Top Banner
Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Sebagai sarana transportasi uadara, pesawat terbang membawa muatannya baik berupa penumpang atau cargo, dari satu satu bandara ke bandara yang lain. Sebagaian besar dari jarak terbang menuju ke tujuan ditempuh pada ketinggian (altitude) dan kecepatan jelajah (cruising speed) operasional dai pesawat tersebut. Setelah mendekati bnadara yang dituju, pesaat terbang akan meninggalkan ketinggian jelajahnya dan memasuki fase terbang menurun (descend), untuk kemudian diikuti dengan fase mendarat (landing). Data statistic menunjukkan, bahwa telah banyak terjadi kecelakaan pada fase terbang menurun sampai dengan fase mendarat ini, padahal sesungguhnya bandara yang ditju sudah didepan mata. Penyebab yang sering dilaporkan adalah klau bukan human error oleh pilot atau gangguan cuaca di bandara yang dituju dan dapat juga kerusakan pada instrumentasi pesawat terbang / sarana kendali pesawat terbang. Makalah ini disiapkan untuk memberikan analisa dari sisi aerodinamika kemungkinan terjadinya kecelakaan-kecelakaan tersebut. Disini kami tidak membahas kualitas handling (handling quality) dari pesawat terbang atau kerusakan struktur yang tidak terdeteksi sebelumnya sebagai penyebab dari kecelakaan yang terjadi.
19

DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Jun 30, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Sebagai sarana transportasi uadara, pesawat terbang membawa muatannya

baik berupa penumpang atau cargo, dari satu satu bandara ke bandara yang lain.

Sebagaian besar dari jarak terbang menuju ke tujuan ditempuh pada ketinggian

(altitude) dan kecepatan jelajah (cruising speed) operasional dai pesawat tersebut.

Setelah mendekati bnadara yang dituju, pesaat terbang akan meninggalkan

ketinggian jelajahnya dan memasuki fase terbang menurun (descend), untuk

kemudian diikuti dengan fase mendarat (landing).

Data statistic menunjukkan, bahwa telah banyak terjadi kecelakaan pada fase

terbang menurun sampai dengan fase mendarat ini, padahal sesungguhnya bandara

yang ditju sudah didepan mata. Penyebab yang sering dilaporkan adalah klau bukan

human error oleh pilot atau gangguan cuaca di bandara yang dituju dan dapat juga

kerusakan pada instrumentasi pesawat terbang / sarana kendali pesawat terbang.

Makalah ini disiapkan untuk memberikan analisa dari sisi aerodinamika

kemungkinan terjadinya kecelakaan-kecelakaan tersebut.

Disini kami tidak membahas kualitas handling (handling quality) dari pesawat

terbang atau kerusakan struktur yang tidak terdeteksi sebelumnya sebagai penyebab

dari kecelakaan yang terjadi.

Page 2: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

2

BAB 2

AERODINAMIKA SAYAP PESAWAT TERBANG

Sebuah pesawat terbang dapat mengudara pada kecepatan dan ketinggian

tertentu apabila sayapnya dapat menghasilkan gaya angkat yang cukup untuk

memepertahankan ketinggiannya pada kecepatan tersebut, karenanya sayap pesawat

terbang dirancang mempunyai profil (aerofoil) tertentu dengan nilai koefisien gaya

angkat pada sudut tertentu pula.

Gambar 2.1 Profil Sayap

Dari persamaan :

Dimana

W = Berat pesawat terbang

ρ = Berat jenis udara pada ketinggian tertentu

V = Kecepatan gerak pesawat terbang

S = Luas sayap = b x c ,

b = span =lebar sayap (jarak antara kedua ujung sayap)

c = chord (panjang sumbu) rata-rata sayap

Cl = Koefisien gaya angkat, yang besarnya tergantung dari sudut serang.

W = ½ ρ V2 S Cl

Page 3: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

3

Pada kondisi menjelajah, dimana badan pesawat terbang benar-benar sejajar

dengan permukaan bumi, dan mendatar penuh w = take off weight (berat saat lepas

landas), ρ berat jenis udara pada ketinggian jelajah, v adalah kecepatan jelajah

(cruising speed) dan Cl koefisien gaya angkat sayap pada sudut tetap (α-fix), α-fix

merupakan sudut yang dibentuk oleh sumbu sayap pesawat terbang dengan badan

pesawat (fuselage) yang merupaka posisi tetap sayap terhadap fuselage.

Dalam perencanaa α-fix dipilih dari grafik profil sayap yang digunakan dengan

memperhitungkan koefisien lift yang optimal dengan koefisien drag yang minimal.

Gambar 2.2 Grafik Cl - α

Page 4: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

4

Dari karekteristik Cl – α profil sayap, nilai Cl terbesar yang dapat dicapai pada

sudut serang tertentu dapat ditentukan.

Dari persamaan :

max .Cl .S

w2 Vsρ

=

dimana :

Vs = V stall = kecepatan minimum pesawat terbang sebelum dia kehilangan

kemampuan terbangnya

W = berat pesawat saat tinggal landas (TOW) ρ = Berat jenis udara pada ketinggian tertentu

S = Luasan sayap

Cl max = Koefisien gaya angkat terbesar profil sayap

Agar nilai Vstall dapat cukup rendah, maka Cl max ditingkatkan. High lift

devices yang merupakan sarana tambahan pada sayap untuk dapat meningkatkan

nilai Cl max-nya. Leading edge slats yang berada pada tepi depan sayap pesawat

terbang apabila digeser kedepan dapat menambah Cl-max, tetapi pada nilai α (sudut

serang) yang lebih besar. Trailing edge flaps yang terpasang pada tepi belakang

sayap pesawat terbang apabila diaplikasikan akan meningkatkan nilai Cl pada sudut

serang α yang lebih kecil.

Ada berbagai type dari konstruksi flaps yang dapat dipilih, tergantung

seberapa besar koefisien gaya angkat perlu ditambah, sedangkan hanya ada satu/ dua

type slats saja yang dapat dipilih. Kombinasi dari flaps dan slats saat bersama-sama

diaplikasikan akan memberikan koefisien Cl-max yang terbesar pada nilai sudut

serang α yang tidak jauh beda dengan profil aslinya.

Page 5: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

5

Gambar 2.3 Pengaruh penggunaan Slat pada sayap

Untuk mendapatkan nilai Cl-max baik dengan atau tanpa high lift devices,

pesawat terbang tidak lagi pada posisi mendatar (level), tetapi harus mempunyai

sudut positive dengan sumbu horizontal.

Besarnya sudut positive yang perlu dibuat oleh pesawat adalah sudut serang

profile untuk harga Cl-max dikurangi sudut serang tetap (α fix), karena sudut serang

sayaplah yang menjadi batasan. Ini berarti hidung pesawat terbang harus dinaikkan

(nose up) saat pesawat diposisikan agar sayapnya mempunyai sudut serang untuk

nilai Cl-max.

Pada saat sayap menghasilkan gaya angkat, ada perbedaan tekanan antara

bagian bawah dan bagian atas sayap, dimana kecapatan udara diatas sayap lebih

tinggi sehingga tekanan statiknya rendah, sedangkan dibagian bawah sayap

kecepatan aliran udara lebih lambat dan tekanan statiknya pun lebih besar.

Page 6: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

6

Apabila terjadi gangguan pola aliran udara diatas sayap, kemampunannya untuk

menghasilkan gaya angkatpun akan tereduksi.

Dari persamaan drag pesawat terbang (gaya hambat pesawat terbang yang bergerak

pada kcepatan tertentu).

Dimana :

D = Hambatan aerodinamika yang harus diatasi oleh gaya dorong mesin

penggerak.

V = Kecepatan terbang pesawat

ρ = Berat jenis udara

S = Luas sayap pesawat terbang

Cd = Koefien drag = Cdz + Cdi = Cdz + (Cl2/πe.Ar)

Cdz = Zero lift drag = Koefisien gaya hambat pesawat saat tidak menghasilkan

gaya angkat (parasite drag).

Cdi = Koefisien gaya hambat pesawat yang tergantung pada besarnya gaya

angkat yang dibangkitkan.

Cl = koefisien gaya angkat pesawat terbang.

e = Faktor efisiensi bentuk sayap pesawat terbang.

Ar = Aspect ratio sayap = b/c rata-rata = span sayap/ chord rata-rata sayap.

Persamaan drag ini menunjukkan bahwa pada saat pesawat menggunakan high lift

devices untuk meningkatkan gaya angkatnya, gaya dorong pesawat harus dapat

mengkompensasi kenaikan hambatan yang terjadi.

D = ½ ρ V2 S Cd

Page 7: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

7

BAB 3

DESCEND DAN LANDING PERFORMANCE

3.1 Descend

Fase terbang descend (menurun/menukik) adalah tahapan terbang yang

mengantarai terbang menjelajah pada ketinggian operasionalnya sampai keketinggian

siap untuk melakukan fase pendaratan.

Fase descend ini terbagi atas dua tahapan yaitu:

3.1.1 Fase descend awal (initial descend = cruise descend)

Dengan menggunakan kecepatan terbang +/- 0.9 – 0.7 kecepatan jelajah

operasionalnya, sehingga tahapan ini akan menempuh jarak terbang yang cukup jauh

+/- 100 nautical mile untuk pesawat-pesawat yang manjelajah di ketinggian diatas

30.000 ft, sampai dengan ketinggian terbang 2000 ft.

Pada fase terbang ini pesawat akan membuang sebagian energi potensialnya

sehingga dapat mengurangi kerja mesin sambil menghemat bahan bakar. Dengan

jarak tempuh yang cukup besar, maka descend angle (sudut penurunan) < 5 derajat.

Sehingga penggunaan high lift devices untuk menambah koefisien gaya angkat pada

tahapan ini belum diperlukan.

Gambar 3.1 Descend Angle

W

W Sin γ

γ

L

γ = descend angle

L cos γ = w

Untuk γ < 5° , maka L ~ W

Page 8: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

8

Yang perlu harus diperhatikan pada fase descend awal ini adalah kecepatan

vertical pesawat terbang (Vs) tidak melebihi batas aman yang diijinkan oleh

pabriknya. Selain itu arah terbang harus sudah mengikuti panduan dari air traffic

controller (ATC), terutama pada bandara-bandara yang sibuk agar scheduling dari

pesawat-pesawat yang menuju bandara yang sama dapat saling diatur.

Penggunaan trimmer kendali pesawat terbang dilaksanakan untuk menjaga

sudut descend yang tetap, seperti yang ditunjukkan pada artificial horizon pada

control panel. Setting daripada akselerator handle harus dipertahankan tetap agar

mesin tetap beroperasi secara normal. Sementara itu pada tahap descend awal ini

pesawat terbang secara bertahap membuang energi potensial yamh dimilikinya,

kecepatan terbang yang terbaca pada indicator jangan sampai mengalami over speed

(berlebihan)

Gambar 3.2 Panel Pesawat

3.1.2 Fase Descend Akhir (Final Descend)

Menuju ke fase pendaratan pesawat akan menukik lebih tajam dengan sudut

descend (descend angle) lebih dari 5 derajat, dan dengan ketinggian 2000 ft sampai

dengan 100ft / 50 ft. pada fase ini penggunaan high lift devices sudah mutlak perlu,

mengingat kecepatan terbang sudah diturunkan dan jarak tempuh menuju ke bandara

tinggal +/- 5 miles. Selain itu pesawat perlu harus berada pada nose up agar Cl cukup

tinggi, sehingga kecepatn stall tidak pernah tercapai. Kehati-hataian dalam

mengurangi ketinngian terbang secara bertahap sambil terus mengawasi vertical

Page 9: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

9

speed indicator dan artificial horizon merupakan standart prosedur yang harus benar-

benar dipahami oleh pilot.

Penggunaan sudut serang yang tinggi dengan mengarahkan ujung pesawat

membuat sudut positive dengan bidang datar selain untuk menambah Cl juga akan

memperbesar gaya hambatan pesawat terbang, sehingga terjadi proses perlambatan

terbang secara bertahap. Begitu ketinggian tinggal +/- 100 ft, pesawat harus sedah

siap mendarat dengan semua roda penadaratan (under carriage) sudah dikeluarkan.

Gambar 3.3 Pengaruh penggunaan HLD

3.1.3 Fase Mendarat (Landing)

Fase mendarat adalah fase akhir dari sebuah perjalanan udara untuk membawa

penumpang/cargo menuju bandara tujuannya, atau bandara perantara.

Fase ini meliputi 3 hal:

(1) Approach atau mendekati jalur pendaratan,

Dimana pesawat masih dalam kondisi terbang/melayang. Pada tahap ini

pesawat akan bergerak menurun seperti tergambar pada jalur terbang tetapi hidung

pesawat sudah tidak lagi membuat sudut negative dengan sumbu horizontal, malahan

membuat sudut positif. Tujuannya adalah menurunkan kecepatan yang berarti harus

αmax αmax α

Cl Cl max+ HLD

Cl max

Page 10: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

10

menaikkan koefisien gaya angkat dengan sudut serang maksimum, sehingga

hambatan aerodinamis akan meningkat gaya perlambatan gerak pesawat terbang

tersebut. Kecepatan-pun tutun menjadi 1,2 Vstall.

(2) Touch down / menyentuh landasan yang pertama,

Dimana sebagian roda pendaratan (undercarriage) sudah meneyentuh

landasan dan sebagian terutama nose wheel (roda di hidung pesawat) masih pada

posisi bebas diudara.

Tahap menyentuh landasan ini dapat terasa tidak menyentak apabila apabila

pasawat pada saat tersebut cukup rendah (1,2 Vstall). Sudut positif nose up yang

diaplikasikan sesaat sebelum roda-roda pesawat menyentuh landasan pertama kali,

dapat memberikan redaman gerak yang cukup untuk membuat kondisi touch down

menjadi smooth, dan roda pesawat tidak lagi memantul (bouncing) ke udara lagi,

sehingga tahap berikutnya seluruh roda sudah berada dilandasan.

(3) Breaking atau pengereman,

Dimana pesawat terbang sudah meluncur diatas landasan dan melakukan

pengereman untuk memperlambat gerak translasi ini, diteruskan dengan taxing

menuju ke tempat parkir yang disediakan.

Pengereman dilaksanakan setelah semua roda telah menyentuh landasan.

Proses perlambatan pesawat harus diawali dengan aerodinamik breaking dan revers

thrust dulu, dimana bagian atas sayap untuk breaking diaplikasikan, dan

menghasilkan gaya perlambatan, sedangkan mesin aliran jetnya diblok agar terjadi

proses pembalikan gaya dari jet flux mesin pendorong.

Pengereman mekanis pada roda-roda, baru diaplikasikan setelah kecepatan gerak

pesawat diatas landasan suduh cukup rendah agar sepatu-sepetu rem roda tidak

menjadi terlalu panas dan terbakar.

Keberhasilan seorang pilot mendaratkan pesawatnya dengan smooth,

sangatlah tergantung dari tahapan-tahapan diatas yang dilaksanakan dengan tepat.

Peswat-pesawat yang dirancang untuk menerbangi jarak-jarak terbatas (waktu

terbang < 3 jam) perlu mendapatkan pengecekan secara periodis, karena jumlah

Page 11: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

11

tinggal landas dan mendarat yang dilakukan akan lebih tinggi dari pesawat-

pesawatuntuk jarak menengah dan jarak jauh (medium haul dan long range).

Dalam hal ini pemilihan sudut nose up yang tepat dan kecepatan touch down yang

benar akan menjamin ketahanan struktur roda-roda pendaratan.

Gambar 3.4 Lintasan Pendaratan pesawat terbang.

TD Stop Jarak pengereman

Vapproach Vtouch down = 1,2 Vstall Sudut serang sayap = αmax , dengan aplikasi HLD (high lift devices) penuh. Posisi nose-up pada sudut α max – α fixed

Page 12: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

12

BAB 4

PENGARUH CUACA TERHADAP PESAWAT TERBANG

Pesawat terbang dioperasikan pada ketinggian nol (permukaan laut) sampai

dengan 80.000 ft, dilapisan troposphere kurang dari ketinggian 36.000 ft dan

tropopause dengan ketinggian 36.000 ft. dilapisan troposphere ini temperature udara

akan turun 1 derajat celcius setiap naik 100 m, sedangkan dilapaisan tropopause

tidak ada perubahan temperature sampai pada ketinngian 80.000 ft tersebut.

Karenanya perubahan cuaca di atmosfir ini terjadi karena adanya fariasi temperatur

tersebut yang secara nyata berubah mengikuti persamaan gas ideal:

Dimana: P = Tekanan udara

ρ = berat jenis udara

R = Gas konstan

T = Temperatur udara.

Karena sebagian besar dari bumi ini adalah air (lautan, sungai dan danau),

serta adanya gerak rotasi bumi dalam melakukan revolusi mengelilingi matahari

sebagai pusat tata surya akan terjadi perubahan-perubahan temperature tekanan

karena radiasi matahari yang diterima oleh bumi ini.

Selain itu perubahan posisi matahari yang selama 6 bulan berada dibelahan bumi

bagian utara dan 6 bulan berikutnya dibelahan bumi selatan, akan menimbulkan

terjadinya perpindaha aliran udara dari daerah yang bertekanan lebih ke yang

bertekanan kurang, serta perubahan musim di bumi tersebut.

Unsur-unsur cuaca yang mempengaruhi operasional pesawat terbang adalah

hujan dan angin.

P = ρ RT

Page 13: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

13

4.1 Pengaruh Hujan Terhadap Pesawat Terbang

Hujan atau precipitation adalah turunnya butir-butir air dari udara akibat dari

proses kondensasi. Kandungan yang dihasilkan oleh penguapan dari lapisan-lapisan

air yang ada di bumi dibawa oleh angin dari tempat yang bertekanan tinggi ke daerah

yang bertekanan rendah. Uap-uap air ini terakumulasi dalam bentuk awan yang

ketebalan dan warnanya menunjukkan jumlah kandungan airnya. Awan-awan hujan

seperti cumulus dan cumulus nimbus apabila mengalami proses pendinginan karena

penurunan tekanan udaranya akan jattuh ke bumi dalam bentuk hujan. Selain dengan

pengamatan visual atas gerakan awan-awan tersebut, perubahan atas tekanan udara

local, serta naiknya kadar kelembaban udara akan menjadi data panduan bagi para

pengamat cuaca di bandara bandara.

Hujan dapat menyebabkan ditunda atau bahkan dibatalkannya proses

pendaratan dan lepas landas pesawat terbang dari dank e suatu bandara, apabila :

1. Intensitas hujan yang sangat tinggi, sehingga pola aliran udara diatas pesawat

terbang menjadi sangat terganggu dan gaya angkat yang dibutuhkan untuk

lepas landas dihawatirkan tidak tercapai, sehingga kemampuan lepsa

landaspun diragukan keberhasilannya.

2. Hujan yang terlalu lebat dapat menyebabkan terganggunya visibility,

sehingga untuk proses pendaratan posisi landasan dan garis-garis batasnya

serta koridor udaranya sukar dilihat. Keberadaan radar atau sarana pemandu

penerbangan yang lain dapat menjadi solusinya.

3. Hujan yang disertai angin kencang walau intensitasnya tidak terlalu tinggi,

masih cukup membahayakan proses pendaratan, karena kecepatan pesawat

terbang saat itu cukup rendah, sehinga arah terbang pesawat dapat terganggu.

Untuk proses lepas landas, karena mesin-mesinpendoron pesawat terbang

dioperasikan penuh, maka gaya dorong yang dibutuhkan untuk berakselerasi

maupun mempertahankan posisi di jalur pacu dapat terjaga.

4. Hujan yang berlangsung lama dibandara-bandara yang system drainasenya

kurang lancar, dapet mengakibatkan jalur pacu atau jalur pendaratan

tergenang air (aqua plane). Saat touch down roda-roda [esawat mudah

tergelincir dan skid, dan karena adanya pembiasan cahaya di malam hari,

Page 14: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

14

posisi pendaratan[un kurang tepat di awal landasan, sehingga saat mendarat

mungkin terbatas.

5. Kalau terperatur udara saat hujan rendah mendekati temperature pembekuan

air, sayap pesawat terbang harus diberi semprotan zat anti beku dahulu

sebelum pesawat melakukan tinggal landas. Apabila sampai terjadi ada

lapisan es diatas sayap, maka efektifitas untuk menghasilkan gaya angkat

dapat tergannggu.

4.2 Angin

Angin adalah aliran udara yang berpindah dari tempat bertekanan tinggi ke

daerah yang bertekanan rendah. Indonesia yang dibelah oleh khatulistiwa (meridian

nol) karena rotasi bumi pada porosnya mengalami gaya coriolis yang menyebabkan

angin di Indonesia di bagian utara khatulistiwa berbelok kekiri dan sebelah selatan

khatulistiwa berbelok ke kanan (formulasi Buys Ballot)

Ada tiga macam angin yang berpengaruh terhadap kinerja pesawat terbang:

4.2.1 Geostropic wind (angin permukaan bumi).

Adalah angin yang bertiup dan menempuh jarak yang cukup panjang, dan

kadang-kadang menghubungkan dua benua. Angin seperti ini bertiup dengan

kecepatan relative tetap selama beberapa bulan. Contoh angin barat laut yang bertiup

di kepulauan Indonesia antara bulan-bulan oktober – april, dan angin tenggara yang

bertiup pada bulan-bulan april – oktober.

Apabila pesawat terbang dalam menerbagi route yang dilalui berlawanan arah

dengan angin jenis ini, maka untuk mencapai tujuannya harus menggunkan waktu

lebih panjang, dan sebaliknya apabila terbangnya searah dengan angin ini, maka

waktu terbang yang diperlukan akan lebih pendek. Kecuali mengurangi jam terbang,

angin jenis ini cukup aman untuk penerbangan.

4.2.2 Angin Ribut / Badai / Cyclone

Angin semacam ini biasanya berlangsung dalam waktu yang pendek dan

dengan cepat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Tetapi karena angin-

Page 15: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

15

angin seperti ini cukup mempunyai energi maka imbasnya terhadap dunia

penerbangan harus diwaspadai.

Karena angin-angin ini kekuatannya akan paling terasa apabila dekat dengan

tanah, maka fase-fase terbang final descend; landing dan take off, dapat tidak aman

sehingga pesawat-pesawat terbang biasanya direkomendasikan untuk tidak

malaksanakan fase-fase tersebut dibandara-bandara yang sedang terkena atau

terancam oleh gangguan atmosfer tersebut. Selain itu, angin semacan ini karena

berpindah dengan cepat secara mendatar dari satutempat ke tempat yang lain, friksi

yang dialami akan terus bertambah dengan keberadaan kekasaran permukaan bumi

yang dilaluinya. Akibatnya tingkat turbulensi dari aliran udara sangat tinggi, dan

apabila pesawat terbang melalui aliran udara seperti ini, gangguan terhadap aliran

udara diatas permukaan sayap dapat sangat mengganggu kemampuan sayap

menghasilkan gaya angkat yang optimal. Karena itu fase terbang final descend dan

landing lah yang perlu ditunda sementara, atau dialihkan lokasinya ke bandara yang

lain.

Maka pengamat-pengamat cuaca di bandara-bandara harus mampu

mendeteksi keberadaan angin-angin semacam ini lebih dini, sehingga pesawat-

pesawat terbang yang sedang menuju dan atau yang akan berangkat meninggalkan

bandara – bandara tersebut sudah memperoleh gambaran yang jelas tentang

eksistensi angin tersebut.

4.2.3 Angin Jatuh Pegunungan (Wind Fall)

Fenomena alam tentang angin jatuh ini, walau telah banyak mengakiatkan

kecelakaan fatal pesawat terbang, masih belum sepenuhnya dipahami kalangan dunia

penerbangan.

Proses terbentuknya wind fall adalah sebagai berikut didaerah dataran rendah

yang berada dikaki pegunungan yang cukup tinggi (lebih dari 1000 meter), disaat

matahari pagi bersinar terang dan cuaca angat cerah, udara diatas dataran tersebut

dengan cepat akan naik temperaturnya, sehingga tekanannya pun berkurang karena

udara menjadi renggang dan naik keatas dengan berat jenis yang lebih kecil.

Sementara itu dibagian atas pegunungan, karena adanya beda ketinggian yang cukup

Page 16: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

16

besar, temperature udara masih rendah dan tekanannya pun belum berubah karena

pemanasan matahari ini.

Apabila perbedaan tekanan antara dataran rendah dibawah dan daerah puncak

pegunungan semakin besar, maka akan terjadi aliaran udara unatuk menyeimbangkan

perbedaan tekanan diatas dari bagian puncak pegunungan kedataran rendah

dibawahnya. Apabila lereng pegunungan ini cukup terjal dan berbatu-batu, seperti di

bumi papua, maka aliran udara yang terjadi tersebut seakan-akan seperti jath dari

puncak pegunungan menuju datran dibawahnya sambil bersinggungan dengan

lereng-lereng pegunungan yang terjal tersbut. Hasilnya, angin yang seakan-akan

jatuh ini menjadi sangat turbulen, karena pergeserannya dengan lereng-lereng yang

berbatu. Pesawat-pesawat terbang yang sedang melalui koridor udara antara puncak

pegunungan dan dataran rendah dibawahnya, dapat secara tiba-tiba mengalami

gangguan, karena sayap-sayapnya dalam menghasilkan gaya angkat menjadi

terganggu akibat terpaan angin dengan turbulensi tinggi ini mengganggu pola aliran

udara diatas permukaan sayap. Akibatnya pesawat secara tiba-tiba akan menukik

akibat berkurangnya gaya angkat tersebut. Apabila pilot berusaha untuk memulihkan

kembali posisi terbangnya dengan mengarhkan kendali pesawat ke atas (climb),

dihawatirkan malahan akan mengalami stall, karena pola aliran diatas sayap masih

terganggu oleh angin jatuh ini. Akibat fatalnya pesawat dapat terhempas didaerah

lereng-lereng pegunungan tersebut. Tetapi apabila pilot sudah memahami fenomena

alam diatas, maka dia tidak akan terburu-buru mengantisipasi gerakan menukik

diatas, tetapi yang utama menjauhi lereng pegunungan sebelum akhirnya menanjak

kembali setelah berada didaerah dimana gangguan angin jatuh ini menjadi kecil.

Para pengamat cuaca akan sulit mendeteksi keberadaan angin jatuh ini,

karena cuaca cukup cerah dan visibility udara yang dilalui alur penerbangan cukup

baik. Selain itu, kondisi lereng pegunungan yang ditumbuhi hutan yang cukup luas,

walau tejradi angin jatuh tidak akan menimbulkan turbulensi yang tinggi, karena

sebagin dari aliran aliran udara bagian atas pegunugan akan terserap energinya oleh

hutan-hutan yang ada dilereng tersebut. Memang angin jatuh hanya mudah

terdeteksi, karena deru akustik yang ditimbulkan saat bergeseran dengan kekasaran

lereng pegunungan yang berbatu akan cukup keras. Tetapi siapa yang dapat

memantau kondisi yang demikian.

Page 17: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

17

Maka sangatlah dianjurkan agar pesawat terbang yang menerbagi koridor

udara dibawah puncak-puncak pegunungan yang terjal dan berbatu, apabila mungkin

mengambil jarak aman dari lereng-lereng yang terdekat. Namun kadang-kadang

daerah lereng-lereng pegunungan ini menjadi pemandu arah bagi arah penerbang

untuk mencapai tujuan terbang yang direncanakan.

Maka memahami fenomena alam ini dan bagaimana cara terbaik untuk menghindar

dari angin jatuh yang berturbulensi tinggi tersebut sangat penting.

4.3 Petir

Pesawat-pesawat terbang yang mutahir saat ini sebagian besar sudah

menggunakan totally fly by wire untuk proses pengendaliannya. Ini berarti, luasan-

luasan pengendali pesawat terbang seperti: elevator (pada horizontal tail); rudder

(pada vertical tail) dan aeleron (pada bagain ujung sayap), semuanya terhubung ke

system kemudi di cockpit pilot dengan system electronic penuh dan tidak diduplikasi

dengan system hydraulic atau pneumatic seperti pada pesawat-pesawat terdahulu.

Karenanya, catu daya listrik (power supply) yang handal dan terjamin penuh harus

ada bahkan mungkin di duplikasi dengan system catu daya lainnya. System

kelistrikan yang dihasilkan oleh oleh APU (auxiliary power unit) perlu diduplikasi

dengan bateray-batery yang terjamin dayanya.

Apabila pesawat terbang melalui daerah udara yang berawan dengan muatan

positif yang tinggi, pesawat mungkin dapat terkena petir akibat adanya loncatan

electron dari awan tersebut ke permukaan bumi, atau bahkan langsung mengenai

pesawat terbang. Walaupun sangat jarang terjadi (kemungkinannya sangat kecil),

tetapi ada pesawat-pesawat terbang yang menagalami kecelakaan fatal karena saat

terkena petir aliran listrik didalam pesawat tersebut mendadak mati, padahal battery

yang menjadi sumber daya emergency-pun kebetulan rusak. Akibatnya pesawat

terbang kehilangan system kendalinya, dan secar tiba-tiba mengalami crash landing

ke darat atau ditching ke laut. Maka apabila system kendali fly by wire pesawat

terbang ingin dipertahankan tanpa duplikasi dengan system kendali hydrolic atau

pneumatic, maka system catu daya listrik baik dari APU maupun battery-batry

emergency harus benar-benar handal dan selau terpelihara baik.

Page 18: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

18

BAB 5

RINGKASAN

1. Dalam paper ini telah dibahas metode descend dan landing pesawat terbang

yang benar. Sampai sekarang masih banyak pilot dari air lines di Indonesia

kurang mengikuti tahapan-tahapan dari fase terbang terebut dengan tepat,

sehingga sering terjadi pendaratan yang terasakan oleh penumpang asngat

keras.

2. Pemeliharaan berkala pesawat terbang selain memeriksa kondisi-kondisi mesin

maupun rangka pesawat, juga landing gear dan under carriage harus diteliti

pula, terutama bagi pesawat-pesawat terbang yang mempunyai jarak jangkau

yang dekat, sehingga lebih kerap melakukan proses take off dan landing.

3. Sebagai akibat dari global warming dan berkurangnya hujan tropis di Indonesia

ini, stasiun-stasiun meteorology di bandara harus lebih dilengkapi dengan

sarana-sarana yang memadai perlu untuk memprediksi lebih rinci perubahan-

perubahan cuaca yang mungkin terjadi di bandara-bandara tersebut, sehingga

apabila perlu mengadakan penundaan atau pengalihan tujuan terbang, dapat

terlaksana dengan lebih cermat.

4. Fenomena angin jatuh lereng pegunungan perlu untuk dikaji dan dipahami

terutama untuk daerah-daerah seperti papua, agar kecelakaan yang mungkin

terjadi dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan.

Page 19: DESCEND DAN LANDING YANG AMAN

Descend dan Landing Performance Serta Pengaruh Cuaca Pada Pesawat Terbang

19

TENTANG PENULIS

DR.Ir.H. Iwan Kusmarwanto, Lahir di Jogjakarta 06 mei

1948 menempuh pendidikan strata 1 di jurusan Teknik

Mesin UGM 1975, studi lanjutan strata 2 dan strata 3 di

College Of Aeronautic, Cranfield Institute Of Technolog,

Bedford England lulus tahun 1982; 1985 spesialisasi Fix

And Rotary Wing Aerodynamicist

Penulis selain sebagai pimpinan sebuah industri kimia di Surabaya, juga pernah

menjadi konsultan di PT. IPTN sampai dengan 1996, dan dosen luar biasa diberbagai

perguruan tinggi negeri dan swasta sampai sekarang.