BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit trombosis Hemostasis merupakan peristiwa penghentian pendarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah. Sedangkan trombosis merupakan peristiwa yang terjadi ketika endotelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau robek. Peristiwa trombosis ini mencakup proses pembekuan darah (koagulasi) yang melibatkan pembuluh darah, trombosit, dan protein plasma penyebab pembekuan darah maupun pelarutan bekuan darah. Hemostasis dan trombosis memiliki tiga fase yang sama, yaitu (1) pengaktifan trombosit oleh trombin membentuk agregrat trombosit sementara yang dalam hemostatis disebut sumbat hemostatik dan dalam trombosis dikenal sebagai thrombus, (2) pembentukan jaring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatis atau thrombus yang lebih stabil, dan (3) pelarutan sebagian atau keseluruhan agregrat hemostatik atau trombus oleh plasmin (Murray et al., 2003). Penyakit trombosis berlangsung ketika tubuh mengalami ketidakseimbangan proses pembekuan darah dan pencairannya kembali. Penyakit trombosis yang banyak dikenal di antaranya adalah cerebral stroke, myocardial infarction, venous thromboembolism, dan hemofilia. Stroke
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit trombosis
Hemostasis merupakan peristiwa penghentian pendarahan akibat putusnya
atau robeknya pembuluh darah. Sedangkan trombosis merupakan peristiwa yang
terjadi ketika endotelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau robek.
Peristiwa trombosis ini mencakup proses pembekuan darah (koagulasi) yang
melibatkan pembuluh darah, trombosit, dan protein plasma penyebab pembekuan
darah maupun pelarutan bekuan darah. Hemostasis dan trombosis memiliki tiga
fase yang sama, yaitu (1) pengaktifan trombosit oleh trombin membentuk agregrat
trombosit sementara yang dalam hemostatis disebut sumbat hemostatik dan dalam
trombosis dikenal sebagai thrombus, (2) pembentukan jaring fibrin yang terikat
dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatis atau thrombus
yang lebih stabil, dan (3) pelarutan sebagian atau keseluruhan agregrat hemostatik
atau trombus oleh plasmin (Murray et al., 2003).
Penyakit trombosis berlangsung ketika tubuh mengalami
ketidakseimbangan proses pembekuan darah dan pencairannya kembali. Penyakit
trombosis yang banyak dikenal di antaranya adalah cerebral stroke, myocardial
infarction, venous thromboembolism, dan hemofilia. Stroke merupakan salah satu
penyakit trombosis akibat pendarahan di otak. Pendarahan ini menyebabkan
pecahnya pembuluh darah di otak yang mengakifkan trombin untuk mengubah
fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin ini
mengakibatkan pembekuan darah di pembuluh darah yang rusak. Pada penderita
penyakit stroke, tubuh tidak dapat mencairkan gumpalan darah yang sudah terjadi
sehingga aliran darah dan nutrisi pada otak terhenti. Terapi untuk penderita
trombosis di antaranya dengan operasi yang bertujuan untuk menghilangkan
sumbatan atau dengan obat-obat trombolitik yang bekerja dengan cara
mendegradasi gumpalan darah (Prasad et al., 2007).
2.1.1 Mekanisme pembekuan darah
Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh darah
dan berbentuk cair. Terdapat dua faktor yang menyebabkan pembekuan darah
yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan
bekuan fibrin sebagai respon terhadap luka jaringan dilaksanakan oleh lintasan
ekstrinsik. Sedangkan lintasan instrinsik terjadi karena pengaruh dari protein
kolagen dan kalikrein di dalam tubuh (Bhagavan, 2002). Lintasan ekstrinsik dan
instrinsik menyatu dalam lintasan akhir yang sama yaitu pengaktifan protrombin
menjadi trombin (Gambar 2.1). Sedangkan faktor-faktor pembekuan darah bisa
dilihat pada Tabel 2.1.
Gambar 2.1 Proses pembekuan darah
Tabel 2.1 Faktor pembekuan darah, nama umum, dan fungsi (Murray et al., 2003)Kategori dan Faktor Zymogen Protease Serin
Nama Umum Fungsi
Faktor XII Faktor Hageman Terikat dengan permukaan negative pada tempat pembuluh darah yang mengalami sedera, diaktifkan oleh kinogen dan kalikrein
Faktor XI Plasma Thromboplastin Antecedent (PTA)
Diaktifkan oleh faktor XIIa
Faktor X Faktor Stuart-power Diaktifkan pada permukaan trombosit aktif oleh kompleks tenase (Ca2+, faktor VIIa dan IXa) dan oleh faktor VIIa dengan adanya faktor jaringan dan Ca2+
Faktor IX Faktor antihemofilia B, Christmas, komponen tromboplastin plasma (PTC)
Diaktifkan oleh faktor XIa dengan adanya Ca2+
Faktor VII Prokonventin, unsur akselerator konversi protrombin serum (SPCA), kotromboplastin
Diaktifkan oleh trombin dengan adanya Ca2+
Faktor II Protrombin Diaktifkan pada permukaan trombosit aktif oleh kompleks protrombinase
KofaktorFaktor VIII Antihemofilia A, globulin
antihemofilia (AHG)Diaktifkan oleh trombin, factor VIIIa merupakan kofaktor dalam aktivasi faktor X oleh faktor Ixa
Faktor VI Proacelerin, factor labil, unsur globulin akselerator atau (Ac-)
Diaktifkan oleh trombin, factor VIIIa merupakan kofaktor dalam aktivasi protrombin oleh faktor Xa
Faktor III Faktor jaringan, Ca2+ faktor-faktor ini biasanya tidak disebut sebagai faktor pembekuan
Glikoprotein yang diekspresikan pada permukaan sel endotel yang cedera atau distimulasi untuk bekerja sebagai kofaktor bagi faktor VIIa
Faktor I Fibrinogen Dipecahkan oleh thrombin untuk membentuk bekuan fibrin
Transglutaminase yang bergantung-tiolFaktor XIII Faktor penstabil fibrin
(FSF), FibrinoligaseDiaktifkan oleh thrombin dengan adanya Ca2+, menstabilkan bekuan fibrin melalui ikatan silang kovalen
Protein pengatur dan protein lainProtein C Diaktifkan menjadi protein Ca dengan
pengikatan thrombin menjadi trombomodulin, kemudian memecahkan factor VIIIa dan Va
Protein S Bekerja sebagai kofaktor protein C, baik protein yang mengandung residu Gla (ɣ-karboksiglutamat)
Trombomodulin Protein pada permukan sel endotel mengikat trombin yang kemudian mengaktifkan protein C
Proses pembekuan darah merupakan mekanisme bertingkat yang
melibatkan pengaktifan faktor yang satu dengan yang lainnya. Pada tahap terakhir
trombin akan mengubah fibrinogen menjadi serat fibrin yang dapat menjaring
platelet trombosit, sel darah merah, dan plasma sehingga terbentuk bekuan darah.
Fibrinogen (340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut,
terdiri atas tiga pasang rantai polipeptida nonidentik, pada kedua rantainya
terdapat fibrinopeptida yang mengandung muatan negatif berlebihan yang turut
memberikan sifat dapat larut. Benang fibrin merupakan produk degradasi
fibrinogen oleh trombin, yang masih memiliki 98% residu yang terdapat dalam
fibrinogen. Trombin menghidrolisis empat ikatan Arg-Gli di antara molekul-
molekul fibrinopeptida sehingga memungkinkan monomer fibrin mengadakan
agregrasi spontan dengan susunan bergiliran sehingga terbentuk bekuan fibrin
yang tidak larut. Polimerisasi fibrin terjadi akibat adanya ikatan hidrogen yang
distabilkan oleh ikatan kovalen (Murray et al., 2003).
2.2 Enzim fibrinolitik
Enzim fibrinolitik merupakan kelompok enzim protease yang mampu
mendegradasi fibrin atau fibrinogen. Dalam tubuh, enzim fibrinolitik atau plasmin
diproduksi oleh sel endotel dalam saluran pankreas. Seiring dengan bertambahnya
usia dan juga pola konsumsi pangan yang tidak seimbang, maka produksi plasmin
alami oleh tubuh akan semakin berkurang sehingga kerja sistem fibrinolitik dalam
tubuh akan terganggu. Bila hal ini berlangsung terus secara berkala maka akan
memicu timbulnya penyakit trombosis yang akhirnya mengarah pada berbagai
penyakit degeneratif, seperti stroke, aterosklorosis, hipertensi, dan diabetes
(Suhartono, 1992).
Enzim fibrinolitik dapat diaplikasikan pada penderita trombosis karena
enzim ini dapat menghancurkan fibrin dalam bekuan darah menjadi produk
degradasinya yang lebih larut dalam darah. Enzim fibrinolitik yang saat ini
tersedia untuk pengobatan sebagian besar adalah streptokinase, urokinase, dan t-
PA. Streptokinase adalah protein ekstraseluler yang disintesis oleh Streptococcus
β-hemoliticus yang bergabung dengan plasminogen proaktivator sehingga
membentuk kompleks dengan afinitas tinggi yang mampu mengaktifkan molekul
plasminogen lain menjadi plasmin. Urokinase adalah enzim yang disintesis di
ginjal manusia, sedangkan t-PA adalah enzim yang disintesis oleh sel endotelium
pembuluh darah. Aksi terapetik urokinase dan t-PA dengan mengaktifkan
plasminogen secara langsung (Banarjee, 2003).
Mekanisme kerja agen fibrinolitik mirip plasmin yaitu menghidrolisis
fibrin menjadi produk terlarut dalam sistem fibrinolisis yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2. Selain itu, titik kerja dari obat-obatan trombolitik secara umum
dengan cara mengaktivasi plasminogen menjadi plasmin, mendegradasi
fibrinogen, dan mendegradasi fibrin. Streptokinase, t-PA, UK, dan mengaktifkan
sistem fibrinolisis. Sedangkan aminocaproic acid secara klinis adalah inhibitor
fibrinolisis.
Gambar 2.2 Mekanisme kerja agen fibrinolitik dalam sistem fibrinolisis
(Katzung, 2006)
2.3. Bakteri sebagai Sumber Penghasil Agen Fibrinolitik
Mikroorganisme khususnya bakteri merupakan salah satu sumber agen
trombolitik. Agen trombolitik yang telah diketahui efektif untuk terapi trombolitik
adalah streptokinase dari Streptococcus hemolyticus dan staphylokinase dari
Staphylococcus aureus (Collen dan Lijnen, 1994). Dalam perkembangannya, agen
fibrinolitik memiliki efek samping lebih rendah dibandingkan agen trombolitik
dan banyak digunakan di bidang kesehatan. Berbagai mikroba yang mampu
menghasilkan enzim fibrinolitik, yaitu Bacillus subtilis BK-17 (Jeong et al.,
2001), B. subtilis AI (Jeong et al., 2004), B. subtilis 168 (Kho et al., 2005), B. sp
B1 (Sanusi dan Jamaluddin, 2012), B. amyloliquefaciens CH51 (Kim et al., 2009),
B. subtilis Natto B-12 (Wang et al., 2009), Streptomyces megasporus SD5 (Chite
dan Dey, 2000), S. lividens (Pimienta et al., 2007), dan S. sp. CS684 (Simkhada et
al., 2010).
2.4. Identifikasi Bakteri Berdasarkan Sekuen Pengkode 16S rRNA
Identifikasi bakteri dapat dilakukan menggunakan analisis fenotipik
dengan mempelajari sifat fisiologis atau biokimianya maupun analisis genotipik
secara molekuler. Identifikasi fenotipik didasarkan pada hasil pengamatan