EDISI PERTAMA BUKU SAKU ACHMAD ZAKI OSTEARTHRITIS LUTUT CELTICS PRESS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EDISI PERTAMA
BUKU SAKU
ACHMAD ZAKI
OSTEARTHRITIS LUTUT
CELTICS PRESSUNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BUKU SAKU OSTEOARTHRITIS LUTUT
Diterbitkan oleh:Celtics Press
Jalan Wijaya No.5 Lembang, Bandung 403910856 2434 2230 / 0812 90 76 76 26
Bekerja sama dengan:Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip, memperbanyak dan
menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit
Penulis:dr. Achmad Zaki, M. Epid., SpOT.
Ilustrator:Abdilla Apriyandi, S.Seni
Desain Sampul: Richard Chandra, drPenata Isi: Muhammad Mukhlis F. A.. dr
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT):Zaki, Achmad. 2013. Buku Saku Osteoarthritis Lutut. Cetakan Ke-1, Bandung: Celtics Press.70 hlm, 14 x 21 CmISBN: 978-602-7889-21-7
“Dalam tubuh manusia terdapat 360 ruas tulang yang harus
dikeluarkan sedekahnya untuk setiap ruas tulang tersebut.”
Para sahabat bertanya : “ Siapakah yang mampu melak-
sanakan seperti itu, ya Rasulullah ?” beliau bersabda : “
Dahak yang ada di masjid lalu dipendam ke tanah, mem-
buang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti
sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan
hal itu semua, cukuplah engkau mengerjakan 2 rakaat sholat
dhuha.“
HR Ahmad 21920
4
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr, Wb,
Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil’alamin, akhirnya Buku Saku Ostearthritis Lutut dapat diterbitkan.
Osteoarthritis saat ini menjadi salah satu penyakit tidak menular terkait muskuloskeletal yang banyak ditemukan di masyarakat. Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia mengakibatkan semakin banyaknya penduduk usia lanjut. Sehingga semakin berkembang pula penyakit degeneratif. Bertambahnya aktivitas keseharian masyarakat terutama segmen menengah (middle-class society) tanpa diiringi perbaikan pada pola hidup sehat, juga menjadi salah satu faktor risiko bertambahnya insiden Osteoarthritis di masyarakat.
Sehingga menjadi suatu keharusan bagi seorang dokter untuk dapat mengidentifikasi, mendiagnosis dan selanjutnya memberikan terapi secara paripurna sesuai tahap rujukan pada pasien-pasien dengan masalah osteoarthritis.
Semoga buku kecil ini dapat memotivasi, menginspirasi, memandu, dan mengarahkan sejawat dalam menangani pasien osteoarthritis
5
Kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu tersusunnya buku saku ini. Khususnya pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung baik moral maupun materiil sehingga dapat diterbitkannya buku saku Osteoarthritis Lutut edisi pertama ini. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta bertujuan mencetak dokter muslim yang paripurna. Penyakit terkait sistem muskuloskeletal termasuk didalamnya Osteoarthritis lutut, dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ibadah seorang muslim sebagai tujuan dari penciptaan manusia.
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun
“Dan tidaklah diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (kepada Allah swt)” QS 51 : 56
Sehingga merupakan keniscayaan bagi seorang dokter muslim pada khususnya untuk berusaha dengan segala daya dan upaya, melakukan tatalaksana suatu masalah kesehatan secara komprehensif, sehingga pasien tersebut dapat kembali beribadah secara sempurna.
Mohon maaf bila ada kesalahan dan ketidaksesuaian yang mungkin ditemukan. Kritik, usulan , dan saran dari sejawat sekalian sangat membantu kami dalam penulisan buku ini. Terima kasih dan selamat bekerja.
Khairunnasi ‘anfauhum linnas
Wa’alaikumsalam wr.wb,
dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT
6
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR ........................................................................ 4DAFTAR ISI ...................................................................................... 6PENDAHULUAN ..............................................................................7
BAB I ................................................................................................. 9DEFINISI ................................................................................................... 9ANATOMI .............................................................................................. 11FISIOLOGI SENDI LUTUT ........................................................................ 12INSIDEN .................................................................................................17ETIOLOGI ............................................................................................... 18KLASIFIKASI OA ...................................................................................... 18PATOFISIOLOGI ...................................................................................... 21GEJALA DAN TANDA KLINIS ................................................................... 26DIAGNOSIS BANDING ............................................................................ 32
BAB 2 TINDAKAN PREVENTIF ................................................. 35PENCEGAHAN PRIMER .......................................................................... 35PENCEGAHAN SEKUNDER ..................................................................... 37
BAB 3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF .................................. 38TATA LAKSANA NON-OPERATIF ............................................................. 40
Edukasi .......................................................................................... 40Fisioterapi dan Terapi Fisik ........................................................... 40Mengurangi Beban ....................................................................... 41Obat-obatan analgesik ................................................................. 42Penggunaan NSAID dan Aspirin dosis rendah ............................. 44Terapi Intra-Artikuler .................................................................... 46
TATA LAKSANA OPERATIF ...................................................................... 48Artroskopi ..................................................................................... 50Osteotomi ..................................................................................... 51Artroplasiti .................................................................................... 51Artrodesis ..................................................................................... 52
PEDOMAN TATA LAKSANA OSTEOARTHRITIS (AAOS) ........................... 52
BAB 4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTRITIS ............... 57OBAT-OBAT PENUNJANG DAN ALTERNATIF .......................................... 57Glukosamin ........................................................................................... 58Kondroitin ............................................................................................. 60
INDEX ............................................................................................. 64
7
PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit peradangan sendi
yang paling sering ditemukan. Diperkirakan 15% dari
seluruh populasi terkena dampak penyakit ini. OA dianggap
merupakan suatu kondisi kegagalan organ (sendi sinovium)
dibandingkan suatu kondisi penyakit kartilago atau tulang.
Saat ini OA merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab
disabilitas di negara berkembang. Insiden dan prevalensi OA
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Pandangan dan pemahaman yang benar terhadap gejala
dan tanda OA sangat penting bagi seorang dokter, untuk
menghindari misinterpretasi dari penyakit ini. Kesalahan
diagnosis dapat mengakibatkan terapi yang tidak diperlukan
atau tidak tepat. Pemberian terapi Non-Steroid Anti-
Inflammation Drugs (NSAID) pada kerusakan mekanis yang
terjadi pada OA dapat efektif mengurangi gejala, namun
tidak dapat menghentikan proses yang mendasari terjadinya
OA tersebut. Sehingga diperlukan terapi multi-modalitas
untuk dapat mengatasi masalah terkait OA secara paripurna.
Berbagai modalitas terapi saat ini banyak tersedia, termasuk
8
yang tergolong dalam kategori Complementary and Alternative
Medicine (CAM). Namun tentunya seorang klinisi harus
berpedoman pada Evidence Based Medicine (EBM) dalam
memberikan terapi. Dalam hal ini, cara pandang seorang
klinisi dalam penatalaksanaan OA, baik pencegahan,
diagnostik dan terapi adalah hal yang penting.
Daftar pustaka
1. Solomon, Louis, et.al. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures. 8th Ed. Oxford University Press Inc,
2001.
2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries
of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 1999.
3. Marie L Misso, Veronica J Pitt, Kay M Jones, et al.
Quality and consistency of clinical practice guidelines
for diagnosis and management of osteoarthritis of
the hip and knee:a descriptive overview of published
guidelines
BAB 1
9
1. DEFINISI
Osteoarthritis (OA) (dari kata latin osteo : tulang, arthro :
sendi, itis: inflamasi) merupakan proses terjadinya inflamasi
kronik pada sendi sinovium, dan kerusakan mekanis pada
kartilago sendi dan tulang. Berlangsungya proses perlunakan
dan disintegrasi tulang rawan sendi secara progresif, disertai
dengan pertumbuhan baru tulang dan tulang rawan pada
perbatasan sendi (osteofit). Terjadinya pembentukan kista
dan sklerosis pada tulang sub-chondral, disertai sinovitis
ringan dan fibrosis kapsuler.
Kasus OA seringkali disebut sebagai penyakit weight-bearing
joint (misal pinggul dan lutut). Karena sebagian besar
pembebanan pada sendi sinovium bukan dari massanya
melainkan dari kontraksi pada otot periartikular. Suatu
kondisi yang juga dapat mengakibatkan gangguan pada otot
periartikular. Karenanya kasus OA lebih tepat dianggap
sebagai penyakit load-bearing joint.
Semua pasien memiliki sendi yang berisiko mengalami OA,
namun peluang untuk terjadinya OA tergantung kepada
abnormalitas struktur, dan kemampuan untuk melindungi
sendi dari tekanan mekanis yang berlebihan.
1
10
Gambar 1. A
natomi Sendi Lutut (Properti Pribadi)
1
11
2. ANATOMI
Sendi adalah penghubung 2 tulang agar dapat digerakkan.
Sendi terdiri atas beberapa struktur diawali dengan:
1. Sendi synovial (diatrodial) terletak pada ujung dari
dua tulang yang saling berhubungan.
2. Kartilago artikular yang sangat halus (friksi minimal)
menutupi ujung tulang yang saling meluncur satu
sama lain. Dapat terjadi cedera yang menyebabkan
rasa nyeri, degenerasi dan disfungsi
3. Tulang Subkondral: tulang tebal penyokong dan
terdapat langsung dibawah kartilago artikular.
Gambaran pada foto polos x-ray berupa radio-opaque
dan memiliki hipodense (hitam) pada MRI
4. Synovium: membran dalam yang memanjangi kapsula
sendi; penghasil cairan synovial (filter plasma);
plica (lipatan) synovial terbuat nomal namun dapat
menjadi patologik.
Kata Kunci : • OA adalah penyakit gangguan sendi tersering• Merupakan kondisi kronik dari sendi sinovium
yang menyebabkan nyeri dan kaku dan kadang dengan inflamasi dan pembengkakan
• Hasil dari hilangnya kartilago dan termasuk juga struktur dari sendi
1
12
5. Kapsula : bagian lapisan luar, mengelilingi dan
menyokong ujung kedua tulang pada orientasi yang
tepat; penebalan pada kapsul (ligamentum kapsular)
menjaga stabilitas sendi
6. Cairan synovial : plasma ultrafiltrasi ; mengandung
asam hialuronik, lubrikan, proteinase, dan kolagenase;
fungsi: 1. Lubrikasi sendi, 2. Nutrisi untuk kartilago
artikular (Meniskus, TFCC), 3. Evaluasi laboratorium
penting untuk penilaian proses intraartikular.
7. Lain-lain : sendi kadang memiliki struktur tambahan,
termasuk ligamentum (ACL, PCL), tendon (bisep,
popliteal), penyokong struktur (meniscus, TFCC,
diskus artikularis).
Kartilago
1. Hialin: terdapat di kartilago artikular pada sendi
synovial, mengandung kolagen tipe II.
2. Serat Kartilago: terdapat di meniscus, TFCC,
diskus vertebral, diskus artikulars (sendi
akromikroklavikular); mengandung kolagen tipe I.
(Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed., Basic science, 2010. Pg. 16)
3. FISIOLOGI SENDI LUTUT
Sendi lutut merupakan sendi yang sangat kompleks, yang
dapat bergerak dan memungkinkan seseorang berjalan, dan
1
13
juga dapat menahan beban tubuh dalam proporsi yang besar.
Sendi lutut dikatakan sebagai sendi engsel karena struktur
dan lingkup gerak sendi yang menyerupai engsel.
Fungsi dasar sendi lutut adalah:
1. Memberikan stabilitas untuk tumpuan berat badan;
2. Memungkinkan terjadinya mobilitas/gerakan pada
tungkai;
3. Meneruskan/mentransmisi beban dari tubuh bagian
atas dan paha ke tungkai bawah.
Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi lutut adalah fleksi
dan ekstensi, dan pada beberapa posisi tertentu, rotasi
eksternal dan internal juga dapat dilakukan. Gerakan rotasi
sendi lutut dapat terjadi saat sendi sedikit fleksi. Gerakan ini
terjadi terutama antara tibia dan meniskus, dan paling bebas
bergerak saat tungkai bawah fleksi pada sudut tertentu
terhadap paha. Posisi istirahat/netral sendi lutut adalah
sedikit fleksi (10°).
Pada posisi ekstensi penuh, atau saat posisi berdiri, sendi
lutut bersifat lebih rigid/kaku karena kondilus medial tibia,
yang lebih besar daripada kondilus lateral, berada di depan
kondilus femoral medial, sehingga mengunci sendi. Langkah
pertama gerakan fleksi dari sendi lutut yang ekstensi penuh
adalah membuka kunci sendi atau rotasi internal. Gerakan
ini terjadi karena kerja otot popliteus, yang berasal dari
sisi lateral kondilus lateral femur, melewati kapsul sendi di
1
14
bagian posterior, dan masuk di belakang proksimal tibia.
Lingkup gerak sendi lutut berkisar 0-140°.
Saat tubuh berdiri dalam posisi tegak, berat badan akan
menumpu pada garis vertikal yang akan jatuh melewati tepat
bagian tengah sendi lutut. Hal itu menyebabkan terjadinya
overekstensi sendi lutut. Namun hal ini dapat dicegah
dengan adanya daya tegang dari ligamen krusiatum anterior,
popliteal oblik, dan kolateral.
Gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut berbeda dengan
tipikal sendi engsel lainnya, karena pada sendi lutut:
a. aksis saat sendi bergerak tidak tetap, tetapi berpindah
ke depan saat gerakan ekstensi dan ke belakang saat
gerakan fleksi;
b. awal gerakan fleksi dan akhir gerakan ekstensi juga
diikuti oleh gerakan rotasi yang berkaitan dengan
fiksasi tungkai pada posisi yang memberikan stabilitas
optimal.
Otot utama yang bekerja pada sendi lutut adalah:
a. ekstensor otot quadriceps femoris (rektus femoris,
vastus medialis, vastus lateralis, vastus intermedialis);
b. fleksor otot hamstring, yang dibantu oleh otot
gracilis, gastrocnemius, dan sartorius;
c. rotator medial otot popliteus.
1
15
Ekstensi tungkai pada paha merupakan hasil kerja otot
quadriceps femoris. Sedangkan gerakan fleksi dihasilkan
oleh kerja otot biceps femoris, semitendinosus, dan
semimembranosus, yang dibantu kerja otot gracilis,
sartorius, gastrocnemius, popliteus, dan plantaris. Gerakan
rotasi eksternal dapat terjadi karena otot biceps femoris,
dan rotasi internal disebabkan oleh otot popliteus,
semitendinosus, semimembranosus, sartorius, dan gracilis.
Otot popliteus bekerja terutama pada permulaan gerakan
fleksi sendi lutut. Karena kontraksi otot tersebut, tungkai
akan bergerak rotasi internal, atau apabila tibia dalam posisi
terkfiksasi, paha akan bergerak rotasi eksternal.
Gerakan rotasi sendi lutut dapat terjadi karena adanya
gerakan berputar antara proksimal tibia dengan kondilus
femoral dan pergeseran meniskus yang mengikuti gerakan
kondilus femoral. Rotasi sendi lutut hanya dapat terjadi
apabila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Luas lingkup rotasi
eksternal lebih besar daripada rotasi internal. Gerakan rotasi
eksternal dibatasi oleh tegangan pasif otot popliteus.
Saat pergerakan terjadi, meniskus juga ikut bergeser dan
bergerak ke posterior saat gerakan fleksi dan ke anterior
saat gerakan ekstensi. Saat gerakan rotasi, meniskus akan
mengikuti gerakan kondilus femoral. Pergeseran meniskus
akan bertambah apabila sendi dalam kondisi menahan
beban.
1
16
Stabilitas sendi lutut bergantung pada kekuatan otot dan
ligamen yang menyusunnya. Dari kedua organ tersebut,
otot merupakan faktor yang lebih penting. Apabila otot
quadriceps femoris terbentuk baik, maka fungsi sendi
lutut akan terjaga meskipun ada cedera ligamen. Ligamen
memberikan kekuatan dan stabilitas pada sendi lutut.
1. Ligamen kolateral medial memberikan stabilitas di
dalam sendi lutut;
2. Ligamen kolateral lateral memberikan stabilitas di
luar sendi lutut;
3. Ligamen krusiatum anterior membatasi rotasi dan
gerakan tibia ke depan, stabilisasi anteromedial sendi
lutut saat ekstensi;
4. Ligamen krusiatum posterior membatasi gerakan
tibia ke belakang dan stabilisasi anterolateral sendi lutut
saat fleksi.
Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan mengurangi
friksi antara tulang dan otot penyusun sendi lutut. Selain
itu, patella juga dapat meningkatkan tumpuan mekanik
otot quadriceps. Meniskus berfungsi sebagai shock-absorber
dan bantalan sendi lutut. Meniskus dapat menahan beban
sampai 40-70% dari beban yang diberikan pada sendi lutut.
Meniskus juga memberikan struktur tibial plateau yang lebih
dalam/kokoh sebagai bagian dari stabilitas sendi. Selain
meniskus, terdapat cairan sendi sinovial yang juga berfungsi
1
17
sebagai shock-absorber dan mengurangi friksi. Bursa sendi
juga memiliki fungsi untuk mengurangi friksi saat sendi
lutut bergerak.
Daftar Pustaka
1. Gray, Henry. Anatomy of the Human Body. 20th
Edition. New York: Bartleby.com, 2000.
2. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. 11th Edition. Oxford:
Blackwell Publishing Ltd, 2006.
3. Chai, Huei-Ming. The Knee Complex. Downloaded
from http://www.pt.ntu.edu.tw/hmchai/Kines04/
KINlower/Knee.htm (September 29th,2013).
4. Quinn, Elizabeth. Knee Anatomy and Physiology.
Downloaded from http://sportsmedicine.about.
com/od/kneepainandinjuries/a/Knee_Anatomy.htm
(September 29th,2013).
5. Anonymous. Anatomy of the Knee and Its
Function. Downloaded from http://pain.com/
librar y/2011/11/10-anatomy -knee- function/
(September 29th,2013).
4. INSIDEN
Penyakit degeneratif merupakan tipe artritis tersering
dibanding penyakit artritis lainnya. Di Amerika, diperkirakan
orang berumur di atas 60 tahun, 25% perempuan dan 15%
pria akan memiliki gejala yang berkaitan dengan penyakit
sendi degeneratif. Setelah berumur di atas 5 tahun, lebih dari
80% wanita dan pria akan terkena.
1
18
5. ETIOLOGI
a. Umum, berbagai macam OA dimulai dengan masalah
mekanik pada sendi.
b. OA merupakan manifestasi dari upaya penyembuhan
sendi dan memperbaiki biomekanik abnormal sendi.
c. Proses OA dapat menyebabkan nyeri sendi tetapi
sering mengarah ke kondisi stabil, nyeri sendi yang
minimal.
6. KLASIFIKASI OA
OA diklasifikasikan sebagai OA primer (idiopatik) dan OA
sekunder karena sebab lain.
OA primer (idiopatik) merupakan OA yang terjadi akibat
proses degeneratif yang berlangsung seiring bertambahnya
usia. Proses perusakan tulang rawan sendi ini dapat
dipercepat pada orang-orang yang mempunyai faktor risiko
genetik, ataupun pada orang-orang yang aktivitasnya
mempergunakan sendi-sendinya secara berlebihan. Obesitas
merupakan salah satu faktor risiko yang mempercepat
degenerasi pada sendi-sendi weight-bearing, terutama pada
sendi lutut.
OA primer dapat terlokalisir pada sendi-sendi tertentu, dan
biasanya digolongkan sesuai sendi yang terkena dampaknya,
misalnya OA lutut, OA sendi panggul, OA sendi tangan dan
1
19
kaki. Jika OA primer melibatkan beberapa sendi, maka dapat
disebut sebagai OA generalisata primer.
OA dapat terjadi sekunder akibat adanya penyakit,
deformitas, ataupun mekanisme trauma yang mengubah
microenvironment pada sendi dan mempercepat kerusakan
dari tulang rawan sendi.
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan OA sekunder
antara lain:
Masalah Kasus
Kelainan kongenital pada sendi
• clubfeet • displasia sendi panggul
Infeksi dari sendi • septik artritis, TBC sendi
Inflamasi non-spesifik pada sendi
• artritis rheumatoid • ankylosing spondylitis
Artritis metabolik • gout, pseudogout
Hemartrosis berulang • Hemophilia
Trauma pada sendi • fraktur mayor• robekan meniscus • trauma minor berulang
(stress okupasional pada sendi)
Deformitas/malalignment pada sendi
• genu valgum • genu varum
Instabilitas sendi • robeknya atau laxity dari ligamen,
• subluksasi• kapsul sendi yang teregang
1
20
Faktor Patogenik Osteoartritis
Diagram 1. Faktor Patogenik Osteoarthritis (Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed.,
Basic science, 2010.)
1
21
7. PATOFISIOLOGI
Komposisi matriks ekstraseluler pada tulang rawan sendi
berperan penting dalam menyokong fungsi sendi sebagai
penahan beban mekanik. Degradasi komponen matriks
merupakan mekanisme utama terjadinya OA, dimana terjadi
kerusakan matriks ekstraselular pada tulang rawan sendi,
sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Gambar 2. Skema Patofisiologi OA
Kartilago Artikular
Perubahan awal biokimia pada penyakit sendi degeneratif
selalu diawali dari kartilago artikular, dimana hilangnya
proteoglikan dari matrix sehingga kartilago melunak
(chondromalacia) dan hilangnya elastisitas normal yaitu
kemampuannya untuk shock absorbing. Ditambah kandungan
kolagen berkurang sehingga mudah terjadi friksi dari fungsi
sendi. Hal ini menyebabkan lapisan tangensial kartilago
1
22
berakselerasi dan bagian vertikal dalamnya berpisah, dengan
konsekuensinya terjadi fissuring dan fibrillation.
Karakteristik fenomena pada OA banyak disebabkan aktivitas
selular dan metabolik pada kartilago, tidak saja bertambah
selularitas sel tetapi kondrosit tua sekali lagi mengalami
pemisahan melewati proses mitosis sel. Hal ini mengaktifkan
kondrosit mensintesa proteoglikan dan kolagen lebih
cepat. Namun, kandungan proteglikan berkurang karena
kerusakan progresif oleh protease lisosomal (cathepsin) dan
metaloproteinase netral seperti kolagenase.
Pada bagian tengah permukaan sendi lutut, dimana
letak stress dan friksi paling besar, tulang subkondral
mengalami eburnasi dan hipertrofi. Eburnasi adalah suatu
proses dimana permukaan sendi yang harusnya dilapisi
oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut terkikis
sampai tulang subkondral. Sehingga tulang subkondral
menjadi permukaan sendi, yang kemudian menjadi halus
dan mengkilat seperti gading. Proses hipertrofi tulang
subkondral akan memberikan gambaran radiografik densitas
tinggi (sklerotik). Sedangkan pada bagian pinggir/perifer
permukaan sendi lutut, stress yang diterima minimal. Hal ini
menyebabkan tulang subkondral menjadi atrofi dan nampak
gambaran radiografik densitas rendah (osteoporotik).
Redistribusi stress biomekanik pada sendi akan
menyebabkan remodeling tulang subkondral. Tulang akan
terkikis pada bagian sentral tetapi terdeposit (oleh osifikasi
1
23
endokondral lapisan dalam kartilago) di bagian perifer.
Kejadian demikian akan memperparah inkongruenitas sendi
dan siklus degenerasi.
Oleh sebab tersebut di atas tulang subkondral merupakan
patogenik mayor penting pada OA. Pada OA awal, dimana
ditandai dengan stasis meduler aliran darah, pembengkakan
vena dan hipertensi intraosseus. Tekanan yang berlebihan
dan beban yang tinggi, terutama pada sendi yang menjadi
tumpuan beban tubuh seperti panggul, akan menyebabkan
fraktur mikro (fraktur mikro dalam kalsifikasi tulang rawan
dan kerusakan pada tulang rawan artikular hialin dan tulang
subkondral, dan terbentuknya lesi kistik pada sumsum
tulang subkondral). Hal ini dikarenakan adanya degenerasi
mukoid dan fibrinosa jaringan lokal akibat mikrofraktur
trabekula. Vaskularitas yang meningkat karena reaksi tulang
dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor penyebab
timbulnya keluhan nyeri. Studi lainnya mengatakan bahwa
pada fraktur tulang berkaitan dengan pengaktifan kembali
pusat sekunder penulangan (osifikasi), dan osifikasi
endokondal, dan keduanya menyebabkan penipisan tulang
rawan artikular hialin dari bawah dan karena itu keduanya
memainkan peran penting dalam etiopatogenesis kerusakan
struktural OA.
1
24
Gambar 3. Mekanisme Osteoartritis – faktor kausal (a) pada sendi normal gaya didistribusikan secara mer-ata. Gambar selanjutnya menunjukan 3 cara kartilago dapat rusak : (b) deformitas meningkatkan stress pada area yang terlokalisasi dengan beban terkonsentrasi
pada satu titik; (c) kartilago yang sudah melemah akibat penyakit tidak dapat menahan tahanan walaupun
beban normal.; (d) jika tulang subartikular tidak normal, maka tidak dapat menopang kartilago secara adekuat.
Membran Sinovial dan Kapsul Fibrosa
Fragmen kecil dari kartilago mati yang terlepas dapat
mengambang di cairan sinovial sebagai benda asing (loose
bodies). Namun biasanya fragmen tersebut cenderung
menempel pada membran sinovial sehingga menyebabkan
reaksi hipertrofi dan efusi sinovial. Cairan sinovial pada
kondisi efusi demikian mengandung musin yang lebih tinggi
1
25
dan memberikan gambaran viskositas yang meningkat.
Kapsul fibrosa akan menebal dan fibrotik, yang akan
menyebabkan keterbatasan gerak sendi.
Gambar 4. Perbandingan kondisi lutut normal dan kondisi Osteoarthritis Lutut
Daftar Pustaka
1. Wieland HA, Michaelis M, Kirschbaum BJ, Rudolphi
KA. Osteoarthritis-an untreatable disease? Nat Rev
Drug Discov. 2005;4(4):331-344.
1
26
2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries
of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 1999.
8. GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gelaja klinis
Diagnosis klinis dari OA umumnya meliputi rasa nyeri
dan kekakuan pada sendi, disertai mobilitas sendi yang
berkurang, tanpa adanya presentasi sistemik seperti demam.
(Creamer & Hochberg, 1997; Goncharov, 2011).
Keterlibatan pada sendi melibatkan beberapa pola yang
berbeda, gejala klinis dapat berasal dari satu atau dua sendi
weightbearing joints (sendi panggul atau sendi lutut), pada
sendi interfalangeal (terutama pada wanita) atau pada sendi
apapun yang pernah mengalami trauma atau deformitas
(misalnya displasia kongenital osteonekrosis atau fraktur
intra-articular). Riwayat keluarga juga sering ditemukan pada
pasien dengan OA poliartikular.
Nyeri sendi adalah gejala yang paling sering timbul. Rasa nyeri
tersebut dapat terlokalisir, diffuse, atau bahkan referred pain
di tempat yang jauh, misalnya nyeri pada OA sendi panggul
juga dapat dirasakan hingga sendi lutut. Nyeri biasanya timbul
perlahan-lahan dan memberat dalam dalam hitungan bulan
ataupun tahun. Rasa nyeri tersebut bertambah berat dengan
1
27
aktivitas fisik dan membaik dengan istirahat. Pada stadium lanjut,
nyeri yang hebat bahkan dapat dirasakan saat istirahat. Sumber
rasa nyeri dapat berasal dari radang pada sinovium, periosteum,
ligamen, atau otot, ataupun tekanan pada tulang subkondral
akibat kongesti vascular akibat dan hipertensi intraosseus. Nyeri
tidak berasal dari tulang rawan karena struktur tersebut avaskuler
dan sangat sedikit mendapat suplai saraf.
Kekakuan pada sendi sering ditemukan pada OA. pada
stadium awal penyakit, rasa kaku sering timbul pada periode
pasien sedang inaktif, misalnya dirasakan pada saat bangun
tidur, namun durasi kaku sendi tersebut lebih singkat artritis
reumatoid. Seiring dengan waktu, kekakuan sendi dapat
menjadi progresif dan konstan.
Bengkak sendi dapat terjadi secara intermitten (menandakan
adanya efusi sendi) ataupun kontinyu (dengan penebalan
kapsuler atau osteofit besar)
Deformitas dapat berasal dari kontraktur kapsular atau
instabilitas sendi, tapi selalu ingat bahwa deformitas dapat
terjadi sebelum OA dan sekaligus dapat menjadi faktor yang
berkontribusi terhadap terjadinya OA.
Penurunan fungsi sendi seringkali merupakan gejala yang
menyebabkan distress pada pasien. Kaki menjadi pincang,
kesulitan dalam naik tangga, ketidakmampuan berjalan jauh,
atau keterbatasan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dapat
menjadi alasan pasien untuk mencari pertolongan medis.
1
28
Tanda Klinis
a. Pembengkakan sendi: sendi perifer (terutama jari-jari
tangan, pergelangan, lutut, dan jari-jari kaki). Terjadi
akibat efusi.
b. Tell-tale scars menandakan adanya abnormalitas
sebelumnya, dan muscle wasting menandakan adanya
disfungsi sendi dalam jangka waktu yang lama.
c. Deformitas mudah ditemukan pada sendi yang
terekspose, misalnya pada sendi lutut atau sendi
metatarsofalangeal pada ibu jari kaki. Deformitas
pada sendi panggul seringkali tidak terlihat.
d. Nyeri tekan lokal sering ditemukan, dan pada cairan
sendi superfisial, synovial thickening atau osteofit dapat
ditemukan.
e. Pergerakan sendi terbatas pada arah tertentu dan
kadang dengan nyeri pada gerak sendi yang ekstrim
f. Krepitasi dapat dirasakan pada sendi (paling sering
pada sendi lutut) ketika menggerakkan sendi secara
pasif.
g. Instabilitas sendi sering ditemukan pada stadium
lanjut dari destruksi komponen sendi, tapi juga dapat
dideteksi pada stadium awal dengan tes khusus.
Instabilitas dapat terjadi akibat hilangnya lapisan
tulang atau tulang rawan, kontraktur kapsular
asimmetris, dan/atau kelemahan otot.
1
29
h. Sendi-sendi lain harus selalu diperiksa, untuk mencari
tanda-tanda kelainan sistemik. Pemeriksaan terhadap
sendi lain juga membantu untuk mengetahui apakah
adanya problem tambahan terhadap sendi utama yang
mengalami OA (misalnya adanya lumbar stiffness, atau
instabilitas sendi lutut yang memperberat kondisi OA
pada sendi panggul).
i. Kemampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari harus
dinilai.. Gambaran radiologis tidak selalu berkorelasi
dengan derajat nyeri ataupun kapasitas fungsional
pasien. Yang harus dinilai misalnya apakah pasien
dengan OA lutut dapat naik turun tangga, atau
bangkit dengan mudah dari kursi, apakah pasien
menjadi pincang atau menggunakan walking stick.
TANDA – TANDA CARDINAL OSTEOARTHRITIS
• Penyempitan ruang sendi• Sklerosis subchondral • Osteofit marginal• Kista subchondral• Bone remodelling
1
30
Tabel 1. Etiologi Nyeri Sendi pada pasien dengan osteoarthritis (OA)
Jaringan Mekanisme Nyeri
Tulang subkondral Hipertensi medular, mikrofraktur
Osteofit Peregangan saraf tepi di periosteum
Ligamen Peregangan
Enthesis Inflamasi
Kapsula Sendi Inflamasi, distensi
Otot periartikular Spasme
Sinovium Inflamasi
Secara radiografis, OA didefinisikan menurut kriteria
Kellgren-Lawrence. Sistem ini membagi OA menjadi 5
level dari 0 hingga 4, berdasarkan ada tidaknya osteofit,
penyempitan celah sendi, kista, deformitas, dan sklerosis.
(Kellgren & Lawrence, 1963).
Magnetic resonance imaging (MRI) juga merupakan metode
diagnostik visual yang lebih sensitif daripada gambaran
radiografis konvensional (Huner & Felson, 2006).
Pemeriksaan Radiologi pada penderita OA menggunakan
kriteria penilaian Kellgren-Lawrence Grading Scales sebagai
berikut:
1
31
Tabel 2.1 Kellgren-Lawrence Grading Scales untuk penilaian derajat OA
Kelas Klasifikasi Deskripsi
0 Normal Tidak tampak OA
I Meragukan Penyempitan ruang sendi masih meragukan dan kemungkinan lipping osteophytic
II Ringan Osteofit definitif – ruang antar sendi normal
III Sedang Multipel osteofit sedang
Penyempitan ruang antar sendi
Beberapa sklerosis dan kemungkinan deformitas kontur tulang.
IV Berat Osteofit besar
Penyempitan ruang sendi yang terlihat jelas
Sklerosis berat
Deformitas kontur tulang
1
32
9. DIAGNOSIS BANDING
Osteoarthritis Rheumatoid Arthritis
Definisi Penyakit sendi kronik, pelunakan progresif kronik diikuti pertumbuhan kartilago dan tulang pada margin sendi (osteofit) dan fibrosis kapsular.
Penyakit autoimun menyebabkan inflamasi sendi seluruh tubuh menyebabkan fatigue dan nyeri. Sinovitis kronik dan formasi pannus mengakibatkan degenerasi permukaan artikular dan destruksi sendi pada akhirnya.
Kekakuan Pagi/setelah periode tidak bergerak; < 30 menit
Lebih panjang (>60menit) pada pagi hari
Gejala ter-lokalisir
Ya, terbatas pada sendi yg terkena
Tidak
Nyeri Memburuk dengan aktivitas / setelah penggunaan lama (khususnya aktivitas beban berat)
Memburuk setelah tidak beraktivitas lama; biasanya membaik dengan aktivitas
Tanda Perabaan dapat hangat, nyeri sendi, deformitas tidak progresif
Hangat, nyeri sendi hebat dengan deformitas progresif (deviasi jari-jari ulnar)
Simetris Kadang-kadang Sering
Nyeri Tekan
Tidak biasa Hampir seluruh ruang sendi terekspos
Inflamasi Tidak biasa Sering
1
33
Instabili-tas
Kadang-kadang; menekuk/instabilitas sendi berakibat menurunnya ROM dan jatuh.
Tidak Sering
Penyakit multi
system
Tidak Sering fatique, demam, kedinginan, turun berat badan, mulut dan mata kering
Radiologi Kallgren Lawrance Grading Scale
Penyempitan ruang sendiOsteopeniaErosi tulang/ sendi
Diagnosa banding lainnya yang perlu diingat yaitu
pada kasus gout yang merupakan penyakit deposisi
kristal urat monosodium di sendi/sinovium. Dari hasil
laboratorium didapatkan peningkatan serum asam urat,
analisa synovial: Kristal birefingrent negatif. Gout
mempunyai tanda tipikal yaitu artritis monoartikular (MTPJ
pertama,unilateral); gejala dapat self-limiting. Tatalaksana
berupa pemberian indometasin (NSAID) dan kolkisin.
1
34
Algoritma Penilaian pasien dengan nyeri sendi
(Patient Safe Care, 2002)
35
BAB 2TINDAKAN
PREVENTIF
1. PENCEGAHAN PRIMER
OA merupakan penyakit sendi yang insidennya meningkat
seiring dengan usia. Namun, ada beberapa faktor risiko yang
dapat memicu terjadinya OA atau mempercepat progresivitas
kerusakan tulang rawan sendi.
Beberapa faktor risiko OA meliputi:
Faktor risiko sistemik:
1. Genetik: beberapa individu memiliki kelainan
genetik dengan kerusakan tulang rawan sendi
yang lebih progresif dibandingkan individu
lainnya
2. Penuaan: dimana kartilago menua,
memperlihatkan berkurangnya selularitas,
menurunnya konsentrasi proteoglycan, dan
menghilangnya elastisitas.
3. Jenis kelamin: OA lebih sering ditemukan pada
wanita
2 TINDAKAN PREVENTIF
36
Faktor risiko lokal:
1. Obesitas
2. Cedera/ operasi
3. Cedera stress repetisi
4. Gangguan mekanik akibat adanya kondisi
yang melatarbelakangi (pasca trauma,
displasia sendi, pekerjaan, densitas tulang,
obesitas, terkait pekerjaan dengan beban
berat, obesitas, dll)
Sebagai pencegahan primer dari OA maka beberapa hal yang
harus diperhatikan adalah mencegah faktor-faktor risiko
tersebut untuk berkembang menjadi kerusakan tulang rawan
sendi yang permanen.
Daftar Pustaka:
1. Sujata Sovani M Shawn P. Grogan. Osteoarthritis.
Detection, Pathophysiology, and Current/ Future
Treatment Strategies.
2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries
of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 1999.
2TINDAKAN PREVENTIF
37
2. PENCEGAHAN SEKUNDER
Bagi pasien-pasien yang sudah menderita OA, ada beberapa
latihan dan edukasi yang direkomendasikan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup.
1. Latihan terapeutik dengan beban yang ringan
direkomendasikan untuk mempertahankan luas gerak
sendi dan menguatkan otot-otot disekeliling sendi
yang mengalami OA.
2. Untuk OA lutut direkomedasikan penurunan
berat badan. Hal ini berguna untuk mengurangi
progresivitas OA sekaligus juga berguna untuk
kesehatan
3. Edukasi pasien untuk dapat memahami kondisi
penyakit mereka, dan menganjurkan untuk terus aktif
dan mempertahankan mobilitasnya, karena bila sendi
tidak digunakan akan dapat menyebabkan imobilitas
lebih lanjut.
Sumber:
1. Usatine RP, Smith MA, Mayeaux EJ, Chumley H,
Tysinger J. 2009. The Color Atlas of Family Medicine.
McGraw Hill.
BAB 3
38
PENGOBATAN
KOMPREHENSIFSampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk penyakit
sendi degeneratif. Hal ini dikarenakan lesi patologisnya
berkaitan dengan proses penuaan dan cenderung progresif
dan permanen. Tata laksana OA tergantung dari sendi yang
terlibat, stadium penyakit, tingkat keparahan gejala, usia
pasien dan kebutuhan fungsi keseharian pasien.
Prinsip dasar tata laksana OA:
1. Untuk membantu pasien memahami dasar perjalanan penyakit;
2. Untuk memberikan dukungan psikologis;3. Untuk mengontrol nyeri;4. Untuk menekan reaksi inflamasi (pada membran
sinovial);5. Untuk mendorong pasien menjadi aktif secara fisik
sesuai dengan kemampuan agar mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas;
6. Untuk memperbaiki deformitas yang terjadi;7. Untuk meningkatkan fungsi;8. Untuk memperkuat otot yang lemah;9. Menghindari over-treatment dengan obat
farmakologis yang berpotensi bahaya bagi pasien; dan
10. Untuk merehabilitasi pasien secara individual.
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
39
Sampai saat ini, belum ada obat-obatan yang dapat mengobati
efek dari OA. Tata laksana yang diberikan bertujuan
simtomatik. Secara garis besar, tata laksana OA bertujuan
untuk: (1) menjaga kemampuan bergerak dan kekuatan otot;
(2) melindungi sendi dari overload beban; (3) menghilangkan
nyeri; dan (4) modifikasi aktivitas sehari-hari.
Secara garis besar, tata laksana OA dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu tata laksana non-operatif dan operatif.
Jenis tata laksana OA sangat beragam dan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Modalitas tata laksana Osteoartritis.
Tata Laksana Non-Operatif Tata Laksana Operatif
Modalitas Non-FarmakologisModifikasi gaya hidup
EdukasiModifikasi aktivitasPenurunan berat badanPenggunaan alat bantu berjalan
RehabilitasiPenggunaan sepatu dan orthosisPenggunaan brace
Modalitas FarmakologisAnalgesikObat anti-inflamasi non-steroid (NSAID/OAINS)Analgesik topikalTerapi intra-artikulerKortikosteroidHyaluronat
Artroskopi, debridement, lavageOsteotomi
TibialFemoral
ArtroplastiUnicondylar knee replacementTotal knee replacementArtrodesis
Artroplasti reseksiDefek fokal kondral simtomatik
Artroskopi, debridement, lavageTeknik stimulasi sumsum tulangImplantasi kondrosit autologusAutograft atau allograft osteokondral
Transplantasi meniscal allograft
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
40
1. TATA LAKSANA NON-OPERATIF
Edukasi
Intervensi yang paling penting pada kasus OA adalah
edukasi. Nyeri dan disabilitas merupakan hal yang paling
dominan pada pasien OA, dan dapat ditangani dengan
program edukasi yang baik. Literatur mengatakan bahwa
edukasi pasien OA dapat meningkatkan pola hidup sehat,
status kesehatan, dan penggunaan alat bantu pada pasien.
Fisioterapi dan Terapi Fisik
Dasar tata laksana pada kasus awal adalah fisioterapi, yang
ditujukan untuk menjaga mobilitas sendi dan meningkatkan
kekuatan otot. Program latihan fisik terapeutik juga telah
terbukti dapat meningkatkan kemampuan fungsional
dan memberikan efek analgesik pada pasien OA. Program
yang diberikan dapat berupa latihan aerobik dan latihan
penguatan otot lokal. Tetapi harus selalu diingat untuk
menghindari aktivitas yang meningkatkan loading impact.
Modalitas lain dapat berupa pemijatan dan pemberian
energi panas. Namun modalitas ini hanya dapat mengurangi
nyeri dan bertahan untuk waktu singkat, sehingga terapi
perlu dilakukan berulang.
Hal-hal penting yang berhubungan dengan latihan fisik
terapeutik untuk pasien OA panggul dan lutut adalah:
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
41
(1) terapi latihan fisik harus disesuaikan secara individu
dan terpusat pada pasien dengan mengingat faktor usia,
komorbiditas, dan mobilitas keseluruhan; (2) agar efektif,
program latihan harus meliputi edukasi untuk mendukung
perubahan pola hidup positif dengan peningkatan aktivitas
fisik; (3) latihan fisik berkelompok atau individual terhitung
sama efektif, tergantung kenyamanan pasien; (4) kepatuhan
merupakan prediktor utama outcome jangka panjang; (5)
strategi untuk meningkatkan dan menjaga kepatuhan
harus digunakan; dan (6) peningkatan kekuatan otot dan
proprioseptif karena program latihan dapat memperlambat
progresi OA
Mengurangi Beban
Kondisi overweight atau obese merupakan faktor risiko
penting terjadinya OA pada ekstremitas bawah. Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa penurunan berat badan
berhubungan dengan menurunnya risiko timbulnya gejala
OA lutut. Melindungi sendi dari beban yang berlebihan dapat
memperlambat rusaknya kartilago. Hal ini juga efektif untuk
mengurangi nyeri. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
mengurangi berat badan pada pasien obese, menggunakan
sepatu dengan shock-absorbent, dan menghindari aktivitas
naik tangga.
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
42
Obat-Obatan Analgesik
Menghilangkan nyeri adalah penting, tetapi tidak semua
pasien membutuhkan terapi medikamentosa. Obat yang
dapat digunakan adalah analgesik sederhana seperti
parasetamol. Jika tidak memberikan perbaikan, maka dapat
diberikan obat anti-inflamasi non-steroid.
OA biasanya tampak sebagai proses inflamasi ketika pasien
datang berobat. Hal yang mendasarinya tidak selalu berkaitan
dengan inflamasi, melainkan karena proses mekanik. Pasien
datang berobat seringkali karena keluhan nyeri dengan
atau tanpa inflamasi dan ROM (Range-of-Movement) yang
terbatas. Kebanyakan terapi medikamentosa ditujukan
untuk respon simtomatik.
Tabel 2. Obat-obatan untuk nyeri dan/atau inflamasi.
Analgesik Sederhana Asetaminofen
Tramadol
Agen Topikal CapsaicinNonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)
COX-2 selective inhibitors
Injeksi glukokortikoid intra-artikuler
Injeksi asam hyaluronat intra-artikuler
Analgesik opioidNutraceuticals Glukosamin
Khondroitinsulfat
Terapi eksperimental Inhibitor metalloproteinase
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
43
Tabel 3. Obat anti-inflamasi non-steroid.
NSAID DosisWaktu Paruh (jam)
Asam Karboksilat
Asam Asetilsalisilat 2.4-6 gram/24 jam dalam 4-5 dosis terbagi
4 – 15
Asam Asetilsalisilat dengan buffer
2.4-6 gram/24 jam dalam 4-5 dosis terbagi
Salisilat dengan lapisan enteric
2.4-6 gram/24 jam dalam 4-5 dosis terbagi
Salsalat 1.5-3 gram/24 jam, dalam 2 dosis terbagi
4 – 15
Diflunisal 0.5-1.5 gram/24 jam, dalam 2 dosis terbagi
7 – 15
Kholin magnesium trisalisilat
1.5-3 gram/24 jam, dalam 2 dosis terbagi
4 – 15
Asam Proprionik
Ibuprofen 4 x 200-400 mg 1.5 – 2
Naproksen 2 x 250-350 mg 13
Fenoprofen 4 x 300-600 mg 3
Ketoprofen 3 x 75 mg 2
Flurbiprofen 2-3 x 100 mg 3 – 9
Derivat Asam Asetat
Indometasin 3-4 x 25-50 mg 3 – 11
Tolmetin 400 mg, 600 mg, 800 mg, 800-2400 mg/24 jam
1 – 1.5
Sulindac 2-3 x 150-200 mg 13 – 16
Diklofenak 3 x 50 mg, 2 x 75 mg 1 – 2
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
44
Etodolac 2 x 200-300 mg, max 1200 mg/24 jam
2 – 4
Fenamat
Meklofenamat 3-4 x 50-100 mg 2 – 3
Asam Mefenamat 4 x 250 mg 2
Asam Enolic
Piroxicam 4 x 10-20 mg 30 – 86
Naphthylkanones
Nabumetone 2 x 500 mg, bisa ditingkatkan 1500 mg/24 jam
19 – 30
Coxib
Celecoxib 2 x 100 mg 11
Penggunaan NSAID dan Aspirin dosis rendah
OA biasa terjadi pada usia lanjut (contoh : populasi berisiko
MI dan stroke, dan para pengguna low-dose aspirin sebagai
terapi pencegahan propilaksis primer dan sekunder).
Kombinasi aspirin dan NSAID dapat merusak lapisan
mukosa gaster dan faktor risiko mayor untuk gastropati,
oleh sebab itu indikasi penggunaan gastroprotektif pada
pasien dengan OA yang mengkonsumsi NSAID.
Pada pemberian analgesik, perlu diingat akan adanya efek
samping yang ditimbulkan, seperti berikut:
1. Gastrointestinala. Mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi.
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
45
b. Iritasi mukosa lambung, erosi superfisial, ulkus peptikum, adanya darah pada feses.
c. Perdarahan gastrointestinal mayor.d. Erosi usus halus; induksi pembentukan
diafragma pada usus halus.e. Hepatotoksisitas, hepatitis.
2. Renala. Glomerulopati, nefritis interstisial, perubahan
aliran plasma renal yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus; mempengaruhi natriuresis yang diinduksi diuretik; menghambat pengeluaran renin; menyebabkan edema.
b. Perubahan fungsi tubuler.
3. Sistem saraf pusat
a. Sakit kepala, confusion, halusinasi, reaksi depersonalisasi, depresi, tremor.
b. Meningitis aseptik, tinitus, vertigo, neuropati,
ambliopia toksik, deposit tranparan kornea
transient.
4. Hematologia. Anemia, depresi sumsum tulang.
b. Penurunan agregasi platelet.
5. Hipersensitivitasa. Asma, urtikaria, ruam, fotosensitivitas,
sindrom Stevens-Johnson.
6. Lain-lain
a. Interaksi obat: obat anti diabetik oral, warfarin,
diuretik.
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
46
Terapi Intra-Artikuler
Meskipun pemberian steroid intra-artikuler memberikan
hasil yang baik pada artritis reumatoid dan artropati
inflamasi lain, penggunaannya dalam terapi osteoartritis
masih kontroversial. Sebagian besar ahli saat ini
mempertimbangkan terapi kortikosteroid intra-artikuler
pada kasus osteoartritis dengan penggunaan yang sesuai dan
tepat. Terapi steroid intra-artikuler selalu dianggap sebagai
terapi tambahan dari program tata laksana konvensional.
Prinsip dasar terapi intrasinovial pada OA adalah memasuki
ruang sendi, aspirasi cairan, dan memasukkan suspensi
kortikosteroid yang menekan inflamasi dan sangat efektif
memberikan rasa nyaman pada pasien untuk jangka waktu
yang panjang. Pemberian terapi intra-artikuler, sebaiknya
diikuti dengan istirahat total selama 3 hari dan diikuti
dengan penggunaan alat bantu berjalan (tongkat, kruk, atau
walker) selama 3 minggu untuk jalan jarak jauh. Mengurangi
nyeri dengan mempertahankan atau mengembalikan fungsi
gerak sendi merupakan tujuan utama terapi.
Indikasi pemberian kortikosteroid intrasinovial adalah:
1. Untuk meringankan nyeri dan menekan inflamasi sinovitis.
2. Untuk memberikan terapi tambahan pada satu atau dua sendi yang tidak responsif terhadap terapi sistemik lain.
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
47
3. Untuk memfasilitasi program terapi fisik dan rehabilitatif atau prosedur orthopaedi korektif.
4. Untuk mencegah laksitas kapsuler dan ligamen (efusi lutut masif).
5. Untuk memberikan efek sinovektomi medis.
6. Untuk mengobati pasien yang unresponsif atau intoleran terhadap terapi sistemik oral.
7. Untuk mengobati efusi akut yang timbul karena deposisi kristal.
Sedangkan kontraindikasi relatif terapi intra-artikuler
adalah:
1. Infeksi (lokal atau sistemik)
2. Terapi antikoagulan
3. Efusi hemoragik
4. Dibetes melitus tidak terkontrol
5. Destruksi dan/atau deformitas sendi tingkat lanjut
6. Overnutrisi ekstrim
Komplikasi yang dapat terjadi dari terapi intra-artikuler
adalah:
1. Infeksi
2. Radang post-injeksi
3. Sinovitis karena deposisi kristal
4. Atrofi kutaneus (lokal)
5. Artropati steroid (jarang)
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
48
Tabel 4. Kortikosteroid yang digunakan untuk injeksi intra-artikuler
Jenis mg/mL
Dosis
Hydrocortisone tebutate (hydrocortone TBA) 50 25–100
Betamethasone acetate and betamethasone sodium phosphate (Celestone Soluspan)
6 1.5
Methylprednisolone acetate (DepoMedrol) 20 4 – 40
Triamcinolone acetonide (Kenalog 40) 40 5 – 40
Triamcinolone diacetate (Aristocort Forte) 40 5 – 40
Triamcinolone hexacetonide (Aristospan) 20 5 – 40
Tidak semua injeksi intra-artikuler memberikan hasil yang
sama pada setiap kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhi
respon terhadap injeksi intra-artikuler adalah ukuran sendi,
volume cairan sinovial, pemilihan preparasi kortikosteroid,
dosis dan teknik, tingkat keparahan dan perluasan sinovitis,
dan aktivitas setelah injeksi.
2. TATA LAKSANA OPERATIF
Destruksi sendi progresif, dengan nyeri, instabilitas, dan
deformitas (terutama pada sendi penahan beban tubuh)
yang semakin parah, biasanya membutuhkan tindakan
operatif. Tindakan operatif yang efektif untuk salah satu
sendi belum tentu sesuai untuk sendi yang lain.
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
49
Apabila tata laksana OA non-operatif tidak mampu untuk
mengatasi nyeri dan fungsi lutut terganggu, intervensi
operatif dapat dipertimbangkan. Penentuan waktu dan jenis
prosedur yang akan dilakukan membutuhkan keterampilan
dan kooperasi yang baik antara pasien dan dokter. Pasien
dengan OA simtomatik lanjut dengan keluhan nyeri yang
tidak dapat diatasi oleh terapi medis dan aktivitas sehari-
harinya terbatas secara progresif sebaiknya dipertimbangkan
untuk terapi operatif.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan termasuk artroskopi
dan rekonstruksi sendi. Pilihan rekonstruksi sendi adalah
osteotomi, replacement, dan artrodesis. Penggantian
(replacement) sendi dapat berupa unikopartemen atau total
(total knee arthroplasty).
Artroskopi biasanya diindikasikan sebagai prosedur pertama
pada pasien yang seringkali mengeluhkan nyerri akut atau
subakut. Gejala mekanis karena robekan kartilago artikuler
yang tidak stabil, robekan meniscus, atau adanya loose bodies
merupakan indikasi umum untuk dilakukan artroskopi dan
debridement. Untuk mendapatkan prognosis yang baik
setelah artroskopi dan debridement, maka syarat pasien
adalah tidak boleh ada malalignment, instabilitas ligamen,
dan artritis tahap akhir/lanjut.
Osteotomi diindikasikan untuk arthritis unikompartemen
dengan malalignment atau untuk malunion post-trauma di
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
50
sekitar lutut dengan nyeri artritis genu. Artroplasti genu
unikompartemen diindikasikan untuk pasien dengan
kebutuhan fisik yang tidak terlalu tinggi dan arthritis pada
satu kompartemen. Artroplasti (total knee replacement)
diindikasikan pada pasien yang bukan merupakan kandidat
artroplasti atau osteotomi, pada pasien dengan keterlibatan
arthritis yang lebih difus, dan untuk apabila osteotomi atau
unicompartmental knee replacement tidak berhasil. Sedangkan
artrodesis paling sering diindikasikan untuk pasien yang
tidak berhasil dengan artroplasti.
Artroskopi
Pada kasus OA, kartilago artikuler dan sinovium yang
berdegenerasi mengeluarkan sitokin proinflamasi (seperti
IL-1, TNF-alfa, TGF-alfa). Sitokin tersebut menginduksi
kondrosit untuk mengeluarkan enzim litik yang
menyebabkan degradasi kolagen tipe 2 dan proteoglikan.
Lavage dan debridement per artroskopi dapat membersihkan
mediator inflamasi tersebut.
Debridement sendi, menghilangkan osteofit, kartilago
tags dan loose bodies, dapat memberikan hasil yang cukup
memuaskan. Teknik ini sebelumnya sempat ditinggalkan,
namun saat ini sudah sering dipakai kembali dalam bentuk
artroskopi. Untuk kasus defek kartilago terlokalisir juga
dapat dilakukan graft dengan kondrosit autologus.
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
51
Osteotomi
Jika tanda dan gejala semakin parah, maka pada beberapa
sendi (panggul dan lutut) dapat dilakukan osteotomi
realignment. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
biomekanik sendi, terutama kesejajarannya. Indikasi ideal
untuk tindakan ini adalah pasien usia di bawah 50 tahun
dengan genu varus dan osteoarthritis yang terlokalisir
di kompartemen medial. Tindakan ini dapat dilakukan
jika sendi masih stabil dan mobile, dan gambaran x-ray
menunjukkan bagian mayor dari permukaan artikuler
(gambaran radiografik celah sendi) masih terjaga baik. Rasa
nyeri bisa berkurang secara drastis, hal ini dikarenakan (1)
dekompresi vaskuler tulang subkondral, dan (2) redistribusi
tekanan beban ke bagian sendi dengan kerusakan lebih
sedikit. Setelah redistribusi beban, fibrokartilago dapat
tumbuh menutupi tulang yang terekspos.
Artroplasti
Artroplasti atau rekonstruksi sendi terdiri dari artroplasti
reseksi dan artroplasti pengganti dengan prosthesis sendi.
Untuk OA pada panggul dan lutut, total joint replacement
(artroplasti) telah memperbaiki tingkat kualitas hidup
jutaan pasien. Tindakan ini diindikasikan pada pasien usia
lanjut dengan destruksi sendi progresif. Tindakan yang
dilakukan adalah prosedur penggantian permukaan sendi
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
52
dengan komponen metal kondiler femur dan lempeng metal
polietilen pada proksimal tibia.
Artrodesis
Artrodesis atau fusi sendi diindikasikan jika kekakuan
sendi dapat diterima pasien dan sendi pada sisi berlawanan
diperkirakan tidak akan terkena hal yang sama. Tindakan
ini dapat menghilangkan nyeri secara permanen tetapi
kehilangan fungsi pergerakan secara permanen. Tindakan
ini hanya diindikasikan pada kasus dimana artroplasti tidak
dapat dilakukan atau terdapat kontraindikasi.
3. PEDOMAN TATA LAKSANA OSTEOARTHRITIS (AAOS)
Referensi pedoman tata laksana osteoarthritis yang sering
diaplikasikan dalam praktek sehari-hari diantaranya
pedoman yang diterbitkan oleh American Academy of
Orthopaedic Surgeons (AAOS). Pedoman terbaru AAOS
untuk tata laksana osteoarthritis, berdasarkan prinsip
Evidence Based Medicine (EBM) yang dikeluarkan pada tahun
2013, memberikan rekomendasi sebagai berikut:
Tata Laksana Konservatif
1. Setiap pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik
sangat disarankan mengikuti:
• program manajemen diri;
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
53
• latihan fisik aerobik low-impact dan kekuatan
otot;
• edukasi neuromuskular;
• aktivitas fisik yang sesuai dengan pedoman.
2. Untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik
dan indeks massa tubuh ≥25, disarankan untuk
mengurangi berat badan.
3. Penggunaan modalitas tata laksana berikut untuk
pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak
disarankan:
a. Akupuntur
b. Agen fisik, termasuk modalitas elektro-
terapeutik
c. Terapi manual
4. Penggunaan valgus directing force brace (medial
compartment unloader) untuk pasien dengan
osteoarthritis lutut simtomatik belum
direkomendasikan.
5. Penggunaan sol sepatu yang lebih tebal di sisi
lateral untuk pasien dengan osteoarthritis lutut
kompartemen medial simtomatik tidak disarankan.
6. Penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk
pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak
direkomendasikan.
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
54
Tata Laksana Farmakologi
1. Penggunaan Analgetik
a. Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid
(OAINS/NSAID; oral atau topikal) atau
tramadol untuk pasien dengan osteoarthritis
lutut simtomatik sangat direkomendasikan.
b. Penggunaan asetaminofen, opioid, atau
plester penghilang nyeri pada pasien dengan
osteoarthritis lutut simtomatik belum dapat
direkomendasikan.
Tata Laksana Prosedural
1. Penggunaan kortikosteroid intrartikuler untuk
pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum
dapat direkomendasikan.
2. Penggunaan asam hyaluronat pada pasien
dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak
direkomendasikan.
3. Injeksi growth factor dan/atau plasma kaya platelet
untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik
belum dapat direkomendasikan.
4. Lavage jarum pada pasien dengan osteoarthritis
lutut simtomatik tidak disarankan.
5. Artroskopi dengan lavage dan/atau debridement pada
3PENGOBATAN KOMPREHENSIF
55
pasien dengan diagnosis primer osteoarthritis lutut
simtomatik tidak direkomendasikan.
6. Menisektomi parsial per-artroskopi pada pasien
dengan osteoarthritis lutut dan robek meniskus
belum dapat direkomendasikan.
7. Osteotomi tibia proksimal untuk membentuk valgus
pada pasien osteoarthritis lutut kompartemen
medial simtomatik boleh dilakukan oleh tenaga
medis dengan persyaratan tertentu.
8. Berdasarkan konsensus, penggunaan alat
interposisional free-floating (un-fixed) pada pasien
osteoarthritis lutut kompartemen medial simtomatik
tidak perlu dilakukan.
Rekomendasi di atas tidak bersifat baku dan kaku.
Penatalaksanaan pasien tetap harus berdasarkan
pertimbangan ahli medis dan kondisi pasien itu sendiri serta
ketersediaan fasilitas dan kelengkapan layanan kesehatan.
Referensi
1. Solomon, Louis, et.al. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures. 8th Ed. Oxford University Press Inc,
2001.
2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries
of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 1999.
3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF
56
3. Moskowitz, Roland W. et.al. Osteoarthritis: Diagnosis
and Medical/Surgical Management. 4th Ed. Lippincott
Williams& Wilkins, 2007.
4. American Academy of Orthopaedic Surgeons Board
of Directors. Treatment of Osteoarthritis of the Knee,
Evidence-Based Guideline 2nd Edition. May 18th,2013.
57
BAB 4SUPLEMENTASI
UNTUK
OSTEOARTRITIS
1. OBAT-OBAT PENUNJANG DAN ALTERNATIF
Pasien OA dinilai sebagai pengguna terapi penunjang
dan alternatif karena tingginya konsumsi glukosamin.
Glukosamin adalah amino-monosakarida dan salah
satu bahan dasar unit disakarida dari glikosaminoglikan
kartilago sendi. Kadar glukosamin berkurang pada
kartilago osteoartritik, sehingga konsumsi glukosamin
sebagai suplemen banyak digunakan. Namun, kegunaan
glukosamin sebagai terapi OA sebagai penghilang rasa nyeri
atau modifikasi penyakit, masih dianggap kontroversial.
Seringkali sediaan glukosamin digunakan bersama
kondroitin sulfat dan MSM.
4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS
58
Glukosamin
Glukosamin merupakan monosakarida (2-amino-2-deoxy-D-
glucose; C6H14NO5) yang diproduksi tubuh manusia secara
normal sebagai precursor penting dalam biosintesis protein
dan lipid. Glukosamin merupakan komponen penting dalam
sintesis proteoglikan sebagai substrat utama. Glukosamin
disintesis secara in vivo dari glukosa dan digunakan
untuk memproduksi rantai glikosaminoglikan yang akan
membentuk proteoglikan. Kartilago terdiri dari matriks
serat kolagen dan proteoglikan. Proteoglikan merupakan
kompleks molekuler yang menarik air, membuat tekanan
positif pada kartilago dan memberikan kemampuan untuk
menahan beban. Pada osteoarthritis, terjadi kerusakan
pada susunan kolagen, konten air kartilago meningkat dan
proteoglikan kartilago menurun.
Glukosamin digunakan sebagai agen untuk membantu
meringankan gejala dan meunda progresi OA. Rasionalisasi
penggunaannya didasarkan pada hipotesis bahwa OA
berkaitan dengan defisiensi local pada beberapa substansi
natural penting dan glukosamin dapat berperan sebagai
substrat untuk perbaikan kartilago dengan menstimulasi
sintesis proteoglikan oleh kondrosit. Glukosamin terdapat
pada bahan makanan eksoskeleton binatang laut seperti
kerang dan kepiting.
4SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS
59
Glukosamin oral akan diserap sebanyak 90%. Namun
setelah melalui metabolisme, bioavailabilitas yang didapat
hanya 25%. Sedangkan jika melalui akses intravena akan
didapatkan bioaktivitas 96%. Glukosamin dapat dikonsumsi
dalam bentuk sulfat atau hidroklorida. Garam glukosamin
terionisasi di lambung, membuat glukosamin dapat
diabsorpsi di usus halus. Metabolit glukosamin diekskresikan
predominan melalui urin. Kadar glukosamin dalam plasma
akan mencapai puncak pada 4 jam setelah pemberian dan
kembali ke baseline setelah 48 jam.
.
Cara kerja glukosamin sebagai terapi OA:
1. Memenuhi kebutuhan substrat dasar penyusun
proteoglikan;
2. Meningkatkan sintesis proteoglikan;
3. Menghambat sitokin interleukin-1β (IL-1β);
4. Menghambat protease (matriks
metalloproteinase dan kolagenase)
5. Mengurangi produksi prostaglandin E2 (PGE2);
6. Mempengaruhi ikatan nuclear factor κB (NFκB).
Glukosamin merupakan obat yang aman dan efektif
mengatasi gejala untuk OA namun aksinya dinilai lambat.
Dosis glukosamin yang sering digunakan adalah 1500 mg/
hari, bisa dalam 3 dosis terbagi.
4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS
60
Penggunaan glukosamin jika dibandingkan dengan obat
anti-inflamasi non-steroid (OAINS) akan menimbulkan efek
samping yang lebih sedikit. Namun dalam hal mengurangi
nyeri dan bengkak, OAINS memberikan efek positif dalam
waktu yang lebih cepat. Glukosamin dapat membantu
mengurangi nyeri setelah penggunaan 8 minggu.
Penelitian menunjukkan bahwa respon terbaik dari
penggunaan glukosamin akan terjadi pada pasien dengan
turnover kartilago paling tinggi atau pada kondisi penyakit
paling aktif. Penggunaan glukosamin jangka panjang dapat
membantu menunda progresi OA, dan dapat dikatakan
sebagai agen disease-modifying untuk OA. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa pada pemeriksaan X-ray tidak terdapat
penyempitan celah sendi yang signifikan setelah pemberian
glukosamin 2 tahun. Hal ini diikuti dengan perbaikan nyeri
dan fungsi fisik, sehingga kemungkinan untuk dilakukan
tindakan operatif lebih rendah.
Kondroitin
Kondroitin adalah molekul glikosaminoglikan yang terdapat
pada kartilago dan jaringan ikat. Kondroitin bersifat hidrofilik
dan larut dalam air, membentuk cairan viskus serupa
dengan sodium hyaluronat. Kondroitin sulfat penting untuk
integritas structural dan fungsional sendi, karena merupakan
substansi mayor pembentuk glikosaminoglikan (GAGs) pada
4SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS
61
kartilago artikuler. Kondroitin diketahui dapat membantu
menjaga viskositas sendi, menstimulasi perbaikan kartilago
dan menghambat enzim yang mendegradasi kartilago.
Secara klinis, hal ini dapat memberikan hasil berkurangnya
nyeri dan meningkatnya mobilitas sendi pada pasien OA dan
memperlambat destruksi sendi.
Penggunaan glukosamin dan kondroitin dipercaya dapat
memberikan efek simtomatik dan preventif karena
komponen tersebut memiliki kemampuan untuk menjaga
dan menyusun kembali kartilago, sehingga meringankan
nyeri sendi kronik dan memperlambat progresi degenerasi
sendi. Kondroitin didapatkan dari bahan makanan hewani,
termasuk trakea sapi dan kartilago hiu.
Cara kerja kondroitin sebagai terapi OA adalah:
1. Memenuhi kebutuhan substrat dasar penyusun
proteoglikan;
2. Meningkatkan sintesis proteoglikan oleh
kondrosit;
3. Menghambat sitokin;
4. Menghambat protease (kolagenase);
5. Meningkatkan viskositas cairan synovial;
6. Meningkatkan mineralisasi dan perbaikan
tulang.
4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS
62
Kondroitin bermolekul lebih besar dan absorpsinya
tidak sebaik glukosamin. Absorpsi kondroitin oral masih
controversial karena alasan berat molekulnya yang besar
dapat melalui mukosa lambung dan/atau usus masih
diragukan. Kondroitin sulfat diabsorpsi di usus halus
dalam jumlah rendah (<10%), sedangkan pada bagian distal
berfungsi sebagai prebiotic dan didegradasi oleh enzim
di flora usus menjadi di- dan monosakarida. Konsentrasi
plasma maksimal terjadi 1-5 jam setelah pemberian oral.
Bioavailabilitas diestimasi 12-13%
Kondroitin memberikan hasil positif setelah pemakaian 3
bulan. Memperbaiki nyeri dan fungsi mobilitas. Dosis yang
biasa digunakan 800-1000 mg/hari. Gambaran radiologis
celah sendi setelah pemberian kondroitin lebih dari 3 bulan
menunjukkan tidak ada penyempitan, jika dibandingkan
dengan pasien yang tidak mendapat kondroitin.
Dasar dari pemberian glukosamin dan kondroitin pada
pasien OA adalah untuk memenuhi kebutuhan substrat
penyusun proteoglikan. Namun belum dapat dipastikan
bahwa pada pasien OA terjadi kekurangan substrat penyusun
proteoglikan tersebut. Hal yang lebih dapat diterima adalah
glukosamin dan kondroitin mendorong sintesis proteoglikan
oleh kondrosit dan menghambat enzim degradatif yang
menyebabkan penghancuran kartilago.
4SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS
63
Referensi
1. Moskowitz, Roland W. et.al. Osteoarthritis: Diagnosis
and Medical/Surgical Management. 4th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2007.
2. EC Huskisson. Glucosamine and Chondroitin for
Osteoarthritis. The Journal of International Medical
Research 2008; 36(6)6: 1161.
64
INDEX
Akupuntur 53Alat interposisional free-floating 55Ambliopia toksik 45American Academy of Orthopaedic Surgeons 52Aminomonosakarida 57Anemia 45Ankylosing spondylitis 19Aristocort Forte 48Aristospan 48Arthritis rheumatoid 19, 32Arthritis septik 19Arthro 9Artrodesis 39, 49, 50,52Artroplasti 39, 50, 51, 52Artroplasti reseksi 39Artroskopi 39, 49, 50, 54, 55Asam asetilsalisilat 43Asam asetilsalisilat dengan buffer 43Asam enolic 44Asam hialuronik 12Asam karboksilat 43Asam mefenamat 44Asam proprionik 43Asetaminofen 54
65
INDEX
Asma 45Aspirin 44Betamethasone acetate 48Betamethasone sodium phosphate 48Biceps femoris 15Bone remodelling 29Cairan synovial 11, 12, 24, 48, 61Capsaicin 42Cathepsin 22Celecoxib 44Celestone Soluspan 48Chondromalacia 21Clubfeet 19Complementary and Alternative Medicine 8Confusion 45COX-2 selective inhibitors 42Debridement 39, 49, 50, 54Depomedrol 48Diatrodial 11Diflunisal 43Diklofenak 43Displasia sendi panggul 19Eburnasi 22Ekstensor 14Etodolac 44Evidence Based Medicine 8, 52Fenoprofen 43Fibrillation 22
66
INDEX
Fisioterapi 40Fissuring 22Fleksor 14Flurbiprofen 43Fusi sendi 52Gastrocnemius 14, 15Genu valgum 19Genu varum 19Glikosaminoglikan 57, 58, 60Glomerulopati 45Glukosamin 42, 53, 57-62Gout 19, 33Gracilis 14Hamstring 14Hemophilia 19Hepatitis 45Hepatotoksisitas 45Hialin 12, 23Hydrocortisone tebutate 48Ibuprofen 43IL-1 50, 59Implantasi kondrosit autologus 39Indometasin 33, 43Inhibitor metalloproteinase 42Kapsula 11, 12, 30Kartilago 7, 9,11, 12, 21-24, 32, 35, 41, 49, 50, 51, 57, 58, 60, 61, 62Kartilago tags 50Kenalog 48
67
INDEX
Ketoprofen 43Kholin magnesium trisalisilat 43Khondroitin sulfat 42Kista subchondral 29Kolagenase 12, 22, 59, 61Kolkisin 33Kondilus 13, 15Kondilus femoral medial 13Kondilus lateral 13Kondroitin 53, 57, 60-62Krepitasi 28Kristal birefingrent 33Kriteria Kellgren-Lawrence 30, 31Lavage 39, 50, 54Ligamen kolateral lateral 16Ligamen kolateral medial 16Ligamen krusiatum anterior 14, 16Ligamen krusiatum posterior 16Load-bearing joint 9Loading impact 40Loose bodies 24, 49, 50Lumbar stiffness 29Medial compartment unloader 53Meklofenamat 44Menisektomi 55Meniskus 12, 13, 15, 16, 55Metaloproteinase 22Methylprednisolone acetate 48
68
INDEX
Microenvironment 19Nabumetone 44Naphthylkanones 44Naproksen 43Nefritis interstisial 45Neuropati 45Non-Steroid Anti-Imnflammation Drugs 7Nuclear factor kB 59Nutraceuticals 42Nyeri tekan lokal 28Obese 41Osteo 9Osteoarthritis 9Osteofit 9, 27-32, 50Osteoporotik 22Osteotomi 39, 49, 50, 51, 55Osteotomi realignment 37Overweight 41Parasetamol 42Piroxicam 44Popliteus 13, 14Prostaglandin E2 59Proteinase 12Proteoglikan 21, 22, 50, 58, 59, 61, 62Pseudogout 19Quadriceps femoris 14Range-of-movement 42Rektus femoris 14
69
INDEX
Rotator medial 14Salisilat dengan lapisan enteric 43Salsalat 43Sartorius 14Semimembranosus 14Semitendinosus 14Shock-absorber 16, 17Sindrom Stevens-Johnson 45Sinovektomi 47Sinovitis 9, 32, 46, 47, 48Sinovium 7, 9, 11, 27, 30, 33, 50Sklerosis 9, 29Sklerotik 22Sulindac 43Synovial 11, 12, 28, 33, 61Synovium 11Tell-tale scars 28TGF-alfa 50Tibial plateau 16Tinitus 45TNF-alfa 50Tolmetin 43Total knee replacement 39, 50
Tramadol 42Transplantasi meniscal allograft 39Triamcinolone acetonide 48Triamcinolone diacetate 48Triamcinolone hexacetonide 48
70
INDEX
Unicondylar knee replacement 39Urtikaria 45Valgus directing force brace 53Vastus intermedialis 14Vastus lateralis 14Vastus medialis 14Vertigo 45Walking stick 29Warfarin 45Weight-bearing 9, 18, 26, 41