8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
1/31
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana (tindak
melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu
forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan
suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasilanalisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan
tersebut.1
aferstein dalam bukunya !Criminalistics an Introduction to Forensic
Science” berpendapat bahwa ilmu forensik ”forensic science“ se"ara umum
adalah !the application of science to law”.
#lmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan
dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu
sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau
pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap
orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu
dituangkan se"ara logis, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa
tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dapat di fahami
oleh masyarakat luas.1
Dalam kemajuan teknologi yang sangat pesat dunia dari segi
pembangunan, ekonomi dan teknologi, masalah sosial juga turut meningkat di
sebabkan tiadanya keseimbangan di antara kemajuan jasmani dan rohani.
$erkara tersebut telah di gambarkan oleh %llah &aala di dalam %l-'uran dan
menegaskan bahwa itu adalah perbuatan buruk dari manusia itu sendiri.
Firman %llah s.w.t
!&elah tampak berbagai kerusakan dan bala ben"ana di darat dan di
lautan dengan sebab apa yang dilakukan oleh tangan manusia,kerana %llah
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
2/31
hendak memberi pelajaran kepada mereka sebagai balasan dari perbuatan
buruk yang mereka telah lakukan* (%r-+um1)
ebagai agama yang mampu menjadi solusi kepada setiap masalah
yang timbul, #slam telah menetapkan hukum dan undang-undang yang
berkaitan dengan masalah pidana, untuk menjadi panduan para hakim dan
pemerintah dalam menjatuhkan hukuman kepada terpidana yang melakukan
kesalahan. ndang-undang pidana #slam itu terbahagi kepada tiga bahagian
yaitu 'ishos, hudud dan tair yang akan di jatuhkan apabila "ukup bukti dan
dalil untuk menyabitkan kesalahan kepada terpidana.
ebagaimana yang sudah di ketahui oleh semua, bahwa #slam
menghargai keahlian dan kompetensi seseorang dalam bidang masing-masing
untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul. Firman %llah s.w.t
!/aka bertanyalah kamu kepada %hlu %d-dikr (orang yang
mengetahui) jika kamu tidak mengetahui* (%l-anbiya0)
Di dalam ilmu pengetahuan, terdapat satu "abang ilmu yang di
namakan forensik. idang ini membahas prosedur dan langkah-langkah yang
diambil untuk men"ari bukti-bukti di dalam kasus pidana. %pabila para ahli
yang terlibat di dalam bidang forensik ini mendapat bukti yang kuat di dalam
kajian mereka, bukti-bukti inilah yang di bawa ke mahkamah untuk
menyebutkan kesalahan bagi individu tersangka.
Di harapkan agar penjelasan ringkas ini dapat memberi gambaran
umum tentang bidang ini kepada pemba"a sekalian, insya%llah.
B. TUJUAN
/engetahui manfaat dan penilaian tentang bedah forensik dari
perspektif medis dan perspektif #slam.
C. MANFAAT
ntuk memperluas keilmuan tentang bedah forensik dari perspektif
medis dan perspektif #slam.
BAB II
Baitul Insan Kamil Page 2
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
3/31
BEDAH FORENSIK DARI PERSPEKTIF MEDIS
A. DEFINISI BEDAH
edah atau pembedahan berasal dari bahasa yunani cheirourgia dan
bahasa Inggris yang artinya pekerjaan tangan 2. edah atau pembedahan
adalah spesialisasi dalam kedokteran yang mengobati penyakit atau luka
dengan operasi manual dan instrumen. %hli bedah ( surgeon) dapat
merupakan dokter, dokter gig, atau dokter hewan yang memiliki
spesialisasi dalam bidang ilmu bedah 3.
B. DEFINISI BEDAH FORENSIK / MAYAT
edah forensik 4 mayat se"ara kebahasaan berarti pengobatan
penyakit dengan jalan memotong atau mengiris bagian tubuh seseorang
yang sakit atau operasi. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Jirahah
( جراح ) atau amaliyah bil al jirahah ( براح عملي ) yang berarti melukai,
mengiris, atau operasi pembedahan .
edah mayat oleh dokter %rab dikenal dengan istilah رشتاجما5 .
Dalam bahasa #nggris dikenal dengan istilah autopsy, yang berarti
pemeriksaan terhadap jasad orang yang mati untuk men"ari sebab-sebab
kematian. 6ata autopsi juga berasal dari bahasa 7atin, autopsia yang
berarti bedah mayat 8. Dari penggertian se"ara etimologi dapat dikatakan
bahwa autopsi adalah pembedahan mayat guna pemeriksaan dalam 0.
Dalam terminologi ilmu kedokteran autopsi atau bedah mayat berarti
suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atauorgan tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah dilakukan
pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian
seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab
misteri suatu tindak kriminal.
Dengan demikian se"ara umum dapat dipahami bahwa bedah mayat
adalah suatu upaya tim dokter ahli untuk membedah mayat, karena
dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan tertentu.
Baitul Insan Kamil Page 3
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
4/31
C. PROSPEKTIF MEDIS
/enurut $eraturan $emerinta +epublik #ndonesia 9omor 1: tahun
1;:1 tentang edah /ayat 6linis dan edah /ayat %natomis erta
&ransplantasi %lat dan atau 2 jam (dua kali dua puluh
empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal
dunia datang ke rumah sakit.
2. $asal 3 edah mayat klinis hanya dilakukan di ruangan dalam
rumah sakit yang disediakan untuk keperluan itu.
Baitul Insan Kamil Page
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
5/31
$ada ab ### mengenai bedah mayat anatomis yang pada pasal 5,8,
dan 0 mengenai bedah mayat anatomis yang berisi
1. $asal 5 ntuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang
diperoleh dari rumah sakit dengan memperhatikan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan ".
2. $asal 8 edah mayat anatomis hanya dapat dilakukan dalam
bangsal anatomi suatu fakultas kedokteran.
3. $asal 0 edah mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa
fakultas kedokteran dan sarjana kedokteran dibawah pimpinan
dan tanggung jawab langsung seorang ahli
Dari aspek tujuan bedah mayat terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
1. %utopsi anatomis adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan
teori yang diperoleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan
yang lainnya sebagai bahan praktikum tentang teori ilmu urai tubuh
manusia (anatomi)
2. %utopsi klinis adalah pembedahan terhadap mayat yang meninggal dirumah sakit setelah mendapat perawatan yang "ukup dari para dokter.
$embedahan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui se"ara mendalam
sifat perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan se"ara
intensif terlebih dahulu, serta untuk mengetahui se"ara pasti jenis
penyakit yang belum diketahui se"afra sempurna selama ia sakit.
3. %utopsi forensik adalah pembedahan terhadap mayat yang bertujuan
men"ari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi misalnya
pembunuhan, bunuh diri atau ke"elakaan :.
%da beberapa alasan yang melandasi dilakukannya pembedahan terhadap mayat
antara lain
1. Untuk Kepentin!n Pene!kk!n Huku"
Baitul Insan Kamil Page 5
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
6/31
$enyelesaian kejahatan terutama yang berkaitan dengan tubuh dan
nyawa tidak selalu dapat diselesaikan oleh ilmu hukum sendiri. Dapat
dikatakan seperti itu karena memang obyek kejahatannya adalah tubuh dan
nyawa manusia, sedangkan tubuh dan nyawa manusia adalah kajian
bidang ilmu kedokteran. Dengan demikian seringkali untuk kepentingan
pembuktian dan penyelidikan sebab-sebab kematian lapangan ilmu hukum
meminta bantuan kepada bidang kedokteran ;.
alah satunya #lmu kedokteran dalam hukum pidana diposisikan
sebagai ilmu pembantu hukum pidana dimana dalam hal penyelesaian
perkara pidana disebut sebagai ilmu kedokteran forensik. #lmu kedokteran
forensik berperan dalam pengungkapan kasus-kasus yang berakibat
timbulnya luka dan kematian, tanpa bantuan ilmu kedokteran forensik
mustahil bagi ilmu hukum untuk dapat mengungkapkan misteri kejahatan
tersebut.
&anda kematian merupakan "ara yang digunakan untuk
menentukan seseorang telah benar-benar mati, banyak pendapat yang
mendefinisikan tanda kematian (sign of death) ini tetapi yang lebih penting
untuk diamati dari berbagai tanda kematian ada tiga ma"am yaitu lebam
mayat (lioris mortis)! kaku mayat (rigor mortis), dan penurunan suhu
mayat (algor mortis). 6epentingan dari observasi pada tiga hal ini adalah
untuk menentukan sebab kematian, "ara kematian, dan waktu atau saat
kematian. ntuk memperoleh kebenaran, maka ilmu kedokteran
memerlukan teori dan praktek yang laim kita kenal dengan autopsi atau
bedah mayat. $roses autopsi inilah yang akan mengantarkan kepada hal-hal yang dikenal dengan Seen “"” of #arjes! yaitu perbuatan apa yang
telah dilakukan= di mana perbuatan itu dilakukan= bilamana perbuatan itu
dilakukan= bagaimana perbuatan itu dilakukan= dengan apa perbuatan itu
dilakukan= mengapa perbuatan itu dilakukan dan siapa yang melakukan.1?
@asil pemeriksaan mayat dan bedah mayat (autopsi) disebut
sebagai isum et repertum. @asil dari isum et repertum inilah yang dapat
dijadikan bukti yang dapat dilihat dan ditemukan. %danya isum et
Baitul Insan Kamil Page 8
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
7/31
repertum sebagai hasil dari penyelidikan dapat memberi keterangan
kepada penegak hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana
#. Untuk "en$e%!"!tk!n &!nin $!n "!'i( (i)up )!%!" *!(i" "!$!t
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
8/31
Dalam "ontoh lain, para mahasiswa fakultas kedokteran untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang ilmu urai tubuh
manusia (anatomi) biasanya melakukan praktikum dengan "ara membedah
mayat. Dalam praktikum ini organ-organ tubuh yang penting seperti
jantung, paru-paru, pankreas, ginjal, otak, mata dan lain-lain yang akan
dijadikan objek penyelidikan diambil dari tubuh mayat. &ujuannya agar
para mahasiswa tadi dibekali dengan ke"akapan teknis untuk mendukung
pengetahuan teoritisnya. @al ini tentu saja dimaksudkan agar mahasiswa
kedokteran suatu ketika menjadi lebih siap untuk melaksanakan tugas-
tugas profesionalnya..
BAB III
BEDAH FORENSIK DARI PERSPEKTIF ISLAM
Baitul Insan Kamil Page :
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
9/31
A. DEFINISI BEDAH FORENSIK DARI BAHASA ARAB
$erkataan bedah se"ara kebahasaan berarti pengobatan penyakit
dengan jalan memotong atau mengiris bagian tubuh seseorang yang sakit atau
operasi 1. Dalam bahasa %rab di kenal dengan istilah Jirahah (ABCE) atau
amaliyah bil al jirahah (ABCGHIJ AKLMN)yang berarti melukai, mengiris atau
operasi pembedahan 11. edah mayat oleh dokter %rab dikenal dengan istilah
OP QMHC RSE TUVWHC12 . Dalam bahasa #nggris dikenal istilah autopsy 13, yang
berarti pemeriksaan terhadap jasad orang yang mati untuk men"ari sebab-
sebab kematian. 6ata autopsi juga berasal dari bahasa 7atin, autopsia yang
berarti bedah mayat.1 Dari pengertian se"ara etimologi dapat dikatakan bahwa
autopsi adalah pembedahan mayat guna pemeriksaan dalam.
Dalam terminologi ilmu kedokteran autopsi atau bedah mayat
berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat
atau organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah dilakukan
pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian
seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri
suatu tindak kriminal.15
B. SEJARAH BEDAH DI DUNIA ISLAM
ejak aman +asulullah %X, ilmu kedokteran merupakan ilmu
yang dipelajari dengan seksama. @aris bin 6aladah adalah seorang dokter aman ahiliah yang masih hidup di aman 9abi %X. Xalaupun ia kafir,
9abi menyuruh kaum muslimin yang sakit berobat kepadanya. $uteranya
9adar bin bin kaladah juga menjadi dokter yang terkenal.18
Dari riwayat ini tampak sekali bahwa 9abi sangat menghargai
profesi dokter, meskipun ia bukan seorang muslim. emangat ini tentu
ditangkap dengan baik oleh muslim pada generasi berikutnya untuk
mengembangkan ilmu kedokteran. #lmu kedokteran adalah "abang ilmu
Baitul Insan Kamil Page ;
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
10/31
biologi yang perkembangannya sangat ditentukan oleh intensitas penelitian.
&anpa penelitian yang serius ilmu ini tidak akan berkembang.
Di dunia #slam selama 5 abad pertama peradaban #slam, ada
beberapa dokter wanita yang terkenal seperti khtu al-@ufaid bin Yuhur dan
puterinya adalah dokter-dokter wanita yang bekerja di istana 6halifah +aja al-
/ansur di %ndalusia. Di negeri yam pada masa ani mayyah juga dikenal
seorang dokter wanita bernama Yainab yang ahli dalam bidang penyakit mata
dan ilmu bedah.
9ama-nama besar dalam bidang pengembangan ilmu kedokteran
seperti al-6indi, al-Farabi, #bnu sina, dan #bnu @ayyan dan lain lain yang
berjasa dalam meletakkan dasar ilmu kedokteran modern, juga melakukan
penyelidikan dalam ilmu bedah dan anatomi tubuh meskipun belum terlalu
detil. $raktik bedah yang mereka lakukan adalah tindakan sebatas penanganan
yang dilakukan terhadap orang masih hidup, bedah tidak dilakukan terhadap
jasad orang yang sudah mati.
&okoh kedokteran muslim yang juga mengembangkan #lmu bedah
adalah %bu al-Zasim al-Yahrawi al-Zurthubi (;38-1?13), yang dikenal di
[rofa sebagai %bu"asis. Dia adalah ahli bedah dan dokter gigi muslim
panyol pada masa pemerintahan %bdurraman ### (:;?-;81). 6aryanya yang
berjudul al$%asrif li man &rja'a an al$%alif yang terdiri dari 3? jilid di
antaranya menerangkan dengan jelas diagram dua ratus ma"am alat bedah.
%bu"asis menjelaskan "ara membersihkan luka dan perlunya post mortum
bagi beberapa jenis mayat untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya.
%bu"asis juga menulis *itab al$+ansur . @ingga abad 15 terjemahan buku
ini digunakan dalam kuliah kedokteran di niversitas &ubingen
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
11/31
adalah : jilid kitab &l$Syamil fi al$%ibb (,nsi-lopedi *edo-teran) yang terdiri
dari 20.??? folio se"ara keseluruhannya. #a juga menulis hasil penelitiannya
tentang fisiologi dan anatomi tubuh.1:
Dari telaahan terhadap sejumlah literatur yang menjelaskan tentang
perkembangan ilmu kedokteran terutama ilmu bedah, tidak mendapatkan
literatur yang menunjukan bahwa para dokter muslim yang terkenal di masa
lalu melakukan praktik bedah mayat dan menyelidiki tubuh manusia seperti
dewasa ini. esar kemungkinan karena keahlian mereka dalam pengobatan
telah dapat mengatasi problem kesehatan masa itu, tanpa harus melakukan
penelitian dan pembongkaran terhadap mayat. 6emungkinan lain karena
mereka berpegang kepada landasan etik yang dipahami dari ajaran agama agar
tidak melakukan pengrusakan terhadap jasad mayat.
&erlepas dari anggapan di atas, dewasa ini problematika di bidang
kesehatan dan ilmu kedokteran tentu lebih kompleks. #lmu kedokteran
membutuhkan penelitian dan pengembangan yang lebih serius untuk
memahami kompleksitas di dunia kedokteran. alah satu "ara mengatasinya
aah dengan melakukan penelitian lebih intensif terhadap fisiologi dan anatomi
tubuh manusia. Dalam kondisi seperti itu, tindakan autopsi adalah salah satu
alternatif yang ditempuh.
C. PANDANGAN ULAMA TENTANG BEDAH FORENSIK
e"ara garis besar, dalam hal ini ada dua pendapat
1. $endapat pertama menyatakan semua jenis autopsi hukumnya haram
%lasannya hadits berikut, Dari %isyah r.a bahwa +asulullah %X
bersabda !esungguhnya mematahkan tulang mayat itu sama
(dosanya) dengan mematahkannya pada waktu hidupnya.* (@+ %hmad,
%bu Daud, dan #bnu /ajah)
2. $endapat kedua menyatakan autopsi itu hukumnya mubah (boleh)
%lasannya, tujuan autopsi anatomis dan klinis sejalan dengan prisip-
prinsip yang ditetapkan +asulullah %X. Dalam sebuah riwayat
Baitul Insan Kamil Page 11
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
12/31
di"eritakan bahwa seorang %rab adui mendatangi +asulullah %X
seraya bertanya, !%pakah kita harus berobat\* +asulullah %X
menjawab, !]a, hamba %llah. erobatlah kamu, sesungguhnya %llah
tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya,
ke"uali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua.* (@+ %bu Daud,
&irmidi, dan %hmad).
+asulullah %X memerintahkan berobat dari segala penyakit, berarti
se"ara implisit (tersirat) kita diperintahkan melakukan penelitian untuk
menentukan jenis-jenis penyakit dan "ara pengobatannya.
%utopsi anatomis dan klinis merupakan salah satu media atau
perangkat penelitian untuk mengembangkan keahlian dalam bidang
pengobatan. &ujuan autopsi forensik sejalan dengan prinsip #slam untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan dalam penetapan hukum.
Dalam literatur fikih kontemporer, ada dua model pendapat.
$ertama, pandangan mufti /esir, ]usuf %d-Dajwi, yang berkesimpulan
bahwa praktek demikian itu boleh (jawa). 6edua, pendapat mufti /esir
yang lain, /uhammad ukhet al-/ithi, bahwa bedah jenaah hanya
boleh untuk dua keperluan= mengambil harta orang, misalnya pertama,
yang tersimpan di perut jenaah, dan menyelamatkan janin di perut ibunya
yang meninggal. ila untuk penelitian, katanya, tidak boleh (la yajuu).
$andangan keduanya merupakan hasil takhrij atas kajian pada
ulama klasik. erupa bahasan tentang hukum bedah mayat pada dua kasus=
mengambil harta dalam perut jenaah, ahli fikih mahab @anafi
berpendapat boleh bila almarhum atau almahumah tidak meninggalkanharta yang dapat dijadikan ganti. ebab hak manusia harus didahulukan di
atas hak %llah.
Dalam mahab yafii, menurut pendapat yang masyhur, hal itu
dapat dilakukan se"ara mutlak. egitu pula pendapat #mam ahnun al-
/aliki. edangkan %hmad bin @anbal tidak membenarkan. Dalam kasus
mengambil janin, ahli fikih mahab @anafi dan yafii berpendapat
mubah. edangkan mahab /aliki dan @ambali melarang.
Baitul Insan Kamil Page 12
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
13/31
$erbedaan itu berpangkal pada perbedaan memahami hadist 9abi
kepada penggali kubur agar tidak merusak tulang-belulang yang
didapatkan dari kuburan. ![ngkau jangan merusak tulang itu, karena
merusak tulang seseorang yang telah meninggal sama dengan merusak
tulang seseorang yang masih hidup,* sabda 9abi, diriwayatkan /alik,
#bnu /ajah, dan %bu Daud dengan sanad yang sahih.
$endapat yang melarang operasi perut jenaah berasal dari
pemahaman hadits itu se"ara mutlak, dalam kondisi apapun. edangkan
alasan pendapat yang membolehkan adalah darurat, seperti
menyelamatkan janin dan mengambil harta.
/enurut ekretaris /ajelis 6ehormatan [tik 6edokteran #katan
Dokter #ndonesia dr. %gus $urwadianto, pF, @, /si, #ndonesia telah
memiliki peraturan dan fatwa mengenai bedah mayat, antara lain Fatwa
/ajelis $ertimbangan 6esehatan dan yara 6ementerian 6esehatan 9o
41;55, yang menyatakan bedah mayat hukumnya mubah (tidak
diharamkan dan tidak dihalalkan).
Dalam Fatwa 9o 541;50 dijelaskan tata "ara penggunaan mayat
untuk kepentingan pendidikan. elain itu, ada $eraturan $emerintah 9o
1:41;:1 tentang edah /ayat 6linis dan edah /ayat %natomis serta
&ransplantasi %lat dan atau
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
14/31
&rtinya . +emecah-an tulang orang mati itu sama dengan memecah-an
tulangnya -eti-a masih hidup
dalam hadits lain
,A{ _J C `N _J |`KN QJ} ~•€} IU{ _J C `N Ic`B .J _J `M Ic`B .M _J `M Ic`B
C ~‚ ~HC N KMHC N I L xKLN C OLz ~cHC _N AML } _N ,x} _N2?
&rtinya . +emecah-an tulang orang mati itu sama dengan memecah-an
tulangnya -eti-a masih hidup dalam hal dosanya
7andasan normatif hukum di atas mengisyaratkan keharaman
melakukan pembedahan terhadap mayat. Di sisi lain, ajaran normatif #slam
juga menekankan perlunya mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ilmu
kedokteran yang tujuannya untuk men"apai kemaslahatan hidup manusia.
%pa yang dikemukakan di atas adalah sebuah problematika.
$enemuan baru sebagai hasil dari perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang menjanjikan kemaslahatan menurut penulis tidak
seharusnya diabaikan begitu saja. Disiplin ilmu yang sangat penting seperti
ilmu bedah atau forensik dalam ilmu kedokteran perlu diselaraskan dengan
prinsip-prinsip hukum #slam, karena ia berada di antara perintah dan
larangan. 21
&ulisan ini selanjutnya akan membahas masalah bedah mayat
dengan pendekatan /awaidul Fi0hiyyah. &ujuannya untuk menentukan
status hukum bedah mayat dengan mengoperasionalkan kaidah-kaidah fi'ih
yang telah dirintis oleh para ulama di masa lalu untuk menyikapi masalah-
masalah fi'ih kontemporer.
#. Tin&!u!n Huku" I'%!" Te*(!)!p Be)!( M!$!t
Baitul Insan Kamil Page 1
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
15/31
$ada bagian ini akan dilakukan pembahasan tentang status hukum bedah
mayat dalam perspektif hukum #slam dengan menggunakan teori /awaid
al$Fi0hiyah.
!. Untuk Kepentin!n Pene!kk!n Huku"
%utopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan pengadilan dengan
maksud untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya di sebut juga obductie 22
Di #ndonesia masalah bedah mayat atau autopsi diatur di dalam $asal 13
ndang-undang 9o : &ahun 1;:1 tentang @ukum %"ara $idana yang berbunyisebagai berikut
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindarkan, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib menerangkan dengan
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
3. %pabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3
ndang-undang ini. 23
$asal 133 dari ndang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik kera"unan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran dan atau ahli lainnya.
2. $ermintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan se"ara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
Baitul Insan Kamil Page 15
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
16/31
3. /ayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan se"ara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat
yang dilakukan dengan diberi "ap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain pada mayat.2
erpijak dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa autopsi
atau bedah mayat adalah suatu pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang
dilakukan oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud atau
kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab kematian mayat.25
Di dalam al-Zuran maupun al-@adits tidak ditemukan anjuran yang tegas
untuk melaksanakan autopsi untuk keperluan-keperluan tertentu. 9amun tindakan
untuk melakukan autopsi terhadap mayat, terutama untuk kepentingan
pembuktian di pengadilan firman %llah dalam surat an-9isa ayat 5: yang
berbunyi
&rtinya . #an apabila menetap-an hu-um di antara manusia supaya -amu
menetap-an dengan adil1
/aksudnya ayat ini dapat ditarik bahwa dalam menjatuhkan hukum harus
mengedepankan keadilan, meskipun misalnya untuk menegakkan keadilan
tersebut ditempuh melalui pembedahan mayat (autopsi) dan pembongkaran
kuburan si mayat. ebab pada mayat itu terdapat bukti-bukti yang dapat
mengantarkan penegak hukum sampai kepada sebuah kesimpulan yangmeyakinkan sehingga dapat memutuskan hukuman yang adil.
ntuk mengetahui status hukum terhadap tindakan autopsi mayat yang
digunakan sebagai pembuktian hukum di pengadilan dengan menggunakan teori
/awaid al$Fi0hiyah dapat diterapkan kaidah-kaidah berikut
21 *aidah 3ertama .
Baitul Insan Kamil Page 18
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
17/31
IHC ƒHC „E… †I‡HC ƒHC „MWU 26
erdasarkan kaidah di atas, kemudaratan yang bersifat khusus boleh
dilaksanakan demi menolak kemudaratan yang bersifat umum. ebuah tindakan
pembunuhan misalnya, adalah tergolong tindak pidana yang mengan"am
kepentingan publik atau mendatangkan mudharat am. ntuk menyelamatkan
masyarakat dari rangkaian tindak pembunuhan maka terhadap pelakunya harus
diadili dan dihukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku. ukti-bukti atas
tindakan pembunuhan yang dilakukannya harus diperkuat agar ia dapat dihukum
dan jangan sampai bebas dalam proses pengadilan, oleh karena itu untuk
pembuktian itu harus dengan melakukan autopsi atau membedah mayat korban.
Dari penerapan kaidah ini, dapat disimpulkan bahwa bedah mayat dalam
hukum #slam diperbolehkan dengan tujuan untuk memelihara kemaslahatan
masyarakat atau menolak kemudaratan yang bersifat publik, seperti tindak pidana
pembunuhan. Dengan kata lain, autopsi yang mendatangkan kemudaratan khusus
(karena merusak mayat), boleh dilakukan untuk melindungi masyarakat dari
kemudaratan yang lebih besar, yakni bebasnya seorang pembunuh karena tidak
terbukti jika tindakan autopsi tidak dilakukan.
Di dalam hukum #slam, suatu tindakan yang dilandasi oleh alasan untuk
menjamin keamanan dan keselamatan diri orang yang hidup harus lebih
diutamakan daripada orang yang sudah mati.
41 *aidah *edua .
ˆCQMHC TKP ̂ CƒHC27
Dari kaidah kedua dapat dipahami bahwa persoalan darurat itu
membolehkan sesuatu yang semula diharamkan.
erangkat dari fenomena di atas, maka autopsi forensik sangat penting
kedudukannya sebagai metode bantu pengungkapan kematian yang diduga karena
Baitul Insan Kamil Page 10
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
18/31
tindak pidana. Dengan melaksanakan autopsi forensik maka dapat dipe"ahkan
misteri kematian yang berupa sebab kematian, "ara kematian, dan saat kematian
korban. ‰isum et repertum sebagai laporan dari pelaksanaan autopsi forensik
mempunyai daya bukti dalam proses peradilan sebagai alat bukti surat, keterangan
ahli, dan petunjuk. eorang @akim tidak dibenarkan mengabaikan hasil isum et
repertum apabila memang hanya visum tersebut adalah bukti satu-satunya dan
atau apabila alat bukti yang lain bertentangan dengan isi visum.
Dalam proses pembuktian, autopsi adalah tindakan memeriksa tubuh
mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya "edera, melakukan
interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian
serta men"ari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan
dengan penyebab kematian.2:
Di dalam sebuah negara atau bangsa tegaknya keadilan hukum adalah hal
yang sangat diperlukan dalam mengatur masyarakat. $enegak hukumlah yang
paling bertanggungjawab atas tegaknya keadilan hukum di tengah masyarakat.
&egaknya hukum yang adil dalam perspektif #slam tentu diserahkan pada ahlinya
agar di dalam penerapannya dengan "ara yang adil dan teratur sebagaimana
firman %llah X& yang berbunyi
Š ` ‹ Œ H ‹I J ŠCQ ‹ M ‹ P Œ Ž}Œ Š Ic HC _ Œ K ‹J Œ W M ‹ ŒB Œ C‘ Œ’Š Œ I“ Œ L Š‹ }Œ OH Œ’Š Š c Œ Œ…Œ C‹ ‹ ” Œ P Ž}Œ ‹ – ‹U Œ Œ C Ž ’Š—
erkaitan dengan autopsi, maka penegak hukum harus bekerja samadengan dokter ahli bedah yang dapat diper"aya kejujurannya, agar mayat tersebut
mendapatkan isum et repertum, sehingga dari hasil penyelidikannya itu memberi
keterangan yang sebenarnya kepada penegak hukum untuk mengetahui dengan
baik suatu perbuatan tindak pidana.
/enjatuhkan sanksi hukum terhadap terdakwa tidak boleh dihalang-
halangi oleh siapapun dan alasan apapun, misalnya= pelaku kejahatan tidak
diketahui, tidak ada tanda-tanda yang dapat dijadikan bukti, pembuktian melalui
Baitul Insan Kamil Page 1:
http://aliboron.wordpress.com/Bank%20Data/Bank%20Data/DOKUMEN%20GUE/Dokumen%20Saikhu/SYAIKHU.%20PENTING/JADWAL%20DISKUSI/Kumpulan%20Makalah/SMT%20II/Bedah%20Mayat%20Oke.doc#_ftn22http://aliboron.wordpress.com/Bank%20Data/Bank%20Data/DOKUMEN%20GUE/Dokumen%20Saikhu/SYAIKHU.%20PENTING/JADWAL%20DISKUSI/Kumpulan%20Makalah/SMT%20II/Bedah%20Mayat%20Oke.doc#_ftn22
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
19/31
penyelidikan biasa sulit dilakukan, maka dalam kondisi seperti ini autopsi atau
bedah mayat dapat dilakukan sebagai wahana penyelidikan karena dianggap
sangat diperlukan dalam penegakan hukum. @ajat inilah yang membolehkan hal-
hal yang diharamkan sebagaimana maksud kaidah fi'hiyah berikut
51 *aidah *etiga .
AŠE Œ I Œ H ‹C ˜ Œ Œ AŒ C Œ Œ™Œ Œ Š̂ C ‹ ƒ HC ˜ Œ Œ ŒC ŒB Œ ™Œ2;
6aidah ketiga ini menyatakan bahwa tiadanya keharaman dalam kondisi
darurat, seperti halnya tidak adanya kemakruhan dalam kondisi hajat. /aka jika
autopsi di atas dipahami sebagai hal yang bersifat darurat, artinya satu-satunya
"ara membuktikan, maka autopsi itu sudah menempati level darurat, dan karena
itu status hukumnya dibolehkan.
61 *aidah *eempat
AŠz
I€ Œ ‹CŒ ‹ • ŒI Œ AŠ
INŒ |Š
Œ ‹ ƒ HCA Œ H Œ
Šc ‹ Œ cP Œ AE
ŒI ŒH ‹CŒ3?
6aidah keempat di atas dapat memperkuat argumentasi kaidah
sebelumnya. /aksudnya kaidah ini adalah hajat menempati kedudukan darurat,
baik hajat umum maupun hajat yang bersifar perorangan.31
Dari kaidah-kaidah di atas, dapat dipahami bahwa autopsi untuk
kepentingan penegakkan hukum itu karena keperluan yang berada pada level
hajat statusnya diperbolehkan di dalam hukum #slam.
,. Autp'i Untuk Men$e%!"!tk!n J!nin $!n M!'i( Hi)up )i )!%!"
R!(i" M!$!t
Dari tujuan atau motivasi di atas tidak ada didapatkan dalil dari %l-Zuran
dan %l-@adits yang menyatakan larangan atau suruhan untuk melakukan tindakan
autopsi terhadap mayat dalam kondisi demikian. 9amun pada prinsipnya ajaran
#slam memberi tuntutan kepada umatnya untuk berijtihad dalam sesuatu masalah
Baitul Insan Kamil Page 1;
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
20/31
yang tidak ada nash-nya, sebagaimana firman %llah dalam al-Zuran surat al-@ajj
ayat 0: yang berbunyi
&rtinya . dan berjihadlah -amu pada jalan &llah dengan Jihad yang sebenar$
benarnya1 #ia telah memilih -amu dan #ia se-ali$-ali tida- menjadi-an untu-
-amu dalam agama suatu -esempitan1
Dalam menentukan status hukum masalah autopsi untuk menyelamatkan
janin yang masih hidup di dalam rahim mayat dapat diterapkan kaidah-kaidah
fi'hiyah berikut
21 *aidah 3ertama .
IM Œ“ Š šŠ€ Œ CŒ › Š I Œ PŠ ‹ IJ ŠC œ C Œ Œ I“ ŒM Œ Œ N‹ CŒ ~ Œ NŠ ‹ ŽIP Œ` Œ Œ š ‹ Œ ž Œ Œ I Œ P ŒC‘ ŒCŠ32
Dengan kaidah tersebut dapat dipahami bahwa apabila dua mafsadah
bertemu dalam suatu waktu, dan kedua mafsadah itu saling bertentangan, maka
harus diperhatikan mana yang lebih besar mudaratnya dengan mengerjakan yang
lebih ringan mudaratnya.
41 *aidah *edua .
6aidah yang sejalan dengan maksud kaidah pertama di atas adalah
Ÿ€…C ƒHIJ CU `…C ƒHC33
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
21/31
tubuh mayat berdasarkan kedua kaidah di atas diperbolehkan menurut hukum
#slam.
ahkan dalam persoalan ini %l-yiraji berpendapat bahwa wajib
hukumnya membedahkan mayat bila mengandung janin yang masih hidup.
6arena janin tersebut tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya, maka orang
hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya meskipun dengan melalui
pembedahan mayat. #a mengatakan
KMHC _ ¡E ¢£PIJ ~BI¤WC x• ¥ …I“‚QE ¦ ¥ OL ¥B _ § K ‹cŠE Œ I“ Œ ‚ŠQ ‹E Œ O Š ‚ Œ |§}Œ Œ ‹ CŠ ‹ P ŒI Œ Ž ‹ CŠ Œ
3
&etapi kaidah fi'ih juga membatasi tindakan yang dilakukan terhadap mayat yaitu
tidak boleh melewati batas-batas tertentu atau melewati batas-batas yang menjadi
hajat diadakannya pembedahan itu, seperti bunyi kaidah berikut
51 *aidah *etiga .
I`¤J `¤J ˆCƒLH TKJ}I 35
]ang dipahami dari kaidah ketiga ini, dalam melakukan autopsi dibolehkan hanya
sebatas keperluan yang ada hubungan dengan keperluan untuk menyelamatkan
janin.
61 *aidah *empat .
Dalam melakukan bedah terhadap mayat yang mengandung janin yang masih
hidup, tidak boleh berlebihan atau tidak boleh membedah bagian yang tidak ada
kaitannya dengan hajat tersebut. ebuah kaidah menyatakan
qŠ` ¨Š OH ŒCŠ © Œ Œ• ‹CŠ q ῭B Œ _ ‹ NŒ { Œ Œ IG Œ P ŒI Œ „ ” 38
Dari kaidah di atas dipahami apabila melampaui kebutuhan yang menjadi hajat
maka hukum bedah mayat menjadi haram.
Baitul Insan Kamil Page 21
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
22/31
0. Autp'i Y!n Be*tu&u!n untuk Mene%u!*k!n Ben)! $!n Be*(!*!
)!*i M!$!t
$ada bagian terdahulu telah diuraikan "ontoh kasus ini, yakni seseorang
menelan sesuatu yang bukan miliknya yang mengakibatkan ia meninggal dunia,
selanjutnya pemilik menuntut agar barang yang ada diperut mayat dikembalikan
kepadanya. Dalam hal seperti di atas tidak ada "ara lain yang bisa ditempuh
ke"uali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di
perut mayat.
/elihat persoalan seperti kasus di atas, perlu ditentukan status hukum
bedah mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. erdasarkan ajaran
#slam haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya.
&indakan yang demikian akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam
sesudah kematiannya karena ia masih terkait dengan hak orang lain. Dalam
keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. ªleh karena itu orang
hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali keluarganya
yang harus memprakarsai pembedahannya untuk mengeluarkan barang milik
orang lain tersebut dari perutnya guna mengembalikan kepada pemiliknya.
Dengan pendekatan menggunakan /awaid al$Fi0hiyyah terhadap
persoalan di atas, status hukum bedah mayat dapat ditentukan menggunakan
kaidah yang sama seperti di atas, antara lain
21 *aidah 3ertama .
IM Œ“ Š šŠ€ Œ CŒ › Š I Œ PŠ ‹ IJ ŠC œ C Œ Œ I“ ŒM Œ Œ N‹ CŒ ~ Œ NŠ ‹ ŽIP Œ` Œ Œ š ‹ Œ ž Œ Œ I Œ P ŒC‘ ŒCŠ30
41 *aidah *edua .
Ÿ€…C ƒHIJ CU `…C ƒHC3:
6asus di atas adalah kasus _UƒHC Ÿ€} «¤P’ artinya, mengambil darurat
yang lebih ringan di antara dua pilihan yang sama-sama darurat. Darurat pertama
Baitul Insan Kamil Page 22
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
23/31
adalah keharaman merusak mayat berhadapan dengan darurat kedua, yaitu
kesengsaraan si mayat jika barang diperutnya tidak diambil dan dikembalikan
kepada pemiliknya dengan "ara dibedah.
Dengan masalah seperti itu pilihan untuk membedah mayat dan
mengembalikan barang kepada pemiliknya adalah yang harus diambil, karena
mudaratnya lebih ringan. Dengan demikian tindakan autopsi untuk tujuan di
dimaksud berdasarkan kedua kaidah yang telah disebutkan di atas diperbolehkan
menurut hukum #slam.
ahkan dalam hal seperti ini persoalan ini %bu #shak %sy yirai
mengatakan bahwa wajib hukumnya membedahkan mayat bila di dalam perutnya
mengandung barang milik orang lain
xKš‚ xH|QGHC •I ŽC|QGHC ˆ ¥I“‚QE ¦I“BIz «HI¬ ˆI qKH|QE KMHC ˜LJ ŽC
L‚ xPIKB O‚I“L“WC x• ¥ … «GU™ O•ISHC ~cE™C|QG ~“‚AQLH ˆIzI“• … ¦VU `BC ŽI“E
AQHC ¦BI“JQLWU 3;
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa boleh hukumnya
bahkan wajib hukumnya membedah mayat apabila dalam perutnya terdapat batu
permata orang lain dan tidak diwajibkan bila batu permata atas miliknya sendiri.
). Autp'i Untuk Kepe*%u!n Pene%iti!n I%"u Ke)kte*!n
/enurut mar @ubais ? mempelajari ilmu kedokteran adalah wajib atau
fadhu -ifayah bagi umat #slam, karena +asulullah sendiri berobat, memberi obat
serta menganjurkan untuk berobat sebagaimana sabdanya yang berbunyi
_J AI} _N,A®N _JIU{ _N AcKKN _J ŽIKš _`B I.IMN _J IV,AK _JC _JJQJC _`B
¯CIN! “H I¤‚ °C± O‚ ²B IcKLN} L xKLN C OLz ~c ¥HC ŽQH–U ›CN…C ˆ`“ I,³U
´IcE IcKLN „ ,¯C QIU QHI¤‚.²B ±H ¥C µC±‚.I¶K xK€} žN _ žWC _™’ ²HC C ˜
CQHI ,“HC ™’ . ¡Iš x ˜™C ¡C ˜ƒU H,x•Ic,C Ž ¥ ·‚ ¯CIN ,CC`P I °¸C`W• ™ Ž}
_B ¦L€I °`HC ~¹NCIK€I ¯C QIU 1
Baitul Insan Kamil Page 23
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
24/31
alah satu bagian ilmu kedokteran yang sangat penting adalah ilmu bedah.
#lmu ini menghajatkan pengetahuan yang luas dan dalam tentang anatomi dan
fisiologi tubuh manusia. ntuk mengembangkan ilmu ini maka penyelidikan
terhadap organ tubuh manusia menjadi sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan,
jika perlu mengadakan pembedahan dan pemeriksaan tubuh mayat, memeriksa
susunan syaraf, rongga perut dalam rangka. @al yang demikian dimaksudkan agar
seorang tenaga medis (dokter) dapat menunaikan tugas profesionalnya dengan
baik, memberikan pengobatan dan menyembuhkan penyakit yang diderita pasien.
ntuk keperluan tersebut, para dokter dan mahasiswa kedokteran kadang-
kadang membutuhkan mayat sebagai sarana penelitian untuk pengembangan ilmu
kedokteran. ]ang menjadi masalah apakah tindakan bedah mayat untuk
kepentingan penelitian dan ilmu itu dibolehkan atau diharamkan dalam ajaran
#slam. %jaran #slam sangat menekankan perlunya mengembangkan ilmu
pengetahuan termasuk ilmu kedokteran. $engembangan ilmu kedokteran tentu
bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia dan misi #slam se"ara umum
sejalan dengan tujuan tersebut.
Dalam tinjauan /awaid al$Fi0hiyah, status hukum bedah mayat untuk
keperluan yang demikian dapat ditentukan dengan menggunakan kaidah-kaidah
berikut
21 *aidah 3ertama .
«EC Q“‚ xJ ™C «ECQHC WU ™I 2
/elalui kaidah pertama ini, dapat dipahami bahwa sebuah kewajiban yang
tidak sempurna pelaksanaannya tanpa adanya dukungan sesuatu, maka sesuatu
tersebut hukumnya wajib pula. Dalam kasus di atas, apabila seorang dokter tidak
akan bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik ke"uali bila ia memahami
seluk-beluk anatomi tubuh manusia, maka untuk kepentingan yang sesuai dengan
profesinya ia harus memahami seluk beluk anatomi tubuh manusia, meskipun
dengan jalan melakukan pembedahan terhadap mayat.
Baitul Insan Kamil Page 2
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
25/31
41 *aidah *edua .
6aidah ini memperkuat kaidah pertama, yaitu
`zI¤MHC B „^IQLH 3
/elalui kaidah ini dapat dijelaskan, bahwa sebuah sarana hukumnya sama
dengan tujuan. /isalnya agama #slam mewajibkan kepada umatnya untuk
memelihara kesehatan, maka mempelajari ilmu tentang kesehatan hukumnya
wajib pula. 6onsekuensi lanjutnya adalah wajib pula menyiapkan prasarana dalam
menuntut ilmu kesehatan, termasuk sarana praktikum seperti mempelajari anatomi
tubuh manusia.
51 *aidah *etiga .
6aidah ini adalah bersifat umum, namun dalam kasus ini dapat juga digunakan,
antara lain
IM Œ“ Š šŠ€ Œ CŒ › Š I Œ PŠ ‹ IJ ŠC œ C Œ Œ I“ ŒM Œ Œ N‹ CŒ ~ Œ NŠ ‹ ŽIP Œ` Œ Œ š ‹ Œ ž Œ Œ I Œ P ŒC‘ ŒCŠ
61 *aidah *eempat .
Ÿ€…C ƒHIJ CU `…C ƒHC5
Dengan menggunakan kaidah-kaidah seperti telah dijelaskan di atas dapat
disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat untuk keperluan penelitian ilmu
kedokteran hukumnya boleh, bahkan jika dipahami sebagai kondisi yang berada
pada level hajat maka hukumnya menjadi wajib.
Baitul Insan Kamil Page 25
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
26/31
BAB I1
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
edah forensik4mayat dalam bahasa arab dikenal dengan istilah
Jirahah atau amaliyah bil al jirahah yang berarti melukai, mengiris, atau
operasi pembedahan. edah mayat yang dilakukan tanpa tujuan yang benar,
hukumnya haram. edah mayat yang dilaksanakan guna menyelamatkan
manusia, pendidikan dan penegakan hukum diperbolehkan dalam #slam,
Baitul Insan Kamil Page 28
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
27/31
yaitu hukumnya mubah (boleh), sepanjang hal itu tidak melewati batas dan
guna kemaslahatan manusia sebagai makhluk hidup.
eberapa pendapat ulama hanya disinggung dua permasalahan saja,
diperbolehkan membedah mayat yakni hanya kepada seseorang yang sedang
mengandung kemudian meninggal dunia, sedang janin yang ada didalam
perutnya diperkirakan masih hidup dan juga dalam hal jika seseorang
meninggal dunia dan didalam tubuhnya terdapat benda berharga, maka
harus bahkan wajib membedah perutnya.
B. SARAN
1. Dalam pelaksanaan otopsi sebaiknya dokter memperhatikan kode etik
yang berlaku dan tetap menghotmati mayit selama otopsi berlangsung
maupun setetelah otopsi.
2. Dokter tidak ragu dalam mengotopsi guna kepentingan umum, juga
penegak hukum dalam rangka pembuktian.
3. @endaknya apabila mayat yang di otopsi itu perempuan, maka dokter
yang memeriksa juga perempuan, ke"uali apabila memang tidak
ditemukan dokter perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen $endidikan dan 6ebudayaan &im $enyusun 6amus $usat
$embinaan dan $engembangan bahasa, *amus 7esar 7ahasa Indonesia,
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
28/31
. %bdul %i Dahlan et.al. 1;;8. ,nsi-lopedi 8u-um Islam Jilid 2 cet12
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
29/31
10. Ibid1 h. 25-28. 6arya %bu al-Zasim al-Yahrawi al-Zurthubi kemudian
menjadi rujukan penting dalam pengembangan ilmu kedokteran di arat
terutama ilmu forensik.1:. Ibid . h. 281;. #bnu /ajah, Sunan Ibnu +ajah
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
30/31
20. %li %hmad %n-9adwi, /awaidul Fi0hiyah, Damaskus Darul 6alam,
12? @, h. 3?:. Dijelaskan oleh %n-9adwi bahwa dasar kaidah itu
disandarkan pada al-Zuran antara lain ayat Ÿ•IGW K» A¼M‡ O‚ ¹C _M‚
KBHCQš» I•·‚ 2:. http44www.indonesia."om4f418:21-otopsi-sih2;. %bdul @amid @akim, +ahadiul &wwaliyah,
8/19/2019 BIK Bedah Forensik 2
31/31
3. %. Djauli, *aidah$-aidah fi-ih. *aidah$-aidah 8u-um Islam dalam
+enyelesai-an +asalah$+asalah yang 3ra-tis,