1 KATA PENGANTAR
.............................................................................................................
2 BAB I PENDAHULUAN
........................................................................................................
3 BAB II TINJAUAN
PUSTAKA.............................................................................................
4 2.1. DEFINISI
......................................................................................................................
4 2.2. EMBRYOLOGI
..............................................................................................................
4 2.3. ETIOLOGI
.....................................................................................................................
8 2.4.
EPIDEMIOLOGI...........................................................................................................
11 2.5.
PATOFISIOLOGI..........................................................................................................
12 2.6. MANIFESTASI KLINIS
................................................................................................
14 2.6.1. MASALAH ASUPAN
MAKANAN...............................................................................
14 2.6.2. MASALAH
DENTAL.................................................................................................
15 2.6.3. INFEKSI
TELINGA....................................................................................................
15 2.6.4. GANGGUAN
BERBICARA.........................................................................................
15 2.7.
TATALAKSANA..........................................................................................................
16 2.8.2. TAHAPAN PREOPERASI
...........................................................................................
17 2.8.3. SURGICAL CLEFT REPAIR
........................................................................................
18 2.8.3.1. UNILATERAL CLEFT LIP REPAIR
..........................................................................
21 2.8.3.3. CLEFT PALATE
REPAIR.........................................................................................
23 2.8.3.3.1. TEKNIK V-Y PUSH-BACK
................................................................................
23 2.8.3.3.2. TEKNIK VON
LANGENBECK.............................................................................
24 2.9.
PENCEGAHAN............................................................................................................
31 2.9.1. MENGHINDARI
MEROKOK......................................................................................
31 2.9.2. MENGHINDARI
ALCOHOL.......................................................................................
32 2.9.3. NUTRISI DAN SUPLEMEN NUTRISI
..........................................................................
32 2.9.3.1. ASAM
FOLAT.......................................................................................................
32 2.9.3.2. VITAMIN
B-6.......................................................................................................
33 2.9.3.3. VITAMIN
A..........................................................................................................
33 2.9.3.4. SUPLEMEN
NUTRISI.............................................................................................
34 2.9.4. MODIFIKASI
PEKERJAAN........................................................................................
34 BAB III
KESIMPULAN.......................................................................................................
35 DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................................
37 2
Kata Pengantar Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat Nya saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss
Universitas Islam Sumatera Utara yang sedang menjalani program
kepaniteraan klinik senior di SMF Ilmu Bedah Rumah Sakit Haji
Medan. Dalam referat ini akan dibahas secara menyeluruh mengenai
cleft lip and palate. Adapun referat ini menggunakan berbagai
sumber kepustakaan, baik dari buku maupun jurnal dan artikel yang
diunduh dari internet. Penulis sangat berharap referat ini dapat
memenuhi kebutuhan pembaca dan memberikan manfaat berupa
pengetahuan baru bagi pembaca. Saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini,
khususnya kepada pembimbing, yaitu dr. Muharramsyah Rambe Sp.B yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan yang berarti. Saya
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh sebab itu saya menerima dengan senang
hati segala kritik dan saran yang membangun demi kepentingan kita
bersama. Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi penulis
maupun pembaca sekalian.
BAB IPENDAHULUAN Cleft lip dan palate merupakan deformitas
congenital tersering kedua setelah club foot. Angka kejadiannya
mencapai 1 dari setiap 750 kelahiran. Dua pertiga kasus melibatkan
bibir dengan atau tanpa keterlibatan langit-langit rongga mulut
(palatum), sedangkan sepertiga lainnya terjadinya sebagai
deformitas langit-langit saja (isolated deformity of palate / cleft
palate). Masalah yang ditimbulkan dapat berupa masalah menelan,
bicara, dental, mendengar, pertumbuhan kraniofasial, emosional,
serta kosmetik. Selain itu, 5% kasus CLP dan CP merupakan kasus
sindromik sehingga penting untuk diketahui dan ditangani segera.
Kasus cleft lip and palate (CLP) didominasi penderita pria,
sedangkan cleft palate (CP) didominasi penderita wanita. Pada kasus
CLP, 86% di antaranya menderita cleft lip yang bilateral, dan pada
kasus unilateral lebih sering terjadi pada sisi kiri. Insidensi
dari CLP dan CP memiliki perbedaan bermakna antara ras yang
berbeda, di mana pada orang-orang Asia (mongoloid) insidensinya
paling besar.Angka insidensi tersebut antara lain 2,1 per 1000
kelahiran pada Asia, 1 per 1000 pada kulit putih, dan 0,41 per 1000
pada kulit hitam. Insidensi CLP dan CP ini juga meningkat
berhubungan dengan usia orang tua saat melahirkan di mana insidensi
meningkat pada ibu yang melahirkan dengan usia yang lebih tua serta
adanya keluarga yang memiliki riwayat CLP ataupun CP. Kelainan ini
sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada
waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang
serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan Cleft Lip and Palate
(CLP) adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia,
namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu,
berat badan mencapai 10 pon, Hb >10g%. Dengan demikian umur yang
paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan
terbanyak anak penderita bibir sumbing terlambat (berumur antara
5-15 tahun) untuk dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang
tidak memadai dan pendidikan orang tua yang masih kurang.BAB
IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Celah bibir (cleft lip) merupakan kelainan
kongenital yang disebabkan gangguan perkembangan wajah pada masa
embrio. Celah dapat terjadi pada bibir, langit-langit mulut
(palatum), ataupun pada keduanya. Celah pada bibir disebut
labiochisis sedangkan celah pada langit-langit mulut disebut
palatoschisis. Penanganan celah adalah dengan cara pembedahan.
Cleft lip terjadi ketika bibir tidak menyatu sepenuhnya dalam
proses perkembangan jaringan tersebut. Bibir terbagi menjadi dua
bagian dan menyebabkan ketidaknormalan posisi otot orbicularis
oris. Cleft lip umumnya mengenai bibir atas, walaupun bentuk langka
dari facial clefting dapat juga mengenai bibir bawah. Cleft lip
yang tipikal seringkali melibatkan hidung sehingga terjadi juga
gangguan pada nostril. Cleft palate adalah tidak menyatunya
langit-langit dari mulut. Palatum terdiri dari 2 bagian, yaitu hard
palate dan soft palate. Bagian anterior dari hard palate merupakan
tempat tumbuhnya gigi yang disebut dengan alveolar ridge, sedangkan
bagian posterior merupakan dasar dari rongga hidung. Cleft lip
palate (CLP) adalah tidak menyatunya kedua bagian dari bibir dan
atap rongga mulut yang seharusnya terjadi dalam 3 bulan pertama
pertumbuhan fetus. 2.2. Embryologi Dalam pembentukan embryologinya,
pembentukan palatum dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pembentuk palatum
primer dan sekunder. Palatum primer meliputi daerah segitiga yang
meliputi bagian anterior dari foramen insisivus sampai ke bagian
lateral dari gigi insisivus 2. Daerah ini meliputi juga alveolar
ridge dari keempat gigi insisivus. Sedangkan palatum sekunder
meliputi seluruh sisa bagian dari hard palate dan soft palate.
Terbentuk pada minggu ke-4-7 dari masa gestasi (kira-kira pada hari
ke 30-37). Palatum primer terbentuk dari pertumbuhan dan fusi dari
bagian medial nasal, lateral nasal, dan prosesus maksilaris. Pada
akhir minggu keempat, terbentuk lima buah tonjolan pada daerah
wajah yang mengelilingi satu rongga mulut primitif yang disebut
stomodeum. Tonjolan wajah ini disebut juga prosesus fasialis,
terdiri dari dua buah tonjolan/prosesus maksilaris (lateral dari
stomodeum), dua buah tonjolan/prosesus mandibula (kaudal dari
stomodeum), dan tonjolan frontonasalis/prosesus frontonasalis.
Prosesus fasialis ini merupakan akumulasi sel mesenkim di bawah
permukaan epitel, yang berperan besar dalam tumbuh kembang struktur
orofasial.Adapun kelima prosesus tersebut memiliki peran penting
dalam pembentukan wajah yaitu prosesus frontonasalis membentuk
hidung dan bibir atas, prosesus maksilaris membentuk maksila dan
bibir, prosesus mandibularis membentuk mandibula dan bibir bawah.
Pada minggu kelima, di daerah inferior prosesus frontonasalis akan
muncul nasal placode. Proliferasi mesenkim pada kedua sisi nasal
placode akan menghasilkan pembentukan prosesus nasalis medialis dan
lateralis. Di antara pasangan prosesus tersebut akan terbentuk
nasal pit yang merupakan lubang hidung primitif. Prosesus
maksilaris kanan dan kiri secara bersamaan akan mendekati prosesus
nasalis medial dan lateral. Selama dua minggu berikutnya, prosesus
maksilaris akan terus tumbuh kea rah tengah dan menekan prosesus
nasalis medialis ke arah midline. Kedua prosesus ini kemudian akan
bersatu dan membentuk bibir atas. Prosesus nasalis lateralis tidak
berperan dalam pembentukan bibir atas tapi berkembang terus
membentuk ala nasi. Kegagalan fusi sebagian atau seluruh prosesus
maksilaris dengan prosesus nasalis medialis dapat menyebabkan celah
pada bibr dan alveolus, naik unilateral maupun bilateral. Pada
minggu keenam terbentuk lempeng palatum/palatal shelves dari
prosesus maksilaris. Kemudian pada minggu ketujuh lempeng palatum
akan bergerak kea rah medial dan horizontal dan berfusi membentuk
palatum sekunder. Di bagian anterior, kedua palatal shelves ini
akan menyatu dengan palatum primer. Pada daerah penyatuan ini
terbentuklah foramen insisivum. Proses penyatuan lempeng palatum
dan palatum primer ini terjadi antara minggu ke-7 sampai meinggu
ke-10. Pada anak perempuan, proses penyatuan ini terjadisatu minggu
kemudian. Hal ini menyebabkan elah langit-langit (cleft palate)
lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Celah pada palatum primer
terjadi karena kegagalan mesoderm invaginasi ke dalam celah di
antara prosesus maksilaris dan prosesus nasalis medialis sehingga
proses penggabungan di antara keduanya tidak terjadi. Sedangkan
pada celah palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatal
shelves berfusi satu sama lain. 2.3. Etiologi Etiologi Cleft lip
palate secara pasti belum diketahui namun dipercaya sebabnya
bersifat multifaktorial. Kelainan tersebut disebabkan gangguan
perkembangan fetus pada trimester awal (minggu ke-6/7 sampai minggu
ke-10). Baik faktor lingkungan, yaitu teratogen, dan faktor genetic
berperan dalam pembentukan CLP. Pajanan phenytoin intrauterine
dapat meningkatkan risiko insidensi sampai 10 kali lipat. Kebiasaan
merokok pada ibu dapat menyebabkan risiko 2 kali lipat. Teratogen
lain seperti alkohol, antikonvulsan lain, dan asam retinoic juga
dikaitkan dengan malformasi embryogenik fetus namun belum ada
penelitian yang menunjukkan hubungan langsung dengan pembentukan
cleft. CLP dapat bersifat sindromik maupun nonsindromik.
Kebanyakkan kasus merupakan kelainan nonsindromik. Abnormalitas
genetic dapat menyebabkan kelainan sindromik yang mengenai baik
palatum primer ataupun sekunder. Pada isolated cleft palate, 40%
kasus merupakan kasus sindromik, sedangkan pada CLP hanya kurang
dari 15% yang bersifat sindromik.Kelainan sindromik meliputi 5-14%
kasus, di mana sindrom yang paling sering adalah Van der Woude
syndrome. Van der Woude Syndrome merupakan kelainan autosomal
dominan di mana terjadi mikrodelesi dari kromosom 22q yang
menghasilkan sindrom anomaly velocardiofacial, DiGeorge, atau
conotruncal yang dikarakteristikkan oleh adanya CLP dan blind
sinuses. Pada sindrom ini, kelainan yang paling sering adalah
clefting dari palatum sekunder saja. Kelainan yang bersifat
nonsindromik juga dikaitkan dengan kelainan genetic, namun
dipercaya pada kasus-kasus tersebut lebih banyak disebabkan oleh
kelainan genetic yang bersifat multifaktorial. Berdasarkan studi
meta-analysis oleh Marazita et al pada tahun 2004, ditemukan gen
multiple yang dapat menyebabkan clefting pada kromosom 16. 2.3.1.
Faktor Genetik Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk
terjadinya celah bibir telah diketahui tetapi belum dapat
dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan sejumlah kasus yang
telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai
penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik
terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal
berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini
seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada
epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium
ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai
tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen 10 yang dominan dan
resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain
mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena : Dengan bertambahnya
usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap
terjadinya celah. Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan
terjadinya malformasi kongenital yang ganda. Adanya tripel autosom
sindrom termasuk celah mulut yang diikutidengan anomali kongenital
yang lain. 2.3.2. Faktor Nongenetik Faktor non-genetik memegang
peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan bibir pada masa
kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah
bibir: 2.3.2.1. Defisiensi Nutrisi Nutrisi yang kurang pada masa
kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui
percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A
secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada
anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi
vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya
celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada
kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama. 2.3.2.2.
Zat Kimia Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa
kehamilan trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah.
Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan
phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi
steroid 2.3.2.3. Virus Rubella Frases mengatakan bahwa virus
rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi hanya sedikit
kemungkinan dapat menyebabkan celah 2.3.2.4. Trauma Strean dan Peer
melaporkan bahwa trauma mental dantrauma fisik dapat menyebabkan
terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks
adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya
dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat
menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan
celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic
hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian
glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat
di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan. 2.3.2.5. Lain-lain
Kurang daya perkembangan Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik
yang potent Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama
kehamilan yang dapat menganggu fetus Gangguan endokrin Pemberian
hormon seks, dan tiroid Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
2.4. Epidemiologi Diagnosis yang paling sering ditemukan adalah CLP
yaitu mencakup 46%, diikuti isolated cleft palate 33%, dan isolated
lip palate 21% Kasus cleft lip and palate (CLP) didominasi
penderita pria, sedangkan cleft palate (CP) didominasi penderita
wanita. Insidensi kelainan yang bersifat unilateral adalah 9x lebih
banyak daripada bilateral, dan terjadi 2x lebih banyak pada sisi
kiri. Insidensi dari CLP memiliki perbedaan bermakna antara ras
yang berbeda, di mana pada orang-orang Asia (mongoloid)
insidensinya paling besar. Angka insidensi tersebut antara lain 2,1
per 1000 kelahiran pada Asia, 1 per 1000 pada kulit putih, dan 0,41
per 1000 pada kulit hitam. Sedangkan interaksi racial terhadap
insidensi CP tidak bermakna dimana ditemukan insidensi rata-rata
adalah 0,5 per 1000 kelahiran. Insidensi CLP dan CP ini juga
meningkat berhubungan dengan usia orang tua saat melahirkan, dan
adanya keluarga yang memiliki riwayat CLP ataupun CP. 2.5.
Patofisiologi Pembentukan cleft atau celah tersebut disebabkan oleh
kekurangan jaringan (tissue deficiency). Hal tersebut disebabkan
oleh kegagalan pertumbuhan dan atau fusi dari epithelial bridge
pada saat pembentukan pada masa gestasi. Yang seperti sudah
disebutkan sebelumnya bahwa penyebab yang peling sering adalah
agen-agen teratogen dan kelainan genetic. 2.6. Manifestasi Klinis
2.6.1. Masalah asupan makanan Merupakan masalah pertama yang
terjadi. Adanya cleft lip dan atau palate memberikan kesulitan pada
bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu ataupun pada dot.
Tekanan lembut pada pipi bayi dapat meningkatkan kemampuan hisapan
oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan
refleks menelan tidak sebaik bayi yang normal. Memegang bayi dengan
posisi tegak lurus mungkin dapay membantu proses menyusu bayi.
Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu.
Bayi yang hanya menderita labioschisis saja atau hanya dengan celah
kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan
labiopalatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot
khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan maslaah pemberian makanan/asupan makanan tertentu. 2.6.2.
Masalah dental Masalah berhubungan dengan kehilangan, malformasi,
dan malposisi dari gigi geligi pada area celah bibir yang
terbentuk. Hal ini disebabkan oleh karena pada penderita penyakit
ini sering kali mengenai alveolus yang merupakan tempat erupsi gigi
geligi sehingga dapat menyebabkan gangguan. 2.6.3. Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi
telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot
yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius. 2.6.4.
Gangguan berbicara Pada bayi dengan labiopalatoschisis biasanya
juga memiliki kelainan pada perkembangan otot-otot yang mengurus
palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang atau
rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan
kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech).
Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot
tersebut di atas untuk menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara
mungkin dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai
kesulitan untukmemproduksi suara atau huruf p,b,d,t,h,k,g,s,sh, dan
ch. Biasanya terapi bicara sangat membantu
2.7. Tatalaksana 2.7.1. Pada anak dengan celah bibir saja Pada
umumnya bayi masih dapat melakukan hisapan baik pada dot ataupun
payudara ibu. Namun dapat merupakan masalah pertama yang terjadi.
Adanya cleft lip dan atau palate memberikan kesulitan pada bayi
untuk melakukan hisapan pada payudara ibu ataupun pada dot. Hal ini
dapat dibantu dengan penekanan lembut pada pipi bayi, karena dapat
membantu hisapan oral bayi.
2.7.2. Pada anak dengan celah palatum dengan atau tanpa celah
bibir Pada bayi atau anak dengan celah palatum akan membutuhkan
botol atau teknik pemberian ASI khusus. Pemberian asupan melalui
botol susu biasa biasanya tidak memungkinkan. Masalah utama pada
bayi dengan celah palatum adalah dengan penghisapan dan juga
formula yang dapat mengalir melalui hidung. Hal ini dapat dibantu
dengan membuat cross-cut dari ujung dot botol susu atau juga dengan
botol susu yang dapat di tekan squeeze bottle feeder atau dikenal
juga dengan Haberman Feeder. Bayi dengan celah menelan udara lebih
banyak dari bayi normal, sehingga perlu disendawakan lebih sering.
Selain itu, bayi sebaiknya diberi susu dalam posisi duduk untuk
mencegah susu keluar lagi dari hidung dan mengurangi udara yang
tertelan. Sisa susu dan makanan dapat dibersihkan dari area celah
dengan pemberian air putih atau dengan mengelap dengan kain.
Makanan padat dapat diberikan sama seperti bayinormal yaitu pada
usia 6 bulan. Apabila bayi mengalami kesulitan makan dan penambahan
berat badan tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan maka sebaiknya
dikonsultasikan ke team-feeding specialist. Target yang diharapkan
adalah intake dalam 24 jam harus > 2,5ounces/pound (500gr/KgBB)
dan setiap 1 sesi pemberian tidak boleh melebihi 30 menit karena
apabila lebih dari 30 menit maka bayi tersebut bekerja lebih berat
dan membakar kalori lebih banyak sehingga kalori untuk kebutuhan
pertumbuhannya dapat kurang. 2.7.3. Tahapan preoperasi Pada tahapan
sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai.
Patokan yang biasa dipakai adalah Rules of Ten, meliputi berat
badan > 10 pound (5kg), hemoglobin > 10g/dL, dan usia lebih
dari 10 minggu. Jika bayi belum memenuhi rules of ten, maka orang
tua perlu diberkan nasihat agar kelainan dan komplikasi tidak
bertambah parah. Misalnya dengan pemberian minum menggunakan dot
khusus atau dapat juga diberikan plester khusus yang bersifat
nonalergenik untuk melekatkan celah bibir agr tidak melebar akibat
proses tumbuh kembang yang dapat menyebabkan menonjolnya gusi ke
arah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah. Hal ini
apabila terjadi dapat menyulitkan tindakan operasi dan secara
kosmetik tidak akan sempurna. 2.7.4. Surgical Cleft Repair Dua
teknik cleft lip repair yang sering digunakan yaitu teknik Millard
dan teknik triangular randall-tennison. Teknik Millard membuat dua
flap yang berlawanan di mana pada sisi medial di rotasi ke bawah
dari kolumela untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan
sisi lateral dimasukkan kea rah garis tengah untuk menutupi defek
pada dasar kolumela. Keuntungan dari teknik rotasi Millard adalah
jaringan parut yang terbentuk berada pada jalur anatomi normal dari
collum philtral dan ambang hidung. Teknik triangular dikembangkan
oleh Tennisaon dengan menggunakan flap triangular dari sisi
lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial dari celah tepat di
atas batas vermillion, melintasi collum philtral sampai ke puncak
cupid. Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir.
Teknik ini menghasilkan panjang bibir yang baik, tetapi jaringan
parut yang terbentuk tidak terlihat alami. Dua teknik cleft palate
repair yang sering digunakan yaitu tenik von langenbeck dan teknik
V-Y pushback. 2.7.4.1. Unilateral Cleft Lip Repair Beberapa
prosedur bedah untuk memperbaiki unilateral cleft lip telah
dikemukakan dengan variasi yang beragam, antara lain Lemesurier
quadrilateral flap repair, Randall-Tennisaon triangular flap
repair, Millard rotation-advancement repair, dan Skoog and
Kernahan-Bauer upper and lower lip Z-plasty repair. Setiap teknik
tersebut bertujuan untuk mengembalikan kontinuitas dan fungsi dari
muskulus orbikularis dan menghasilkan anatomi yang simetris.
2.7.4.2. Cleft Palate Repair Teknik V-Y Push-Back Teknik V-Y
push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap
palatum unipedikel dengan dasarnya di sebelah anterior. Flap
anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior
dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang
palatum yang diperbaiki.Keuntungan: Memperpanjang palatum ke
posterior Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum lebih
panjang Kekurangan: Kemungkinan timbul fistula karena
mukoperiosteum yang tipis di antara palatum durum dan palatum molle
Meninggalkan tulang terbuka/denuded bone yang lebar pada tepi
lateral celah langit-langit. Daerah ini kemudian dapat membentuk
jaringan parut yang berperan pada konstriksi lengkung maksila Waktu
operasi lebih lama Teknik Von Langenbeck Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Von Langenbeck yang merupakan teknik operasi
tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan
teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum
molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini di
sebelah anterior dan posterior di perluas ke medial untuk menutup
celah palatum. Keuntungan: Teknik mudah dikerjakan Waktu operasi
cepat Kekurangan: Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior
sehingga kemungkinan terjadinya VPI lebih tinggi Fungsi bicara
tidak optimal 2.9. Pencegahan 2.9.1. Menghindari merokok Ibu yang
merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang
telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang
menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait
dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial.
Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika
Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah
orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. Lebih dari satu
miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya
tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan
publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya
pengendalian tembakau. Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa
tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25
tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir.
Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh
dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara
pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta
terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka 2.9.2. Menghindari
alkohol Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat
mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing
telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak
10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada
tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara
pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa
interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan
oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalambanyak penelitian
tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun
tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.
2.9.3. Nutrisi dan Suplemen nutrisi Nutrisi yang adekuat dari ibu
hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi
tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal
dari fetus. 2.9.3.1. Asam Folat Peran asupan folat pada ibu dalam
kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi
kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki
bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil
dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin
memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat
merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat
penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai
persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil
kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang
untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah
disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran
dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir
dan/atau langit-langit sumbing. 2.9.3.2. Vitamin B-6 Vitamin B-6
diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah
orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya
demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan
siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui
menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri
cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan
defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam
terjadinya celah. 2.9.3.3. Vitamin A Asupan vitamn A yang kurang
atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah
orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti
pertamayang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran
lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa
paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga
dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada
penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di
Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum
terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin
A pada masa perikonsepsional. 2.9.3.4. Suplemen Nutrisi Beberapa
usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang
dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh
hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha
pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya
kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang
dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen
multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan
penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah
efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak
mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar
dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah
mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa
produktifnya. 2.9.4. Modifikasi pekerjaan Dari data-data yang ada
dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara
celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan,
industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena
trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui
berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran
dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun
tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi
jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak,
seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani
telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
BAB IIIKESIMPULAN Kelainan kongenital atau kelainan bawaan
adalah kelainan yang terjadi dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak awal kehidupan, hasil dari konsepsi sel telur.
Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum lahir, saat lahir, ada
setelah lahir. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh kelainan
genetik. Cleft lip and palate (CLP) atau dikenal dengan
labiopalatoschisis merupakan kelainan/deformitas kongenital
tersering kedua setelah club foot di mana angka kejadiannya
mencapai 1 : 750 kelahiran. Lebih sering terjadi pada ras asia (2 :
1000), pada pria untuk kasus CLP, dan pada wanita pada kasus
isolated cleft palate. Labioschisis adalah kelainan kongenital yang
disebabkan gangguan perkembangan wajah saat embrio di mana terdapat
celah pada bibir. Palatoschisis adalah kelainan kongenital yang
disebabkan gangguan perkembangan wajah saat embrio di mana terdapat
celah di antara kedua sisi langit-langit rongga mulut.
Labiopalatoschisis dapat disebabkan kelainan yang bersifat genetik,
ataupun yang non-genetik. Faktor genetic yang sudah diketahui saat
ini adalah kelainan padakromosom 22q, kromosom 16, dan trisomi pada
kromom 13, 18, dan 21. Sedangkan faktor non-genetik meliputi
teratogen (rokok, alcohol, phenytoin, dan lain-lain), infeksi,
trauma, defisiensi nutrisi, dan gangguan endokrin. Labioschisis
diklasifikasikan menjadi celah unilateral atau bilateral
berdasarkan jumlah celah. Selain itu, berdasarkan luas celah
diklasifikasikan menjadi komplit dan inkomplit. Sedangkan
palatoschisis diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dari soft
dan hard palate. Klasifikasi berdasarkan Veau membagi menjadi 4
grup di mana pada grup I defek hanya pada soft palate, grup II
defek melibatkan hard dan soft palate, grup III defek melibatkan
soft palate alveolus (sering kali bibir), grup IV defek bilateral
komplit. Selain veau terdapat pula klasifikasi lain seperti
kernohan and stark symbolic classification ataupun International
Confederation of Plastic and Reconstructive Surgery Classification.
Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan dapat berupa masalah
menelan, bicara, dental, mendengar, pertumbuhan
kraniofasial,emosional, serta masalah kosmetik.Penanganan kecacatan
pada labiopalatoschisis tidaklah sederhana, melibatkan berbagai
unsure antara lain, ahli bedah mulut, ahli bedah plastik, ahli
ortodonti, ahli THT, speech therapist, serta anastesiologis.
Tatalaksana dari pasien dengan labiopalatoschisis secara garis
besar dibagi menjadi bedah dan non-bedah di mana terapi-terapi
tersebut saling tumpang tindih dan melengkapi dalam menangani
pasien CLP secara menyeluruh. Tatalaksana meliputi tatalaksana
pengasuhan dan asupan, tatalaksana masalah telinga, masalah bicara,
masalah gigi, masalah perkembangan psikososial, masalah genetika,
serta terapi pembedahan definitive baik pembedahan primer untuk
celah bibir dan celah palatum, ataupun pembedahan sekunder
seperti,alveolar bone graft, orthognatic jaw surgery,
pharyngoplasty VPI, serta rhinoplasty sesuai indikasi. Adapun
beberapa teknik dasar pada pembedahan yang biasa digunakan untuk
memperbaiki celah bibir adalah teknik Mallard dan Randall-Tennison.
Sedangkan pada celah palatum adalah V-Y push-back dan von
Langenbeck. Komplikasi post operatif yang biasa timbul antara lain:
obstruksi jalan napas, perdarahan, fistel palatum, midface
abnormalities, wound expansion, wound infection, malposisis
premaksila, whistle deformity, asimetri tebal bibir. DAFTAR
PUSTAKA
1. Balaji, SM. 2008. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery.
Missisipi: Elsevier. 2. Susan M, et al. Repair of Cleft Lip and
Palate. University of Michigan Medical Center. 3. Richard AH, Court
C, Barry G. 2007. Cleft Lip and Palate. Grabb and Smith's Plastic
Surgery, Sixth Edition. New York: Lippincott Williams &
Wilkins, 4. Converse JM, Hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip and
Palate, Introduction. Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed 11,
vol 4. Philadelphia: WB Saunders. 5. Sjamsuhidajat R, De jong
W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC 6. Centers for Disease
Control and Prevention. Cleft Lip and Palate. Diakses dari:
http://cdc.gov/ncbddd/bd/cleft.html pada tanggal 15 Maret 20157.
The Center for Children with Special Needs. Cleft Lip and Palate;
CriticalElements of Care. 2010. Diakses dari: http://www.cshcn.org
8.
http://www.uvm.edu/medicine/surgery/documents/CleftLipandPalate2Read-Only.pdf
9.
http://www.utmb.edu/otoref/grnds/Cleft-lip-palate-9801/Cleft-lip-palate-9801.pdf
10. Marie MT, et al. 2013. Pediatric Cleft Lip and Palate. Diakses
dari: http://emedicine.medscape.com/article/995535-overview 11.
Karmacharya, Jagajan. 2013. Cleft Lip. Diakses dari;
http://emedicine.medscape.com/article/877970-overview 12. Ted LT,
et al. 2013. Cleft Lip and Palate and Mouth and Pharynx
Deformities. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/837347-overview 13. Peter DW,
et al. 2013. Plastic Surgery for Cleft Palate. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1280866-overview