BAB I PENDAHULUAN Saat ini kanker masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit kanker dapat disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan pengurangan penderitaan. 1 Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui. Kanker kolorektal adalah kanker usus besar yang tersebar diseluruh dunia. Kanker kolorektal ini sering ditemukan dalam masyarakat dan merupakan salah satu kanker yang dapat disembuhkan 1 Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama : 1995.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini kanker masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat
masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun
organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit kanker dapat
disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan sepertiga lainnya
dapat dilakukan pengurangan penderitaan.1
Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat
ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita
kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini
terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang
perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.
Kanker kolorektal adalah kanker usus besar yang tersebar diseluruh dunia. Kanker
kolorektal ini sering ditemukan dalam masyarakat dan merupakan salah satu kanker yang dapat
disembuhkan dan dicegah perkembangannya. Teknologi dan kemampuan untuk menemukannya
dalam stadium dini telah banyak dimiliki oleh Rumah Sakit di Indonesia. Sudah selayaknya kita
berusaha meningkatkan pemahaman tentang penyakit ini sehingga upaya menemukan kasus
dalam stadium dini dapat tercapai.
Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat
ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita
kanker lanjut baru datang ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini
terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang
perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.
1 Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama : 1995.
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat
pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua
kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia
terdapat kenaikan jumlah kasus. Data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk di
negara barat, perbandingan insiden laki-laki : perempuan = 3 : 1, kurang dari 50 % ditemukan di
rektosigmoid, dan merupakan penyakit usia lanjut. Eropa sebagai salah satu negara maju dengan
angka insiden kanker kolorektal yang tinggi. Pada tahun 2004 terdapat 2.886.800 insiden dan
1.711.000 kematian karena kanker, kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada angka
insiden dan mortalitas.
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi
A. Anatomi Colon
Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berrongga dengan panjang sekitar 1,5
m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga canalis analis. Diameter usus besar sekitar 6,5 cm
(2,5 inchi), tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.2
Gambar anatomik sistem digestivus
2 Sjamsuhidayat, R, Jong, WD, „Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi II, EGC. Jakarta : 2005.
3
Usus besar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
Caecum
Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon
ascendens. Caecum terletak dalam kuadrn kanan bawah, yakni dalam fossa iliaca.
Biasanya hampir seluruh caecum diliputi oleh peritoneum dan dapat diangkat dengan
mudah, tetapi caecum tidak memiliki mesenterium.
Kolon
Colon ascendens melintas dari caecum ke arah kranial pada sisi kanan cavitas
abdominalis ke hepar, dan membelok ke kiri sebagai flexura coli dextra. Colon ascendens
terletak retroperitoneal sepanjang sisi kanan dinding abdomen dorsal, tetapi di sebelah
ventral dan pada sisi-sisinya tertutup oleh peritoneum. Perdarahan colon ascendens dan
flexura coli dextra melalui arteria ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri
mesenterica superior.
Colon transversum adalah bagian intestinum crassum terbesar dan paling mobil.
Bagian ini melintasi abdomen dari flexura coli dextra ke flexura coli sinistra, dan disini
membelok ke arah kaudal menjadi colon descendens. Perdarahan arterial colon
transversum terutama melalui arteri colica media, cabang arteria mesenterica superior,
dan melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Saraf-saraf berasal dari plexus
mesentericus superior dan mengikuti arteria colica dextra dan arteria colica media. Saraf
ini membawa serabut saraf simpatis dan parasimpatis (vagal).
Colon descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra dan beralih
menjadi colon sigmoideum. Peritoneum menutupinya di sebelah ventral dan lateral, dan
menetapkannya pada dinding abdomen dorsal.
Colon sigmoideum, jerat usus berbentuk S dengan panjang yang variabel,
menghubungkan colon descendens dengan rektum. Colon sigmoideum meluas dari tepi
pelvis sampai segmen sacrum ketiga, untuk beralih menjadi rectum. Berakhirnya taenia
coli menunjukkan permulaan rectum. Peralihan rektosigmoid (rectosigmoid junction)
terletak kira-kira 15 cm dari anus.
4
B. Anatomi Rektum
Ke arah proksimal rectum sinambung dengan colon sigmoideum dan ke arah distal
dengan canalis analis. Rectum berawal ventral dari vertebra sacrum ke tiga, mengikuti
lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di sebelah ventrokaudal ujung os
coccygis dengan beralih menjadi canalis analis. Bagian akhir rectum yang melebar ialah
ampulla recti yang menopang dan menyimpan massa tinja. Rectum berbentuk S dan
memiliki tiga lengkungan yang tajam.
Perdarahan arterial melalui arteria rectalis superior, lanjutan dari arteria mesenterica
inferior, memasok darah pada bagian proksimal rectum. Kedua arteria rectalis media
mengantar darah ke rectum bagian tengah dan bagian distal, dan arteria rectalis inferior
mengatur perdarahan bagian distal rectum.
5
Gambar perdarahan pada rektum
Darah disalurkan kembali melalui vena rectalis superior, vena rectalis media dan vena
rectalis inferior. Persarafan rectum berasal dari sistem simpatis dan sistem parasimpatis
Persarafan simpatis berasal dari truncus simphaticus bagian lumbal dan plexus hypogastricus
superior (nervus presacralis) melalui plexus-plexus sekitar cabang arteria mesenterica inferior.
Persarafan parasimpatis berasal dari nervi splancnici pelvici (nervi erigentes).
2.2 Fisiologi
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dextra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
6
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorbsi sekitar 800
ml air per hari, berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 gram.3
Mukosa usus besar terdiri dari kriptus dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri
hampir seluruhnya (paling banyak pada permukaannya ) atas sel-sel goblet yang menghasilkan
mukus pelumas. Epitel-epitel lain mempunyai batas bersilia dari mikrovilus yang merupakan
ungkapan akan faal penyerapan air yang besar.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi, seperti mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana
seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh
bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (CO2). Pembentukan berbagai gas seperti NH3,
CO2, H2, H2S, dan CH4 membantu dalam pembentukan gas (flatus) dalam kolon. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang juga
berperan dalam pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal dihasilkan 1000
ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan), dan
pada peningkatan gas pada lumen usus.
Isi usus digerakkan secara lambat. Gerakan usus yang khas adalah pengadukan haustral.
Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk
mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-
balik dan meremas-remas. Terdapat dua jenis peristatik propulsif, yaitu :
Kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menymbat beberapa haustra
Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, dan akhirnya merangsang
3 Simadibrata. Karsinoma kolon rektum. Dalam: Suparman (ed) Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI : 1458
7
BAB III
KARSINOMA KOLORECTAL
3.1 Definisi4
Kanker kolorectal sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan
relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta
merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke
organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
Gambar tumor pada kolon
4 www.dharmais.co.id, Waspada Kanker Kolorektal di akses 12 november 2012
Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan submukosa
yaitu : Penetrasi, ekspansi ke samping dan penyebaran superficial.
1. Tipe Penetrasi
Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang perivaskuler
saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan diameter sama atau lebih
kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan submukosa membentuk massa
yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar.
2. Ekspansi Kesamping
Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm, sebelum
terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor akan menonjol
sebagai akibat penekanan tumor.
3. Penyebaran Superficial
Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan
13
3.6 Gambaran Klinis
Kanker kolorektal merupakan akhir dari suatu proses perubahan menuju kanker dari
mukosa usus besar normal yang memakan waktu sdikitnya 10 tahun. Perubahan berjalan
perlahan, oleh karenanya tidaklah mengherankan pabila acapkali dijumpai penderita kanker
kolon tanpa gejala atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang
muncul dapat berkaitan dengan saluran cerna.
Gejala yang berkaitan dengan saluran cerna
Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita ( 22% s/d 65%)
keluhan ini lebih sering berhubungan dengan kanker kolon bukan dengan kanker rektum.
Perdarahan peranus sebagai keluhan pertama dikeluhkan oleh separuh penderita (34% - 60%).
Gejala dapat berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai dengan tinja, dalam jumlah
yang banyak atau sedikit hanya menempel pada kertas tissue. Bila darah berwarna maron
memperlihatkan sumber perdarahan berasal dari Usus besar bagian atas dari studi kolonoskopi
pada 145 penderita berusia lebih dari 40 tahun yang dikirim dokter paraktik karena riwayat
perdarahan, didapatkan penderita kanker kolon sebesar 10,3%.
Mencret dan mejen dikeluhkan oleh 22% s/d 58% penderita. Keluhan lain yang perlu
diperhatikan pula adalah perubahan bentuk tinja seperti pensil, buang air besar tidak lampias dan
rasa mual berlebihan.
Gejala Umum
Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan tersebut
disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada penderita anemia
kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker kolorektal.
Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa 20%
s/d 40% penderita kanker kolorektal tidak memberikan gejala atau tanda spesifik.
14
Gejala Ekstrakolon
Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ yang
jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadang-kadang dapat
muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain, muncul gejala yang
susuai dengan tempat terjadinya metastasis.
3.7 Diagnosis
Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal sangat bergantung kepada gejala
klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam kondisi gawat yang segera
memerlukan tindakan pembedahan sehingga diagnosis dapat segera dibuat, atau kadang-kadang
diagnosis dapat dibuat hanya melalui pemeriksaan colok dubur.
Pengamatan saluran cerna dapat dilakukan dengan pemeriksaan barium enema atau
kolonoskopi dengan serat lentur. Namun demikian banyak dokter memilih pemeriksaan
kolonoskopi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sensitifitas dan spesifitasnya untuk
mendiagnosa keganasan, selain itu dapat pula dilakukan tindakan endoskopi terapi seperti reseksi
lesi bila diperlukan. Pertimbangan lain adalah biaya relatif murah.
Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker
kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus dikerjakan.
Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu
kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos polip
jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker juga dapat ditemukan pada
2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi dapat berubah. Apabila tindakan
operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi.
3.8 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada karsinoma rectum, untuk mengetahui adanya lesi metastastik
termasuk pembesaran nodus lymfatikus atau hepatomegali.
Pemeriksaan rectum digital (Digital rectal examination) atau recral toucher
15
o Pemeriksaan yang mudah dilakukan untuk mengetahui adanya lesi yang
abnormal, yaitu melakukan rectal toucher, batas yang dapat dicapai oleh jari
sekitar 8 cm dari linea dentate.
o Dari pemeriksaan ini dapat diketahui ukuran tumor, ulcerasi, adanya pembesaran
nodus limfatikus pararektal.
o Rectal toucher dapat pula mengetahui fungsi sphincter ani, hal ini penting untuk
mengetahui terapi pembedahan yang akan diambil.
3.9 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
o Pemeriksaan laboraturium rutin, termasuk hematology komplit, kimia serum, tes
fungsi liver dan ginjal dan tes carcinoembryonic antigen (CEA) serta tes cancer
antigen (CA) 19-9, yang berguna sebagai monitoring penyakit.
o Skrinning hematology komplit, untuk mengetahui adanya hiprokromik, anemia
mikrositik, dan suspek defisiensi besi.
o Tes fungsi hati biasanya dilakukan sebelum pembedahan, hasilnya biasanya
normal walaupun terdapat mikro metastase ke hati.
o Tes CEA yang dilakukan pada pasien kanker rectal untuk mengetahui prognosis
pasien. Bila CEA lebih besar dari 100 ng/mL biasanya diindikasikan adanya
metastase dari kanker rectal.
16
Pemeriksaan lainnya
o Rigid proctosigmoidoskopi
Rigid proctosigmoidoskopi dapat dilakukan tanpa menggunakan anestesi,
secara langsung dapat diketahui gambaran lesi, ukuran dan derajat
obstruksi.
Pemeriksaan ini dapat langsung melakukan biopsy pada lesi tersebut, dan
dapat mengetahui secara tepat jarak lesi dari linea dentate, hal ini penting
untuk mengetahui teknik pembedahan yang akan dilakukan.
o Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound (ERUS), merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui dalamnya invasi kanker rectal secara tepat (tingkat accurasi
72-94 %).
Ketepatan dalam mendeteksi pembesaran nodus limphatikus, sekitar 73-86
%.
o Pemeriksaan untuk mengetahui adanya metastase
Radiogarafi thoraks : untuk mengetahui adanya metastase ke paru-paru,
maupun untuk mengetahui adanya underlying disease, seperti emfisema.
CT scan
- CT scan dapat menetahui adanya lesi pada liver, kelenjar adrenal,
ovarium, nodus limphatikus dan organ-organ lainnya. Bila CT scan
dikombinasi dengan angiografi dapat mengetahui 95 % akurat
adanya metastase pada liver.
- Apabila ditambahan dengan kontras enema, maka CT scan dapat
mengetahui dalamnya penetrasi tumor secara akurat (84 %). Dan
dapat mendeteksi pembesaran nodus lymphatikus yang lebih besar
dari 1 cm (75 % kasus).
- CT scan berguna untuk dalam pemilihan kemoterapi preoperative.
17
MRI
- MRI merupakan tes yang sangat sensitive untuk mengetahui
adanya metastase ke liver.
Positron emission topography : keuntungan terbesar dalam penggunaan
positron emission tomography (PET) scan dapat membedakan rekurensi
tumor dengan jaringan scar.
CEA scan : jika radiografi lain tidak dapat mendeteksi daerah metastase,
maka CEA scan dapat digunakan. Radioimmunoscintigraphy, CEA scan
dapat menggunakan antibody radiolabel, namun tes ini bukan merupakan
pemeriksaan rutin dan masih merupakan controversial.
3.10 Pemeriksaan skrining
Proses transformasi malignansi dari adenoma menjadi karsinoma membutuhkan waktu
beberapa tahun. Tujuan dari skrinning mengeradikasi kanker potensial ketika masih
dalam stadium jinak.
Skrining dilakukan pada orang dewasa berusia ≥ 50 tahun.
o Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui
pemeriksaan struktural jika memungkinkan.
o Pemeriksaan feses kurang efektif dalam prevensi kanker kolon dibandingkan
pemeriksaan struktural. Pemeriksaan feses hanya efektif jika dilakukan secara
rutin, dan jika terdapat kelainan, perlu dilakukan kolonoskopi.
o Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari
3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa
gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas
kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.
o Pilihan pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan FIT (fecal immunochemical test)
tiap tahun. Dua tes lebih optimal dibandingkan 1 tes. Jika hasilnya positif, maka
dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
18
o Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan
karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker
kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini
membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.
o Pemeriksaan FSIG (flexible sigmoidoscopy) untuk memeriksa rektum, sigmoid,
dan kolon desenden setiap 5 tahun merupakan pilihan deteksi kanker kolorektal
dan polip. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan yaitu gFOBT highly sensitive
atau FIT tiap tahun. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
o Pemeriksaan kolonoskopi tiap 10 tahun dapat menjadi pilihan skrining kanker
kolorektal dan polip.
o Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil
abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.
o Pemeriksaan CTC (computed tomographic colonography) tiap 5 tahun merupakan
pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran ≥
6mm merupakan indikasi kolonoskopi.
o Setiap pilihan skrining mempunyai keunggulannya sendiri dan telah terbukti
bersifat cost-effective, berhubungan dengan risiko dan keterbatasannya masing-
masing. Pilihan skrining didasari pada pilihan pasien dan ketersediaan sarana.
3.11 Staging
a. Staging kanker colon
Dua klasifikasi yang sering digunakan yaitu TNM ([primary] tumor, [regional lymph]
node, [remote] metastasis) staging dan the Dukes classification.
19
A comparision of TNM and Dukes' Classification
Key for TNM StagingPrimary Tumor (T)TX – primary tumor cannot be assessedT0 – no evidence of primary tumorTis – carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina propriaT1 – tumor invades submucosaT2 – tumor invades muscularis propriaT3 – tumor invades through muscularis propria into subserosa or into nonperitonealized pericolic or perirectal tissuesT4 – tumor directly invades other organs or structures and/or perforates visceral peritoneum
Regional Lymph Nodes (N)NX – regional lymph nodes cannot be assessedN0 – no regional lymph node metastasisN1 – metastasis in one to three regional lymph nodesN2 – metastasis in four or more regional lymph nodes
Distant Metastases (M)MX – distant metastasis cannot be assessedM0 – no distant metastasisM1 – distant metastasis