LAPORAN KASUS SINDROMA STEVENS-JOHNSON Penyaji : Dedik Supriyanto (0218011021) Edy Susanto (0218011031) Risal Wintoko (0318011030) Preceptor : Dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
LAPORAN KASUS
SINDROMA STEVENS-
JOHNSON
Penyaji :
Dedik Supriyanto (0218011021)
Edy Susanto (0218011031)
Risal Wintoko (0318011030)
Preceptor :
Dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. Hi. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
JUNI 2008
CASE REPORT SINDROMA STEVENS-JOHNSON
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. Marwono
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Sendang Aji, Kecamatan Sendang Agung
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Status : Menikah
Tgl masuk RS : 22 Juni 2008
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kulit dan Bibir terasa panas dan melepuh
Keluhan Tambahan : Demam , badan lemas,mual, muntah, perut
terasa perih, BAB hitam kental
Riwayat Perjalanan Penyakit :
10 hari SMRS pasien merasa badannya panas seperti demam, badan
lemah, pandangan kabur, perut terasa perih seperti ditusuk – tusuk,
sering mual dan muntah dan BAB berwarna hitam kental. Pasien
mengaku sebelumnya habis minum obat warung (riboquin) untuk
menghilangkan demam yang dianggapnya penyakit malaria. 7 hari
SMRS pasien mengaku badannya bertambah panas kemudian tiba –
tiba muncul bintik – bintik hitam di telapak tangan, lengan kemudian
1
ke mulut , badan dan tungkai bawah dan kaki yang dirasa panas,
melepuh dan mudah pecah. Akibat keluhan yang dialami oleh pasien
tersebut, akhirnya keluarga pasien memutuskan untuk membawa
pasien ke Klinik Rawat Inap Sendang Aji dan dirawat disana selama 7
hari. Karena keadaannya dirasa semakin memburuk akhirnya pasien
dirujuk ke RSUDAM untuk mendapat pengobatan selanjutnya.
Riwayat alergi obat tidak ada. Pasien mengaku ini yang pertama
kalinya.
Pengobatan yang pernah didapat :
Sebelumnya pasien sempat berobat ke Klinik Rawat Inap setempat
Penyakit lain yang pernah diderita :
Pasien menyangkal pernah menderita penyakit lain sebelumnya. Pasien
pun menyangkal memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi, asma
maupun alergi.
III. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Cukup
Vital sign :
TD : 100 / 70 mmHg
Nadi : 80 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 370 C
Konjungtiva : anemis
Thorax : d. b. n
Abdomen : d. b. n
KGB : Tidak membesar
2
IV. STATUS DERMATOLOGIS / VENEREOLOGIS
Lokasi : Bibir, Pangkal lidah, leher, punggung, dada, lengan atas, lengan
bawah, tangan, bokong, sekitar kemaluan, tungkai atas, tungkai
bawah, kaki
Inspeksi : tampak eritema dan bula multipel yang beberapa diantaranya sudah
pecah yang tersebar pada seluruh badan, nummular sampai plakat.
Pada telapak kaki, punggung, dan bahu tampak adanya erosi akibat
pecahnya bula. Pada pangkal lidah tampak lesi erosi berwarna
putih. Tampak kelainan pada bibir dimana lapisan luar bibir
terjadi erosi dan eksoriasi.
V. LABORATORIUM
Tgl 24-06-2008
Hb : 10 gr/dl
LED : 58 mm/jam
Leukosit : 13.100 /ui
Segmen : 88 %
Limfosit : 8 %
Monosit : 4%
Ureum : 24 mg/dl
Creatinin : 1,0 mg/dl
GDS : 115 mg/dl
Natrium : 134
Kalium : 4,7
Clorida : 103
VI. RESUME
Pasien laki- laki, 35 tahun datang dengan keluhan kulit dan bibir terasa
panas dan melepuh. 10 hari SMRS pasien merasa badanya panas
seperti demam, perut terasa perih seperti ditusuk – tusuk, sering mual
dan muntah dan BAB berwarna hitam kental. Pasien mengaku
3
mengkonsumsi obat-obat warung untuk mengobati demam yang
dianggapnya penyakit malaria. 7 hari SMRS pada tubuh pasien timbul
bintik-bintik hitam, sehingga keluarga pasien memutuskan untuk
membawa pasien ke Klinik Rawat Inap terdekat. Karena keadaannya
dirasa semakin memburuk akhirnya pasien dirujuk ke RSUDAM untuk
mendapat pengobatan selanjutnya.uh dan mudah pecah.
STATUS GENERALIS : Konjungtiva anemis
STATUS DERMATOLOGIS / VENEROLOGIS :
Lokasi : Bibir, Pangkal lidah, leher, punggung, dada, lengan atas,
lengan bawah, tangan, bokong, kemaluan, tungkai atas,
tungkai bawah, kaki
Inspeksi : Tampak eritema dan bula multipel yang beberapa
diantaranya sudah pecah yang tersebar pada seluruh
badan. Tampak makula hiperpigmentasi pada badan dan
sebagian kedua tungkai dan lengan. Pada punggung, bahu
dan leher tampak adanya erosi akibat pecahnya bula. Pada
pangkal lidah tampak erosi berwarna putih. Tampak
kelainan pada bibir dimana lapisan luar bibir terjadi
erosi dan eskoriasi dan pembentukan pseudomembran
berwarna putih sedikit keabuan
LABORATORIUM :
Tgl 24-06-2008
Hb : 10 gr/dl
LED : 58 mm/jam
Leukosit : 13.100 /ui
Segmen : 88 %
Limfosit : 8 %
Monosit : 4%
Ureum : 24 mg/dl
Creatinin : 1,0 mg/dl
GDS : 115 mg/dl
Natrium : 134
Kalium : 4,7
Clorida : 103
4
VII. DIAGNOSA BANDING
Steven johnson syndrome
Eksentema fikstum multiple generalisata
Nekrosis epidermal toksik (NET).
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Steven Johnson syndrome
Anemia sedang
IX. PENATALAKSANAAN
Dexamethason 1 amp /8 jam
Lincomisin 3 x 500 mg
Cetirizin 2x10 mg
Topikal Bibir : kompres asam borat
Topikal Badan Dermazin 2 x 1
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan histopatologis.
XI. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
XII. FOLLOW UP
Senen 23/06/2008 Selasa 24/06/2008
S :
Demam (-)
Perut sakit (-)
Mual (-)
Muntah (-)
Lidah terasa sakit
S :
Demam (-)
Perut sakit (-)
Mual (-)
Muntah (-)
Bibir rasa panas
5
Bibir terasa panas
Lidah sakit bila
menelan
Kulit terasa panas
berkurang
BAB normal
O :
KU : Tampak sakit
sedang
Kes : CM
TD : 100 / 70 mmHg
Nadi : 86 x / menit
RR : 24 x / menit
Suhu : 36, 60 C
Konjungtiva : anemis
Makula
hiperpigmentasi (+)
Kulit eriterma (+)
Bula multipel(+)
Erosio (+)
Krusta kehitaman (+)
Peseudomembran
dibibir (+)
Lesi eriterma di bibir
(+)
A/ Sindroma Steven
Johnson
P/
Infus RL XX gtt/ mnt
Tranfusi 2 colf
Dexamethason 1
berkurang
Lidah sakit berkurang
Kulit terasa panas
berkurang
O :
KU : Tampak sakit
ringan
Kes : CM
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 90x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36, 60 C
Konjungtiva : anemis
Makula
hiperpigmentasi (+)
kulit eriterma (+)
Bula multipel(+)
berkurang
Erosio (+)
Krusta kehitaman (+)
Peseudomembran
dibibir (+)
Lesi eriterma di bibir
(+)
A/ Sindroma Steven
Johnson
P/
Infus RL XX gtt/mnt
Tranfusi 1 colf
Dexamethason 1
6
amp /8 jam
Lincomisin 3 x 500
mg
Cetirizin 2x10 mg
Topikal Bibir :
As.Borat
Topikal Badan
Dermazin 2 x 1
amp /8jam
Lincomisin 3 x 500
mg
Cetirizin 2x10 mg
Topikal Bibir :
As.Borat
Topikal Badan
Dermazin 2 x 1
Gambaran efloresensi yang didapat pada pasien :
Gambar 1. Sindroma Stevens-Johnson. Lesi di telapak tangan (eritema)
7
Gambar 2. Sindroma Stevens-Johnson. Lesi di lengan bawah (bula dan erosi)
Gambar 3. Sindroma Stevens-Johnson. Lesi di kedua kaki (krusta hitam tebal).
ANALISIS KASUS
1. Apakah penegakkan diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?
Penegakkan diagnosis pada kasus ini berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, pasien mengaku badan terasa demam
dan lemas kemudian pasien mengkonsumsi obat-obat warung ( riboquin )
untuk menghilangkan demannya yang dianggapnya penyakit malaria.
Tetapi keadaan pasien bukannya membaik malah memburuk dengan
ditandai badannya bertambah panas kemudian tiba – tiba muncul bintik –
bintik hitam di telapak tangan, lengan kemudian ke mulut , badan dan
tungkai bawah dan kaki yang dirasa panas, melepuh dan mudah pecah..
Hal ini sesuai dengan gambaran gejala prodromal pada Sindroma Stevens-
Johnson yang diduga penyebabnya adalah alergi obat.
8
Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilihat dari tanda-tanda klinis yang
didapatkan pada pasien yang berlokasi pada bibir, pangkal lidah, leher,
punggung, dada, lengan atas, lengan bawah, tangan, bokong, kemaluan,
tungkai atas, tungkai bawah dan kaki yaitu tampak eritema dan bula
multipel yang beberapa diantaranya sudah pecah yang tersebar pada
seluruh badan. Tampak makula hiperpigmentasi nummular sampai plakat
pada badan dan sebagian kedua tungkai dan lengan. Pada punggung, bahu
dan leher tampak adanya erosi akibat pecahnya bula. Pada pangkal lidah
tampak erosi berwarna putih. Tampak kelainan pada bibir dimana
lapisan luar bibir terjadi erosi dan eskoriasi dan pembentukan
pseudomembran berwarna putih sedikit keabuan.
Gambaran efloresensi tersebut sesuai dengan kelainan pada Sindroma
Stevens-Johnson yaitu :
Kelainan kulit, dimana ditemukan eritema, vesikel dan bula yang
kemudian memecah membentuk erosi yang luas.
Kelainan selaput lendir, dimana ditemukan vesikel dan bula yang
memecah hinggá menjadi erosi, eksoriasi dan krusta kehitaman serta
terbentuk pseudomembran pada mucosa mulut.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka tepatlah jika diagnosis yang ada
yaitu Sindroma Stevens Johnson.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat dengan pemberian :
Infus RL XX gtt/ mnt
Dimaksudkan untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dan
nutrisi karena pasien sukar menelan akibat lesi pada mulut dan muntah-
muntah yang dialami pasien.
Tranfusi
Dimaksudkan untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah yang turun
yang diduga akibat perdarahan.
Dexamethason 1 amp /8jam
9
Dimaksudkan sebagai tindakan live-saving.
Lincomisin 3 x 500 mg
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi karena penggunaan
kortikosteroid yang menyebabkan imunitas pasien menurun.
Cetirizin 2x10 mg
Sebagai antihistamin yang dimaksudkan untuk mengurangi rasa gatal.
Topikal Bibir, kompres asam borat
Mengurangi gejala yang timbul pada bibir.
Topikal Badan Dermazin 2 x 1
Mengurangi rasa perih dan rasa melepuh akibat bula yang memecah
yang terdapat pada seluruh tubuh.
3. Apa penyebab timbulnya keluhan pada kasus ini ?
Pada kasus ini diduga disebabkan karena alergi obat yang dikonsumsi
pasien sebelumnya.
10
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROMA STEVENS-JOHNSON
A. DEFINISI
Menurut Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, Sindroma Stevens-
Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan
pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. Pendapat lain
mengatakan bahwa Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu
kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan
pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum
berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema
eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-
kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden SJS dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) diperkirakan 2-3 % per
juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat
pada dewasa. Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, setiap
tahunnya terdapat sekitar 12 pasien yang umumnya juga pada dewasa. Hal
tersebut diperkirakan berhubungan dengan kausa SJS yang biasanya
disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa, imunitas telah berkembang dan
belum menurun seperti pada usia lanjut.
11
C. ETIOLOGI
Menurut Webster's New World Medical Dictionary, SJS didefinisikan sebagai
Reaksi alergi sistemik (sistemik=menyerang keseluruhan tubuh) dengan
karakteristik berupa rash atau kemerahan yang mengenai kulit dan selaput
lendir, termasuk selaput lendir mulut. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi
hipersensitif (alergi) terhadap obat atau virus tertentu.
Menurut Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, penyebab utama SJS
adalah alergi obat (lebih dari 50%). Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi,
penyakit graft-versus-host, neoplasma dan radiasi. Pada penelitian Adhi
Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) SJS yang diduga alergi obat tersering
adalah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu
(13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain adalah
amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson dan adiktif.
Sumber lain mengatakan beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya
adalah infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin,
etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik
(udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan,
kehamilan).
D. PATOGENESIS
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan
dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang
disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan
antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type
hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit
T yang spesifik.
Menurut Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, penyakit ini
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik). Gambaran klinis
12
tersebut bergantung kepada sel sasaran (target sel). Sasaran utama SJS ialah
pada kulit berupa dekstruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas
sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL-5 meningkat juga sitokin-sitokin yang lain.
CD4 terutama terdapat pada dermis sedangkan CD8 pada epidermis.
Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM-1, ICAM-2 dan MHC II. Sel
Langerhans tidak ada atau sedikit dan TNFα di epidermis meningkat.
E. GEJALA KLINIS
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk,
korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi (trias kelainan) di :
Kulit : berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada
hampir seluruh tubuh. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga
terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat terjadi purpura.
Mukosa : kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut
(100%) kemudian disusul kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan
di lubang hidung dan anus jarang. Kelainan berupa vesikel, bula, erosi,
ekskoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah sampai hitam. Bula
terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada
membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah
vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis
merupakan gambaran utama. Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di
faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Adanya
pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.
Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa
okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler
13
yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai
terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa
bulan sampai 31 tahun.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji
resistensi dari darah dan tempat lesi. Namun pemeriksaan laboratorium
tidak khas. Jika terdapat leukositosis, penyebab kemungkinannya karena
infeksi bacterial. Kalau terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi.
Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi
Gambaran histopatologiknya sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi
dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang
menyeluruh. Kelainan berupa :
a. Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superfisial.
b. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar.
c. Degenerasi hidrofik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal.
d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adnexa.
e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
G. DIAGNOSIS BANDING
Nekrosis epidermal toksik (NET).
Pemfigus
Variola hemoragika
H. PENATALAKSANAAN
14
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga
pasien diajurkan untuk rawat inap dan terapi yang diberikan biasanya adalah :
Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji
resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
Kortikosteroid parenteral : deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus,
kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid
sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan
steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat
dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap
steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen
maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5
mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari.
Sedangkan untuk Cetirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5
tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari.
Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan
alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat
nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena,
diberikan 2 kali/hari.
Diet rendah garam dan tinggi protein karena kortikosteroid bersifat
katabolik
15
Tranfusi jika telah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat
setelah 2 hari belum ada perbaikan, bila terdapat purpura generaisata dan
bila terdapat leukopenia.
I. PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi
dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat
dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai.
Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya
disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. 2007. Ilmu Penyalit Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Siregar, RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC. Jakarta.
www.majalah Farmacia-artikel.com. Maret 2008. IVIG dan kortikosteroid
untuk Sindroma Stevens-Johnson, Efektifkah? Diakses tanggal 23 Juni 2008.
www.infeksi.com. 3 Februari 2007. Pusat Informasi Penyakit Infeksi : Sindroma Stevens-Johnson. Diakses tanggal 23 Juni 2008.
17