Pengalaman Belajar Lapangan DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) GRADE II Oleh : Ni Made Erika Suciari (1302006016) Pembimbing : Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka Putra,SpPD-KR DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI DEPARTEMEN/KSM PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH TAHUN 2019 i
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pengalaman Belajar Lapangan
DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER)
GRADE II
Oleh :
Ni Made Erika Suciari (1302006016)
Pembimbing :
Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka Putra,SpPD-KR
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI
DEPARTEMEN/KSM PENYAKIT DALAM
FK UNUD/RSUP SANGLAH
TAHUN 2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pengalaman
belajar lapangan yang berjudul “DHF (Dengue Hemorragic Fever) Grade II” ini
tepat pada waktunya. Pengalaman belajar lapangan ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Penyakit Dalam FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan laporan pengalaman belajar lapangan ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun
bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Departemen/KSM
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah.
2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan
Departemen/KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
atas segala bimbingan, saran-saran dan bantuan dalam penyusunan
pengalaman belajar lapangan ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan pengalaman
belajar lapangan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa pengalaman belajar lapangan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya
penulis mengharapkan semoga pengalaman belajar lapangan ini dapat bermanfaat
di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Denpasar, Agustus 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover ...............................................................................................................iKata Pengantar................................................................................................iiDaftar Isi .......................................................................................................iiiBAB I Pendahuluan...................................................................................1BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi.......................................................................................32.2 Epidemiologi...............................................................................32.3 Etiologi dan Transmisi................................................................52.4 Patofisiologi dan Etiopatogenesis...............................................72.5 Manifestasi Klinis.....................................................................122.6 Diagnosis DHF.........................................................................142.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................162.8 Diagnosis Banding....................................................................192.9 Penatalaksanaan........................................................................212.9 Pencegahan...............................................................................29
BAB III Laporan Kasus3.1 Identitas pasien.........................................................................313.2 Anamnesis..................................................................................313.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................333.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................363.5 Diagnosis...................................................................................433.6 Penatalaksanaan.........................................................................43
BAB IV Kunjungan Lapangan4.1 Alur Kunjungan Lapangan.........................................................444.2 Identifikasi Masalah...................................................................444.3 Analisis Kebutuhan Pasien........................................................444.4 Penyelesaian Masalah................................................................484.5 Denah Rumah Pasien.................................................................494.6 Foto Kunjungan.........................................................................50
BAB V Simpulan..........................................................................................51
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD)/ dengue hemorrhagic fever adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue masuk ke
dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
albopictus dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot (myalgia) dan/
atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia, ruam (maculopapular skin
rush), limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.1,2
Demam berdarah dengue secara internasional dianggap sebagai penyakit
yang disebabkan virus dan di transmisikan oleh nyamuk yang paling signifikan.
DHF endemik lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan
sub-tropis. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap
tahunnya.3 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 50 sampai
100 juta infeksi demam berdarah terjadi setiap tahun. Dari kasus ini 500.000 kasus
DHF mengakibatkan 22.000 kematian yang kebanyakan terjadi pada anak-anak.
Berdasarkan data resmi yang disampaikan ke WHO, kasus DB di seluruh
Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melampaui 1,2 juta pada tahun 2008
dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013.3 DHFmerupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.4
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air.Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DHF tahun 2010 di Asean,
dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Pada tahun 2015,
tercatat terdapat 126.675 penderita DHF di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229
orang diantaranya meninggal dunia. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan
iklim dan rendahnya kesadaran masyararakat untuk menjaga kebersihan
lingkungan.4 Faktor kepadatan penduduk juga berperan memicu tingginya kasus
DHF, karena tempat hidup nyamuk hampir seluruhnya adalah buatan manusia
seperti dari kaleng bekas, ban bekas hingga bak mandi. Dengan tingginya jumlah
kasus DHF yang terjadi, pemahaman mengenai DHF dan penatalaksanaan yang
tepat diperlukan guna menurunkan angka mortalitas dan morbiditas di
masyarakat.
44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis berupa demam yang terjadi secara
45
mendadak 2-7 hari. Dapat disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa adanya syok,
dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai
normal.1,4,5 Infeksi virus dengue dapat disertai dengan terjadinya kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi virus dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DHF dengan dengue fever (DF). Perubahan patofisiologis tersebut dapat
berupa kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat
diketahui dengan terjadinya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.1 Virus dengue
masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
albopictus dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot (myalgia) dan/ atau nyeri
sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia, ruam (maculopapular skin rush),
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.1,3,5
2.2 Epidemiologi
DHF secara internasional dianggap sebagai penyakit yang disebabkan virus dan
di transmisikan oleh nyamuk yang paling signifikan.DHF endemik lebih dari 100 negara
di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan sub-tropis. Di Amerika Serikat, DHF yang
disebabkan oleh spesies Aedes aegypti dapat ditemukan secara musiman di Louisiana,
Florida bagian selatan, New Mexico, Arizona, Texas, Georgia, Alabama, Mississippi,
North dan South Carolina, Kentucky, Oklahoma, dan Tennessee. Dalam 50 tahun terakhir,
kejadian DF telah meningkat 30 kali lipat.3
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 50 sampai 100 juta
infeksi demam berdarah terjadi setiap tahun. Dari kasus ini 500.000 kasus DHF
mengakibatkan 22.000 kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak. Berdasarkan data
resmi yang disampaikan ke WHO, kasus demam berdarah di seluruh Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat melampaui 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada
tahun 2013. Pada tahun 2013, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan terjadi di
Amerika saja, dimana 37, 687 kasus merupakan DHF berat. Setelah epidemi DHF yang
pertama diketahui pada tahun 1953 sampai 1954 di Filipina, penyakit ini terus menyebar
ke seluruh penjuru dunia.3
Indonesia pada tahun 2010 menempati urutan tertinggi kasus DHF di Asia
Tenggara, dengan jumlah kasus sebanyak 156.086 dan jumlah kematian sebanyak 1.358
orang. Data menunjukkan Indonesia endemis DHF sejak tahun 1968 sampai dengan saat
ini. Indonesia terjadi peningkatan jumlah kasus dari tahun 1968 sampai tahun 2015,
tercatat terdapat 126.675 penderita DHF di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang
diantaranya meninggal dunia.6
46
Di provinsi Bali DBD merupakan penyakit yang paling berisiko terjadi wabah.
Pada tahun 2013 terjadi peningkatan kasus yang signifikan sebesar 7.077 kasus sehingga
didapatkan angka kesakitan/incidence rate (IR) DBD di Provinsi Bali pada tahun 2013
sebesar 174,5 per 100.000 penduduk (Dinkes, 2013). Pada tahun 2014 nilai IR DBD
meningkat menjadi 210,2 per 100.000 penduduk (8.629 kasus) dan pada tahun 2015 juga
mengalami peningkatan IR DBD dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 259,1 per
100.000 penduduk (10.759 kasus).7
Gambar 1. Incidence Rate (IR) DBD Provinsi Bali tahun 2010-2015
Sumber : (Profil Kesehatan Provinsi Bali, 2015, 35)
Pada tahun 2014 jumlah kasus terbanyak adalah di Kota Denpasar yaitu 1.837
kasus, Kabupaten Gianyar sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten Badung sebanyak 1.770
kasus, dan Kabupaten Buleleng sebanyak 1.721 kasus. Daerah-daerah tersebut memiliki
jumlah penduduk yang besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga
merupakan salah satu faktor resiko penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD).7
2.3 Etiologi dan Transmisi
a. Virus
DHF disebabkan oleh virus dengue.Virus dengue termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus ini mengandung single-strand RNA sebagai
genom.8 Genom virus dengue mengandung sekitar 11000 basis nukleotida, yang
merupakan kode untuk satu polyprotein tunggal yang dipecah secara pos menjadi 3
molekul protein struktural (C, prM, dan E) yang membentuk partikel virus dan 7 protein
nonstruktural ( NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5) yang hanya ditemukan
pada sel inang yang terinfeksi dan diperlukan untuk replikasi virus.9Di antara protein non-
struktural, glikoprotein envelope yaitu NS1, bersifat diagnostik dan patologis.Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm, yang terdiri dari asam ribonukleat rantai
47
tunggal dengan berat molekul 4x106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4.Genotipeataugaris keturunanyang berbeda (virus yang sangatterkait
dalamurutan nukleotida) telah diidentifikasi dalam setiapserotipe, menyorotikeragaman
genetikyang luasdariserotipedengue.Di antara mereka,genotipe"Asia" DEN-2 danDEN-3
sering dikaitkan denganinfeksi berat penyakit yang disertai dengan denguesekunder.
Infeksi dengan serotipe manapun akanmemberi kekebalan seumur hidup terhadap
serotipe virus tersebut.8Di Indonesia keempat serotipe ini ditemukan, dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak. Penelitian terbaru menemukan adanya serotipe DEN-5
yang pertama kali diumumkan pada tahun 2013.9
b. Vektor
Virus dengue ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
albopictus yang terinfeksi ke tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-10 hari.Infeksi bisa
didapat melalui satu gigitan saja. Nyamuk Aedes aegypty biasanya mengigit pada siang
hari. Nyamuk ini merupakan spesies tropis dan subtropis yang terdistribusi secara luas di
seluruh dunia yang hidup diantara antara garis lintang 35° LU dan 35 ° LS di bawah
ketinggian 1000 m (3.300 kaki). Tahapan nyamuk yang belum matang sering ditemukan
di habitat air, terutama pada penampungan dengan air yang tenang dan menggenang
seperti ember, bak mandi, ban bekas, dan yang lainnya. 1,4,10 Wabah DHF juga dikaitkan
dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies kompleks Aedes
scutellaris. Masing-masing spesies ini memiliki ekologi, perilaku dan distribusi geografis
yang tertentu. Dalam beberapa dekade terakhir, nyamuk Aedes albopictus ini telah
menyebar dari Asia ke Afrika, Amerika dan Eropa, yang dibantu oleh perdagangan
internasional ban bekas, dimana telur nyamuk disimpan ketika bannya menggenangkan
air hujan. Telur tersebut dapat pula bertahan hidup selama berbulan-bulan tanpa adanya
air.8
c. Host
Setelah masa inkubasi yang terjadi sekitar 4-10 hari, infeksi oleh salah satu dari
empat serotipe virus dapat menghasilkan spektrum yang luas dari penyakit ini, walaupun
sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau subklinis. Infeksi primer diduga
menginduksi munculnya kekebalan protektif seumur hidup dengan serotipe yang
terinfeksi.8 Individu yang menderita infeksi dilindungi dari penyakit klinis dengan
serotipe yang berbeda dalam 2-3 bulan dari infeksi primer, tetapi tanpa kekebalan lintas
pelindung jangka panjang. Anak-anak muda khususnya mungkin kurang mampu jika
dibandingkan dengan orang dewasa untuk mengimbangi kebocoran kapiler dan akibatnya
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami dengue shock.
48
Dalam proses transmisi, nyamuk menggigit penderita yang terinfeksi virus
dengue, dimana virus dengue banyak terdapat di dalam darah penderita terutama pada
hari ke 5. Beberapa penderita tidak menunjukkan gejala yang signifikan namun dapat
mentransmisikan virus ke dalam nyamuk yang menggigitnya. Setelah virus masuk ke
dalam nyamuk, virus tersebut akan memerlukan tambahan 8-12 hari inkubasi sebelum
dapat ditularkan ke manusia lain. Nyamuk tersebut tetap terinfeksi selama sisa hidupnya,
yang mungkin dari beberapa hari hingga beberapaminggu.8
Data terbaru menunjukkan bahwa aktivasi sel endotel bisa memediasi terjadinya
kebocoran plasma. Kebocoran plasma diduga berhubungan dengan efek fungsional
daripada merusak sel-sel endotel. Trombositopenia mungkin berhubungan dengan
terjadinya perubahan dalam megakaryocytopoieses oleh infeksi sel hematopoietik
manusia dan gangguan pertumbuhan sel progenitor, disfungsi platelet (aktivasi platelet
dan agregasi)serta terjadi peningkatan penghancuran atau konsumsi. Perdarahan
mengakibatkan trombositopenia dan disfungsi trombosit yang terkait atau disseminated
intravascular coagulation. Kesimpulannya, ketidakseimbangan sementara antara mediator
inflamasi, sitokin dan kemokin terjadi selama perjalanan dengue yang parah, didorong
oleh beban virus pada fase awal yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi
sel endotel vaskular dan kekacauan sistem hemokoagulasi yang menyebabkan kebocoran
plasma dan syok.
2.4. Patofisiologi dan Patogenesis
DHF merupakan mosquito-borne viral disease yang disebabkan oleh virus
dengue dengan tipe antigen yang berbeda, yaitu tipe 1-4.1,4 Walaupun DF dan DHF
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang
menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang
khas pada DHF yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan
karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi.11 Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap
oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir
setelah lima hari gejala panas mulai. Respon imun yang diketahui berperan dalam
patogenesis DBD adalah respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang
berperan dalam proses netralisasi virus dan proses sitolisis. Peran limfosit T baik T-helper
(CD4) maupun T-sitotoksis (CD8) juga berperan dalam respon imun seluler terhadap
virus dengue. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus namun proses
49
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di
makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,
antibodi hemagglutinasi, dan antibodi fiksasi komplemen.1,8
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Dapat terjadi manifestasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5
Imunopatogenesis DHF merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang
digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis DHF dan DSS yaitu teori virulensi
dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).1
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga
virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan
mempunyaipotensiuntuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan
kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.11
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan tipe yang berbeda. Jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus
tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila
antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.1
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang
akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan
berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Sebagai respon
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.1,11
Patogenesis terjadinya kebocoran plasma pada DHF dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada gambar 1 digambarkan bahwa terjadi konsentrasi kompleks imun yang tinggi akibat
reinfeksi yang mengakibatkan reaksi amnestik antibodi. Infeksi virus dengue
50
menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi sehingga
virus berkembang di makrofag. Infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
aktivasi T-helper dan T-sitotoksis sehingga diproduksilah limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresikanlah berbagai
mediator inflamasi, seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan
histamin yang megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadilah kebocoran
plasma.
Gambar 2.Imunopatogenesis DHF1
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler
ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang
erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti
dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi
secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.1,11
51
Gambar 3. Patogenesis Terjadinya Syok Pada DHF.11
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan
oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia (degranulasi
trombosit). Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
RDW 12.2 % 11,60-14,80PLT 97 Rendah 103/μL 150-400
V. DIAGNOSIS
Observasi Febris hari ke 10 et causa Dengue Hemorhagic Fever Grade II
VI. PENATALAKSANAAN
Masuk rumah sakit (MRS)
Infus RL 30 tpm
Paracetamol 500 mg @8 jam IO (jika t.ax ≥37,5oc)
Omeprazole 1 x 40 mg
KIE Minum 1,5 – 2 liter / hari
VII. MONITORING
- Vital sign dan keluhan- Fluid Balance- Darah Lengkap tiap 12 jam
BAB IVKUNJUNGAN LAPANGAN
4.1 Alur Kunjungan LapanganKunjungan lapangan dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2018, bertempat di
rumah pasien yaitu di Jalan Pulau Misol, Denpasar. Kunjungan kami mendapat
sambutan baik dari pasien dan keluarga. Tujuan diadakannya kunjungan lapangan
ini adalah untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien, serta mengidentifikasi
masalah dan faktor risiko yang ada pada pasien. Selain itu kunjungan lapangan ini
juga bertujuan untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang dimiliki oleh
pasien.
4.2 Identifikasi MasalahAdapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam
hal menghadapi penyakitnya adalah:
1. Pengetahuan tentang penyakit yang dialami oleh pasien dan penerapan
pencegahan penyakit yang belum dilaksanakan dengan sempurna oleh pasien.
78
2. Tingkat kesadaran pasien dan keluarganya dengan lingkungan sehat dan pola
hidup sehat.
4.3 Analisis Kebutuhan Pasien
a. Kebutuhan Fisik-BiomedisKecukupan GiziPasien makan sehari-hari di rumah yang di masak oleh istrinya. Porsi
makanan yang dimakan pasien terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pasien. Porsi nasi yang dimakan oleh pasien biasanya dengan lauk-pauk
seperti tempe, tahu, daging ayam, telur, sayuran, disertai dengan buah-
buahan.
Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien : Berat badan ideal = 90% x (TB-100) x 1 kg= 90% x 65 kg = 58,5 kg Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100% = (50:58,5) x 100% = 85,5
(Gizi cukup) Jumlah kebutuhan kalori per hari =
o Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 30 kalori (laki-laki) = 58,5x
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.2. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004.3. Sanyaolu, et al. 2017. Global epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An
Update. Journal of Human Virology & Retrovirology. 5(6);001794. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM UI. 2009.5. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di Indonesia.
Farmaka. 2007; 5:12-29.6. Kemenkes RI. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI:
Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: 2014.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Hal : 27-28;54-55
8. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2011.p.5-459. Heilman, JM., wolff, JD., Beards GM., Basden, BJ. 2014.Dengue fever: a Wikipedia
clinical review. Open Medicine. 8(4)e10510. Tanto, Chris et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Media Aesculapius.
Jakarta: 2014.
11. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics
Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-7212. Suzanne Moore Shepherd. 2014. Dengue. Pennsylvania. Hospital of
University of Pennsylvania.
13. Falconar AK, de Plata E, Romero-Vivas CM. Altered enzyme-linked
immunosorbent assay immunoglobulin M (IgM)/IgG optical density ratios can
correctly classify all primary or secondary dengue virus infections 1 day after the
onset of symptoms, when all of the viruses can be isolated. Clinical and Vaccine
Immunology, 2006, 13:1044–1051.
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di
sarana pelayanan kesehatan, 2005.p.19-34
1
15. Chen,K., Pohan, H. T., Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicinus. 2009; 22 (1)
16. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.