30 BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TENTANG TRANSPORTASI PUBLIK TAHUN 1980-2000 DI SURAKARTA A. Kebijakan Yang Diterbitkan Oleh Pemerintah Kota dan DLLAJ Kota Surakarta 1. Jenis Transportasi Publik Kota Surakarta Pelaksanaan dari rencana penambahan atau perluasan trayek yang ada dalam perkotaan sepenuhnya akan berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 274/HK.105/DRJD/96 mengenai Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di wilayah perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur. 1 Hal-hal yang menjadi acuan untuk dibukanya sebuah trayek baru dalam tingkatan wilayah kota, adalah sebagai berikut: a. Identifikasi permintaan jumlah penumpang Langkah-langkah dalam identifikasi ini adalah: 1) Analisis data tentang asal dan tujuan penumpang. Dalam analisis ini pengamatan dipusatkan pada jumlah masyarakat di suatu wilayah yang berpotensi menggunakan angkutan umum sebagai alat transportasi. 1 . Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor 274/HK.105/DRJ1996.
43
Embed
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TENTANG TRANSPORTASI ... · Dalam analisis ini pengamatan dipusatkan ... diterapkan suatu kebijakan perihal pengoperasian becak ... Selain menggunakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
30
BAB III
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TENTANG
TRANSPORTASI PUBLIK TAHUN 1980-2000 DI SURAKARTA
A. Kebijakan Yang Diterbitkan Oleh Pemerintah Kota dan DLLAJ Kota
Surakarta
1. Jenis Transportasi Publik Kota Surakarta
Pelaksanaan dari rencana penambahan atau perluasan trayek yang ada dalam
perkotaan sepenuhnya akan berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Nomor 274/HK.105/DRJD/96 mengenai Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di wilayah perkotaan dalam Trayek
Tetap dan Teratur.1 Hal-hal yang menjadi acuan untuk dibukanya sebuah trayek baru
dalam tingkatan wilayah kota, adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi permintaan jumlah penumpang
Langkah-langkah dalam identifikasi ini adalah:
1) Analisis data tentang asal dan tujuan penumpang.
Dalam analisis ini pengamatan dipusatkan pada jumlah masyarakat di
suatu wilayah yang berpotensi menggunakan angkutan umum sebagai
alat transportasi.
1. Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor
274/HK.105/DRJ1996.
31
2) Identifikasi zona-zona potensial atau yang pergerakan antar zonanya
besar, yang belum dilayani angkutan orang dengan kendaraan umum.
Identifikasi yang dilakukan difokuskan pada tingkat pergerakan atau
mobilitas masyarakat yang menjadi obyek pengamatan dalam
hubungannya dengan daerah lain baik yang sudah ataupun belum terlayani
angkutan umum.
3) Identifikasi potensi angkutan pada zona-zona lain yang akan dilalui trayek
baru tersebut jika yang direncanakan bukan trayek langsung tetapi trayek
regular. Pengamatan ini umumnya dibutuhkan pada evaluasi-evaluasi
terhadap trayek-trayek dengan kepadatan penumpang cukup tinggi dan
jarak tempuh lintasan trayeknya cukup panjang sehingga membutuhkan
percabangan trayek di dalamnya.
b. Penentuan jenis dan kapasitas kendaraan yang direncanakan akan melayani
trayek baru tersebut.
Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam penentuan jenis dan
kapasitas kendaraan yang direncanakan adalah:
1) Kendaraan yang akan dugunakan dapat berupa mobil penumpang, mobil
bus sedang/kecil, ataupun mobil bus besar.
Penentuan jenis kendaraan yang dipakai ini tentu saja sangat
bergantung dengan sarana dan prasarana yang telah tersedia dalam
lintasan trayek tersebut. Baik itu dari sisi penyediaan sarana jalan yang
maupun tingkat pergerakan masyarakat yang menimbulkan permintaan
32
terhadap jasa angkutan orang dengan kendaraan umum. Pertimbangan lain
terhadap penentuan jenis kendaraan adalah jenis trayek yang direncanakan
akan dibuka penyelenggaranya.
2) Kapasitas kendaraan, kapasitas kendaraan umumnya langsung merujuk
pada jenis kendaraan yang digunakan.
Penentuan kapasitas dari muatan angkut penumpang kendaraan umum
akan menentukan jumlah kendaraan yang beroperasi dalam trayek tersebut
dan pada akhirnya juga menentukan waktu antara kendaraan yang satu
dengan yang lainnya.
c. Penentuan panjang perjalan penumpang
Penentuan dari panjang perjalanan penumpang di dapat berdasarkan
panjang trayek dari satu zona ke zona yang lain dalam satuan kilometer,
dibagi dengan jumlah penumpang rata-rata dari perjalanan lintasan trayek
tersebut.
d. Penentuan jumlah armada
Jumlah armada yang diperlukan akan terlihat setelah terdapat analisis
tentang lama perjalanan suatu lintasan trayek yang di ukur waktu tempuh
dari awal sampai akhir trayek beserta waktu berhenti di persimpangan
sepanjang lintasan, serta tambahan waktu singgah. Kemudian data tersebut
akan dipertimbangkan dengan waktu tempuh, yang diperoleh waktu
33
tempuh rata-rata ditambah waktu untuk berhenti. Terakhir adalah
membandingkannya dengan jarak tempuh trayek yang direncanakan.2
Wujud dari sarana transportasi adalah berupa peralatan yang dipakai untuk
mengangkut barang dan penumpang yang digerakkan oleh mesin motor atau tenaga
penggerak lainnya, yaitu sarana angkutan umum.3 Angkutan umum jenis kendaraan
bermotor antara lain sepeda motor, bajaj, bus kota, taksi dan lain-lain. Sedangkan
jenis kendaraan tidak bermotor seperti sepeda, andong/dokar, gerobak dorong, dan
becak, jenis ini sering disebut sebagai angkutan informal.4
Sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat Kota Surakarta sebagai
angkutan kota adalah sebagai berikut:
a. Becak
Di Indonesia banyak dijumpai alat trasnsportasi umum yang bersifat
tradisional, yang tersebar baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Alat
transportasi tradisional tersebut masih dipertahankan di beberapa daerah
sebagai salah satu karakteristik dari daerah tersebut. Namun, tak jarang pula
ada yang sengaja dihilangkan oleh pemerintah daerah karena dinilai sebagai
salah satu masalah baru yang muncul dan menghambat pembangunan daerah.
2. M. Nur Nasution, Manajemen Transportasi (edisi kedua), (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2003), hlm 267-268. 3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 84 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. 4. Kristiani, Manajemen Transportasi, (Surakarta: UNS Press, 2005), hlm 23.
34
Salah satu alat transportasi yang ada di Surakarta dan hingga kini
masih tetap dipertahankan oleh pemerintah adalah becak.5 Becak adalah alat
transportasi roda tiga tanpa menggunakan bahan bakar, yang dijalankan
dengan tenaga manusia. Angkutan ini banyak digunakan di kota untuk
membantu banyaknya pelancong yang banyak melakukan jalan kaki.6 Ada
tiga hal yang dikemukakan oleh Sartono Kartodirdjo yang menjadikan becak
sangat populer dan digemari masyarakat, yaitu :
1) Becak melayani penumpang atau pengguna dari pintu ke pintu, dapat
memuat maksimal tiga orang, atau memuat jenis muatan lainnya.
2) Untuk mengemudikan becak tidak perlu keterampilan khusus.
3) Bentuknya yang sederhana sehingga mudah untuk dikemudikan.
Becak ada di Surakarta sejak tahun 1941 dan menjadi salah satu alat
transportasi andalan yang banyak digunakan oleh masyarakat. Pada tahun
1950 kota Surakarta relatif masih sepi. Proses modernisasi dan industrialisasi
belum menyentuh kehidupan kota budaya ini. Pusat perdagangan yang
menjadi ujung tombak kehidupan masyarakat belum marak.
Transportasi tradisional pada kurun waktu tahun 1950 masih menjadi
primadona sekaligus pilihan utama bagi masyarakat Surakarta. Hal ini
5. Jenis angkutan transportasi ini sempat disebut sebagai bentuk I’exploitation
de I’homme par I’homme atau “penghisapan manusia atas manusia” karena
mengeksploitasi tenaga manusia untuk menjalankannya (dikutip dari: Kompas.
“Becak, Dilema Angkutan Ibu Kota”. Tanggal 3 Agustus 2000). 6. Sartono Kartodirjo, The Pedicab in Jogja, (Jogja:UGM Press, 1985), hlm 2.
35
dikarenakan becak menjadi alat angkut yang elit, dimana penumpangnya
adalah dari kalangan bangsawan dan golongan ekonomi kelas atas, seperti
orang Cina, Arab dan lain sebagainya. Secara umum fungsi becak pada era
50-an sebagai sarana untuk mengangkut barang-barang dagangan ke tempat
perdagangan seperti pasar dan toko.
Memasuki periode tahun 1960-1980, becak di Surakarta mengalami
perkembangan yang cukup pesat dari segi kuantitas. Hal ini disebabkan proses
modernisasi dan industrialisasi telah merambah kota Surakarta. Pasar-pasar
tradisional yang merupakan basis ekonomi rakyat mulai dibangun oleh
pemerintah seperti pasar klewer, pasar legi, pasar harjodaksino dan lain
sebagainya. Selain pembangunan pusat-pusat perdangangan di Surakarta juga
mulai banyak berdiri pabrik-pabrik industri dan kantor-kantor pemerintahan.
Pada era 90-an masalah yang dianggap oleh sebagian masyarakat
sebagai biang kemacetan dan keruwetan lalu lintas di Surakarta karena para
pengemudi becak sering dengan seenaknya menggunakan jalur-jalur arteri di
kota Surakarta seperti Jl. Slamet Riyadi, Jl. Yos Sudarso, Jl. Jenderal
Sudirman, Jl. Coyudan, dan jalan-jalan arteri lainnya, maka mulai tahun 1991
diterapkan suatu kebijakan perihal pengoperasian becak dengan mengatur dan
membagi waktu operasi menjadi dua, yaitu becak dengan warna merah untuk
waktu operasi pagi hingga sore, sedangkan becak warna putih untuk operasi
pada malam hari. Selain itu pemerintah juga menetapkan Jl. Jenderal
Sudirman (sepanjang Gladak hingga tugu depan Balai Kota Surkarta) sebagai
36
kawasan bebas becak sejak tanggal 1 Juli 2003, karena jalan tersebut tidak
memiliki jalur lambat. Namun hal tersebut tidak dihiraukan oleh pengemudi
becak dengan alasan jika Jl. Jenderal Sudirman ditutup untuk becak maka
mereka harus mengambil jalan lain yang berarti harus memutar. Contohnya,
jika pengemudi becak menarik penumpang dari Keraton atau pasar Klewer
menuju Pasar Gede, dengan dilarangnya melintas di Jl. Jenderal Sudirman,
maka pengemudi becak harus memutar melalui Kampung Baru. Hal tersebut
akan menghabiskan tenaga berlipat mengingat tarifnya sama dengan jika
melewati Jl. Jenderal Sudirman.
Pada tahun 2000, hampir semua pengemudi atau penarik becak
merupakan kaum pendatang yang mecoba mengais rezeki di Surakarta. Para
penarik becak ini banyak yang berasal dari daerah atau Kabupaten sekitar
Surakarta seperti: Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Klaten dan Sragen.
Selain itu tidak sedikit pula pendatang dari Propinsi lain yang berdekatan atau
berbatasan langsung dengan Jawa Tengah seperti dari Ngawi, Pacitan, dan
Madiun yang merupakan propinsi Jawa Timur, dan Gunungkidul yang
merupakan propinsi Yogyakarta.7
Organisasi PPBGRS (Paguyuban Pengemudi Becak Gotong Royong
Surakarta) berfungsi menampung aspirasi para pengemudi becak di Surakarta
untuk nantinya disampaikan pada pemerintah maupun DPR selaku wakil
rakyat jika terdapat suatu permasalahan yang dirasa menyudutkan para
7. Wawancara dengan Sudadi, tanggal 4 Mei 2016.
37
pengemudi becak. Selama ini masyarakat cenderung “mengkambing-
hitamkan” becak dalam setiap kemacetan lalu lintas yang terjadi di beberapa
ruas-ruas jalan utama di Surakarta. Organisasi becak tersebut memang belum
sepenuhnya dapat berfungsi dengan baik mengingat skalanya yang masih
sebatas paguyuban, namun dengan adanya organisasi tersebut mampu menjadi
wadah bagi “sebagian kecil” para pengemudi becak di Surakarta dalam
mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi becak di Surakarta.8
b. Ojek
Sarana transportasi jarak dekat selian becak adalah ojek. Ojek adalah
sarana transportasi umum yang menggunakan sepeda motor untuk membawa
penumpangnya. Sarana transportasi ojek di Surakarta, banyak dijumpai pada
daerah-daerah menuju perkampungan atau perumahan yang jaraknya agak
jauh dari jalan raya atau jalan utama. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan
jenis angkutan ini pertama kali muncul di Surakarta. Tempat mangkal para
tukang ojek biasanya berada di tempat penurunan penumpang dari angkutan
formal, yang mengambil tempat di trotoar ataupun di lahan kosong yang
sekaligus digunakan sebagai tempat berteduh.9
Ojek di Surakarta relatif tidak terorganisir secara resmi. Biasanya
hanya berupa organisasi-organisasi kecil di daerah tertentu di Surakarta. Tarif
8. Cecep Lukman Hidayat, Perkembangan Transportasi Becak di Surakarta
Tahun 1950-2000.(Surakarta: FSSR UNS, 2007), hlm 43. 9. Jefta Leibo, Pelayanan Angkutan Ojek Bagi Masyarakat Pinggiran Kota
Yogyakarta. (Surakarta:FISIP UNS, 2000), hlm 13.
38
yang kenakan kepada penumpang biasanya berdasarkan kesepakatan bersama
antara penumpang dengan tukang ojek melalui tawar-menawar.
Selain menggunakan sarana transportasi umum dalam pemenuhan
kebutuhan transportasinya, penududuk Kota Surakarta juga menggunakan
sarana transportasi pribadi. Sarana transportasi tersebut antara lain sepeda,
sepeda motor, mobil, truk, colt dan sebagainya. Mayoritas penduduk
Surakarta menggunakan sepeda, sepeda motor dan mobil sebagai sarana
transportasi pribadi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya alat transportasi
tersebut yang beroperasi di jalan-jalan kota Surakarta. Jumlah kepemilikan
jenis transportasi di Surakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Fakta tersebut dapat dilihat dalam tabel jumlah kepemilikan kendaraan
bermotor maupun tidak bermotor di Surakarta antara tahun 1987 hingga 2000.
39
Tabel 6
Jumlah Kepemilikan
Kendaraan Bermotor/Tidak Bermotor di Surakarta
Jenis Kendaraan 1987 1996 1999 2000
Mobil Dinas 170 780 594 320
Mobil Pribadi 1457 3419 3557 9142
Taksi - 197 280 243
Colt 1501 1086 863 786
Bus 302 404 280 311
Truk 401 461 316 425
Sepeda 55.108 67.772 52.737 52.495
Sepeda Motor 16.684 33.278 33.568 47.984
Becak 5.844 7.457 6.619 7.150
Sumber: Kompilasi Data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta Tahun 1987-2003
Dari data pada tabel tersebut dapat kita lihat peningkatan kepemilikan
kendaraan paling tinggi adalah kepemilikan sepeda motor yaitu sebanyak 31.300
buah atau 288% dalam rentang waktu 13 tahun dan peningkatan kepemilikan sepeda
motor paling menonjol terjadi pada tahun 1999 dan 2000 yaitu sebanyak 14.416 atau
sebesar 42,95% dalam kurun waktu satu tahun. Hal ini dikarenakan banyaknya merk
dan jenis sepeda motor baru yang dipasarkan, serta semakin terjangkaunya harga
sepeda motor dengan cara pembayaran baik secara cash maupun kredit yang
ditawarkan oleh dealer sepeda motor atau perusahaan leasing di wilayah Surakarta.
40
Selain akan membuat suasana kota Surakarta menjadi semrawut dan padat, tingginya
angka kepemilikan sepeda motor tersebut juga akan membuat tingkat polusi udara
akan mengalami peningkatan. Kepemilikan mobil pribadi di Surakarta juga
mengalami peningkatan yang cukup pesat seperti halnya sepeda motor. Peningkatan
sebanyak 5585 atau sebesar 257% terjadi dari tahun 1998 hingga tahun 2000, baik
mobil baru maupun second yang didatangkan dari luar kota. Cara pemilikan mobil
baru juga dapat melalui cara kredit seperti halnya sepeda motor yang juga dibiayai
oleh perusahaan leasing.
c. Taksi
Taksi merupakan salah satu sarana transportasi umum alternatif di
Surakarta yang bersifat UT (Umum Terbatas) dan bukan UM (Umum Massal)
seperti halnya bus kota, angkuta dan becak. Taksi merupakan sarana
transportasi umum kelas lux dan exclusive yang mengutamakan kenyamanan
dan ketepatan waktu bagi para penumpangnya.10
Berbeda dengan sarana transportasi bus dan angkuta, kenaikan tarif
dasar taksi tidak ditetapkan melalui SK Gubernur, melainkan diatur oleh
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organda. Tarif yang dikenakan pada
penumpang didasarkan pada jarak tempuh.11
Dengan perincian tersebut dapat
digolongkan bahwa tarif taksi relatif mahal dan tidak dapat dijangkau oleh
10
. DLLAJR, Evaluasi Pelayanan Angkutan Penumpang Umum Taksi dan
Angkutan Kota Jalur 03, 05, 08 di Surakarta. (Surakarta:DLLAJR, 2000). 11
. Sumber Organda Kota Surakarta, 2000.
41
semua orang. Pangkalan taksi biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat
sarana pelayanan umum seperti terminal, bandara, rumah sakit, pusat
perbelanjaan, hotel dan sebagainya.
Perusahaan taksi yang beroperasi di Surakarta antara lain adalah Solo
Sentral Taksi, Kosti Solo, Bengawan Taksi. Selain jenis taksi yang boleh
beroperasi di Kota Surakarta tersebut, ada satu jenis taksi lainnya Airport
Taxi, taksi tersebut hanya hanya diizinkan membawa penumpang dari bandara
dengan tujuan bebas dan tidak boleh menaikkan penumpang selain dari
bandara. Pangkalan taksi ini dapat dijumpai di Bandara Adi Soemarmo
Surakarta.
d. Angkuta
Angkuta pada awal kemunculannya pernah mengalami masa kejayaan
yaitu antara 1978 sampai dengan 1983.12
Masa Kejayaan yang dimaksud
adalah pada waktu itu angkuta sebagai satu-satunya sarana transportasi massal
di Surakarta.13
Keberadaan angkuta secara tidak langsung juga membawa
dampak perubahan terhadap sikap dan pol hidup masyarakat Surakarta dan
sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat
pengguna sarana transportasi umum, khususnya angkuta. Pada decade 1980-
12
. Ivone Rosaria Mumpuni D.A, Perkembangan Angkuta di Surakarta Tahun
1975-1985, (Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret, 1991) hlm 46. 13
. Belum ada bus kota sebagai pesaing utama transportasi massal di
Surakarta. Keberadaan bus kota menjadi masa-masa kemunduran angkuta, terutama
bus tingkat (double dekcker).
42
an hingga awal 1990-an masyarakat Surakarta khususnya para pelajar masih
belum banyak yang memanfaatkan transportasi umum dalam aktifitas mereka.
Sepeda Onthel merupakan alat transportasi favorit di kalangan pelajar pada
waktu itu.14
Namun seiring dengan kemajuan jaman dan terjangkaunya tarif
angkutan umum bagi pelajar, para pengguna transportasi umum pada
kalangan pelajar juga semakin meningkat. Kebanyakan para penumpang
angkuta dapat dilihat pada jam-jam tertentu. Pada pagi hari misalnya, angkuta
banyak ditumpangi pelajar dan karyawan, pada pagi hari saat pelajar
berangkat ke sekolah dapat dilihat kapasitas penumpang angkuta yang
melebihi muatan, yang berisi anak-anak sekolah dan karyawan/pegawai.
Begitu pula sebaliknya pada saat jam pulang sekolah, sedangkan sore hari
angkuta pada jalur-jalur tertentu banyak ditumpangi oleh para karyawan yang
mayoritas bekerja di Pasar Klewer, Coyudan dan Beteng Plasa.
Faktor yang menyebabkan banyaknya pengguna angkuta diantaranya,
rute yang dilalui melewati kawasan pedidikan seperti sekolah-sekolah, pool
pemberhentian adalah Pasar Klewer yang merupakan salah satu pusat kegiatan
perekonomian vital kota Surakarta, tarif murah untuk pelajar (separuh harga
fari tarif umum), mayoritas kru/awak angkuta ramah dan akrab dengan para
penumpang. Faktor lain yang mendukung masa kejayaan angkuta adalah jalur
yang dilalui angkuta tidak hanya terbatas pada dalam kota, melainkan telah
mencapai daerah luar kota seperti Kartasura, Daleman, Gumpang, Ngasinan
14
. Wawancara dengan Parjo, PNS, pada tanggal 7 Maret 2016.
43
(Kabupaten Sukoharjo) dan Palur, Colomadu (Kabupaten Karanganyar), serta
syarat kepemilikan armada angkuta sangat mudah. Selain itu, untuk
mendapatkan ijin usaha dan ijin trayek juga dapat dikatakan tidak terlalu sulit.
Adapun persyaratan untuk memperoleh ijin trayek tersebut antara lain:
1) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
2) Fotocopy Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
3) Kartu Pengawas (KP) yang disahkan Kepala Cabang Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Raya (DLLAJR).
4) Buku tanda uji kendaraan bermotor (KIR).
5) Kartu Pengawas (KP) per trayek yang disahkan Walikotamadya
Surakarta.
6) Ijin Usaha yang disahkan Walikotamadya Surakarta.15
Setalah syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka kemudian akan
diberikan surat ijin trayek kepada pengusaha angkuta. Dalam surat ijin trayek
tersebut terdapat beberapa penepatan-penepatan antara lain tentang trayek
yang akan dilalui, tarif pengangkutan, lama berlakunya surat ijin, serta
syarat-syarat lain yang diperlukan untuk kepentingan umum.
15
. Wawancara dengan Kepala Sub Dinas Angkatan DLLAJR Kota Surakarta,
, pada tanggal 4 Februari 2016.
44
Syarat-syarat lainnya yang kemudian wajib dipenuhi oleh pengusaha
angkuta sebagaimana tertuang dalam halaman lampiran Surat Keputusan
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor:
52/Kep/B.3/1978 adalah:
1) Perusahaan berbentuk badan hukum.
2) Telah memiliki ijin usaha.
3) Telah terdaftar sebagai anggota ORGANDA.
Keberadaan angkuta di Surakarta tidaklah selalu mengalami masa
kejayaan. Angkuta, dalam hal ini Angkuta Kebutuhan Kota juga mengalami
kemunduran yang sangat nampak pada periode 1984. Faktor utama yang
menyebabkan kemunduran bagi angkuta pada masa itu adalah buruknya
manajemen internal angkuta dan keberadaan bus kota di Surakarta. Bus kota,
terutama bus tingkat (double decker) menjadi ancaman serius bagi
keberadaan angkuta karena mampu mengangkat penumpang dalam jumlah
yang lebih banyak dan tarifnya murah dan flat16
, serta jalur yang dilalui
hampir bersinggungan dengan jalur yang dilalui angkuta.
16
. Tarif dimana besarnya sama, baik jarak dekat maupun jarak jauh. Tarif flat
ini kemudian juga diberlakukan pada bus kota-bus kota lainnya yang ada di
Surakarta.
45
e. Bus Kota
Bus merupakan salah satu alat transportasi umum yang banyak
diminati masyarakat Indonesia dalam proses mereka melakukan kegiatan
berpindah tempat dari tempat satu ke tempat lainnya. Perusahaan di bidang
jasa pengangkutan ini tidak hanya terbatas dalam melayani rute-rute yang
telah ditetapkan namun juga megadakan perencanaan yang diperlukan untuk
meningkatkan pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat.17
Misalnya, dengan melakukan perluasan usaha yaitu menambah jumlah
armada bus dan menjaga kondisi alat transportasi itu agar tetap dalam
keadaan bagus, selain dapat memberikan pelayanan yang semakin baik, juga
akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh berupa keuntungan, karena
apabila suatu perusahaan angkutan beroperasi dengan kapasitas yang lebih
besar maka akan menurunkan biaya rata-rata yang dikeluarkan sehingga
keuntungan akan semakin meningkat. Berdasarkan daya angkutnya, bus
digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:18
1) Bus Tingkat, yaitu jenis bus yang memiliki kapasitas kurang lebih 86
tempat duduk dibawah dan diatas. Pada umumnya jenis bus ini
dioperasionalkan dalam jumlah terbatas dan melayani perjalanan dalam
kota. Bus tingkat ini dikelola oleh DAMRI. DAMRI singkatan dari
Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia, sudah ada sejak tanggal
17
. Edward K Morlok, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi
(Jakarta: Erlangga, 1988), h 526. 18
. Sumber DLLAJR, 2000.
46
25 November 1946, sedangkan di Surakarta DAMRI baru ada tanggal 1
Juni 1983, dengan surat ijin dari Dirjen Perhubungan Darat No
12/DJ/VI/1983. Dikarenakan biaya operasional dan perwatan bus tingkat
yang cukup mahal, maka pada tahun 2000 jenis bus yang sangat diminati
oleh masyarakat Surakarta dan sekitarnya ini sudah tidak beroperasi.
2) Bus Besar, yaitu bus yang memiliki kapasitas kurang lebih 50 tempat
duduk. Biasanya bus ini melayani trayek hingga ke luar kota.
3) Bus Sedang, yaitu jenis bus dengan kapasitas kurang lebih 24 tempat
duduk. Bus ini dibagi menjadi bus perkotaan dan bus pedesaan.
4) Bus Kecil, yaitu jenis angkutan umum yang berkapasitas belasan tempat
duduk. Bus kecil ini banyak dijumpai di daerah pedesaan maupun
perkotaan dan menjangkau darah-daerah terpencil. Biasanya bus ini
dikenal dengan bus mini.19
Bus sedang dengan kapasitas 24 tempat duduk menjadi perhatian pada
masyarakat kota Surakarta pada jaman dahulu karena bus ini diperuntukkan melayani
perjalanan dalam kota atau lebih jelasnya adalah bus perkotaan. Bus kota ini
merupakan salah satu sarana angkutan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kelancaran dalam pelayanan angkutan kota yang biayanya dapat
dijangkau oleh masyarakat dan dapat menampung penumpang lebih banyak dalam
19
.Dep. Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat No.
006/LLAJR/152/1982. Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kota.
47
sekali perjalanan.20
Perkembangan bus kota di Surakarta seiring dengan
perkembangan perusahaan angkutan bus kota yang ada di Surakarta, perusahaan-
perusahaan angkutan tersebut berkembang pesat pada awal tahun 1980-an, yang
selama kurun waktu 20 tahun telah mencapai 13 perusahaan angkutan swasta seperti
Wahyu Mulyo, Surya Jaya Putra, Sumber Rahayu, Sumber Makmur, Nugroho
Saputro, ATMO, Budi Utomo, Sriwedari, Berseri, Taqwa, SCT yang hingga kini
masih tetap eksis dalam memberikan jasa angkutan bus kota kepada warga
masyarakat kota Surakarta.21
2. Kebijakan Rute Transportasi Publik Kota Surakarta
Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang
dengan mobil bus, atau mobil penumpang umum lainnya yang mempunyai asal dan
tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal.22
Pelaksanaan pembuatan trayek angkutan tidak akan dapat berjalan dengan
lancar tanpa adanya koordinasi. Begitu pula koordinasi, tanpa dilaksanakan tidak
akan ada hasilnya. Pelaksanaan pembuatan trayek angkutan merupakan realisasi dari
perencanaan, atau dengan kata lain pelaksanaan pembuatan trayek angkutan
20
. Sumber DLLAJR Kota Surakarta, 2000. 21
. Ibid. 22
.FD. Hobbs, Perencanaan Teknik Lalu Lintas. (Yogyakarta:Gadjah Mada
University, 1985), hlm 42.
48
merupakan cara-cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan.23
Tujuan utama dilakukannya pengawasan pembuatan trayek angkutan untuk
mengetahui bagian rencana mana yang telah dilakukan, menilai dan bila perlu
mengadakan evaluasi terhadap rencana trayek yang telah ditetapkan sebelumnya
sehingga dapat diketahui ada tidaknya penyimpangan yang terjadi di lapangan.
Dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi perbedaan pandangan antara
pengusaha angkutan yang berorientasi pada keuntungan pribadi dengan DLLAJ Kota
Surakarta yang berorientasi pada pelayanan masyarakat sehingga timbul masalah
seperti kurangnya kesadaran dari pengusaha dan pengemudi angkuta dalam
menyelesaikan administrasi di DLLAJ, serta perluasan area pelayanan angkutan
umum baik yang melewati batas wilayah kota Surakarta maupun perluasan area
pelayanan dalam wilayah kota Surakarta. Namun, semua telah didukung dengan
adanya sarana dan prasarana yang memadai.24
Kewenangan pemerintah Daerah dilaksanakan secara utuh, luas dan bulat,
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi
pada semua aspek pemerintahan. Perwujudan nyata dari adanya pelimpahan tugas di
bidang perhubungan lalu lintas dan angkutan jalan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, khususnya pemerintah daerah Surakarta adalah dengan