑛) akan
menghasilkan keluaran yang mempunyai transformasi-z berikut
𝑌(𝑧) =−
12 𝑧−1
1 −12 𝑧−1 1 + 𝑧−1
a. Tentukan transformasi-z dari respons impuls sistem tersebut, beserta DK-
nya.
b. Tentukan DK dari 𝑌(𝑧).
c. Tentukan 𝑦(𝑛),
4.7 Suatu fungsi sistem dari sistem LTI kausal adalah
𝐻(𝑧) =1 − 𝑧−1
1 +34 𝑧−1
Input sistem tersebut adalah 𝑥 𝑛 = 𝑢 −𝑛 − 1 + 1
3
𝑛
𝑢(𝑛)
a. Tentukan respons impuls sistem tersebut
Bab IV - 21
b. Tentukan sinyal keluaran sistem tersebut.
c. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Apakah respons impuls dapat
dijumlahkan secara absolut?
4.8 Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls ℎ(𝑛), yang transformasi-z nya adalah
𝐻(𝑧) =1 + 𝑧−1
1 −12 𝑧−1 1 +
14 𝑧−1
a. Tentukan DK dari 𝐻(𝑧).
b. Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan
c. Tentukan input 𝑥(𝑛) bila akan menghasilkan sinyal keluaran
𝑦 𝑛 = −1
3 −
1
4
𝑛
𝑢 𝑛 −4
3 2 𝑛𝑢(−𝑛 − 1)
d. Hitung respons impuls ℎ(𝑛) dari sistem tersebut.
4.9 Bila sinyal input sistem LTI adalah
x 𝑛 = 1
3
𝑛
𝑢 𝑛 + 2 𝑛𝑢(−𝑛 − 1)
menghasilkan sinyal output
𝑦 𝑛 = 5 1
3
𝑛
𝑢 𝑛 − 5 2
3
𝑛
𝑢(𝑛)
a. Tentukan fungsi sistem 𝐻(𝑧) dari sistem tersebut. Gambar pole-zero pada
bidang z dan tentukan DK-nya.
b. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
c. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input output sistem
tersebut.
d. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
e. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
4.10 Perhatikan sistem LTI yang mempunyai hubungan input-output yang dinyatakan
dengan persamaan beda
𝑦 𝑛 −5
2𝑦 𝑛 − 1 + 𝑦 𝑛 − 2 = 𝑥 𝑛 − 𝑥(𝑛 − 1)
Tentukan nilai yang mungkin pada respons impuls sistem ℎ(𝑛) pada 𝑛 = 0.
4.11 Sistem LTI kausal mempunyai fungsi sistem
𝐻(𝑧) =1 + 2𝑧−1 + 𝑧−2
1 − 𝑧−1 1 +12 𝑧−1
Bab IV - 22
a. Hitung respons impuls ℎ(𝑛) dari sistem tersebut.
b. Hitung output sistem bila inputnya
𝑥 𝑛 = 𝑒𝑗 𝜋/2 𝑛
4.12 Perhatikan sistem LTI dengan respons impuls
ℎ 𝑛 = 𝑎𝑛 , 𝑛 ≥ 00, 𝑛 < 0
dan input
𝑥 𝑛 = 1, 0 ≤ 𝑛 ≤ 𝑁 − 1 0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
a. Tentukan output 𝑦(𝑛) dengan mengevaluasi secara eksplisit menggunakan
konvolusi diskrit antara 𝑥(𝑛) dan ℎ(𝑛).
b. Tentukan output 𝑦(𝑛) dengan menggunakan transformasi-z balik dari perkalian
transformasi-z 𝑥(𝑛) dan ℎ(𝑛).
4.13 Perhatikan sistem LTI stabil dan mempunyai fungsi transfer berikut
𝐻 𝑧 =3
1 +13 𝑧−1
Asumsikan bahwa input sistem berupa unit step.
a. Dapatkan output 𝑦(𝑛) dengan menggunakan konvolusi diskrit antara 𝑥(𝑛) dan
ℎ(𝑛).
b. Tentukan output 𝑦(𝑛) dengan menggunakan transformasi-z balik dari 𝑌(𝑧).
4.14 Perhatikan sistem LTI dikarakterisasi dengan fungsi sistem berikut
𝐻 𝑧 =1 −
12
𝑧−2
1 −12 𝑧−1 1 −
14 𝑧−1
𝑧 >1
2
a. Tentukan respons impuls sistem.
b. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
c. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
d. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input 𝑥(𝑛) dan output
𝑦(𝑛) sistem.
4.15 Perhatikan sinyal 𝑥(𝑛) urutan sisi kanan yang mempunyai transformasi-z berikut
𝑋 𝑧 =1
1 − 𝑎𝑧−1 1 − 𝑏𝑧−1 =
𝑧2
𝑧 − 𝑎 𝑧 − 𝑏
Dengan menggunakan metode ekspansi pecahan parsial, tentukan sinyal diskrit
𝑥(𝑛).
Bab V - 1
Bab 5
Perencanaan Filter Digital
5.1 Pendahuluan
Filter digital merupakan suatu sistem diskrit yang digunakan untuk memfilter (frekuensi) sinyal input digital menjadi sinyal output digital sesuai yang diinginkan oleh disainer. Filter digital dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde ke-N, selain itu dapat juga dinyatakan dalam respons impuls. Berdasarkan panjang deretan (durasi) respons impuls, filter digital dikelompokkan menjadi filter FIR (Finite Impulse Response) dan filter IIR (Infinite Impulse Response). Banyak contoh aplikasi filter digital yang dapat dijumpai pada bidang kedokteran, sistem komunikasi digital, sistem proteksi relay pada sistem kelistrikan, robotika, radar, sistem audio digital dan lain sebagainya. Disain filter digital dengan fasa linier dilakukan dengan metode pendekatan. Filter FIR didisain dengan pendekatan filter digital ideal sedangkan filter IIR didisain dengan pendekatan filter analog.
5.2 Filter Digital
Filter digital merupakan sistem linier time-invarian (LTI) yang melakukan proses dari input sinyal digital 𝑥𝑥(𝑛𝑛) menjadi sinyal output digital 𝑦𝑦(𝑛𝑛). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan respon impuls ℎ(𝑛𝑛), fungsi sistem 𝐻𝐻(𝑧𝑧) dan persamaan beda koefisien konstan. Jika sistem tersebut mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:
𝑎𝑎𝑘𝑘𝑦𝑦(𝑛𝑛 − 𝑘𝑘) = 𝑏𝑏𝑘𝑘𝑥𝑥(𝑛𝑛 − 𝑘𝑘)𝑀𝑀
𝑘𝑘=0
𝑁𝑁
𝑘𝑘=0
(5.1)
Selanjutnya fungsi sistem dapat diperoleh dengan mentransformasi-z pers (5.1) menjadi:
𝐻𝐻(𝑧𝑧) =∑ 𝑏𝑏𝑘𝑘𝑧𝑧−𝑘𝑘𝑀𝑀𝑘𝑘=0
∑ 𝑎𝑎𝑘𝑘𝑧𝑧−𝑘𝑘𝑁𝑁𝑘𝑘=0
(5.2)
Jika sistem tersebut stabil BIBO, maka respons frekuensinya diperoleh dengan mengganti 𝑧𝑧 = 𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 menjadi
𝐻𝐻𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 =∑ 𝑏𝑏𝑘𝑘𝑒𝑒−𝑗𝑗𝑗𝑗𝑀𝑀𝑘𝑘=0
∑ 𝑎𝑎𝑘𝑘𝑒𝑒−𝑗𝑗𝑗𝑗𝑁𝑁𝑘𝑘=0
(5.3)
Bab V - 2
5.3 Disain Filter Digital FIR
Filter FIR didisain dengan melakukan pendekatan ke filter digital ideal. Metode yang sering dijumpai menggunakan metode windowing. Cara yang paling mudah untuk mendapatkan filter FIR adalah membatasi panjang deretan respons impuls filter IIR. Jika ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) merepresentasikan respons impuls filter digital IIR yang diinginkan, maka filter FIR dengan respons impuls ℎ(𝑛𝑛) dapat diperoleh sebagai berikut
Secara umum ℎ(𝑛𝑛) dapat dibentuk dengan mengalikan ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) dengan fungsi window 𝑤𝑤(𝑛𝑛) sebagai berikut
ℎ(𝑛𝑛) = ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛).𝑤𝑤(𝑛𝑛) (5.5)
Respons impuls ℎ(𝑛𝑛) pers (5.4) dapat dibentuk dari per (5.5) bila menggunakan fungsi window persegi (rectangular) yaitu
𝑤𝑤(𝑛𝑛) = 1, 𝑁𝑁1 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 𝑁𝑁20, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎
(5.6)
Jika kita menyatakan 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ), 𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) dan 𝑊𝑊(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) sebagai transformasi Fourier dari ℎ(𝑛𝑛), ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) dan 𝑤𝑤(𝑛𝑛), maka respons frekuensi 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) dari filter hasil disain merupakan konvolusi antara 𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) dan 𝑊𝑊(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) sebagai berikut
𝐻𝐻𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 =1
2𝜋𝜋 𝐻𝐻𝑑𝑑𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 .𝑊𝑊(𝑒𝑒𝑗𝑗 (𝑗𝑗−𝑗𝑗))𝑑𝑑𝑗𝑗 =𝜋𝜋
−𝜋𝜋𝐻𝐻𝑑𝑑𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ∗ 𝑊𝑊(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) (5.7)
Sebagai ilustrasi, jika 𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) merepresentasikan filter LPF ideal dengan frekuensi cutoff 𝑗𝑗𝑐𝑐 dan 𝑤𝑤(𝑛𝑛) merupakan window persegi pada titik asal, maka 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) seperti terlihat pada gambar 5.1. Dari gambar 5.1, respons frekuensi hasil disain 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) menyerupai respons frekuensi yang diinginkan 𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ).
Gambar 5.1 Respons Frekuensi hasil perkalian respons impuls ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) ideal dengan window persegi
−𝑗𝑗𝑐𝑐 𝑗𝑗𝑐𝑐 𝜋𝜋 −𝜋𝜋
𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 )
−𝑗𝑗𝑐𝑐 𝑗𝑗𝑐𝑐
4𝜋𝜋/𝑁𝑁
𝜋𝜋
𝑊𝑊(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 )
2𝜋𝜋/𝑁𝑁 𝜋𝜋
* =
Bab V - 3
Beberapa fungsi window yang sering digunakan secara umum yaitu window persegi, Barlett, Hanning, Hamming, dan Blackman. Secara matematis fungsi window dengan panjang deretan N adalah:
1. Window persegi (rectangular)
𝑤𝑤𝑅𝑅(𝑛𝑛) = 1, 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 𝑁𝑁 − 10, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎
(5.8)
2. Window Barlett
𝑤𝑤𝐵𝐵(𝑛𝑛) =
⎩⎪⎨
⎪⎧
2𝑛𝑛𝑁𝑁 − 1
, 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ (𝑁𝑁 − 1)/2
2 −2𝑛𝑛
𝑁𝑁 − 1,𝑁𝑁 − 1
2≤ 𝑛𝑛 ≤ 𝑁𝑁 − 1
0, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎
(5.9)
3. Window Hanning
𝑤𝑤𝐻𝐻𝑎𝑎𝑛𝑛 (𝑛𝑛) = 0.5. 1 − cos[2𝜋𝜋𝑛𝑛𝑁𝑁 − 1
] , 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 𝑁𝑁 − 1
0, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎 (5.10)
4. Window Hamming
𝑤𝑤𝐻𝐻𝑎𝑎𝐻𝐻 (𝑛𝑛) = 0.54 − 0.46 cos 2𝜋𝜋𝑛𝑛𝑁𝑁 − 1
, 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 𝑁𝑁 − 1
0, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎 (5.11)
5. Window Blackman
𝑤𝑤𝐵𝐵𝑙𝑙(𝑛𝑛) = 0.42 − 0.5 cos 2𝜋𝜋𝑛𝑛𝑁𝑁 − 1
+ 0.08 cos 4𝜋𝜋𝑛𝑛𝑁𝑁 − 1
, 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 𝑁𝑁 − 1
0, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎 (5.12)
5.3.1 Prosedur Disain Filter Digital FIR
Filter LPF ideal yang mempunyai fasa linier dengan slope –𝛼𝛼 dan frekuensi cutoff 𝑗𝑗𝑐𝑐 dapat dinyatakan dalam domain frekuensi
𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) = 𝑒𝑒−𝑗𝑗𝛼𝛼𝑗𝑗 , |𝑗𝑗| ≤ 𝑗𝑗𝑐𝑐
0, 𝑗𝑗𝑐𝑐 < |𝑗𝑗| < 𝜋𝜋 (5.13)
Respons impuls filter ideal ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) dapat diperoleh dengan mentransformasi Fourier balik 𝐻𝐻𝑑𝑑(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) menjadi
Bab V - 4
ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) =sin[𝑗𝑗𝑐𝑐(𝑛𝑛 − 𝛼𝛼)]𝜋𝜋(𝑛𝑛 − 𝛼𝛼)
(5.14)
Filter FIR kausal dengan respons impuls ℎ(𝑛𝑛) dapat diperoleh dengan cara mengalikan ℎ𝑑𝑑(𝑛𝑛) dengan sebuah fungsi window pada titik asal dan diakhiri pada titik 𝑁𝑁 − 1 sebagai berikut
Respons impuls ℎ(𝑛𝑛) mempunyai fasa linier bila 𝛼𝛼 dipilih agar menghasilkan ℎ(𝑛𝑛) yang simetris. Fungsi sin[𝑗𝑗𝑐𝑐(𝑛𝑛 − 𝛼𝛼)] /𝜋𝜋(𝑛𝑛 − 𝛼𝛼) pada pers (5.14) simetris pada 𝑛𝑛 = 𝛼𝛼 dan fungsi window simetris pada 𝑛𝑛 = (𝑁𝑁 − 1)/2, sehingga filter ℎ(𝑛𝑛) pada pers (5.15) mempunyai fasa linier jika simetris dan
𝛼𝛼 =𝑁𝑁 − 1
2
5.3.2 Tahapan Disain Filter Digital FIR
Sebelum melakukan tahapan disain filter digital, kita harus membuat spesifikasi filter digital. Sebagai ilustrasi, kita merencanakan filter LPF dengan menentukan spesifikasi redaman passband maksimal 𝐾𝐾1 pada frekuensi cuoff 𝑗𝑗𝑐𝑐 , redaman stopband minimal 𝐾𝐾2 pada frekuensi 𝑗𝑗𝑠𝑠 seperti terlihat pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Spesifikasi Filter Digital LPF
𝐾𝐾1
𝐾𝐾2
𝑗𝑗𝑐𝑐 𝑗𝑗𝑠𝑠 𝑗𝑗 (rad)
0
20𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝐻𝐻𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑑𝑑𝐵𝐵
𝜋𝜋 0
passband Transition band
stopband
Bab V - 5
Langkah-langkah disain filter FIR secara iteratif sebagai berikut:
1. Memilih tipe window berdasarkan tabel 4.1 agar redaman stopband minimal sama dengan 𝐾𝐾2.
Tabel 4.1 Lebar pita transisi berdasarkan jenis window
2. Menentukan panjang deretan window N (orde filter) agar memenuhi lebar band transisi sesuai dengan tipe window yang digunakan. Jika 𝑗𝑗𝑡𝑡 merupakan lebar band transisi, maka harus dipenuhi kondisi
𝑗𝑗𝑡𝑡 = 𝑗𝑗𝑠𝑠 − 𝑗𝑗𝑐𝑐 ≥ 𝑘𝑘.2𝜋𝜋𝑁𝑁
Dimana 𝑘𝑘 tergantung pada tipe window yang digunakan sehingga
𝑁𝑁 ≥ 𝑘𝑘.2𝜋𝜋
𝑗𝑗𝑠𝑠 − 𝑗𝑗𝑐𝑐
3. Memilih frekuensi cutoff 𝑗𝑗𝑐𝑐 dan kemiringan fasa 𝛼𝛼 yaitu
𝛼𝛼 = (𝑁𝑁 − 1)/2 Sehingga respons impulsnya menjadi
ℎ(𝑛𝑛) =sin 𝑗𝑗𝑐𝑐 𝑛𝑛 −
𝑁𝑁 − 12
𝜋𝜋 𝑛𝑛 − 𝑁𝑁 − 12
.𝑤𝑤(𝑛𝑛)
4. Menggambar respons frekuensi 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ), untuk N ganjil mempunyai persamaan
sebagai berikut
𝐻𝐻𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 = 𝑒𝑒−𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑁𝑁−1)/2.ℎ 𝑁𝑁 − 1
2 + 2ℎ(𝑛𝑛)cos[𝑗𝑗(𝑛𝑛 −
𝑁𝑁 − 12
)](𝑁𝑁−3)/2
𝑛𝑛=0
fasa linier magnitud
Bab V - 6
Silakan dicek gambar pada langkah ke-4 berupa respon magnitud 20𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝐻𝐻𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑑𝑑𝐵𝐵, apakah sudah sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan? Bila sudah sesuai, iterasi dihentikan.
5. Jika persyaratan redaman 𝐾𝐾1 pada 𝑗𝑗𝑐𝑐 tidak sesuai, diatur lagi nilai 𝑗𝑗𝑐𝑐 , biasanya lebih besar dari iterasi pertama. Selanjutnya ulangi langkah ke-4 dengan nilai 𝑗𝑗𝑐𝑐 yang baru tersebut.
6. Jika persyaratan respons frekuensi (respon magnitud dan fasa) sudah sesuai dengan yang diinginkan, cek lagi dengan mengurangi orde filter N. Selanjutnya ulangi langkah ke-4 dengan menggambar respons frekuensi. Pengurangan nilai N bertujuan untuk mengurangi processing delay (waktu tunda pengolahan pada sistem diskrit). Jika pengurangan nilai N tidak memungkinkan, maka iterasi dihentikan dan diperoleh respons impuls ℎ(𝑛𝑛).
Prosedur diatas merupakan metode trial and error dan berusaha untuk mencapai respons frekuensi yang paling sesuai dengan yang diinginkan. Prosedur ini bukan merupakan optimalisasi hasil, tetapi memperoleh hasil disain yang mendekati. Contoh 1: Rencanakan filter digital LPF yang akan dipakai pada sistem digital A/D-H(z)-D/A, yang mempunyai redaman 3 dB pada frekuenasi cutoff 15 Hz dan redaman stopband 50 dB pada frekuensi 22,5 Hz. Filter tersebut diharapkan mempunyai fasa linier dan digunakan menggunkan frekuensi sampling 100 Hz. Penyelesaian: Spesifikasi filter LPF berdasarkan data yang diketahui sebagai baerikut 𝑗𝑗𝑐𝑐 = 2𝜋𝜋fc/fsamp = 2𝜋𝜋.(15/100) = 0.3𝜋𝜋 rad pada 𝐾𝐾1 ≤ 3 𝑑𝑑𝐵𝐵 𝑗𝑗𝑠𝑠 = 2𝜋𝜋fs/fsamp = 2𝜋𝜋.(22.5/100) = 0.45𝜋𝜋 rad pada 𝐾𝐾2 ≥ 50 𝑑𝑑𝐵𝐵
-3 dB
0.3𝜋𝜋 𝑗𝑗 (rad)
0
20𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝐻𝐻𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑑𝑑𝐵𝐵
𝜋𝜋 0
-50 dB
0.45𝜋𝜋
Bab V - 7
Langkah 1: Untuk memperoleh redaman stopband minimal 50 dB, berdasarkan tabel 4.1 maka kita bisa menggunakan window Hamming atau Blackman. Sebagai contoh dalam hal ini, kita pilih menggunakan window Hamming. Langkah 2: Menentukan ukuran window 𝑁𝑁 (orde filter) berdasarkan lebar pita transisi pada tabel 4.1 sesuai dengan tipe window yang digunakan, dalam contoh ini menggunakan Hamming, sehingga
𝑁𝑁 ≥ 𝑘𝑘.2𝜋𝜋
𝑗𝑗𝑠𝑠 − 𝑗𝑗𝑐𝑐= 4.
2𝜋𝜋0.45𝜋𝜋 − 0.3𝜋𝜋
= 53.3
Untuk memperoleh delay integer, dipilih nilai 𝑁𝑁 ganjil, sehingga 𝑁𝑁 = 55. Langkah 3: Menentukan frekuensi cuoff dan slope dari fasa adalah 𝑗𝑗𝑐𝑐 = 0.3𝜋𝜋 dan 𝛼𝛼 = (𝑁𝑁 − 1)/2 = 27 Selanjutnya diperoleh respons impuls ℎ(𝑛𝑛) untuk window Hamming sebagai berikut:
ℎ(𝑛𝑛) =sin[0.3𝜋𝜋(𝑛𝑛 − 27)]
𝜋𝜋(𝑛𝑛 − 27) . 0.54 − 0.46 cos 2𝜋𝜋𝑛𝑛54
, 𝑢𝑢𝑛𝑛𝑡𝑡𝑢𝑢𝑘𝑘 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 54
Langkah 4: Menggunakan nilai-nilai ℎ(𝑛𝑛) untuk menggambar respons magnitud dari filter hasil disain dengan menggunakan persamaan pada langkah ke-4 disain filter FIR. Selain itu dapat juga dengan tahapan berikut:
Gambar 5.3 Respons magnitud filter LPF hasil disain
fasa linier magnitud
Bab V - 9
SOAL LATIHAN
1. Diketahui respons impus filter mempunyai persamaan
ℎ(𝑛𝑛) = 1/21 − cos 2𝜋𝜋𝑛𝑛100
. sin[0.2𝜋𝜋(𝑛𝑛 − 50)]
𝜋𝜋(𝑛𝑛 − 50)] , 0 ≤ 𝑛𝑛 ≤ 100
0, 𝑛𝑛 𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑎𝑎
a. Sketsa respons magnitud 𝐻𝐻(𝑒𝑒𝑗𝑗𝑗𝑗 ) dalam dB dan hitung nilai-nilainya pada titik kritis (pada 𝑗𝑗 = 𝑗𝑗𝑐𝑐 dan 𝑗𝑗 = 𝑗𝑗𝑠𝑠).
b. Jika filter tersebut diberi input 𝑥𝑥(𝑛𝑛) = sin(0.35𝜋𝜋𝑛𝑛), maka input tersebut berada pada daerah mana? passband, transition band, atau stopband?
c. Tentukan persamaan beda filter tersebut?
2. Sinyal analog mempunyai pita frekuensi 0 – 10 kHz disampling dengan frekuensi sampling 50 kHz. Kita ingin meloloskan sinyal tersebut dengan menggunakan filter digital FIR yang mempunyai lebar band transisi tidak lebih dari 5 kHz dengan redaman stopband minimal 40 dB. Kita menginginkan fase linier pada daerah passband. Rencanakan filter FIR tersebut dan gambar respons magnitudnya.
3. Filter bandpass digital disyaratkan mempunyai redaman 3 dB pada frekuensi cutoff bawah 0.4𝜋𝜋 rad dan 3 dB pada frekuensi cutoff atas 0.5𝜋𝜋 rad. Lebar transition band untuk frekuensi bawah maupun atas adalah 0.1𝜋𝜋 dengan redaman stopband minimal 40 dB. a. Hitung respons impuls ℎ(𝑛𝑛) untuk filter FIR tersebut yang memenuhi
persyaratan diatas dengan menggunakan window Hamming. b. Tentukan persamaan beda hasil disain. c. Gambar respons magnitud filter FIR hasil disain.
Filter digital IIR 1
5.4 FILTER DIGITAL IIR
1. STRUKTUR FILTER DIGITAL Berdasarkan hubungan antara deretan input x[n] dengan deretan output y[n] :
Dengan melihat tabel 3.4 pada buku : L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
untuk n = 5 dan ripple = 2 dB diperoleh :
08172,0s.45935,0s.6934,0s.4995,1s.70646,0s
08172,0)s(H
23455
Filter digital IIR 14
Filter digital IIR 15
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV
LOW PASS FILTER (LPF), Magnitude Squared Response
Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi
s
iii
f
f2T
;
2tan
T
2 ii
;
1
2r
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :
- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2
110 10/1K A = 10-K2/20]
- 110
110)1(10/
10/
2
2
1
2
K
KA
g
- 1log
]1gglog[n
2rr
2
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
c
nas
SSHSH
)()( = . . . . . .
Fungsi transfer H(Z) LPF digital hasil disain :
)z1(
)z1(.
T
2S
)S(H)z(H1
1
a
= . . . . . . . .
dB
1 2 1 2
dB dB
0 0 0 K1
K2
K1
K2
K1
K2
1 r
Filter digital IIR 16
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV
HIGH PASS FILTER (HPF), Magnitude Squared Response
Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi
s
iii
f
f2T
;
2tan
T
2 ii
;
1
2r
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :
- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2
110 10/1K A = 10-K2/20]
- 110
110)1(10/
10/
2
2
1
2
K
KA
g
- 1log
]1gglog[n
2rr
2
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
sS
SHSH cna
)()( = . . . . . .
Fungsi transfer H(Z) HPF digital hasil disain :
)z1(
)z1(.
T
2S
)S(H)z(H1
1
a
= . . . . . . . .
dB dB dB
0 0 0 K1
K2
K1
K2
K1
K2
1 2 1 2 1 r
Filter digital IIR 17
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV
BAND PASS FILTER (BPF), Magnitude Squared Response Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi
s
iii
f
f2T
;
2tan
T
2 ii
;
LU2
UL22
LU1
UL21
r
B
A
B,Amin
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :
- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2
110 10/1K A = 10-K2/20]
- 2
2 )1A(g
-
1log
]1gglog[n
2rr
2
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
LU
UL2
na
s
sS
)S(H)S(H
= . . . . . .
Fungsi transfer H(Z) BPF digital hasil disain :
)z1(
)z1(.
T
2S
)S(H)z(H1
1
a
= . . . . . . . .
1 L U 2 1 L U 2 1 r
dB dB dB
0 0 0
K1
K2
K1
K2
K1
K2
Filter digital IIR 18
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV
BAND STOP FILTER (BSF), Magnitude Squared Response Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi
s
iii
f
f2T
;
2tan
T
2 ii
;
UL22
LU2
UL21
LU1
r
B
A
B,Amin
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :
- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2
110 10/1K A = 10-K2/20]
- 2
2 )1A(g
-
1log
]1gglog[n
2rr
2
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 ) dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
UL2
LUna
s
sS
)S(H)S(H
= . . . . . .
Fungsi transfer H(Z) BSF digital hasil disain :
)z1(
)z1(.
T
2S
)S(H)z(H1
1
a
= . . . . . . . .
dB dB dB
0 0 0
K1
K2
K1
K2
K1
K2
L 1 2 U L 1 2 U 1 r
Filter digital IIR 19
LATIHAN Disain Filter Digital IIR
1. Disain filter digital IIR yang memenuhi spesifikasi sbb :
HPF dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff = 45 KHz.
Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz.
Frekuensi sampling = 120 KHz.
Pendekatan ke filter Butterworth a) Tentukan H(z) b) Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier filter tersebut. c) Gambarkan realisasi filter
2. Rencanakan filter digital IIR yang dispesifikasikan dengan H(z) bila digunakan pada Pre-
filtering struktur A/D-H(z)-D/A yang memenuhi spesifikasi sebagai berikut : • Filter low-pass dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff 500 Hz • Redaman stop band minimal 15 dB pada frekuensi 750 Hz • Laju sampling 2000 sampel/detik • Monotonic passband (Butterworth) a. Tentukan fungsi sistem H(z) b. Tentukan persamaan beda sistem hasil desain c. Gambarkan struktur realisasi filter hasil desain saudara
3. Disain filter digital yang memenuhi spesifikasi sbb :
LPF dengan redaman ripple 2 dB pada frekuensi cutoff = 15 KHz.
Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz.
Frekuensi sampling = 100 KHz.
Pendekatan filter Chebyshev a) Tentukan H(z) b) Tentukan persamaan beda c) Gambarkan realisasi filter
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Bab V - 1
Bab 6
Realisasi Filter Digital
6.1 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang disain filter digital baik filter FIR maupun
IIF. Filter digital biasanya digunakan pada sistem digital yang mempunyai struktur
rangkaian A/D – H(z) – D/A dan dapat diimplementasikan dari persamaan beda
koefisien konstan linier orde ke-N, yang diperoleh dari 𝐻(𝑧) atau ℎ(𝑛). Persamaan beda
dapat diimplementasikan dengan program komputer, rangkaian digital atau IC yang
dapat diprogram, misalnya menggunakan TMS instrument. Pada bab ini menjelaskan
beberapa realisasi alternatif dari filter digital atau sistem diskrit yaitu dalam bentuk
langsung, serial (cascade) dan paralel.
6.2 Raelisasi Bentuk Langsung Filter IIR
Sistem diskrit paling umum dari sistem linier-time invariant (LTI) dapat dikarakterisasi
dengan fungsi sistem untuk 𝑀 ≤ 𝑁:
𝐻 𝑧 = 𝑏𝑘𝑧
−𝑘𝑀𝑘=0
1 + 𝑎𝑘𝑧−𝑘𝑁𝑘=1
(6.1)
Berdasarkan fungsi sistem pada persamaan (6.1) dan sifat transformasi-z, sistem
dengan input 𝑥 𝑛 dan output digital 𝑦(𝑛). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:
𝑦 𝑛 = − 𝑎𝑘𝑦 𝑛 − 𝑘 + 𝑏𝑘𝑥(𝑛 − 𝑘)
𝑀
𝑘=0
𝑁
𝑘=1
(6.2)
Realisasi filter menggunakan persamaan (6.2) disebut sebagai realisasi bentuk langsung
I. Output 𝑦(𝑛) dinyatakan dengan jumlahan input 𝑥(𝑛) saat ke-n (saat ini) yang diberi
bobot, input-input sebelumnya 𝑥(𝑛 − 𝑘), untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑀 dan output sebelumnya
𝑦(𝑛 − 𝑘), untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑁. Realisasi bentuk langsung I dapat dilihat pada gambar
6.1. Blok delay merepresentasikan bentuk strorage (penyimpanan) atau delay (waktu
tunda), blok multiplier (pengali) merepresentasikan penguatan sinyal dan blok adder
(penjumlah) merepresentasikan penjumlahan sinyal.
Realisasi bentuk lain dari persamaan (6.2) dapat diperoleh dengan memecah 𝐻(𝑧)
menjadi perkalian dua fungsi transfer 𝐻1(𝑧) dan 𝐻2(𝑧), dimana 𝐻1(𝑧) hanya
mengandung penyebut atau pole-pole sedangkan 𝐻2(𝑧) hanya mengandung pembilang
atau zero-zero seperti berikut:
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Bab V - 2
𝐻 𝑧 = 𝐻1 𝑧 . 𝐻2 𝑧 = 𝑌(𝑧)/𝑋(𝑧) (6.3)
𝐻1 𝑧 = 1/(1 + 𝑎𝑘𝑧−𝑘
𝑁
𝑘=1
) (6.4)
𝐻2 𝑧 = 𝑏𝑘𝑧−𝑘
𝑀
𝑘=0
) (6.5)
Gambar 6.1 Realisasi bentuk langsung I
Gambar 6.2 Dekomposisi untuk realisasi bentuk langsung II
Output filter 𝑦(𝑛) diperoleh dari sistem 𝐻 𝑧 yang diusun seri dari fungsi sub sistem
𝐻1(𝑧) dengan fungsi sub sistem 𝐻2(𝑧) seperti terlihat pada gambar 6.2. Output sub
sistem 𝐻1 𝑧 adalah 𝑝(𝑛) sebagai input sub sistem 𝐻2(𝑧) yang menghasilkan output
𝑦(𝑛). Transformasi-z dari 𝑝(𝑛) dan 𝑦(𝑛) sebagai berikut
𝑦(𝑛) 𝑥(𝑛)
−𝑎1
−𝑎2
−𝑎𝑁−1
−𝑎𝑁
𝑏0
𝑏1
𝑏2
𝑏𝑀−1
𝑏𝑀
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
𝐻(𝑧)
𝐻1(𝑧) 𝐻2(𝑧) 𝑝(𝑛) 𝑥(𝑛) 𝑦(𝑛)
𝐴𝑙𝑙 𝑝𝑜𝑙𝑒𝑠
𝐴𝑙𝑙 𝑧𝑒𝑟𝑜𝑠
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Bab V - 3
𝑃 𝑧 = 𝐻1 𝑧 . 𝑋(𝑧) (6.6)
𝑌 𝑧 = 𝐻2 𝑧 . 𝑃(𝑧) (6.7)
Substisusikan pers. (6.4) dan pers. (6.5) ke pers. (6.6) dan pers. (6.7) sehingga menjadi
𝑃 𝑧 = 1
1 + 𝑎𝑘𝑧−𝑘𝑁𝑘=1
. 𝑋(𝑧) (6.8)
𝑌 𝑧 = 𝑏𝑘𝑧−𝑘
𝑀
𝑘=0
. 𝑃(𝑧) (6.9)
Dengan mentransformasi-z balik pers. (6.8) dan pers. (6.9) menghasilkan pasangan
persamaan beda seperti pada pers. (6.10) dan pers. (6.11). Selanjutnya realisasi sistem
diskrit dari dua sub sistem 𝐻1 𝑧 dan 𝐻2 𝑧 tersusun serial seperti pada gambar 6.3.
𝑝 𝑛 = 𝑥 𝑛 − 𝑎𝑘𝑝(𝑛 − 𝑘)
𝑁
𝑘=1
(6.10)
𝑦 𝑛 = 𝑏𝑘𝑝(𝑛 − 𝑘)
𝑀
𝑘=0
(6.11)
Gambar 6.3 Realisasi sistem diskrit menggunakan dua sub sistem
𝑦(𝑛) 𝑏0
𝑏1
𝑏2
𝑏𝑀−1
𝑏𝑀
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
−𝑎1
−𝑎2
−𝑎𝑁−1
−𝑎𝑁
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
𝑥(𝑛) 𝑝(𝑛)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Bab V - 4
Gambar 6.3 terlihat bahwa ada dua cabang elemen delay yang dapat digabung menjadi
satu saja dan disebut sebagai realisasi bentuk langsung II yang ditunjukkan pada
gambar 6.4. Pada realisasi bentuk langsung II, jumlah elemen blok delay sebanyak N,
sesuai dengan orde persamaan beda. Rangkaian ini merupakan salah satu bentuk
realisasi yang mengandung elemen delay minimum. Bentuk ini bukan berarti yang
terbaik, akan tetapi merupakan pertimbangan penting dalam implementasi sistem
digital dalam kaitannya dengan permasalahan kuantisasi.
Gambar 6.4 Realisasi bentuk langsung II
6.3 Raelisasi Cascade Filter IIR
Sistem diskrit dengan fungsi transfer 𝐻 𝑧 bila diberi input 𝑥(𝑛), maka keluaran sistem
adalah 𝑦(𝑛). Kita dapat menyatakan dalam bentuk tranformasi-z sehingga menjadi :
−𝑎1
−𝑎2
−𝑎𝑀−1
𝑥(𝑛) 𝑦(𝑛) 𝑏0
𝑏1
𝑏2
𝑏𝑀−1
𝑏𝑀
𝑧−1
𝑧−1
𝑧−1
−𝑎𝑀
𝑧−1 −𝑎𝑁
−𝑎𝑁−1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Bab V - 5
𝑌 𝑧 = 𝐻 𝑧 . 𝑋(𝑧) (6.12)
Pada realisasi cascade, 𝐻 𝑧 dipecah menjadi perkalian fungsi transfer diantara
subsistem yaitu 𝐻1 𝑧 , 𝐻2 𝑧 , 𝐻3 𝑧 , . . . , 𝐻𝐾 𝑧 , setiap sub sistem berbentuk rasio
polinomial 𝑧−1, sehingga 𝐻(𝑧) menjadi:
𝐻 𝑧 = 𝐻𝐾 𝑧 . 𝐻𝐾−1 𝑧 . 𝐻𝐾−2 𝑧 …𝐻1 𝑧 (6.13)
Selanjutnya 𝑌 𝑧 dapat ditulis menjadi
𝑌 𝑧 = 𝐻𝐾 𝑧 . 𝐻𝐾−1 𝑧 . 𝐻𝐾−2 𝑧 …𝐻1 𝑧 𝑋(𝑧) (6.14)
Dari pers (6.14) dapat ditransformasi-z balik menjadi
𝑦 𝑛 = ℎ𝐾 𝑛 ∗ ℎ𝐾−1 𝑛 ∗ ℎ𝐾−2 𝑛 …ℎ1 𝑛 ∗ 𝑥(𝑛) (6.15)
Output 𝑦(𝑛) diperoleh dari sinyal input yang melewati proses pada subsistem-
subsistem secara serial sebanyak 𝑘 subsistem seperti terlihat pada gambar 6.5. Output
masing-masing subsistem didefinisikan sebagai 𝑦1(𝑛), 𝑦2(𝑛), . . . , 𝑦𝐾−1(𝑛). Fungsi sistem
𝐻(𝑧) dipecah menjadi beberapa subsistem yang disusun secara seri, biasanya subsistem
tersebut merupakan fungsi biquadratic. Bentuk biquadratic dapat dinyatakan dalam bentuk