Top Banner
Nomor: RISALAHDPD/KMT 1-RDPU/IX/2017 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I DENGAN NARASUMBER MASA SIDANG I TAHUN SIDANG 2017-2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA I. KETERANGAN 1. Hari : Senin 2. Tanggal : 4 September 2017 3. Waktu : 14.17 WIB - 16.50 WIB 4. Tempat : R.Sidang 2A 5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua) 2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua) 6. Sekretaris Rapat : 7. Acara : RDPU membahas evaluasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan narasumber : 1. Sunaji Zamroni (Direktur IRE) 2. Sentot S. Satria (KOMPAK) 8. Hadir : Orang 9. Tidak hadir : Orang
29

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

Mar 28, 2019

Download

Documents

vothuy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

Nomor: RISALAHDPD/KMT 1-RDPU/IX/2017

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

-----------

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I DENGAN NARASUMBER

MASA SIDANG I TAHUN SIDANG 2017-2018

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

I. KETERANGAN

1. Hari : Senin

2. Tanggal : 4 September 2017

3. Waktu : 14.17 WIB - 16.50 WIB

4. Tempat : R.Sidang 2A

5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)

2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua)

6. Sekretaris Rapat :

7. Acara : RDPU membahas evaluasi Undang-Undang No. 6 Tahun

2014 tentang Desa dengan narasumber :

1. Sunaji Zamroni (Direktur IRE)

2. Sentot S. Satria (KOMPAK)

8. Hadir : Orang

9. Tidak hadir : Orang

Page 2: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

1

II. JALANNYA RAPAT:

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah. Alhamdulilah.

Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati Ibu, Bapak Pimpinan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan

Daerah.

Kemudian sudah datang ini KOMPAK. Orang Madura itu sila ketiga diganti,

Persatuan Indonesia diganti Indonesia KOMPAK. Orang Madura pak, orang Madura itu

sudah ekspansi kemana-mana di Belanda dia punya Madura Dam, di Amerika Latin dia

punya Manuel Maduro itu orang Madura, Pak Presiden Venezuela itu. Dibelahan lain juga di

Spanyol juga ada Madura itu.

Bapak, ibu sekalian hari ini kita RDPU dengan 3 lembaga. Pertama ini KOMPAK.

KOMPAK ini sebuah lembaga masyarakat yang bergerak fokus pada desa. Kemudian ada

IRE. IRE ini singkatannya asing, susah ini fokus desa tapi namanya IRE. IRE itu singkatan

dari Institute for Research and Empowerment. Jadi namanya asing tapi hidupnya di Yogya

mestinya di London, IRE ini. Kemudian satu lagi kita undang juga dari FITRA yang dimana

hari ini Mas Sentot yang dari KOMPAK ini.

Makro desa kita hari ada posisi dijerembabkan oleh media dan pemerintah, makro ini

sehingga di 2 minggu terakhir ini 600 desa yang di anggap bermasalah dengan pengelolaan

anggaran dana desa itu menjadi bagian dari menjajah pikiran para pejabat Jakarta bahwa

Undang-Undang Desa itu nggak benar saya kira ini banyak makna mulai politik, sosial

budaya, ekonomi,dan lain lain bahwa kalau Undang-Undang Desa itu di bumi anguskan itu

cita-cita mereka yang kapitalis itu. Jadi di media itu luar biasa sepertinya sudah mau roboh

desa di Indonesia ini. Padahal di posisi lain di Undang-Undang Desa itu Bimwas di satu

gandengan itu bimbingan pengawasan, yang ada was terus tapi tidak pernah bim. Jadi kita

mau bergerak sudah diawasi terus itulah nasib desa hari ini, nasib orang desa. Bimwas

dilakukan baik dari sisi internal Kementerian Desa, Dalam Negeri, pemerintah daerah,

provinsi, kabupaten. Ada juga indirectly yang dilakukan oleh misalnya BPKP. Indirect

kenapa? Karena Mas Sentot saya kira positioning Siskudes itu adalah penumpang dipinggir

jalan itu. Siskudes itu tidak in body ke dalam kebijakan pemerintah tapi Siskudes itu tahu-

tahu ini loh ada sistem keuangan desa yang harus dilaksanakan dan desa harus beli, ini saya

kira pemerintah itu dompleng saja mohon maaf Mas Sentot dompleng saja BPKP itu dan

pemerintah menganggap bahwa BPKP punya professional seperti itu dianggap benar cara

masuknya. Jadi pada legal aspek dan prosedurnya, BPKP ini nggak benar melakukan fungsi-

fungsi pengawasan terhadap desa dengan pintu masuk seperti itu. Pintu masuknya mas. Lalu

misalnya Kejaksaan ini juga mengadakan ada sebuah institusi di Kejaksaan ada namanya

TP4D (Tim Pemantau Pengawas Pelaksanaan Pembangunan Desa). Jadi mohon maaf wong

bajunya dicantelkan dipinggir jalan saja orang takut apalagi ada orangnya, Kejaksaan itu. Iya

Bang Ali. Jadi pernah ada cerita Daerah Boyolali, Sukoharjo itu ada orang Kejaksaan mau

takziah saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu.

Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang ke mertuanya lewat balai desa lari itu

RAPAT DIBUKA PUKUL 14.17 WIB

Page 3: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

2

kepala desa, hati-hati ada polisi katanya. Sama juga jurnalis ya tentu tidak bertanggung jawab

ini cari saja perkara desa kalau tidak saya muat di koran nah itu kan membuat kepala desa

dan penduduk desa waduh luar biasa ketakutannya dan mohon maaf TP4D. Hari ini posisinya

selalu ketakutan. Nah pemilihan yang dilakukan pemerintah terutama regulasinya pragmatic

lalu dari kelembagaannya juga tidak ada koordinasi ya kalau di ruangan ini saya katakan

bindeng ketemu bindeng pak. Jadi yang membina tidak pernah memahami secara detail apa

mission sakri dari Undang-Undang Desa. Mission sakri itu harus kita pahami. Sehingga

bapak, ibu sekalian terseraplah substansi Undang-Undang Desa kalau hanya material yang

ada. Idenya hendak mengembalikan desa ke dalam sebuah kultur, struktur, gotong-royong,

guyub dan lain-lain itu. Tapi hari ini yang kemudian dimana akan menjadi mengecil Undang-

Undang Desa hanya dimaknakan sebagai dana desa, ini persoalan.

Nah karena itu Mas Sentot dan kawan-kawan Komite I sangat konsen kepada

Undang-Undang 6 ini, jadi bahkan teman-teman di Komite I ini karena yang menjadi pintu

masuk dalam pengawasan program dan punya visi-visi yang meluas kepada masyarakat

Undang-Undang Desa menjadi bagian pengawasan yang efektif bagi Komite I. Jadi kalau kita

melihat sebelum ada Undang-Undang Desa, kelahiran Undang-Undang Desa di songsong

luar biasa tapi pemerintah memaknakan secara simple, saya ingin Mas Sentot, sampeyan

nyewa LSM bukan nyewa lah ya, mohon maaf. Jadi kuartet dalam Undang-Undang Desa itu

kemudian dibelah menjadi 3, pemerintahan desa menjadi Perpres 11 Kemendagri urusannya,

kemudian Perpres 12 mengambil dua, pembangunan dan pemberdayaan. Kemudian peran

kemasyarakatan tidak termasuk dalam Perpres tersebut sehingga kemudian kalau ada orang

yang menjiar saya kira pasti menang itu, pasti menang. Saya jamin pasti menang kalau di jiar

karena tidak ada republik ini yang satu kementrian, yang umum adalah satu kementerian

menangani beberapa undang-undang itu biasa tapi desa satu undang-undang ditangani dua

kementrian bahkan lebih, Bappenas terlibat, keuangan terlibat, sekarang ini yang terakhir

MK. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Di Jawa disana Bangmanu,

pembangunan manusia dan kebudayaan. Ada lagi di Sumatera Selatan ingat PMK itu bukan

itu, singkatannya. Singkatanya apalah terserah nantikan begitu kira-kira begitu kalau jadi

presiden.

Jadi Mas Sentot, Undang-Undang Desa masa lalunya tolong dijelaskan, hari ini

bagaimana dan kemudian ketiga masih ada prospek tidak ke depan ini. Kami di Komite I ini

merasa bahwa ada something wrong dalam Undang-Undang Desa ini. Jadi hari ini centang

perenang, unorganize, disharmony, perebutan kewenangan, desa hanya menjadi objek lagi

dalam konteks pengawasan, uang hanya menjadi instrumen untuk menakut-nakuti hari ini.

Mengerikan. Jadi kami di dalam masa sidang ini fokus pada seperti itu dan tentu

rekomendasinya pada pihak terkait misalnya Menteri Desa, Mentri Keuangan, Bappenas dan

Menteri Dalam Negeri agar ya ngomong jangan parsial sesuai sektor masing-masing tetapi

inkorporasi desa dalam konteks korporasi dengan nasional, saya kira itu lebih penting

daripada cara pandang masing-masing. Jadi Pak Sentot hadir ini Pak Hudanirani jabatan

terakhir Gubernur Bangka Belitung. Kemudian Ibu Dewi sebelah kiri saya, ibu gubernur saya

kira sebelah sini, ada ibu gubernur dan bapak gubernur. Kemudian Pak Yusran Silonde wakil

gubernur dulunya di Sulawesi Tenggara. Kemudian Pak Rizal Sirait, anggota DPD 5 periode

saya kira di Sumatera Utara, 3 atau 5? 5 ya mulai dari 1997 jadi anggota DPR bosen jadi

DPRD kemudian ke DPD. Pak Ali, beliau ini adalah mantan birokrat, Sekda pak ya, asisten 1

pengalaman mengolah Gorontalo sehingga menjadi provinsi sendiri dan gubernur pertama

adalah Pak Fadel Muhammad, Radhiyallahu Anhu. Radhiyallahu Anhu itu boleh pada setiap

orang semoga dapat ridha dari Allah masa nggak boleh, oh belom pantes, ini kalau pantes ibu

yang tahu lah. Kemudian satu lagi dari Kepulauan Riau, Pak Muhammad Nabil yang saya

kira Habil dan Nabil, Habil dan Kabil bukan Nabil ya sebab kalau Nabil itu kalau di Batam

Page 4: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

3

ada Pelabuhan Kabil makanya diambil Nabil itu. Jadi kalau Pak Sentot ke Batam, Pelabuhan

Kabil itu punya Pak Nabil pak. Satu lagi HMI, Haji Muhammad Idris. Beliau dari Kaltim.

Sementara ini beliau punya dua di Kaltim maksudnya Kaltara bagian dari dia juga hari ini bu.

Dua wilayah, Kaltara dan Kaltim bukan dua yang lain bu. Ibu Juniwati langsung mengiyakan

saja, jangan lihat tampilannya bu power-nya yang penting. Ibu Dewi saya kira bisa

memberikan saksi saya kira. Kemudian Pak Mawardi. Kemudian Ibu Juniwati. Pak Mawardi

dulu bupati dan akan menjadi bupati lagi. Tahu ada gula ada semut pak tapi gulanya siapa

semutnya siapa. Jadi dipikir dengan pindah akan menyelesaikan permasalahan, siang mau

nya pindah, malam maunya mendekat dia.

Jadi Mas Sentot, saya kira ini KOMPAK mohon dijelaskan dulu agar kita-kita dapat

mengapresiasi sesuai provinsi masing-masing, Jawa Tengah ada tidak, Babel ada tidak,

Kaltim ada tidak biar kita bisa inkorporasilah di dalam melakukan fungsi-fungsi yang lebih

sinergis begitu. Percayalah kawan-kawan punya otoritas dan punya macam-macamlah yang

di daerah. Saya kira demikian sebagai pengantar. Silakan Mas Sentot dari KOMPAK.

PEMBICARA: SENTOT S. SATRIA (NARASUMBER)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bapak, ibu semua dari Komite I Dewan Perwakilan Daerah yang terhormat.

Sangat berterima kasih sangat menghargai atas undangan dan kesempatan yang

diberikan kepada KOMPAK untuk berbagi update tentang pelaksanaan Undang-Undang

Desa terutama.

Ijinkan kami sedikit perkenalkan KOMPAK. KOMPAK adalah kerjasama antara

pemerintah Indonesia dan Australia untuk mengelola bantuan teknis dan bantuan hibah pada

CSO di Indonesia, LSM. Jadi sebetulnya bahkan IRE dan FITRA itu termasuk patner kami di

dalam interfensi di daerah. Jadi patner utama KOMPAK adalah Bappenas sebagai lead

agency dari pihak pemerintah Indonesia. Kemudian ada Kementrian Dalam Negeri,

Kementrian Desa, Kementrian Keuangan dan Kemenko PMK sebagai pengarah sekaligus

penerima bantuan teknis. Fokus kami ada tiga seperti sesuai dengan prioritas pemerintah ada

pada pelaksanaan pelayanan dasar, penyelenggaraan pelayanan dasar, kemudian pelaksanaan

Undang-Undang Desa dan yang ketiga adalah pengembangan ekonomi. Ini patner KOMPAK

juga Mas Nadi dari IRE.

Jadi kalau dulu mungkin bapak, ibu pernah mengenal yang namanya AUSIT. AUSIT

itu sekarang sudah tidak ada. KOMPAK itu dikelola oleh suatu perusahaan yang mengelola

semua bantuan teknis itu. Saya sendiri di KOMPAK sebagai senior advicer untuk

disentralisasi dan Undang-Undang Desa. Salam dari pimpinan kami, beliau mengutus saya

untuk memenuhi undangan bapak, ibu sekalian. Jadi ini sudah KOMPAK sendiri sudah ada

sejak tahun 2015 sejak mulainya Undang-Undang Desa dilaksanakan pada 2015 dan kami

akan berakhir tahun depan 2018. Wilayah kerja kami ada di 7 provinsi juga, jadi ada wilayah

provinsi dan kabupaten juga dimana kami mempunyai staf lapangan untuk memungkinkan

advokasi dan bantuan teknis yang lebih intensif kepada pemerintah daerah. Dari barat

lokasinya dari Aceh, kemudian Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan, Papua

dam Papua Barat, dan di 7 provinsi itu ada sekitar 33 kabupaten dimana KOMPAK ada staf

lapangan. Itu mengenai KOMPAK pak ya. Undang-Undang Desa ini sudah tahun ketiga

seperti bapak, ibu tahu dan menurut kami ada permasalahan yang paling mendesak di dalam

pekalsanaan Undang-Undang Desa ini dan itu kita juga melihat fakta bahwa menurut BPS

tingkat kedalama kemiskinan desa malah bertambah. Walaupun angka kemiskinan berkurang

di daerah pedesaan, angkanya kalau tidak salah kurang sebanyak 180.000 jiwa tapi tingkat

kemiskinan bertambah dan 180.000 jiwa kalau kita bagi dengan 74.000 desa hitungan

Page 5: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

4

sederhana, simple itu yang terentaskan dari kemiskinan di desa hanya kira-kira 3 orang per

desa. 180.000 jiwa itu terentaskan dari kemiskinan untuk wilayah pedesaan menurut data

BPS tapi keparahan atau kedalaman kemiskinan bertambah. Jadi orang yang paling berada di

dasar tangga tingkat kemiskinan itu jangan-jangan malah tambah miskin. Yang menikmati

besarnya dana yang masuk desa jangan-jangan adalah kelas menengah di desa. Jadi itu

memberikan warning yang sangat kuat kepada pemerintah bahwa tentu saja pemerintah

melalui berbagai pernyataan presiden ingin agar dana desa dan seluruh anggaran yang masuk

desa ini berdampak kepada turunnya angka kemiskinan. Itu seperti arahan presiden dalam

berbagai kesempatan sejak tahun lalu harus menjadi instrumen fiskal pengentasan

kemiskinan, peningkatan akses terhadap pelayanan dasar kemudian dampak ekonominya juga

diharapkan mulai nampak. Namun dari, mohon lanjut slidenya. Dan tentu saja harapan itu

sangat berdasar ya. Pada waktu pemerintahan Bapak SBY kita mempunyai program-program

pemberdayaan masyarakat itu menunjukan ada dampak. Jadi misalnya karena di swakelola

oleh masyarakat tiap pembangunan sarana prasarana bisa lebih murah 30-50%. Kemudian

umumnya lebih dari 80% kualitas prasarana yang dibangun masyarakat itu memuaskan. Dari

sisi kemiskinan ada kenaikan konsumsi perkapita itu di daerah program, itu 9% lebih

daripada di daerah non program. Itu hanya dengan anggaran waktu itu dari tahun 1998 – 2014

hanya 85 triliun. Bandingkan dengan anggaran yang masuk desa sekarang dari DD dan ADD

saja itu tahun ini 103 triliun menurut data dari DJBK dari Kementerian Keuangan. Jadi dulu

di jamannya tahun 1998 – 2014 ada program-program termaksud desa itu 85 triliun, tidak pak

1998 – 2014 lebih hampir 16 tahun, hampir 16 tahun itu hanya 85 triliun. Dulu itu namanya

dulu ada PNPM dan saudara-saudaranya banyak ya, ada BPK dan sebagainya, itu hanya 85

triliun. Ditambah lagi dulu bapak. ibu mengingat ada namanya klaster penanggulangan

kemiskinan yang setiap tahun dulu 4 klaster program kemiskinan Pak SBY itu hanya 100

triliun sekarang dana yang masuk desa saja itu sudah 103 triliun tahun ini, tahun depan akan

sama karena pemerintah sedang putuskan dana desa sementara belum akan di tambah masih

60 triliun. Jadi ini juga seperti Pak Muqoam sampaikan tadi sayangnya juga seolah-olah

Undang-Undang Desa ini hanya soal dana desa, jangan lupa ada ADD yang juga besar sekali

yang kalau tidak diperhatikan itu juga menjadi objek ranciking kabupaten karena untuk gaji

dan operasional kepala desa itu dari ADD, diambil dari ADD. Nah kami mensinyalir banyak

ADD yang jumlahnya tidak memenuhi perintah undang-undang atau sering kali pencairannya

terlambat, 3-6 bulan baru cair sehingga kepala desa dan perangkatnya harus pinjam kesana

kemari untuk mendukung operasionalnya. Nah ini lagi-lagi menghasilkan ranciking yang

besar sekali.

Kembali ke isu utama Undang-Undang Desa. Pertama adalah formula atau policy

alokasi dana desa ini syukurlah akan diperbaiki setelah 3 tahun, jadi 2018 akan diperbaiki

tapi bagaimana perbaikannya kita belum lihat hasil akhirnya Pak Ketua. Jadi yang dulu 90%

dibagi rata dana desa nantinya akan dikurangi yang dibagi rata itu menjadi 77% saja. Ini-ini

sangat-sangat krusial karena jika acara pembaginya masih seperti sekarang nyaris dibagi rata

tentunya ini sangat tidak adil bagi desa-desa yang tertinggal apalagi yang jumlah penduduk

miskinnya besar. Jadi desa dengan 20 KK mendapatkan jumlah uang yang hampir sama

dengan desa yang 2.000 KK. Perbandingannya itu perkapita dana desa itu bisa mencapai 30

kali lipat untuk desa-desa yang kecil. Nah ini akan segera diperbaiki oleh pemerintah dan

kami sangat menghargai dan mendukung keputusan tersebut. Yang kedua adalah tentang

penggunaan dana desa. Tadi alasan dari pusat sebetulnya sudah cukup jelas untuk

peningkatan pelayanan dasar, untuk penanggulangan kemiskinan. Kemarin di nota keuangan

juga di Menteri Keuangan menggarisbawahi bahwa prioritas dana desa adalah untuk

penanggulangan kemiskinan bukan berarti dana desa dipakai untuk misalnya membeli beras

atau apa, memberikan bantuan kemasyarakat tapi harusnya masyarakat prioritas desa harus

Page 6: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

5

kepada pemenuhan dasar sebagai pra syarat lawan kemiskinan tapi kemudian prioritas itu

diarahkan terlalu sempit oleh Kementerian Desa sampai sekarang di media masih sering kita

lihat Kementerian Desa mengarahkan dana desa agar untuk membangun embung,

membangun mengembangkan Bimdes, mengembangkan produk unggulan dan sarana

olahraga dan kadang-kadang dibawah itu menjadi arahan ini agar diprioritaskan menjadi

arahan diwajibkan. Belum di tambah lagi seperti bapak, ibu temukan ada kabupaten yang

sering nambah-nambahi lagi memberikan arahan juga yang terlalu spesifik misalnya. Jadi

intervensi dari kabupaten itu menambahi lagi sehingga asas Undang-Undang Desa yang

harusnya memberikan wewenang penuh untuk memutuskan prioritas skala desa mereka, ini

menjadi teroduksi banyaknya subsidi tersebut. Tapi yang paling, menurut saya yang paling

membinggungkan di lapangan adalah instruksi-instruksi, arahan-arahan dari pusat yang

terlalu spesifik mengabaikan beragamnya kebutuhan desa 74.000 desa di Indonesia. Embung

sendiri tidak cocok disemua lokasi kan ada desa yang punya, sudah punya banyak air atau

tidak punya potensi untuk membuat embung dan sebagainya. Artinya, harusnya prioritas itu

digariskan sebenarnya misalnya prioritasnya adalah penuhi dulu kebutuhan akan akses air

bersih misalnya, yaitu pelayanan dasar baru masyarakat diminta mikir oh alternatif apa, bikin

embung atau bikin perpipaan atau mencari mata air yang bisa diandalkan dan sebagainya.

Bukan spesifik embung. Nah ini sebetulnya arahan dari keuangan, dari presiden itu

sebetulnya sudah cukup jelas ya. Kemudian di dalam Musrembangnas 2018 itu juga ada 10

prioritas nasional mulai dari pendidikan, kesehatan, pertanian, penanggulangan kemiskinan

dan sebagainya ada 10 prioritas nasional nanti di akhir slide kami ada seharusnya kemudian

pemerintah memberikan, menyediakan pedoman kepada desa bagaimana mereka dapat

berkontribusi terhadap prioritas nasional tersebut. Jadi misalnya prioritas nasional adalah

pendidikan. Yang tidak jelas sekarang adalah apa, sejauh mana kewenangan desa dalam

bidang pendidikan, sejauh mana kewenangan desa dan tanggung jawab desa dalam bidang

kesehatan. Kalau di Brebes misalnya masih banyak anak putus sekolah tidak menyelesaikan

wajib belajar 9 tahun, apa yang desa bisa lakukan dan sebetulnya arahan dari Musrembangnas

sudah cukup jelas bahwa harus ada sinergi antara APBD, APBDES dan APBN kalau perlu.

Misalnya ada orang sering bilang, oh untuk anak putus sekolah kan sudah ada KIP (Kartu

Indonesia Pintar) Program Indonesia Pintar, tapi kalau di daerah, di desa berapa yang sudah

mempunyai kartu KIP, mungkin belum 50% Pak Muqowam. Buktinya presiden kalau ke

daerah masih bagi-bagi KIP kan, berarti kan belum semua memiliki itu. Nah desa misalnya

bisa berperan misalnya membantu warga-warga miskinnya untuk cepat mengurus

kepemilikan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan sebagainya. Nah

kesinambungan ini yang belum terbangun dengan baik karena si pendamping desa yang

dimobilisasi oleh Kementerian Desa ironisnya adalah mereka fokus atau diharapkan oleh

pemerintahan desa untuk membantu mereka, membantu aparat desa. Ini terbalik ini, Pak.

Harusnya pendampingnya Kemendesa itu fokusnya mendampingi masyarakat sesuai perintah

undang-undang, memberdayakan masyarakat untuk ikut mengambil keputusan, untuk agar

aspirasi mereka tertampung di dalam musdes, tapi mereka diharapkan lebih membantu

pemerintahan desa. Kemudian ketika mereka ternyata tidak mempunyai skill yang cukup dari

segi administrasi pemerintahan, pemahaman PP, permen dan sebagainya, pemdes bilang

pendamping desa tidak ada gunanya buat kami. Jadi triliunan anggaran yang dialokasi untuk

pendampingan desa ini wasted.

Belum lagi masalah kedua adalah kemampuan untuk menyelenggarakan merekrut

pendamping. Bapak lihat di Facebook sekarang proses rekrutmen baru mulai berjalan. Ini

sudah bulan Agustus, apa gunanya mereka ke lapangan bulan Agustus, sementara proses di

desa seharusnya sudah hampir menyelesaikan RKP Des. Dan, biasanya proses seleksi ini baru

akan selesai nanti di bulan-bulan Oktober untuk 300.000. Dan ini masalah seperti ini sudah

Page 7: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

6

berjalan tiga tahun Bapak/Ibu, masalah pendampingan ini. Ada kesan saya, ada keengganan

untuk mendesentralisasikan pendampingan ini atau mendekonkan pendampingan ini kepada

pemerintah provinsi. Tapi at the same time ternyata tidak mampu untuk merekrut

pendampingan on time paling tidak sehingga provinsi-provinsi yang kami sering ketemu

sama teman-teman provinsi mereka katakan, kami hanya diberlakukan sebagai juru bayar,

juru bayar gajinya pendamping-pendamping. Apalagi kabupaten yang nyaris melakukan,

kami tidak punya wewenang apa pun terkait pendampingan. Nah ini harus diperbaiki masalah

pendampingan itu.

Maaf balik ke yang kelima, nah ini tadi. Jadi penggunaan dana desa ini tidak

menghasilkan kegiatan-kegiatan yang propelayanan dasar dan melawan kemiskinan. Dan

kami ada evidence, sudah ada buktinya dari Bank Dunia dan dari hasil monitoring

Kementerian Desa sendiri. Misalnya belanja untuk kesehatan dan pendidikan itu tidak sampai

6%. Dari sampel 1.800 lebih desa, belanja untuk kegiatan yang menyangkut pendidikan

kesehatan tidak sampai 6%. Ini lagi diperburuk dengan arah-arahan tadi ya, yang berbau

penyeragaman, baik dari pusat maupun dari kabupaten. Ketiga adalah peraturan-peraturan

yang kurang selaras. Ini mungkin Mas Naji nanti bisa cerita banyak ya. Saling bertentangan

atau dianggap saling bertentangan, membingungkan, terlalu jauh mengatur, malah seperti

contoh seperti Siskeudes itu menghambat desa memilih kegiatan-kegiatan yang menurut

mereka perlu untuk warga miskinnya. Tapi sebetulnya ini bukan 100% salahnya Siskeudes,

Pak. Jadi Siskeudes itu teman-teman, mereka bilang, “Loh saya hanya mengikuti

Permendagri No. 113,” begitu kan. Nah Permendagri Nomor 113 memang sebetulnya perlu

segera direvisi. Kenapa? Kalau Bapak/Ibu menyempatkan untuk melihat bagaimana template

dari APBDes atau realisasi APBDes di 113, template itu mengakibatkan Bapak/Ibu tidak

akan mendapatkan laporan output dana desa apa, tapi hanya mendapat laporan input di desa

untuk ... (kurang jelas, red.) UU Desa apa. Jadi input-nya artinya misalnya Anda akan

menemukan berapa sak semen yang dihabiskan tahun ini, tapi berapa kilometer jalan malah

tidak jelas. Jadi itu Permendes, Permendagri satu-satu itu sangat mendesak karena ditunggu

oleh Siskeudes. Siskeudes sendiri sebetulnya mendapatkan dukungan karena waktu itu surat

ke daerah adalah surat bersama antara Bina Pemdes, Kemendagri, dengan BPKP dan

mendapatkan dukungan yang cukup besar dari presiden. Sehingga memang kalau

Permendagri-nya bisa diselesaikan dengan cepat, Siskeudes-nya bisa gampang diperbaiki.

Keempat adalah, Bapak/Ibu, kita menggelontorkan anggaran ke desa begitu besarnya,

tapi investasi untuk penguatan kapasitas aparat untuk pendampingan itu kecil sekali. Kalau

Bapak/Ibu lihat sekarang anggaran pendampingan di tempatnya Kementerian Desa 2,3 triliun

itu terlalu kecil Pak. Kayaknya besar, tapi sebenarnya kecil sekali. Jadi Bank Dunia

memperhitungkan bahwa anggaran untuk pendampingan untuk penguatan itu hanya 1,1%

dari total dana yang masuk ke desa. Bandingkan dulu dengan zamannya PNPM itu pernah

mencapai 15%, Pak. Rata-rata 10% setiap tahun. Jadi ini sangat menentukan, sangat critical.

Ibaratnya 100 triliun itu bisa jadi dua tahun ke depan tetap tidak akan menghasilkan apa pun

kalau Bapak/Ibu, pemerintah, tidak memberikan investasi yang cukup untuk penguatan.

Kedua adalah tidak ada lagi juga sebelum Undang-Undang Desa dimulai, tidak ada

kesepakatan kerangka pengawasannya bagaimana. Tadi kalau dari sisi penguatan pembinaan,

pengawasan juga sama saja. Baru belakangan setelah banyak merebak kasus-kasus, akhirnya

Desember kemarin Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran untuk pengawasan

oleh inspektorat, bulan Desember sekeluarnya. Saya tidak yakin karena keluarnya baru bulan

Desember, apakah anggaran yang diperlukan oleh inspektorat untuk melakukan pengawasan

di tahun 2017 sudah ada karena keluarnya baru bulan Desember. Dan kita bisa lihat sendiri di

daerah, teman-teman inspektorat bilang, kami tidak punya anggaran atau tidak cukup

anggaran. Paling mereka hanya bisa ke desa-desa yang ada di pusat kabupaten, di ibukota

Page 8: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

7

kabupaten. Kedua adalah kerangka pengawasannya, saya belum ada kesepakatan. Bahkan

harusnya yang fokusnya kepada inspektorat atau BPD, memperkuat BPD, dan sebagainya, ini

malah pendekatannya pendekatan represif seperti Bapak bilang itu kan, ke polisi, ke

kejaksaan, dan sebagainya. Memang ini harus segera ditangani. Kalau tidak, desa akan

kewalahan menerima berbagai kunjungan, berbagai pertanyaan dari pihak-pihak yang, belum

ada lagi satgas ya mas ya, satgas lagi, satgas dana desa yang sangat ahok, saya dengar juga

belum jelas anggarannya dari mana untuk mereka. Jadi tidak ada upaya yang lebih

membangun sistem pengawasan ini. Sekarang BPK juga sama kan, BPK tidak mungkin

mensampel 10% desa saja itu. Ini harus dibicarakan di antara pemerintah, bagaimana

kerangka pengawasan. Dulu di PNPM kita mensampel 10% kecamatan Pak, 10% kecamatan.

Itu saja BPKP waktu itu harus menggandeng teman-teman inspektorat karena tidak, mereka

tidak cukup punya auditor di lapangan. Sekarang satu pihak saya juga memahami kenapa

pemerintah tidak ingin menambah dana desa dulu sesuai dengan perintah undang-undang,

tapi juga kalau kemudian menunda amanah undang-undang untuk memenuhi 10% dana

transfer ke daerah sebagai dana desa, tapi tanpa melakukan apa pun misalnya untuk

memperbaiki lima aspek ini, ya apa artinya menunda sebetulnya begitu kan. Lebih baik ada

komitmen untuk misalnya dana desa oke 60 triliun dulu, tapi kemudian ada alokasi untuk

memperkuat aparat, untuk menjelaskan pengawasan, melatih inspektorat daerah, dan

sebagainya. Kemudian mengkonsolidasikan semua peraturan-peraturan yang masih sangat

penting untuk dikonsolidasikan.

Tapi yang jelas, dua tahun ini bukan waktu yang panjang. Saya pribadi sangat

khawatir, Pak, kita tidak akan melihat dampak dana desa dalam waktu dua tahun ini,

pengurangan kemiskinan. Nanti paling gampang adalah kalau Bapak/Ibu ke lapangan dan

bertanya kepada pemda, “Dari dana desa ini, apa sumbangannya terhadap akses terhadap air

bersih?” Syukur-syukur mereka bisa jawab, jangan-jangan malah tidak memonitor. “Apa

sumbangannya terhadap berkurangnya sanitasi yang buruk?” Apa sumbangannya terhadap

rumah kumuh?” Dan sebagainya. Ini pemdanya juga mungkin akan kesulitan menjawab

pertanyaan seperti itu. Akhirnya pemerintah kita akan tidak bisa menjawab pertanyaan seperti

itu.

Mungkin itu dulu dari saya. Terima kasih. Mohon maaf kalau terlalu panjang.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Wa’alaikumsalam.

Ya Mas Sentot saya kira, Mas Sentot ini agak malu-malu bicara PNPM. Jadi

Bapak/Ibu sekalian, 100% dana PNPM itu 15% adalah untuk biaya operasional, SDM, dan

lain-lain. Kemudian, 75% dari 85% itu infrastruktur. Dan hasilnya Bapak Ibu sekalian, rata-

rata nasional itu 250% dari cost yang dikeluarkan, nilai setelah dibangun. Kalau NKRI dari

100% harga jadi 60% sudah bagus. Ini dari 100% menjadi 25%. Coba kita lihat di PNPM-

PNPM masih ada itu stempelnya masih banyak di daerah, di desa-desa itu. Nah tapi ya itu

tadi, itu kan zamanmu, zamanku yo kudu bedo begitu loh Pak. Itu kan zamannya SBY,

zamanku ya kudu bedo begitu loh, repotnya tuh di situ. Jadi yang baik itu, memang repot

kalau tidak pernah jadi NU itu. Di NU itu ada almuhafadhotu 'ala qodimis sholih wal akhdzu

bil jadidil ashlah, yang baik yang lama pertahankan, yang lebih baik nilai masuk, ambil.

Bukan untuk Pak Mawardi, yang lama tetap di rumah, yang baru di Jakarta, kan beda lagi

urusannya. Ya mestinya begitu. Nah dalam hal 25% Bapak Ibu sekalian, 25% itu hari ini

menjadi dana-dana di UPK (Unit Pelaksanaan Kegiatan). Itu jumlahnya Mas Naji, rata-rata di

atas 12 triliun saya kira. Bahkan nasional itu mungkin bukan 12, perkembangan hari ini

Page 9: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

8

mungkin sudah lebih dari 13 triliun UPK (Unit Pelaksanaan Kegiatan). Jadi kantor-kantor

Bapak di daerah itu ada UPK. Jangan bertanya UPK itu apa, tapi ada duitnya di dalamnya.

UPK itu Unit Pelaksanaan Kegiatan. Ya sekarang kan belum dapat karena pemerintah Bapak

tidak mengerti mau dikemanakan ini nama ini sebab swasta bukan, pemerintah bukan,

BUMN juga bukan. Pokoknya bukan-bukan itu, jadinya bagus itu. Jadi UPK itu masih ada

hari ini. Jawa tengah UPK itu lebih dari 2,1 triliun, Jawa tengah. Dan itu hari ini efektif,

alhamdulillah teman-teman itu pada jujur semualah ya Mas Naji ya, Mas Sentot sehingga

dana itu tidak kemana-mana. Ya mungkin mereka bukan politisi sehingga dana itu aman,

mereka profesional begitu ya. Loh iya maksud saya begitu, gitu loh Pak. Tidak, tidak bahkan

merekaitu ada menciptakan social culture yang pro kepada dia sendiri. Ada lima dusun dalam

satu desa misalnya, desa dusun A dia NPL nonperform, hutangnya itu lebih dari 30% dalam

waktu tiga bulan, dusun-dusun tersebut tidak akan dapat pinjaman lagi bulan depan. Mereka

berlaku seperti itu, itu yang Indonesia di masa SBY. Tapi sekarang kan Indonesia di masanya

bukan SBY, begitu saya kira.

Jadi soal yang lain-lain saya kira, Mas, simpul saya sementara itu memang pemerintah

panjenengan itu gagal paham terhadap undang-undang, gagal paham. Kenapa? Subsidialitas

saja tidak paham mereka kok, ... (kurang jelas, red.). Jadi NKRI kembali Mas, di sini bukan

negara kesatuan saya singkat, Negara Kok Republik Indonesia. Saya kira repot, Pak. Jadi

karena itu, bagian-bagian ini menjadi menarik. Jadi kalau membandingkan tadi 85 banding

103 Pak, ya repot lagi Pak. Zamanku kudu zamanmu ... (kurang jelas, red.).

Terus kemudian empat program itu, unggulan, kemudian .... (kurang jelas, red.),

embung, olahraga. Ini yang repotnya lagi Bapak Ibu sekalian, kalau melaksanakan itu maka

desa mendapatkan eksklusivitas, ini kan gila lagi ini. Jadi bagaimana daerah pegunungan, Pak

Khaly, suruh bangun embung. Bukan embung yang didapat, tapi kembung yang dapat itu.

Duh repot ini UU Desa ini. Nah ini kalau main-main dengan satgas desa, ya saya kan agak

tahu Pak Bibit Samad. Mereka itu orang yang sangat profesional, orang yang punya

integritas, Pak Bibit Samad mantan KPK itu sekarang menjadi satgas dana desa. Ini kalau

Kemendes macam-macam bisa dilipat sama Pak Bibit. Besok kita undang Pak Bibit. Jadi Pak

Bibit orang yang cukup punya kredibilitas, punya integritas. Kalau dimain-mainkan, saya kira

Komite I harus memprovokasi Pak Bibit agar mereka melawan Kementerian Desa, saya kira

begitu.

Mas Naji silakan, Mas.

PEMBICARA: SUNAJI ZAMRONI (NARASUMBER)

Terima kasih, Pak Ketua.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat siang.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Perkenalkan saya Sunaji Zamroni, Direktur Eksekutif IRE Yogyakarta.

Bapak Pimpinan dan Bapak Ibu Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah yang

saya hormati, pertama saya mohon maaf karena datang terlambat, alasan teknis. Kemudian

berkaitan dengan rapat dengar pendapat pada kesempatan siang hari ini, kami menghaturkan

terima kasih atas undangannya. Kesempatan yang baik ini untuk kita sampaikan kepada

Bapak Ibu Komite I DPD RI.

Kebetulan, Pak Ketua dan juga Bapak Ibu, besok hari itu kami mengumpulkan banyak

desa dan daerah di kantor kami, di joglo kami untuk merefleksikan terutama soal gegeran

dana desa yang itu dilecut oleh OTT-nya di Kabupaten Pamekasan beberapa waktu yang lalu.

Nah karena hari ini kami diundang, ini sangat a baik sekali. Nanti juga kami akan sampaikan

Page 10: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

9

pokok-pokok pikiran yang ada di dalam rencana kami untuk melakukan sarasehan nasional

besok pagi seharian. Ini sekaligus mengundang, Pak.

Pertama, mungkin slide-nya bisa dibantu sekretariat. Saya sudah kirim, jadi kami

siapkan paparan untuk rapat dengar pendapat ini sebenarnya melanjutkan apa yang telah kita

paparkan di tahun yang lalu. Jadi kami memang dari lembaga riset dan pemberdayaan yang

selama ini konsen di isu desa, terutama turut aktif di dalam menyusun rancangan Undang-

Undang Desa. Dulu bersama dengan Pak Ketua Komite I yang dulu Ketua Pansus Undang-

Undang Desa. Nah selama kurang lebih sejak tahun 2014 begitu Undang-Undang Desa ini

diundangkan, dilaksanakan sampai hari ini, kami terus mengawal pelaksanaan Undang-

Undang Desa ini. Sebenarnya target kami adalah membantu untuk mendesiminasikan

substansi dari Undang-Undang Desa itu. Ini kita lakukan, baik diminta maupun tidak diminta

oleh para pihak, baik pemerintah nasional maupun pemerintah lokal. Kami lakukan itu di

banyak tempat, hampir semua pulau di Indonesia sudah kami sampaikan substansi ini. Tapi

memang kami karena keterbatasan orang swasta, lembaga swasta, ya seperti itu Pak, jadi

terbatas. Nah yang paling penting di tahun 2014 itu kami sebenarnya melakukan apa yang

kita sebut dengan critical review atas Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, PP sapu

jagat tentang pelaksanaan Undang-Undang Desa itu dan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun

2014 tentang Dana Desa. Ini yang kemudian nanti kita bisa masuk pada isu krusial tentang

dana desa. Nah tahun-tahun berikutnya, tahun 2015, 2016, sampai 2017, kami coba

melakukan riset advokasi dan juga piloting atau modeling. Bagaimana sih sebenarnya piloting

yang atau model-model pelaksanaan Undang-Undang Desa itu, baik di tingkat desa maupun

di daerah. Itu yang coba kita lakukan. Dan kebetulan sejak tahun 2016 akhir kemarin sampai

sekarang bersama dengan program kompak dari Pak Sentot, kami juga melakukan piloting itu

di 10 kabupaten di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, dan di 20 desa. Itu

kita piloting soal akuntabilitas dan inklusi sosial dalam perencanaan penganggaran desa.

Sebenarnya kami ingin membeli warna baru bahwa pelaksanaan Undang-Undang Desa itu

bukan sekadar dana desa, bukan sekadar membicarakan uang masuk desa. Tetapi, bagi kami

adalah ada satu ikhtiar besar, satu project besar soal Undang-Undang Desa ini, yakni

mengembalikan marwah desa itu di dalam konteks historis maupun kekinian dan masa depan

desa di Negara Kesatuan Republik Indonesia itu. Itu yang sebenarnya kami dorong dan

memang itu menjadi satu kesepakatan politik pada saat kita juga mengusung rancangan

Undang-Undang Desa dan juga berkomitmen bersama-sama dengan para pihak, termasuk

juga dengan Pansus Undang-Undang Desa saat itu yang dipimpin oleh Pak Muqowam.

Bapak Ibu, langsung ke slide berikutnya saja Pak, nah isu-isu krusial yang kami catat

ada tiga setidaknya. Kami mencatat ada, kami mengistilahkan over policy di pemerintah

nasional. Kemudian yang kedua ada soal di simpul itu daerah yang kami sebut melamban,

bukan melambai Pak, tapi daerah yang melamban. Kemudian yang ketiga ini posisi sekarang

ini desa ketakutan, ini yang kalau kita lihat makanya kami punya kepentingan untuk

mengumpulkan sebanyak-banyaknya desa besok itu senasional agar mereka tidak takut.

Karena kami harus, kita semua harus membela desa.

Nah kita mulai dari tentang over policy yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

Berdasarkan temuan dan analisa yang kami lakukan, pemerintah ini sejak 2014 menerbitkan

regulasi teknis pelaksanaan Undang-Undang Desa yang mereduksi mandat dan melahirkan

seakan-akan seperti norma baru, ketentuan baru di dalam aturan-aturan teknisnya itu. Sebagai

misal kami mencatat misalnya mandat pengaturan lebih lanjut tentang Badan

Permusyawaratan Desa itu kalau kita merujuk pada Pasal 65 Ayat (2) Undang-Undang Desa

itu harusnya sudah dimandatkan diatur lebih lanjut ke dalam peraturan daerah

kabupaten/kota. Tetapi, oleh Peraturan Pemerintah No. 43, terutama di Pasal 79, justru

pengaturan lebih lanjut itu disubdelegasikan melalui peraturan menteri. Dalam hal ini,

Page 11: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

10

kemudian terbitlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD.

Nah ini yang kemudian mulai dari Pasal 65 Ayat (2), kemudian terutama di Pasal 79 maaf, di

Peraturan Pemerintah Nomor 43 itu kemudian seakan-akan memunculkan norma ketentuan

baru tentang pengaturan Badan Permusyawaratan Desa itu. Karena, kemudian diatur detail,

rinci, tadi itu yang kita sebut di depan Pak Ketua dan juga Pak Sentot tadi menyebut, pusat di

dalam membuat regulasi teknis itu lupa pada jati diri atau asas rekognisi dan subsidiaritas itu.

Dihabisi ruang desa, ruang kreasi daerah, maupun ruang kreasi desa di dalam mengatur.

Padahal kita ingat di Pasal 19 Undang-Undang Desa itu bahwa kewenangan desalah untuk

mengatur dan mengurus hal ihwal yang berkepentingan dengan nasib mereka, kepentingan

mereka, kebutuhan mereka, termasuk dalam hal ini dalam kasus Badan Permusyawaratan

Desa. Permendagri 110 saya pikir sudah terlalu over di dalam mengatur sehingga komplikasi-

komplikasi itu lahir saat ini di daerah, di desa. Jadi masing-masing daerah kemudian merujuk

ke Permendagri 110 dan akhirnya juga menimbulkan komplikasi-komplikasi lebih lanjut.

Yang kedua contohnya kasus yang kita utarakan adalah mandat penggunaan dana

desa. Bapak Ibu, kalau kita me-refer kepada Pasal 72 Ayat 1b, bahwa dana desa itu

sebenarnya untuk mendanai 4 bidang kewenangan desa, urusan pemerintahan, pembangunan,

sosial masyarakat, dan pemberdayaan. Jadi sudah jelas di situ, tetapi kalau kita cek di dalam

Pasal 19 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60, kemudian sebenarnya malu-malu di Pasal

20 itu diutarakan lagi bahwa di PP 60 itu bahwa dana desa itu untuk 4 bidang, tetapi di Pasal

21 PP 60 itu ditegaskan bahwa kementerian yang mengurusi desa memang dimandatkan oleh

PP 60 itu untuk membuat prioritas penggunaan dana desa, dalam hal ini prioritas penggunaan

dana desa untuk dua bidang, pembangunan dan pemberdayaan. Jadi di situlah sebenarnya asal

muasalnya kalau menurut kami kenapa dana desa tidak bisa cepat digunakan oleh desa untuk

menjalankan kewenangannya, menjalankan kekuasaan dan tanggung jawabnya untuk

mengatur, mengurus kepentingan, kebutuhan masyarakat setempat, karena sudah diikat,

sudah dikunci oleh PP 60 di Pasal 19 Ayat 2 dan Pasal 21 di PP 60, dan akhirnya dari Pasal

21 di PP 60 itu setiap tahun menteri desa, karena mandat itu mengeluarkan peraturan menteri

desa tentang prioritas penggunaan dana desa, termasuk sekarang ini yang 4 program

unggulan itu. Embung ya Pak, bukan kembung? Embung desa, sarana olahraga desa dan

seterusnya, tentang embung desa dan seterusnya. Nah itu yang kami, mencontohkan

bagaimana over policy yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat.

Nah selanjutnya kita juga mencatat. Nah ini sebenarnya menjawab tantangan dari Pak

Ketua Komite I di tahun sebelumnya. Ternyata setelah kami refleksikan, kami hitung juga

Pak, ya benar juga, Perpres 11/12 itu memang menjadi pangkal soal juga, karena desa yang

diurus oleh dua kementerian dan kebetulan dua kementerian juga sulit duduk bareng,

berkoordinasi, itu ternyata repot, rumit di dalam menyusun suatu langkah-langkah

koordinatif, apalagi membuat satu sinergi kebijakan teknis, dan akhirnya juga tadi Pak Sentot

saya kutip, dalam hal pendampingan harusnya Kementerian Desa itu menugaskan para

pendamping untuk memperkuat partisipasi, tradisi berdesa masyarakat desa malah justru dia

ngendon, apa bahasanya itu malah nempel di pemerintah desa. Temuan-temuan yang kita

peroleh saat melakukan riset tentang pendampingan desa ini, para pendamping itu bukannya

melakukan pendampingan malah justru didampingi orang yang seharusnya didampingi.

Karena fresh graduate, karena memang kompetensinya juga kurang perhatian, kurang

pelatihan dan meman ya ketemunya, sak ketemunya. Itu yang menjadi komplikasi akibat dua

pengaturan dua kementerian dan dua urusan tentang desa ini.

Berikutnya Bapak Ibu yang saya hormati, regulasi teknis tentang desa, ini terutama

peraturan di tingkat menteri ya, permendagri maupun permendesa. Tadi ada konfirmasi dari

Permendagri 113 sebelumnya atau yang lain juga Permendagri 114 tentang bagaimana

menyusun atau pedoman pembangunan desa. Itu wataknya, desainnya itu berwatak

Page 12: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

11

mengendalikan dan mengontrol desa. Jadi mengutamakan aspek teknokrasi dan administrasi.

Sesungguhnya kalau mau diambil intinya itu peraturan itu satu tindakan negara yang tidak

percaya sama desa. Intinya itu. Karena desa dipandu sedemikian rigit, sedemikian njelimet

ujung-ujungnya sehingga ini malah menelikung teman-teman di desa, tidak bisa bergerak

secara leluasa di tengah sistem pengelolaan program kegiatan maupun anggaran, memang

belum disesuaikan secara frontal, secara revolusioner di dalam pengaturan tentang desa ini.

Nah ini yang menurut kami watak pengaturan di regulasi teknis ini yang justru mengabaikan

azas rekognisi dan subsidiaritas. Undang-Undang Desa itu mengakui dan menghormati

kepada desa tetapi justru melalui peraturan teknis itulah watak tidak mengakui, tidak

menghormati dan tidak percaya sama desa ditampilkan. Nah ini yang kalau, mungkin Bapak

Ibu juga selalu atau sering mendengarkan keluhan dari Bapak-bapak Ibu di desa yang

mengutarakan, ini pusat memproduksi aturan terus, kapan kami membaca apalagi memahami.

Itu apa yang proyek aturan ya Pak Hafidh? Ini kasian desa dalam situasi yang seperti ini. Dan

di dalam peraturan-peraturan teknis itu sering meminta mensubdelegasikan pada peraturan-

peraturan di bawah, ada perbup dan sebagainya.

Nah berikutnya, kami mencatat tindakan pemerintah pusat dalam hal ini kebijakan

dan sampai kepada peraturan tadi itu seperti pendampingan desa, pengembangan badan usaha

milik desa, pengawasan dana desa, kalau menurut catatan kami, menurut temuan-temuan

kami justru memicu kegaduhan di desa dan mereproduksi rasa kekhawatiran yang berlebihan

Pak tentang Undang-Undang Desa ini, makannya kami sedang bisa dikatakan siaga 1 Pak

Muqowam, karena konstruksi dalam sebulan terakhir ini gara-gara OTT di Pamekasan itu,

sebenarnya yang di-OTT ini kan karena polahnya para pimpinan di daerah yang kemudian

menggeret seorang kepala desa. Artinya memang ini ada persoalan kultur koruptif yang ada

di daerah tetapi kenapa yang akan dibumihanguskan adalah perilaku-perilaku yang masih

transisional yang ada di desa. Ini yang makanya kami besok itu mengumpulkan teman-teman

desa dan daerah itu untuk memberi warning kepada nasional bahwa desa itu banyak yang

baik meskipun ada juga oknum ataupun orang-orang desa yang memang dari lahirnya sudah

berwatak memang ingin ngakali di desa atau jahat. Nah jadi kegaduhan dan reproduksi rasa

kekhawatiran tentang Undang-Undang Desa itu bisa terjadi kalau ini tidak segera kita carikan

solusi atau kita melakukan resolusi soal-soal berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang

Desa. Nah itu yang ada di pusat.

Kemudian kenapa kami menyebut daerah melamban, Bapak, Ibu, next sebagai contoh

tentang kewenangan desa Bapak Ibu. Kalau kami atau kita sekarang ini pada saat mengikuti

alurnya pemerintah melalui PP 43, contohnya Pasal 37 di PP 43 itu bahwa masing-masing

kabupaten semestinya itu ada declare, ada pernyataan, ada peraturan bupati tentang daftar

kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan lokal berskala desa. Bank Dunia tahun 2015

melakukan riset dan hanya 15% saat itu yang baru membuat peraturan bupati tentang daftar

kewenangan desa. Sampai hari ini misalnya di.. kita sedang melakukan regulation review di

beberapa kabupaten di Jawa dan di NTB, itu kita menemukan baru satu daerah yang

menyusun peraturan bupati tentang daftar kewenangan desa. Padahal itu fundamental, itu

mendasar di dalam rangka menjalankan, menyelenggarakan kekuasaan dan tanggung jawab

berkaitan dengan Undang-Undang Desa ini. Nah ini diabaikan oleh daerah. Tahun 2015

Februari kami serombongan sebenarnya sudah sampaikan itu ke Menteri Desa saat itu, kilah

Menteri Desa saat itu adalah kami sudah sering melakukan korespondensi, memberi surat

kawat kepada daerah tetapi ternyata instruksi permintaan dari pemerintah pusat ternyata

banyak yang diabaikan oleh daerah. Nah ini yang menurut saya, menurut kami meresahkan

sampai hari ini tidak ada perkembangan yang signifikan tentang peraturan bupati ini, padahal

saya khawatir kalau teman-teman penegak hukum dikala kita sedang merepresi tentang dana

desa tentang penyelenggaraan dana desa itu kalau tahu logika ini, bisa jadi nanti digulung ini,

Page 13: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

12

karena daerah, karena desa membuat program kegiatan, membelanjakan uang negara tanpa

ada kepastian hukum yang itu sudah dimandatkan di dalam peraturan pemerintah. Ini

beresiko, meskipun teman kami seorang ahli hukum tata negara dia selalu me-refer pada

Pasal 19 di Undang-Undang Desa itu bahwa kewenangan desa itu diatur dan diurus oleh desa.

Cukup Pak, tapi dalam PP 43 Pasal 37 sudah jelas mandatnya bahwa bupati harus

mengeluarkan peraturan bupati tentang daftar kewenangan desa. Jadi ini Pak yang satu di

daerah.

Yang kedua, kita ini sedang menghadapi juga kemungkinan atau potensi overlapping,

tumpang tindih antara sistem perencanaan daerah dan sistem perencanaan desa. 23/2014 dan

6/2014 itu saling tumpang susun, tumpang tindih. Pada bulan Januari,desa itu disibukkan oleh

yang namanya musrembang daerah dalam rangka menyusun RKP daerah Pak, tetapi oleh

Undang-Undang Desa oleh Permendagri 114, Januari itulah musyawarah desa untuk RKP

Desa juga. Itulah potensi tumpang tindih yang saya sebut tadi itu. Kami sekarang sedang

mengkampanyekan ke Bappenas, ke daerah agar daerah-daerah terutama Bappeda, Bappenas

dan Kemendagri menyusun terutama Bappenas Kemendagri dan Kemendesa menyusun surat

edaran bersama tentang sudahlah di dalam rangka untuk menyusun RKP daerah tidak usah

ada musrembang desa. Langsung saja musrembang kecamatan, agar desa karena sudah punya

kewenangan tadi itu agar biar dengan tenang melaksanakan musyawarah desa untuk

mengatur mengurus terutama me-review produk dokumen perencanaan enam tahunan RPJM

Desa. Nah kalau ada gangguan misalnya ada musrembang desa lagi di bulan Januari, itu yang

kemudian bisa mengkacaukan konsentrasi di desa. Nah ini yang sedang kita upayakan. Jadi

kami mohon kepada Dewan Perwakilan Daerah, Komite I juga ini bisa dipertimbangkan

untuk diadvokasi.

Kemudian menurut kami, banyak daerah juga yang mengutamakan, nah ini mencari

amannya bagi dirinya sebagai simpul di dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa terutama

dalam lintasan dana desa maupun alokasi dana desa itu sehingga cenderung menempuh

prosedur administrasi yang lebih aman ketimbang menghidupkan dan merawat demokrasi

desa. Jarang sekali kami melakukan temuan dalam riset-riset kami, pendampingan-

pedampingan kami daerah yang concern yang aware, sadar soal aspek-aspek fundamental

tentang demokrasi desa itu, tradisi lokalitas yang ada di desa, baik itu desa yang ada di

Maluku, di Papua maupun di Sumatera, Kalimantan, yang itu yang sangat beragam itu, itu

yang kemudian tidak dirawat, dihidupkan kembali oleh daerah melalui kebijakan-kebijakan

pembinaan fasilitasi oleh daerah. Cenderung mereka aware-nya itu, sadarnya concern-nya itu

di prosedur-prosedur administrasi mengamankan uang yang menggelontor ke desa itu. Nah

itu. Padahal Undang-Undang Desa itu bukan sekedar uang masuk desa tapi Undang-Undang

Desa itu menghidupkan kembali lokalitas desa artinya demokrasi desa, dengan lokalitas desa

yang menguat itu tradisi-tradisi lama yang selama ini luluh lantah karena kebijakan-kebijakan

negara tempo lalu kemudian pulih kembali dan dengan adanya sistem yang pulih itu kalau

ada uang yang masuk menggelontor ke desa itu akan dikelola secara.. menggunakan cara-cara

sistem lokal yang baik, yang bisa untuk memupuk, menumbuhkan merawat kehidupan dan

penghidupan mereka di desa itu.

Page 14: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

13

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Mas Naji, agak cepat dikit. Jadi gayanya kayak Jakarta, bukan Yogja ini.

PEMBICARA: SUNAJI ZAMRONI (NARASUMBER)

Terakhir. Catatan kami sebenarnya... Sebelumnya Mas. Highlight kami adalah

memperkuat demokrasi itu adalah jalan utama untuk menghidupkan kembali dan merawat

tradisi berdesa. Ini kami akan masuk ke jangan takuti desa. Karena sebenarnya Undang-

Undang Desa itu cara negara membela desa, tetapi kasus-kasus soal korupsi dana desa yang

dilakukan oleh oknum-oknum itu memanggil kita untuk membela masyarakat desa dengan

cara-cara mengembangkan demokrasi desa. Kami punya riset yang cukup mendalam tentang

demokrasi desa itu dan kami sudah kirimkan kepada Pak Ketua Komite I juga tentang buku

yang kami terbitkan tentang desa sebagai situs baru demokrasi lokal di Indonesia.

Saya pikir itu Pak Ketua Komite I, Bapak Ibu Anggota Komite I yang bisa kami

paparkan. Nanti bisa kita lanjutkan diskusi lebih lanjut.

Terima kasih.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Ibu Bapak sekalian, saya kira saya ingin membuka ruang komunikasi antara Ibu

Bapak dengan Mas Naji ini Direktur IRE. Mas Naji ini punya nomor telepon Bapak Ibu

sekalian, saya seizin Pak Naji... (*tidak jelas, red) sampean punya silakan. nomor

handphonenya berapa?

PEMBICARA: SUNAJI ZAMRONI (NARASUMBER)

081229706708.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

081229706708. Kemudian Mas Sentot dari IRE ini. Silakan Mas Sentot.

PEMBICARA: SENTOT S. SATRIA (NARASUMBER)

Hp saya 08128552975

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

08128552975.

Begini Mas, semakin banyak yang harus kita ajak Mas untuk mendemo kepada

pemerintah agar mereka cerdas. Ya, karena tadi Mas Naji, saya kira dari awal gremeng,

bukan gremeng, koar-koar dimana-mana bahwa PP 11-12 itu adalah awal dari kegagalan

Undang-Undang Desa. Jadi di Kompas juga pernah saya katakan dulu itu ya soal PP 11-12 ya

guyone Mas. Syarat menjadi presiden harus pernah pengalaman jadi presiden.. Nestapa juga

kita ini.

Bapak Ibu sekalian, soal pendamping, ini mengerikan. Oleh beberapa provinsi

kemudian diputar 180 derajat, ada yang 90 derajat ini. Di Jawa Timur saya … (*tidak jelasm

Page 15: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

14

red) ini orang Madiun dipindah ke Bojonegoro, dari Bojonegoro dipindah ke Madura, dari

Madura dipindah ke Jember, Jember pindah ke Malang, Malang dipindah ke Madiun, ayam

saja diajak pergi kontraksi dia, apalagi manusia. Kalau ayam diajak pergi tidak bertelur dia

itu. Lalu yang kedua adalah di kabupaten saya Bapak Ibu sekalian, enam orang pendamping

tingkat kabupaten alhamdulillah empat itu dari luar Kabupaten Semarang. Ditanya, dari apa?

PPP Pak. PPP, PPP, PPP semua itu. Iya partai yang Kemendes yang paling berkuasa kira-kira

begitulah kira-kira. Lho fakta, itu fakta, karena tolak ukur saya Pak Habib, tolak ukur

Undang-Undang Desa itu adalah ya negara gitu lho. Jadi ketika Pak Ganjar mempromosi desa

berdikari, Pak Aher sudah muter juga seperti Pakde Karwo, nah itu. Saya kira ini fakta yang

di lapangan yang, yang penting mereka sebulan sekali tandatangan SPPD, itu saja,

pendamping itu. SPPD saja orentasinya. Jadi saya pribadi juga Bapak Ibu sekalian memang

banyak peraturan-peraturan Mendagri itu itu yang melawan Undang-Undang Desa. Mas Naji.

Mas Sentot saya kira Bapak kenal, ramai tapi giliran. Waktu dulu saya selalu kaih ini begini,

ini begini, begini tapi begitu jadi undanh-undang justru di-reduce Undang-Undang 6/2014 itu

di PPnya, DPR tidak ikut, DPD tidak ikut.

Bapak Ibu sekalian, ini jam setengah empat lebih sedikit. Kita selesai sampai jam

berapa nanti, kita fleksibel saja karena pasti akan menarik untuk Ibu Bapak Komite I itu

memberikan respon dari apa yang disampaikan oleh beliau berdua. Silakan dari kanan, ini

anu jangan gunakan kamar tidur tadi ya, di kamar tamu ya. Ya Pak Idris, Pak Mawardi, Pak

Habib, Pak Yusran. Cukup? Jangan Anggota DPD perwakilan daerah masih diwakili juga

ngomongnya ini. Dewan perwakilan, perwakilan daerah namanya ini, bukan DPD tapi DPPD

namanya. Bukan DPPD ya? Berarti anda ngomong berarti Anggota DPPD itu, bukan DPD

Pak. Oke nanti pertama Pak Mawardi, kemudian Pak Idris, Pak Yusran, kemudian Pak

Hafidh. Silakan Pak Mawardi.

PEMBICARA: Ir. H. MUHAMMAD MAWARDI, M.M., M.Si. (KALTENG)

Baik, terima kasih Pak Ketua.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Om swastiastu.

Menarik sekali yang dipaparkan oleh KOMPAK maupun IRE, dan ini memang

masalah kita Pak. Kita memahami begitu mulianya Undang-Undang Desa ini untuk

membangun desa, dari desa yang kita berharap justru akan memajukan bangsa dan negara

tetapi dalam hal bahannya bagus tapi dalam praktek paelaksanaannya ini yang jadi persoalan

bagi kita semua. Saya sebenarnya termasuk juga orang yang mempopulerkan PNPM ketika

saya masih di daerah sehingga pelaksanaannya itu betul-betul bagaimana kita menerapkan

masyarakat desa itu berdaulat, dia mempunyai kearifan lokal, dia mempunyai inovasi dan

kreasi karena semua itu kita serahkana pada desa untuk melaksanakan keinginan

pembangunan. Cuma sangat kita sayangkan kadang-kadang sesuatu yang sistem yang sudah

bagus itu kadang-kadang kita mencari lagi padahal sudah ada. Saya terus terang ketika rapat

dengan Pak Mendagri, Pak Ketua. Saya pernah mengatakan Pak Mendagri sistem yang baik

pemerintahan yang lalu itu harusnya dilanjutkan bukannya diganti dengan sistem baru, saya

bilang. Nah menurut hemat saya, menurut pendapat saya, apa yang terjadi sekarang ini karena

manajemen pembangunan desa itu lebih bertumpu kepadasistem proyek Pak seperti ke-PUan

melaksanakan kegiatan, seperti yang ada di SKPD-SKPD, akhirnya peraturan terlalu banyak,

saya yakin ini juga yang akan menjerat dari pelaksanaan di lapangan sehingga menurut hemat

kami memang ya saya sependapat, yang pertama itu kita menyederhanakan peraturan-

peraturannya dulu. Semakin banyak peraturan, pasti banyak membuat rumit dalam hal

Page 16: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

15

pelaksanaan. Akibatnya yang Bapak sampaikan itu juga yang saya ketahui, misal saja para

kepala desa, masalah SPJ, kalau sudah selesai dipanggil para jaksa, ujung-ujungnya kan

akhirnya diperas Pak, kan di situ akhirnya;. Karena ini, harus begini, begini,begini. Kalau

sistem PNPM semua ada tim pelaksana kegiatan, dipilih oleh masyarakat,

dipertanggungjawabkan, ada fasilator yang memberikan pendampingan, kemudian hasil

pembangunan diumumkan secara terbuka. Bagus semua, dan apa yang dikatakan Pak Ketua

tadi betul, saya melihat misalnya dia akan membangun satu kilo semenisasi. Dia bisa

mendapatkan 1,3 km, saya lihat, dia membangun pada PNPM itu sumur bor misalnya. Dia

rencananya mungkin ada dua tiba-tiba jadi tiga. Dia membangun Gudung Paud, bukan hanya

gedungnya saja pengalaman saya, mebelnya juga ada. Nah saya bilang ini yang sebenarnya

sudah bagus sitemnya, kenapa kok tidak dilanjutkan begitu. Jadi hari ini kita seperti proyek

saja. Akhirnya dicari penyimpangan dan lain-lain, apalagi yang saya dengar juga para kepala

daerah apalagi incumbent yang mau maju juga ngancam-ngancam. Kalau tidak mendukung

dana tidak cair, iya kan gitu. Kalau mau dicairkan kemudian mejanya banyak harus sekian-

sekian. Coba bayangkan kalau tempat saya itu yang pernah mimpin itu 200 desa, satu desa

saja dia menguapnya satu setengah juta, sudah berapa coba? Itu yang terjadi setiap pencairan,

satu tahun tiga kali itu yang akan menguap. Nah menurut hemat kami, kita punya

kepentingan dan meminta pemerintah agar menyederhanakan peraturan-peraturan yang. Yang

kedua, saya sepakat bagaimana peningkatan sumber daya manusia. Saya melihat hari ini

misalnya kepala daerah karena ingin untuk membawa dukungan suara lebih banyak diajak

anjang sana ke tempat saya itu dibawa ke Bali, uangnya dari dana desa, dari ADD misalnya,

untuk apa saya bilang, harusnya digunakan bisa untuk pelatihan-pelatihan memahami

pelaporan administrasi dan lain-lain, sehingga ada tenaga yang paham tentang administrasi

misalnya gitu. Nah ini tidak, dibawa ke Batam akhirnya juga nyeberang ke Singapura lagi, ini

yang memang saya, saya lihat ini arah undang-undang bagus yang mulia, arahnya sudah,

terapannya ini sudah jadi, menyilang kesana kemari gitu.

Jadi menurut hemat saya, memang kita sepakat harusnya pemerintah memperbaiki

menyelenggarakan peraturan yang kedua peningkatan kapasitas pemerintahan desanya. Nah

kalau itu saya pikir kita bisa, ya sekali lagi, saya sih, bukan saya artinya, apa terhadap PNPM

ini, karena ini memang bagus saya bilang, kenapa ini tidak kita-kita terapkan kembali,

tenaga-tenaga PNPM dulu yang sudah ahli begitu tiba-tiba tidak terpakai, perekrutan tadi

Bapak jelaskan, sampai hari ini misalnya baru dimulai kemudian diserahkan lagi ke provinsi

yang jenjang pengawasannya sangat jauh sekali. Jadi saya pikir 3 persoalan itu menurut

hemat saya yang mungkin kita perlu merumuskan, khususnya kita DPD ini nanti dengan

teman-teman kita kompak, ini gimana memberikan masukan kepada pemerintahan, agar

betul-betul ini roh dari Undang-Undang Desa ini dikembalikan, bukan bicara uang gitu, tapi

bicara tentang efektifitas pelaksanaan pembangunannya. Kalau dulu, Bapak tadi jelaskan

Musrembang Pak, memang kita di daerah itu ada namanya Musrembang Kecamatan, tapi ada

juga mereka melaksanakan di Musrembang Desa. Nah, disitu dibagi dua Pak, dana PNPM

itu, mana yang akan mereka kelola, sedangkan mereka yang tidak ada anggaran, itu nanti

dilarikan kepada SKPD, jadi ini sebenarnya Pak, ini, apa ini, Musrembang itu justru

sinkronisasi bukannya saling potong satu dengan lain.

Misal dana desa mereka ada 1 miliar, apa yang mereka laksanakan yang secara

inisiatif mereka, yang mereka akan lakukan, yang tujuannya tidak ada lain tadi bapak katakan

adalah pelayanan dasar, dulukan membangun Puskesdes saya masih ingat, paud, sumur bor,

MCK. Saya pikir efektif sekali itu, nah itu harusnya roh itu dikembalikan, sedangkan yang

dia tidak mampu, jarak antar desa misalnya, ataupun tadi Bapak katakan embung, bisa saja

dilakukan oleh Dinas Pertanian yang anggaran di Kabupaten.

Page 17: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

16

Jadi menurut hemat saya kita menyederhanakan mungkin begitu Pak, mungkin kita

nanti bagaimana DPD dengan Kompak, IRE merumuskan, bahwa inilah yang akan kita

berikan masukan kepada pemerintahan untuk mengembalikan ruh dari Undang-Undang Desa

yang baik itu, untuk bagaimana pelaksanaannyalah yang menurut hemat saya yang perlu

diperbaiki, baik menyangkut undang-undang maupun peningkatan kapasitas pemerintahan

desa.

Mungkin itu Pak, jadi saya sih apa yang bapak jelaskan semua, saya sangat

sependapat sekali, memahami sekali tapi dalam kondisi yang beginikan yang kita cari

solusinya itu bagaimana memperbaikinya, ya kan. Mudah-mudahan pemerintahan Menteri

Desa, Menteri Dalam Negeri juga dapat memahami gitu loh, makna dari pembangunan desa

itu, bukan istilahnya dari sudut pandang masing-masing, tetapi justru dia memahami tentang

kearifan dari pembangunan di Desa yang dilakukan oleh masyarakat. Saya pikir mungkin itu

Pimpinan, terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. A. HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE I

DPD RI)

Terima kasih Pak, lanjut, siap-siap Pak Yusran ya.

PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALTIM)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih P impinan waktu yang diberikan pada kami.

Narasumber yang kami hormati, hadirin sekalian yang berbahagia. Saya sedikit saja

Pak, saya takut kalau saya bicara panjang dibilang ini dari kamar ke kamar lagi, karena apa,

kalau kita merujuk Pak, pada 74.000 desa se-Indonesia, apa yang Bapak paparkan tadi itu

kurang lebih, ya samalah, kondisi yang ada di Indonesia, baik itu di Sumatera, di Sulawesi

Selatan, di Jawa, maupun di Kalimantan. Tapi untuk menyukseskan Undang-Undang Desa ini

supaya bisa dirasakan oleh masyarakat se-Indonesia, tentu butuh kebijakan-kebijakan yang

sederhana, tidak muluk-muluk tapi bisa dilaksanakan. Artinya kita berpikir bagaimana

mengukur kemampuan desa, didalam menerjemahkan kebijakan yang ada.

Misalnya kalau, misanya kita mengukur Pak tingkat pendidikan desa yang ada di

Pulau Jawa misalnya, atau di Sumatera, di Sulawesi Selatan ya tentu tidak sama kalau

misalnya bagaimana tingkat kemampuan kecerdasannya, masyarakat yang ada di seperti di

Kalimantan ya. Sama halnya kita membangun provinsi di 34 provinsi ini, ya tidak bisa kita

berpikiran secara sama, karena tentu ada kelebihan-kelebihan dan kekurangan yang ada

didalamnya.

Menurut hasil pengamatan kami Pak, kami belum pernah memberikan motivasi atau

penilaian terhadap desa yang ada di wilayah kami, karena kami memahami bahwa, kapan kita

sentuh itu dana desa, pada saat itulah ada orang yang tersinggung, seperti yang Bapak

sampaikan tadi Pak. Hanya saya bisa mengatakan bahwa bicara masalah dana desa, yang dulu

waktu saya masih Ketua LKMD, itu dana desa Pak, LKMD itu hanya 750.000, tapi bisa

menggait partisipasi masyarakat sampai puluhan juat, nah sekarang sudah ada miliaran, tapi

justru desa semakin tercekam, takut. Karena kalau salah-salah, ini kalau kita dengarkan ini

dana desa sampai 1 desa sampai 1 miliar, itu luar biasa berbunga-bunga hatinya, malah justru

orang yang kelurahan pun kepingin jadi desa, yang desa pun kepingin supaya dimekarkan

lagi jadi desa, karena apa termotivasi dengan bayang-bayang yang 1 miliar itu, tapi apakah

nanti bisa dilaksanakan seperti yang dibayang-bayang seperti yang ingin dicapai itu? Itu sulit

Page 18: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

17

sekali Pak, malah justru ini yang terakhir ini ada desa, gara-gara dana desa ini Pak ada yang

dipenjara dan ditangkapi itu malah justru lebih takut lagi desa, kondisi ini Pak bukan kondisi

lokal tapi, 1.315 desa di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara punya pandangan seperti itu.

Oleh karenanya kami usulkan Pak mudah-mudahan ini bisa diterima, karena desa ini

adalah mitra terindah dari DPD RI, ya dari Kompak dan apa namanya tadi satu, ya ini bisa

kita kerjasama yang baik, dari 34 Provinsi ini Pak, mungkin Bapak bisa membuat salah satu

program, dari 34 Provinsi ini, Bapak buat kegiatan, kemudian melibatkan masing-masing

anggota DPD RI Komite I, supaya setiap provinsi, penjabat provinsi dan kabupaten/kota itu

kalau kita bertemu dengan seluruh desa, perangkat desa itu, dia akan lebih jelas Pak,

bagaimana sistem sebenarnya, petunjuk atau rujukan yang harus dilaksanakan dengan baik.

Saya kira ini akan lebih bagus, ketimbang kita mengusulkan ada, ada tenaga-tenaga

pendampingan yang notabene, itu juga dia enggak ngerti sebenarnya situasi dan kondisi di

desa dimanapun dia ditugaskan, malah justru desa-desa Pak mengusulkan supaya, kenapa

tidak orang-orang Kecamatan saja yang tahu situasi kondisi desanya itu dijadikan semacam

pendamping terhadap pelaksanaan dana desa yang ada. Saya kira itu pak terima kasih, mohon

dimaafkan.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. A. HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE I

DPD RI)

Terima kasih Pak Haji, maaf ya, loncatlah kita ke.

PEMBICARA: Drs H. A. HAFIDH ASROM, M.M. (D.I.Y)

Sini masih anggota ini.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. A. HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE I

DPD RI)

Oh mau duluan? Tadi maunya di penutup gitu silakan.

PEMBICARA: Drs H. A. HAFIDH ASROM, M.M. (D.I.Y)

Tahu kalau IRE dari Yogya jadi tidak diundang, terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat sore.

Salam sejarahtera bagi kita semua.

Poinnya, Pimpinan dari IRE maupun dari Kompak, terima kasih atas paparannya yang

sangat bagus. Pertama, memang kita menyadari bahwa Indonesia ini beragam, ada juga saya

kemarin datang ke satu kelurahan yang menjadi juara nasional desa terbagus di Bantul. Tapi

setelah saya cek ternyata memang kepala desanya juga sarjana. Kemudian dan desanya sudah

maju sebelum ada dana desa, sebelum ada undang-undang desa. Kemudian di Klaten juga

demikian, desanya sudah maju sebelum ada undang-undang desa itu yang dipakai contoh

oleh Kementerian Desa Tertinggal gitu, jadi ini riil Pak.

Kemudian yang berikutnya, saya awal-awal sosialisasi tentang Undang-Undang Desa

pernah mengumpulkan perangkat itu sekecamatan Imogiri, Mas Narji, kemudian disana

Page 19: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

18

beragam dari BPD kemudian kepala desa, sekdes saya kumpulkan untuk sosialisasi.

Pertanyaan yang sangat mengejutkan Pak Hafidh ini apa kira-kira tidak ada program untuk

menurunkan korupsi di pusat jadi di desa? Itu pertanyaan yang disampaikan dengan

ketulusan, karena apa? Mereka menyadari dari sisi perencanaan belum menguasai. Sisi

pelaksanaan juga belum menguasai apalagi sisi pelaporan, sama sekali belum menguasai

digelontor dana, apa yang terjadi? Ya seperti itulah kondisinya seperti kawan-kawan kita

yang dialami seperti di Pamekasan, itu yang terjadi.

Oleh sebab itu maka kita berkewajiban dari DPD RI bersama-sama dengan

masyarakat dikawal oleh mungkin Kompak dan IRE itu ya untuk membuat TOR, bagaimana

kita memperbaiki kondisi yang ada ini. Bersama-sama kita mengumpulkan, kemudian juga

mengumpulkan institusi yang terkait kejaksaan tinggi kemudian juga kepolisian mungkin

juga dari BPKP, BPK dan lain sebagainya untuk sama-sama sosialisasi, saya kira ini harus

kita tempuh. Sosialisasi bareng-bareng supaya masyarakat kita, terutama yang ada di desa ini

tidak terjebak dalam masalah-masalah yang tidak perlu. Karena kondisi sekarang yang ada,

istrinya Pak Lurah jadi pemborong, jadi temuan Pak, keponakannya jadi pensuplai tenaga,

jadi temuan juga. Apalagi nanti ini pertengkaran antara waktu pencalonan kades yang

kemarin ada musuh yang satu yang satunya, akhirnya itu jadi temuan yang mengakibatkan

kawan-kawan kita sebagai lurah ini jadi tersangka.

Ada juga yang lobi dan lain sebagainya, ini tugas kita Bapak Ibu semua, saya kira kita

tidak bisa menyalahkan 100% kepada pemerintah karena pemerintah butuh masukan memang

untuk sistem yang terbaik seperti apa gitu. Itu yang bisa saya sampaikan.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. A. HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE I

DPD RI)

Terima kasih Pak Hafidh, selanjutnya Pak Yusran.

PEMBICARA: Drs. YUSRAN A. SILONDAE, M.Si. (SULTENG)

Baik.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bapak Pimpinan dan rekan-rekan Anggota DPD yang kami hormati, Bapak

narasumber hadirin sekalian yang berbahagia.

Jadi betul tadi disampaikan bahwa memang tiga tahun terakhir ini desa-desa itu

memperoleh alokasi dana yang cukup besar. Jadi disamping dari dana desa, desa-desa juga

tetap memperoleh alokasi dana desa. Dan barangkali kalau kita balik ke belakang selama

republik ada, baru tiga tahun terakhir ini dana desa ini, desa itu dapat memperoleh dana yang

begitu besar.

Harapan kita sebenarnya dengan alokasi dana yang begitu besar ini betul-betul bisa

dimanfaatkan secara maksimal untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di pedesaan.

Antara lain masalah-masalah kemiskinan, masalah-masalah kesenjangan dengan memberikan

pelayanan-pelayanan dasar. Dan tentu kalau ini betul-betul mau kita laksanakan perlu ada

pendampingan-pendampingan dan perlu ada pengawalan-pengawalan agar supaya ini bisa

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Page 20: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

19

Jadi melalui kesempatan ini kami ingin memberikan apresiasi kepada Bapak-Bapak

dari Kompak begitu juga bapak-bapak dari IRE yang selama tiga tahun terakhir sudah

mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pemanfaatan dana

desa yang cukup besar ini di seluruh desa-desa yang ada di seluruh Indonesia ini.

Nah, barangkali melalui kesempatan ini kami ingin sedikit bertanya, sebagai

pendamping-pendamping yang ada dalam rangka pengelolaan dana desa karena memang

untuk pemanfaatan dana desa ini perlu ada manajemen pengelolaan yang maksimal agar ini

supaya bisa terkelola dengan sebaik-baiknya. Nah, tadi dikatakan bahwa Kompak antara lain

dalam melaksanakan kegiatan itu memberikan bantuan-bantuan teknis begitu juga

mengadakan advokasi kepada pemerintah daerah.

Nah, barangkali mulai dari mekanisme kerjanya dulu, bagaimana mekanisme kerja

antara Bapak-Bapak ya sebagai NGO barangkali dengan unsur pemerintah daerah. Karena

kita tahu di pemerintah daerah ini kan juga sudah ada BAPPEDA sudah ada BPMD. Bahkan

sudah ada juga pendamping-pendamping desa lokal desa dan disana juga di tingkat kabupaten

itu sudah ada yang disebut dengan tenaga ahli. Nah, bagaimana mekanisme kerja ini

dilaksanakan agar supaya kelihatan atau terkesan jangan sampai ada tumpang tindih di

dalamnya. Satu dari unsur pemerintah, satu di luar pemerintah. Nah, sedangkan yang menjadi

objeknya ini juga adalah bapak-bapak kepala desa. Nah, ini barangkali perlu perlu sekali kita

mengetahui kita mendengarkan penjelasan dari Bapak-bapak sekalian.

Kemudian berikutnya seperti yang disampaikan dalam pemaparan tadi memeang ada

beberapa permasalahan-permasalahan yang kita jumpai selama tiga tahun terakhir ini,

barangkali dari permasalahan-permasalahan yang kita hadapi ini, ini barangkali kita bisa

menganalisis kemudian mengambil jalan keluarnya. Barangkali antara kerjasama dari IRE

dan Kompak nanti kita bisa bersama-sama bersama dengan Menteri Desa dan Menteri Dalam

Negeri juga agar supaya betul-betul masalah-masalah yang dihadapi ditingkat pedesaan ini

itu bisa segera teratasi.

Nah, pertama tadi disampaikan dari mekanisme perencanaan dimana mekanisme

perencanaan ini tentu juga mengatur kepada peraturan perundang-undangan. Kalau kita lihat

sebagai pedoman pelaksanaan dari alokasi pemanfaatan dana desa ini di tingkat desa tentu

mengacu kepada peraturan-peraturan, termasuk peraturan-peraturan kemendes tentang

petunjuk-petunjuk pelaksanaan teknis. Jadi memang kalau kita lihat ada sedikit yang

kontradiktif, dimana di dalam permendes ini kelihatan sedikit agak bertentangan dengan jiwa

daripada Undang-Undang Desa tentang Otonomi Desa.

Kita lihat otonomi desa sebenarnya memberikan kewenangan juga kepada desa untuk

memanfaatkan desa itu berdasarkan potensi yang dimiliki untuk dikembangkan agar supaya

bisa dimanfaatkan sesuai kondisi dan keadaan desa. Tetapi dari aturan-aturan yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini yang mengintervensi sampai kepada

kewenangan-kewenangan yang ada ditingkat desa. Mengintervensi sampai kewenangan-

kewenangan yang ada ditingkat kabupaten, nah ini kelihatannya ada semacam

penyeragaman-penyeragaman dari pusat ke daerah, padahal kita tahu kondisi-kondisi desa itu

di daerah-daerah itu berbeda.

Katakanlah secara geografis desa-desa yang ada di daerah-daerah pesisir, desa-desa

yang ada di pegunungan itu kan berbeda kondisinya. Ada desa-desa tua seperti tadi dikatakan

oleh Bapak di sebelah tadi bahwa desa-desa yang sudah desa-desa lama, bahkan desa-desa

peninggalan-peninggalan kolonial itu barangkali semua struktur organisasinya kemudian

Page 21: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

20

fasilitas sarana dan prasarana desanya itu sudah lengkap. Sedangkan di daerah lain, dibelahan

lain, di provinsi-provinsi misalnya di provinsi di kawasan timur Indonesia, desa-desa inikan

pada umumnya desa-desa baru desa-desa pemekaran. Nah, desa-desa seperti ini memang

masih memerlukan perhatian terutama infrastruktur, sarana prasarana bukan saja sarana

produksi dalam peningkatan produktivitas desa tetapi lebih daripada itu juga dari

infrastruktur, pemerintahan, fasilitas sosial, fasilitas ibadah dan sebagainya. Nah, barangkali

perbedaan-perbedaan seperti ini yang perlu kita carikan jalan keluar agar supaya kewenangan

desa untuk mengatur dan memanfaatkan penggunaan dana desa itu bisa disesuaikan dengan

kondisi keadaan di desa masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan juga

ditingkat desa.

Kemudian yang kedua tadi menyangkut perencanaan juga koordinasi. Koordinasi ini

perencana ini sangat perlu sekali sebab tanpa ada koordinasi, kita khawatirkan juga ada

kegiatan, ada objek disatu desa tetapi barangkali ini mempunyai kepentingan dan ada

korelasinya dengan kepentingan-kepentingan di desa lain. Misalnya saja, dari dana desa bisa

dimanfaatkan, digunakan untuk pembuatan irigasi. Nah, pembuatan irigasi atau katakanlah

jalan desa tidak menutup kemungkinan jalan desa tersebut itu akan melampaui dua desa

dalam rangka menyalurkan hasil produksi ke daerah-daerah pemasaran, sedangkan ego

masing-masing desa kadang-kadang juga itu muncul. Nah oleh karena itu, saya sependapat

tadi oleh bapak narasumber. Katakanlah untuk mekanisme perencanaanya itu tidak usah di

tingkat desa barangkali di tingkat kecamatan. Peran kecamatan ini harus diperkuat juga, peran

kecamatan untuk memudahkan koordinasi. Jadi jangan kita hanya lihat di desanya saja dalam

bentuk desa yang kecil satu tempat itu, tetapi bagaimana kaitannya dengan desa-desa yang

ada di daerah wilayah kecamatan tersebut. Kemudian peran koordinasi dalam perencaaan,

jadi di samping melalui forum Musrembang yang kita kenal selama ini tetapi peran juga

camat sebagai koordinasi pemerintahan itu perlu. Nah kalau kita lihat baik dari mekanisme

perencanaannya, pelaksanaannya sampai kepada pelaporannya kelihatannya ini, baik di

dalam petunjuk teknis Kemendes ini nomor 22 itu sangat kecil sekali, sehingga seolah-olah

itu camat itu lepas tangan dia biarkan saja pelaksanaan kegiatan di dana desa itu berjalan, ya

sesuai tanggung jawab di desa masing-masing.

Nah barangkali perlu ada aturan yang bisa melibatkan camat dalam rangka ikut serta

dalam perencanaan, begitu juga dalam rangka pengawasan, dan koordinasi pelaksanaan

daripada kegiatan-kegiatan dana desa tersebut. Kemudian berikutnya menyangkut take and

treatment. Barangkali kita bisa sependapat Pak tadi juga sudah banyak disinggung. Jadi

pendamping desa ini juga merupakan tulang punggung keberhasilan dana desa itu. Nah cuma

masalahnya pertama yang kita lihat yang kita jumpai di lapangan mungkin kita bisa saling

apa namanya saling tukar-menukar informasi dengan Kompak dan Ire. Pertama kita mulai

dari rekrutmennya, dari rekrutmen ini kan kelihatannya seperti itu terpusat Pak terpusat dari

sini, sehingga untuk merekrut tenaga-tenaga karena ini persyaratannya kan tenaga sarjana

yang ada di daerah tersebut. Kadang-kadang kita jumpai dan setelah diadakan apa namanya

diadakan seleksi kemudian diadakan penetapan. Hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Nah

soal penempatan, kadang-kadang ada sarjana-sarjana, katakanlah yang berasal dari satu

daerah di daerah kepulauan, tiba-tiba di dalam penempatannya ditaruh ditugaskan di tempat

di daerah pedesaan yang jauh, sehingga ini juga tidak bisa maksimal dia melaksanakan tugas

dan tanggung jawabnya, ya karena jiwanya kadang-kadang ingin di desanya.

Page 22: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

21

Kemudian dia punya apa namanya dia punya latar belakang keilmuan juga kadang-

kadang inikan kadang-kadang yang dibutuhkan tenaga teknis tetapi yang direkrut ini tenaga

sosial bahkan tenaga sarjana agama saya lihat diangkat untuk menjadi pendamping teknis.

Nah bagaimana caranya ya tenaga sarjana agama ini diangkat menjadi pendamping teknis

bahkan ada yang saya jumpai itu Pak tenaga sarjana agama menjadi tenaga ahli tenaga ahli

kan di tingkat kabupaten itu Pak. Itu sarjana agama bagaimana dia bisa menghitung gambar

dan sebagainya. Nah barangkali inilah perlu menjadi perhatian kita agar supaya keseragaman-

keseragaman ini barangkali kita hati-hati sekali ya dalam penentuan rekrutmen di tingkat desa

ini, rekrutmen tenaga-tenaga pendamping desa. Kemudian yang ketiga, menyangkut

pengawasan. Nah ini pengawasan kita juga harus jaga jangan sampai ini over pak

pengawasan, sebab betul tadi disampaikan oleh Bapak-bapak sekarang ini di tingkat desa itu

Bapak-bapak Kepala Desa sudah sudah mulai ada semacam apa namanya sudah ada semacam

keragu-raguan ya, dalam melaksanakan ini apa kegiatan-kegiatan desa karena pengawasan

yang sampai bisa dikatakan barangkali over.

Nah sekarang ini Pak baik dari kejaksaan, baik dari kepolisian bahkan sampai-sampai

itu LSM, wartawan, mahasiswa itu kadang-kadang sudah sampai di tingkat desa, itu ya

kadang-kadang memberikan semacam apa namanya itu semacam ancaman, atau gertak hati-

hati dalam pelaksanaan kegiatan ini, bahkan kadang-kadang meminta sesuatu dan sebagainya.

Jadi barangkali juga dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan dana desa ini, ya

barangkali perlu ada semacam petunjuk-petunjuk, sampai sejauh mana batas-batas

kewenangan, ya di dalam memberikan pengawasan agar supaya ada keberanian juga di

tingkat desa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan ini. Nah ini barangkali tiga hal yang kami

sampaikan berkaitan dengan pemanfaatan penggunaan dana desa kaitannya dengan

pelaksanaan Undang-undang Desa. Jadi saya kira kita sependapat mudah-mudahan dengan

adanya dana desa melalui Undang-undang Desa ini bisa mempercepat kemajuan-kemajuan di

tingkat desa sehingga apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden dengan nawacitanya ya kita

memulai membangun dari pinggiran nah ini barangkali satu media yang bisa kita manfaatkan

untuk mempercepat pembangunan di tingkat desa yang muaranya nanti sampai di tingkat

kecamatan, kabupaten, tingkat provinsi, sampai di tingkat nasional. Saya kira ini yang dapat

kami sampaikan. Terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. A. HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE I

DPD RI)

Walaikumsalam.

Terima kasih Pak Yusran. Jadi empat sudah sampaikan Pak narasumber jadi intinya

menambah apa yang disampaikan oleh narasumber tadi. Memang yang perlu kita sampaikan

bahwa kuncinya ada hal-hal yang sangat khusus sebenarnya. Jadi satu misalnya, komando itu

harusnya satu orang. Jadi sekarang ini orang itu tidak tahu tanggung jawab siapa ini kepala

desa itu tidak tahu. Pak camat juga ada yang tidak mau ikut campur lagi. Kemarin saya

ketemu sama camat sama desanya saya bilang jangan begitu, misalnya satu contoh SMA dari

bupati diambil ke gubernur. Kalau ada apa-apa bupati tidak mau tahu lagi nah ini tidak benar

juga jadi sudahlah kalau itu salah ya. Tapi ada prinsip-prinsip yang harus kita lakukan, bahwa

pemerintah pusat selalu memberikan kepercayaan kepada daerah. Tadi kalau Perbup- tidak

mau mengeluarkan tentang desa itu karena itu tadi tidak ada kewenangan apapun desa ada

Page 23: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

22

kepala desa tidak mau open lagi kepada camat karena uang desa lebih besar dari uang camat,

uang desa itu. Jadi ini barangkali tambahan itu ya, ya mudah-mudahan ini memang prinsip-

prinsip rekrutmen, seperti yang dilakukan pemilihan tenaga ahli itu lebih hebat lagi. Ada

formasi tenaga ahli pertambangan di tempat kita itu, yang ikutnya sarjana tambang, sarjana

teknik, sarjana agama yang lulus sarjana agama yang dilantik. Itu ternyata terjadi seperti itu,

tapi kita mau apa ya. Jadi proses rekrutmen itu harus benar-benar ini, ini barangkali

bahannya, dan selanjutnya kami serahkan kembali kepada narasumber untuk memberi

tanggapan dan.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Ya Mas. Kadang-kadang nawa itu itu kan sesuatu yang dilaksanakan sebelum

pekerjaan itu dilaksanakan. Sholat pun nawaitu dulu Pak, jangan-jangan nawacita pun cuma

nawaitu doang itu Pak. Ya ini yang, nawaitu coba nawaitu somagodin itukan rasanya besok.

Jangan-jangan nawa itu nawacita itu sama dengan hanya nawaitu. Lalu tadi Pak Nawardi

sampaikan tambahan tadi soal kemiskinan, Mas Sentot negara tidak bekerja pun kemiskinan

turun mas, kenapa kelahiran lebih tinggi daripada kematian. Ekstrim ini, pemerintah tidak ada

program pun turun pasti. Ketika Rhoma Irama menciptakan lagu 135 juta penduduk

Indonesia itu kemiskinan 36% pada waktu itu. Dari 135 juta ya, hari ini 11 koma sekian dari

200 sekian maka kita kurang lebih Pak Presiden kemarin sampaikan, presentasenya naik

berkurang maksud saya berkurang, jadi jumlahnya bertambah malahan. Kemarin pada waktu

Pak Presiden sampaikan di pidato kenegaraan itu, dia main pada presentase

Pak Sentot, saya koreksi Pak, Bapak tadi kayanya datanya kita perlu validasi lagi Ibu.

Presentasenya memang turun, tetapi jumlahnya tambah jumlah yang miskin itu Pak. di desa,

lah ya tapi bawa secara nasional itu bertambah kemiskinan. Nah coba nanti saya ada

dokumen-dokumennya kok. Jadi tidur saja Presiden kemiskinan turun Pak. Lah ini kan kartu-

kartu ini kan yang paling penting, KIS kartu Indonesia sabar begitu. Kalau bukan sehat Pak,

coba kalau lihat BPJS begitu rumah sakit tunggu dulu di lapangan sana itu, betul Pak Nabil ?

Bukan, tetap di lapangan jadi dikasih kursi dorong itu apa, apa namanya tempat tidur

dorongan itu tempatnya di luar sana, tiga hari lagi baru ada kamar itu BPJS. Betul Pak iya, itu

lah baru nawaitu Presiden kita belum melaksanakan sesuatu.

Silahkan Pak, Bapak saya kasih waktu masih 5 menit ya. Dan begini nanti tanggal

berapa kita punya program? Di Jawa Tengah, Sulbar, sama satu lagi Sumsel. Undangan

tolong untuk beliau berdua dan tidak boleh tidak hadir, ini permintaan, tidak boleh tidak hadir

kalau soal waktu saya tidak berani Pak. Tanggal 12 ini September, jadi nanti kita punya

program kalau nanti pihak pengawasan di tingkat regional barat di Palembang tanggal 12

pagi, kemudian di Sulbar itu tanggal 12 juga ya, di regional wilayah timur. Kemudian di

tengahnya di Semarang kiri agak mudah kalau ke Semarang ini. Semarang Jogja cukup satu

dari jambu cukup itu. Iya Mas 3 ini, Mba tolong undang untuk beliau berdua datang

Alhamdulilah tidak kebangetan itu saja artinya. Silakan Mas Sentot.

PEMBICARA: SENTOT S. SATRIA (NARASUMBER)

Terima kasih Bapak-ibu atas tanggapan, komentar pertanyaan.

Pertama perlu saya garis bawahi dulu bahwa bukan maksud saya untuk bernostalgia

PNPM bagus begitu iya, tapi kan ya kan artinya walaupun dulu saya tim leader PNPM, tapi

bahwa karena undang-undang desa ini PNPM plus jadi ini soal pelaksanaannya Undang-

Page 24: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

23

undang Desa adalah produk terbaik yang penah dihasilkan pemerintah di bumi ini yang

berpihak kepada desa, tapi kemudian yang menjadi soal adalah pelaksanaanya, ini termasuk

peraturan-peraturan turunan pelaksanaan Undang-undang Desa yang kalau kita tidak awasi

ketat, itu di bawah bisa makin mereduksi azas-azas Undang-undang Desa terutama asas-asas

rekognisi dan solidaritas. Intervensi-intervensi yang terjadi di daerah juga. Jadi ini betul-betul

soal pelaksanaan, sehingga kemudian juga walaupun juga saya sepakat Ibu bahwa ada

kontribusi dari Perpres 11, 12 dalam menimbulkan kebingungan ini, tapi dua tahun ke depan

ini, fokus kita hendaklah pada perbaikan pelaksanaan dulu, karena kalau tidak hanya

menghasilkan keributan yang kontra produktif.

Pertama adalah saya ingin mendesakan lagi kepada Bapak-bapak sekalian harus ada

investasi yang cukup untuk penguatan perangkat desa dan kecamatan, karena kecamatan Pak

Yusran menyinggung peran camat kami kompak juga melaksanakan advokasi agar ada

pendelegasian wewenang dari bupati kepada camat, karena tidak mungkin seorang bupati me-

review 200 sampai 600 APBDES tidak mungkin di Aceh Utara itu ada 600 desa, di Ogan

Hilir di kabupaten Bapak 200 desa lebih, rata-rata ratusan desa. Dan kesempatan me-review

itu sekaligus untuk mengkritisi apakah kegiatan desa itu berpihak kepada warga yang miskin,

meningkatan pelayanan desa, dan sebagainya. Sehingga kecamatan harus diperkuat juga,

sehingga Kemendagri misalnya betul-betul bisa berfokus kepada kekuatan perangkat desa,

kecamatan, bahkan seharusnya juga kabupaten. Jangan sampai aparat kabupaten yang turun

ke desa arahan-arahannya malah ngawur dan Kemendagri sekarang ini anggarannya tidak

masuk akal Pak, mereka punya wewenang yang sangat besar, artinya 19 Permen itu

wewenangnya ada di Kemendagri, tapi anggaranya kecil sekali, anggaran kecil Kemendasa

sekali untuk melaksanakan ini, sehingga Kompak banyak membantu tapi juga bantuan

Kompak sebenarnya kecil sekali untuk perkuatan perangkat desa dan kecematan itu. Harus

ada investasi di situ, kemudian di Kemendasa itu fokusnya betul-betul memperkuat

masyarakatnya, memperkuat kapasitas masyarakat untuk menuntut agar asiprasinya menjadi

perhatian utama. Mohon ini menjadi prioritas dulu bagaimana kita memperbaiki.

Kemudian lagi-lagi Undang-undang Desa ini by desain sudah bagus kalau sekarang

kelihatannya di desa ada yang menonjol adalah seperti pendekatan proyek, seperti dulu lagi,

padahal perintah undang-undang sebelumnya jelas seharusnya swakelola, oleh desa

seharusnya itu yang menjadi prioritas utama dulu, kalau kita lihat di facebook, di sosial

media, kebanyakan desa bikin jalan desa pakai aspal itu jangan-jangan motivasinya proyek,

karena kontraktor sudah menunggu yang punya aspal dan punya alat berat. Demikian juga

proyek-proyek yang lain, kebanyakan apalagi dengan adanya larangan untuk memberikan

uang muka, desa sering pinjam kontrator untuk melaksanakan perlengkapan itu. Iya

swakelola ini juga kami sinyalir ini area di mana desa akan menerima banyak titipan, ada

kontraktor titipan camat, titipannya bupati, titipannya DPRD.

Nah ini dan tadi apa namanya kemudian kabupaten dan desa lebih memperhatikan

aspek administrasi, daripada aspek partisipasi sumber pemberdayaan misalnya jangan-jangan

tidak ada yang perduli Pak, apakah APBDS ini sudah melalui Musdes atau belum? Apakah

kegiatannya diswakelola masyarakat atau tidak? Apakah masyarakat desa yang bekerja di

kegiatan itu atau bukan jangan-jangan malah kontraktor dari luar, tidak ada yang perduli

dengan itu atau kurang sekali kebutuhan dengan itu, sehingga aspek pemberdayaan ini harus

jadi perhatian kita semua, kalau nanti kita, Bapak-ibu turun ke daerah. Ini dana desa ini

kesempatan yang tidak ada duanya bagi Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan sekali

lagi Pak, dana desa itu sepuluh kali lipat anggarannya PNPM, setiap tahun 10 kali lipat, dan

lebih besar dari seluruh anggaran kemiskinannya Pak SBY dulu, 1 tahun saja. Sekarang itu

anggaran dana desa sudah lebih besar daripada anggaran desa sudah lebih besar daripada

anggaran kementerian pendidikan dan kesehatan, tapi yang terjadi adalah bisa terjadi istilah

Page 25: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

24

saya petak umpet dana, kalau bahasa Jawa-nya jedongan itu Pak. Di desa masih banyak anak

putus sekolah, uangnya banyak 2 miliyar yang tersisa, tapi kok angka putus sekolah masih

tinggi, angka stanting masih tinggi, nanti, angka apa Ibu-ibu melahirkan meninggal masih

tinggi, desa bilang oh itu bukan tanggung jawab saya, wong Permendagrinya tidak bilang

begitu kok, di Cianjur Pak ada desa yang ada sekolah yang dikelolah oleh Madrasah, 180

murid, guru PNS nya Cuma 1, ruang kelasnya kurang, perabotnya sudah pada rusak, desa

bilang oh saya tidak boleh tangani, karena itu SD bukan wewenang saya. Jangan-jangan

kabupaten bilang oh anggaran saya sudah habis karena harus memenuhi ADD tidak cukup

untuk bantu lagi. Kemarin Kompas menulis misalnya ada potensi wisata besar sekali di

Manggarai jalannya hancur, rusak. Kabupaten bilang oh itu jalan provinsi, jalannya negara

juga saya tidak punya wewenang begitu kan, sementara desa juga begitu anak-anak Bapak

yang foto yang terkenal itu sementara nyebrangi anak-anak pakai sling menyebrangi sungai

60 meter, desa bilang itu sungainya terlalu lebar untuk dana desa bukan wewenang saya,

kabupaten bilang, wah APBD saya habis.

Nah ini situasi yang petak umpet anggaran ini juga saya yakin di banyak tempat.

Desa merasa soal-soal pelayanan dasar itu tidak jelas wewenang saya atau tanggung jawab

saya itu apa, sehingga anak-anak naik truk ke sekolah dan harus berjalan kaki berkilo-kilo

meter dan sebagainya, mereka merasa, bahkan air bersih saja ini mohon juga apa namanya

pencermatan dari Bapak-ibu di dalam Perpers tentang SDJ, soal air bersih, itu desa tidak

diberi tanggung jawab. Kementerian desa tidak diberi peran untuk mencapai target 100%

akses air bersih, padahal anggaran desanya besar sekali.

Kemudian tadi dari Pak Yusran oh iya mungkin saya jelaskan juga tentang

mekanisme kompak, kompak itu bekerja dengan berdasarkan suatu program kerja yang

disusun setiap tahun Pak dan program kerja tersebut disepakati bersama dengan steering

committee yang kerja di lima kementerian tadi dan juga di daerah ada tim teknis yang

dipimpin oleh Bappeda. Jadi semua program yang di daerah maupun yang dipusat itu sudah

diidentifikasi dan disepakati bersama sebelum dilaksanakan dan cara memilih prioritasnya

adalah sebisa mungkin tidak over left tapi saling melengkapi misalnya di daerah itu kami

melihat bahwa advokasi atau bantuan teknis ke daerah dalam rangka penyusunan Pergub-

pergub terkait dana desa tadi itu masih kurang sehingga kami fokus di situ. Misalnya kami

membantu atau menfasilitasi penyusunan pergub tentang keuangan desa, tentang kewenangan

desa, tentang pendelegasian wewenang kepada camat, tentang pengadaan barang dan jasa di

desa, tentang pembagian DD dan ADD, di situ kami membantu daerah juga misalnya tentang

bagaimana agar pelayanan dasar menjadi prioritas kabupaten dan desa dan mereka bisa

bekerjasama. Area-area advokasi kami di situ sehingga misalnya kompak membantu sampai

bagaimana agar pelayanan KTP, Akte kelahiran dan sebagainya itu bisa diturunkan ke

kecamatan atau desa karena itu menjadi pra-syarat warga untuk mengakses segala macam

program perundingan-perundingan sosial itu. Jadi kami bekerja di wilayah yang mudah-

mudahan saling melengkapi dan kita berkomunikasi dengan para pendamping desa juga

melalui dinas pemberdayaan masyarakat di kabupaten maupun di provinsi. Jadi ada tim taktis

daerah Pak, dimana kami tidak pernah bekerja tanpa sepengetahuan pemerintah daerah selalu

berkomunikasi dengan mereka.

Yang lain komentar dari Pak Idris, dari Pak Nawardi maupun rasanya sepakat semua

kita ya, ini mungkin yang perlu saya tambahkan adalah juga peran provinsi ini Bapak Ibu

sekalian. Provinsi ini karena agak terbebaskan dari kewajiban apapun terkait undang-undang

desa artinya dari segi anggaran tidak ada kewajiban apapun begitu ya sehingga yang terjadi

adalah kebanyakan provinsi mungkin tidak melihat fungsi pengawasan pembinaan itu sebagai

fungsinya, jadi ya tidak melihat itu apalagi tidak melihat dana desa sebagai potensi terbesar

untuk penanggulangan kemiskinan saya mengikuti musrembangnas waktu itu dan pada waktu

Page 26: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

25

provinsi-provinsi berkumpul soal dana desa hampir tidak disinggung sama sekali padahal

misalnya di Aceh kalau dana otsusnya 7 triliun, dana desa 5 triliun sendiri Pak, di Gorontalo

itu total anggaran provinsi 6 triliun atau berapa kalau tidak salah. Dana desanya 2 triliun tapi

provinsi itu tidak melihat dana desa itu sebagai sumber daya untuk menanggulangi

kemiskinan. Kabupaten juga jangan-jangan begitu, mereka melihat dana desa hanya sebagai

beban saja. Mungkin dari saya itu dulu, Mas Naji menambahkan.

PEMBICARA: SUNAJI ZAMRONI (NARASUMBER)

Terima kasih Pak Pimpinan, menanggapi dari Pak Nawardi, Pak Idris, Pak Hafid, dan

Pak Isran tadi itu, pertama kalau yang kita catat memang soal orang sekarang mensiasati dan

memanfaatkan dana desa atau uang yang ada di desa itu untuk kepentingan macam-macam

Pak memang Pak .. (tidak jelas terdengar, red) itu jadi yang untuk apa konsolidasi politik

untuk daerah, untuk apa ya plesir, melengkapi travelingnya, jadi sekarang bisa dikatakan ya

Pak kepala desa itu ya dari hotel ke hotel, dari kota ke kota, SPPD. Jadi meniru apa yang

dilakukan oleh seniornya.

Nah pemasalahannya dan ini saya sekaligus melaporkan ke Bapak Ibu,

pemasalahannya yang tahu soal undang-undang desa sampai ke teknisnya itu ya Bapak-bapak

itu, elit lah Pak kepala desa, kepala APBD begitu atau sekretaris desa. Mereka keliling kesana

kemari itu mereka pulangnya tidak kemudian membagi secara rata adil informasi,

pengetahuan, dan greget itu ke masyarakat. Nah ini yang kemudian kita mencoba Pak,

dengan cara bersama-sama dengan kompak itu mengembangkan alat tools yang sederhana

saja, check list. Ketika proses menyusun rencana program kegiatan di desa dan anggaran di

desa. Siapa berperan apa fungsinya apa, kepala desa apakah sudah berperan sesuai dengan

apa, ya tugas dan kewajibannya, ketua BPD seberapa, itu hanya satu dua halaman lembar tapi

itu ternyata efeknya bagus karena di situ duduk bareng dengan masyarakat kemudian saling

cross check/ Nah itu yang sebenarnya secara dini itu juga bisa melakukan apa

mengembangkan kontrol sosial Pak sehingga potensi-potensi abuse of power itu,

penyimpangan sampai nanti tindakan-tindakan korupsi itu bisa dideteksi oleh mereka. Karena

kan uang sudah diketahui bersama peruntukannya juga diketahui bersama sampai karena

kalau kita ini kan Pak, kalau masyarakat ibu-ibu warga miskin difable itu dikasih tahu dikasih

kesempatan itu ngejar Pak, diingat-ingat betul pengalaman yang kita dampingi itu seperti itu

sehingga kalau kepala desanya nguntet atau menyelipkan uang atau men-delay, menunda atau

mengalihkan kegiatan-kegiatan yang sudah disepakati itu ketahuan. Makanya kita selain itu

akan memanfaatkan ini apa yang mereka miliki selama mereka membangun kehidupan di

masyarakat itu, ruang-ruang sosial itu. Yang tradisional, yang sudah melembaga, yang lama

itu yang kita masuk di situ. Apakah dia cangkruan kalau Jawa Timur, ngopi diwarung itu kita

masuk ke situ. Kalau modelnya Pak Muqowam ya ribaan ya yasinan itu masuk di situ. Jadi

kita juga akan mendekonstruksi ketabuan bahwa forum-forum keagamaan tidak boleh

membicarakan soal keduniawian. Nah itu kita mulai masuk ke situ Pak.

Nah ini ternyata menggairahkan masyarakat itu untuk itu, apa, memikirkan desa. Nah

jadi kita tidak mengada-ada untuk mencoba membuat kelembagaan baru, cara baru, tradisi

baru tetapi kita mengaktifkan yang sudah ada saja. Itu tenyata bisa menurutkan itu, itu

sekaligus merespon Pak Hafid tadi tetang korupsi bisa menular ke desa. Nah dengan cara-

cara seperti itu jadi mulai ada ceklis, ada mulai menggunakan ruang-ruang publik, ruang-

ruang sosial yang ada untuk kontrol sosial terhadap pelaksanaan Undang-Undang Desa

maupun pengggunaan dana desa itu bisa mendeteksi secara dini Pak dan ini ingat, ini kan

masyarakat lokal, dekat sekali, beda dengan daerah. Kepala daerah dengan masyarakat itu

kan berjauhan Pak, kalau ini kan ya, tidak. Saya mau mengatakan yang 24 jam bersama

Page 27: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

26

kepala desa, elite desa itu bukan peraturan. Bukan bupati, bukan undang-undang desa tetapi

ya masyarakat itu yang 24 jam. Makanya kita manfaatkan masyarakat itu dia punya kebiasaan

apa misalnya dalam hal budaya, agama, sosial itu, kita manfaatkan. Itu yang sekarang coba

kita kembangkan di 20 desa itu di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTB.

Sebenarnya ini sekaligus untuk ingin memberikan satu model bahwa desiminasi

sosialisasi substansi undang-undang desa itu tidak harus melalui tatap muka yang formal

tetapi melalui praktek-praktek yang keseharian mereka saja, itu lebih mengena. Nah soal

tentang pendamping, pendampingan tadi Pak, kami di dalam riset yang kami lakukan di 10

Kabupaten di Sumatera, Kalimantan, Jawa sampai Maluku, NTT itu, kita merekomendasikan

adanya model pendampingan asimetris, tidak seragam. Kemudian pendekatannya adalah

pendampingan organik Pak. jadi tidak pendampingan seperti yang sekarang dijalankan oleh

Kementerian Desa. Kami sudah sampaikan seperti itu kalau pendampingan yang dilakukan

oleh Kementrian Desa itu boros, high cost dia. Dan dia iya tadi sudah dipaparkan sarat

kepentingan politiknya sangat tinggi. Tadi Bapak, orang berpendidikan agama yang tidak

paham betul tentang desa atau soal teknis perencanaan anggaran harus menjadi tenaga ahli itu

kan memang repot itu.

Nah kalau organ yang kita bayangkan adalah relawan atau kalau orang Jawa itu bilang

orang ya volunteer di desa, wong entengan di desa. Kami meyakini itu pasti ada. Hasil-hasil

riset kami menunjukan itu malah justru dicontohkan oleh program-program teman-teman

NGO. Itu menghadirkan, melahirkan orang-orang entengan itu dan itu kita aktivasi, kita

rekognisi saja orang yang di itu. ada salah satu Kabupaten yang kebetulan kita kemarin

sedang menandatangani MOU itu di Kabupaten Mamuju Utara di Sulawesi Barat. Itu sudah

mencoba menjalankan praktek pendampingan organik itu tapi untuk pendampingan

perencanaan daerah saat itu.

Jadi kepala Bapeda membuat SK, orang-orang desa lokal itu di SK-kan dan anggaran

APBD tidak terlalu besar untuk mengongkosi mereka karena hanya untuk anu transportasi

koordinasi saja tetapi tidak ada gaji seperti yang sekarang ini. Itu yang apa penting dan setiap

misalnya desa-desa di Jawa yang sudah maju seperti yang diceritakan oleh Pak Hafid tadi itu,

itu mungkin tidak harus ada pola-pola pendampingan yang intens seperti mungkin di desa-

desa di daerah tertentu, yang struktur organisasi sistem sosialnya saja sedang membentuk.

Hal itu penting untuk apa di. Nah ini yang kami dapat kabar kurang lebih 1,5 bulan yang lalu

Kementrian Desa melalui Pak Sekjen itu sudah mau melirik menggunakan pendekatan ini

Pak.

Jadi pendampingan desa yang sekarang ini nanti akan di desentralisasikan diserahkan

kepada Kabupaten. Tidak lagi di-take over di handle di tingkat pusat seperti sekarang ini

karena repot dan berbiaya besar itu. Nah kalau itu betul berarti mohon kepada Komite 1

dukungannya untuk mengingatkan kepada Kementrian desa agar ide yang sudah terlintas

untuk merubah pendekatan pendampingan itu tetap dijalankan. Nah yang terakhir iya dengan

perbaikan sistem. Terakhir memang ini ada hal yang krusial itu disimpul provinsi sama

kabupaten/kota Pak. Jadi ini memang tidak ada penyesuaian secara cepat. Adanya undang-

undang desa selama 3-4 tahun ini daerah itu tidak banyak melakukan penyesuaian. Misalnya

SOTK-nya kemudian tentang tupoksi, staffing, sumber daya manusianya. Nah kalau melihat

misal dinas pemberdayaan masyarakat desa OPD yang mengurusi desa pemberdayaan. Kalau

itu tidak di top up dengan sumber daya manusia yang bagus wah itu kewalahan Pak. Apalagi

dia pasal 112 peran kewajiban tugasnya adalah membina dan mengawasi. Nah ini yang mesti

dilecut gimana caranya ini. Nah termasuk kecamatan karena pintu masuk untuk melakukan

review, evaluasi atas produk-produk regulasi di desa, itu kecamatan. Termasuk juga

melakukan pengawasan itu.

Page 28: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

27

Nah menurut kita sebenarnya pengawasan itu tidak seperti yang sedang diminta oleh

Menteri Desa, itu represif. Pengawasan itu justru ditumbuh kembangkan dari bawah saja

melalui cara-cara check list tadi itu jadi itu kan memanggil tradisi berdesa masing-masing iya

lokalitas itu dipanggil ulang oleh desa sendiri. Otomatis kontrol sosial nanti akan terjadi Pak

ketimbang kita mengaktifkan penegak-penegak hukum yang itu nanti kemudian karakter low

investment tetapi tidak memberdayakan. Undang-undang desa itu harusnya difungsikan

digunakan untuk memberdayakan masyarakat desa bukan sekedar low investment. Oke low

investment tidak kita tolak, bukan memperdaya sehingga menurut kita, itu dan Kementrian

Dalam Negeri kemudian pemerintah daerah ini juga harus cawe-cawe tentang Badan

Permusyawaratan Desa. Praktek-praktek yang kita temukan, kita melakukan capacity

building itu, BPD tidak ada. Kalau ada, tidak aktif. Kalau aktif, dia blank Pak soal

mekanisme Musyawarah Desa, tidak ada anggaran. Padahal tugas pokok fungsinya

kewajibannya sangat besar. Dia BPD harus memimpin konsensus-konsesus politik di desa.

Investasi desa, membentuk badan usaha milik desa, perencaan desa dan seterusnya. Lah

konsesus politik di desa itu harus dipimpin oleh BPD. Kalau BPD-nya lemah tidak bisa

berfungsi, Wallahu a'lam, konsensus politik tidak terjadi, terjadinya kongkalikong nanti.

Nah makanya sekarang penting untuk mengaktifkan itu. Secara konsep teori kita tidak

akan menganut demokrasi partisipatoris yang murni seperti Kerala maupun di Porto Alegre

Brazil tapi menurut yang kita yakini yang kita mencoba mengembangkan deleberatif

demokrasi sehingga kita masih percaya lembaga perwakilan di desa itu yang namanya BPD

itu. Kalau partisipatoris demokrasi kan yang penting bagaimana ideologi politik partisipasi

masyarakat di tingkat lokal itu kuat sehingga nothing itu lembaga-lembaga perwakilan. Nah

kita tidak ke arah sana, terima kasih Pak.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Terima kasih jadi ada beberapa catatan Bapak Ibu sekalian, pertama tadi Pak Sentot

sampaikan bagaimana undang-undang desa ini ke depan. Saya kira tadi awal saya katakan

perspektif, lalunya seperti apa, prospeknya kaya apa. Saya kira the show must go on saya kira

ini tidak boleh mundur lagi. Tentunya tadi yang disampaikan tadi adalah penguatan SDM dan

kelembagaan. Sayangnya mas, ini bindeng ketemu bindeng yang mengarahkan dan yang

diarahkan sama-sama bodohnya. Yang mengarahkan bindeng-bindeng itu wah suara sengau.

Jadi misalnya ada orang menelepon orang bindeng, “Assalamualaikum“ di sana marah duluan

“kurang ajar koe, koe melu-melu aku” ko ikut-ikut aku begitu padahal ini bindeng beneran

begitu loh. Dianggapnya itu ikut sama yang dikontak tadi itu.

Hari ini, atasan tidak paham, Provinsi tidak paham, Kabupaten tidak paham. Jadi,

yang terima duit juga tidak paham. Menteri ini lahirnya sudah pakai sepatu, Pak Menteri koe

ini, dia tidak pernah tau yang namanya apakah padi itu dari tanamanan atau dari Pabrikasi

tidak tahu dia awalnya itu. maka one village one product dianggap padi itu produksi begitu

loh Pak, pabrikasi begituloh Pak. Ekstrim jadi kemudian penguatan masyarakat kemudian

undang-undang desa. Jadi mas itu tadi nangis kita kalau kemudian yang namanya rekognisi

dan subsider kemudian ditiadakan semua didistroyer pakai top down semua. Iya top down

kalau paham. Sudah tidak paham ngarahin lagi. Ini kaya orang buta diarahkan sama orang

tidak buta. Sendalnya di kanan bilang kiri-kiri begitu kan. Iya tidak bakal ketemu. Terus

kemudian yang dilakukan IRE saya kira saya setuju ini pada banyak praktek di lapangan IRE

agak apa namanya tekun dia, IRE ini, membantu masyarakat memang mas Sentot ruangnya

iya mbok ber Indonesia begituloh mas. IRE itu kasih ruang Indonesia. Loh saling lihat

sekarang.

Page 29: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... saja lewat, kepala desa saja lari pak takut jangan-jangan disana mau diawasi begitu. Sama dengan polisi-polisi pak, ada polisi mau datang

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS I TS 2017-2018

(SENIN, 4 SEPTEMBER 2017) (SIANG)

28

Bukan, ruangnya se-Indonesia bener begitu loh. Jangan hanya NTT, NTB kemudian

Yogya, Jawa Tengah tidak pernah Pak Hafid. Loh APBN embahmu apa .. (tidak jelas

terdengar, red). Nah jadi Pak Hafid tadi betul ponggo itu dijadikan sebagai apa iklannya

Kemendes, bohong itu pembohong Menteri itu sudah. Oh ada undang-undang desa itu sudah

maju duluan ponggo itu kok. Lho memang tapi lebih pintar Menterinya. Wong itu desa itu

tidak ada undang-undang desa itu sudah maju kok kemudian ini hasil karya saya katanya.

Ndasmu kui kata orang desa ngono, lu punya kepala itu. Saya kalau sudah ketemu Menteri

desa itu, pembohong itu Pak Rizal, asli pembohong.

Terus kemudian soal pengawasan saya kira memang mas sebuah dilema hari ini

pemerintah karena tidak paham tadi, top down, depresif jadinya. Nah ini yang sekarang

digembar gemborkan oleh BPD. Gini Mas, tolong bantu undang-undang desa juga. Ini kaya

ini dikasih 1 mintanya 2, dikasi 2 mintanya 3. Coba konteks struktur undang-undang desa itu

adalah perkuatan pada aspek desa dan pada apa eksekutif desa. DPD itu nanti dulu gitu loh

karena politik kita pada waktu itu adalah bahwa DPD itu bagian dari peran serta masyarakat

bukan wakil rakyat di desa bukan sehingga kemudian di situ ada cost operasi itu memang

gradasinya seperti itu.

Nah ini kalau Bapak sudah nuntut DPD sama dengan kepala desa walak mak, salah

itu mind setting-nya mas. Jadi bagaimana kembalikan mereka pada itu bukan dewan bukan

badan perwakilan, permusyawaratan. Jadi mohon ini mohon dimaknakan permusyawaratan

bukan perwakilan dia itu. Sebab saya ke daerah juga begitu nuntut kami harus dapat ini dapat

itu. Eh bahasa undang-undang saya bilang. Nah intinya kemudian saudara sekalian saya

menghadapi situasi Mas Sentot dan iri saya kira, orang desa ini tidak bersyukur, saya sering

maki-maki kepala desa. Pak ada program tidak Pak, loh program apalagi saya bilang. Eh kau

bersyukur undang-undang desa sudah ada duit di desa masih juga sektor minta ini minta itu.

Ini kamu ini emang tidak pernah bersyukur saya katakan. Coba sudah 1,8 sudah sampai 2

milyar, mereka juga masih minta ada sektoralnya tidak Pak. Jadi memang gagal paham sih

susah.

Baik Ibu Bapak sekalian saya kira kita akhiri dan besok kita masih ada RDP besok

dengan Pak Dirjen. Iya ada 4, Dirjen P2M, Dirjen PKP, Keuangan, kemudian dari Bappenas.

Mas Sentot, Mas Naji terima kasih, Ibu Bapak sekalian jadi difoto saya kurangi ini memang

adalah the last amber pasukan terakhir Komite I yang punya ruangan ini.

Terima kasih.

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

KETOK 3X

RAPAT DITUTUP PUKUL 16.50 WIB