1.2.5Teknik Peremajaan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Teknik Sambung Samping di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan BPTP NTB bekerjasama dengan Kelompok Tani “Lestari” 3.2.6.1 Pendahuluan Kelompok Tani “Lestari” yang diketuai oleh Pak Sadiki,berdiri pada tanggal 13 Mei 2008. Kelompok Tani Ini beranggotakan 20 orang dengan luas lahan ± 30 ha. Kelompok Tani ini merupakan salah satu binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Dulu sekitar tahun 1990an daerah ini mendapat proyek berupa bibit kakao yang berasal dari Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Seiring dengan berjalannya waktu program dari Dinas Perkebunan ini tidak memiliki tindak lanjut yang jelas seperti pembinaan dan perawatan tanaman kakao sesuai dengan standar operasional kerja . Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao tidak optimal. Kakao yang sudah berumur ± 20 tahun memang memiliki hasil tetapi tidak optimal, kebanyakan kakao yang ada di desa itu sekarang sudah memiliki tinggi lebih dari 5 meter,jarak tanam yang tidak teratur serta pemangkasan yang jarang dilakukan, dimana hal hal tersebut sangat mempengaruhi hasil dari kakao tersebut. Hal ini lah yang menarik perhatian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat untuk membantu bagaimana cara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1.2.5 Teknik Peremajaan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Teknik
Sambung Samping di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga,
Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan BPTP NTB
bekerjasama dengan Kelompok Tani “Lestari”
3.2.6.1 Pendahuluan
Kelompok Tani “Lestari” yang diketuai oleh Pak Sadiki,berdiri pada tanggal 13 Mei
2008. Kelompok Tani Ini beranggotakan 20 orang dengan luas lahan ± 30 ha. Kelompok Tani
ini merupakan salah satu binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara
Barat. Dulu sekitar tahun 1990an daerah ini mendapat proyek berupa bibit kakao yang berasal
dari Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Seiring dengan berjalannya
waktu program dari Dinas Perkebunan ini tidak memiliki tindak lanjut yang jelas seperti
pembinaan dan perawatan tanaman kakao sesuai dengan standar operasional kerja . Hal ini
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao tidak optimal. Kakao yang
sudah berumur ± 20 tahun memang memiliki hasil tetapi tidak optimal, kebanyakan kakao
yang ada di desa itu sekarang sudah memiliki tinggi lebih dari 5 meter,jarak tanam yang tidak
teratur serta pemangkasan yang jarang dilakukan, dimana hal hal tersebut sangat
mempengaruhi hasil dari kakao tersebut. Hal ini lah yang menarik perhatian Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat untuk membantu bagaimana cara mengoptimalkan
hasil tanaman kakao dengan mengaplikasikan teknik peremajaan berupa teknik sambung
samping.
Produktifitas dan mutu kakao tersebut dapat diperbaiki melalui penerapan teknologi.
Salah satu diantaranya yaitu teknologi peremajaan tanaman dengan teknik sambung samping
(side grafting) Melalui metode ini kita dapat memilih pohon induk yang berproduksi tinggi
dengan kualitas baik yang diambil sebagai entris untuk disambung pada tanaman yang kurang
baik, sehingga tanaman tersebut menjadi baik. Teknik sambung samping merupakan teknik
perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggabungkan bagian dari satu tanaman ke
tanaman lain yang sejenis (se family) sehingga tumbuh menjadi satu tanaman dan
mempunyai sifat yang sama dengan induknya (entrisnya). Hasil penelitian pada tanaman
kakao, sambung samping dapat berproduksi pada umur 9 – 12 bulan sesudah perlakuan. Rata-
rata hasil yang dapat diperoleh dari sambungan yang sudah produktif sekitar 1,5 ton biji
kering. Sambung samping sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan, agar tunas yang
tumbuh dari sambungan dapat tumbuh dengan cepat. Teknik sambung samping merupakan
program nasional oleh pemerintah untuk meningkatkan hasil panen . Tujuan utama dari
perlakuan sambung samping adalah mengganti tanaman yang sudah tua dan/atau menggati
tanaman yang tidak produktif dengan klon unggul yang lebih produktif. Adapun keunggulan
teknik ini anatara lain : pertanaman kakao dapat diremajakan dalam waktu singkat tanpa
membongkar tanaman dan juga kelangsungan produksi dapat di pertahankan. Hasil
pengamatan dilapangan di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Kolaka, Sulawesi
Tenggara menunjukkan bahwa keberhasilan sambung samping oleh petani sekitar 60%.
Sambung samping ini menggunakan batang atas (entres) kakao unggul lokal yang telah
terpilih dan berasal dari tanaman yang sehat, yaitu Sulawesi-1 dan Sulawesi-2.
1.2.6.2 Tinjauan Pustaka
Teknik sambung samping pertama kali diterapkan oleh BAL estate pada tahun 1991
dan 1992 untuk rehabilitasi pada kebun benih (Yow dan Lim, 1994, dalam Prawoto, 2006)
dan telah dipraktekkan secara luas di Sabah (Departemen of Agriculture Sabah, 1993 dalam
Prawoto, 2006). Di Malaysia, sambung samping dilakukan untuk menanggulangi hama
pengerek buah kakao (PBK) dengan cara mengganti klon-klon yang ada dengan klon-klon
yang potensi produksinya tinggi, baik pada tanaman muda maupun tua. Hasil menunjukkan
produktivitas kakao meningkat 2-4 kali dibandingkan dengan produktivitas sebelumnya
( Sastrosoedarjo dkk, 1995).
Kendala yang sering dihadapi dalam perbanyakan tanaman secara sambung samping
adalah jauhnya jarak antara pohon induk dengan kebun yang akan direhabilitasi, sehingga
dibutuhkan waktu beberapa hari mulai dari pengambilan entres sampai penyambungan.
Selain itu jumlah tanaman yang akan disambung sering dalam jumlah yang banyak, sehingga
tidak bisa disambung dalam waktu sehari dan entres yang belum tersambung harus disimpan
untuk keesokan harinya.
Menurut Jawal dan Alwarudin ( 2006) lamanya penyimpanan entres mempengaruhi
keberhasilan sambung pucuk dan panjang tunas, yaitu semakin lama entres disimpan semakin
rendah tingkat keberhasilan sambung pucuk dan semakin pendek tunas yang terbentuk.
Interaksi antara lama penyimpanan entres dengan varietas berpengaruh terhadap persentase
pecah tunas dan pembentukan daun bibit sambung avokad.
Menurut Suhendi (2007) beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas
kakao selain serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk tanaman rusak, populasi
tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani yang masih sederhana, penggunaan bahan
tanam yang mutunya kurang baik juga karena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga
kurang produktif lagi. Ratarata usia tanaman kakao di Bali di atas 20 tahun (Dinas
Perkebunan Provinsi Bali, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kakao
produktivitasnya mulai menurun setelah umur 15 - 20 tahun. Tanaman tersebut umumnya
memiliki produktivitas yang hanya tinggal setengah dari potensi produktivitasnya. Kondisi
ini berarti bahwa tanaman kakao yang sudah tua potensi produktivitasnya rendah, sehingga
perlu dilakukan rehabilitasi ( Zaenudin dan Baon, 2004).
Upaya rehabilitasi tanaman kakao dimaksudkan untuk memperbaiki atau meningkatkan
potensi produktivitas dan salah satunya dilakukan dengan teknologi sambung samping (side
grafting).
Menurut Prastowo dkk. (2006) sambung samping merupakan teknik perbaikan
tanaman yang dilakukan dengan cara menyisipkan batang atas (entres) dengan klon-klon
yang dikehendaki sifat unggulnya pada sisi batang bawah. Secara garis besar, tujuan
perbaikan tanaman adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu biji yang dihasilkan.
Sambung samping dapat juga digunakan untuk memperbaiki tanaman yang rusak secara fisik,
menambah jumlah klon dalam populasi tanaman, mengganti klon, dan pemendekan tajuk
tanaman. Jika dibandingkan dengan sambung pucuk, maka sambung samping memiliki
tingkat keberhasilan yang lebih tinggi karena batang bawah masih memiliki tajuk yang
lengkap, sehingga proses fotosintesis untuk menghasilkan zat-zat makanan dapat berlangsung
dengan baik (Agro Media, 2007).
Upaya yang telah dilakukan oleh petani selama ini untuk mengatasi penurunan
produksi tanaman kakao yang dipengaruhi umur tanaman yang sudah tua adalah dengan
melakukan peremajaan. Peremajaan dilakukan dengan cara mengganti tanaman kakao yang
tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap dengan
menggunakan bahan tanaman unggul . Kegiatan ini dinilai kurang efektif karena
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil, dilain pihak kebutuhan hidup
sehari-hari petani terus meningkat. Apabila permasalahan tersebut tidak segera ditangani,
maka dapat mengganggu kelangsungan produksi kakao sebab akan terjadi penurunan
produksi dari waktu kewaktu. Prinsip dasar rehabilitasi dengan metode sambung samping
adalah penyatuan kambium dari entres dengan kambium batang bawah, di samping itu pula
penggunaan entres dari klon – klon unggul sangat dianjurkan karena diyakini mempunyai
dampak positif terhadap peningkatan produksi dan mutu hasil, sehingga ketersediaan klon
unggul mutlak diperlukan. Alternatif rehabilitasi dengan menggunakan metode sambung
samping dianggap cukup efektif karena petani dengan mudah dapat melakukan sendiri serta
waktu yang dibutuhkan relatif singkat.
Suhendi ( 2007) mengatakan bahwa dibanding dengan okulasi tanaman dewasa dan
tanam ulang, metode sambung samping mempunyai keunggulan antara lain:
1. Areal tanaman kakao dapat direhabilitasi dalam waktu relatif singkat
2. Lebih murah dan tanaman kakao lebih cepat berproduksi dibanding cara tanam ulang
(replanting)
3. Batang atas hasil sambungan belum berproduksi, hasil buah dari batang bawah dapat
dipertahankan
4. Batang bawah dapat berfungsi sebagai penaung yang bersifat sementara bagi batang
atas yang sedang tumbuh.
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menentukan kakao yang akan
direhabilitasi adalah mencari tanaman yang kurang produktif (umur diatas 20 tahun) dan
secara teknis dapat dilakukan sambung samping, produktivitas rendah namun masih mungkin
untuk ditingkatkan, tidak terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) utama seperti
hama penggerek buah kakao (PBK), Helopeltis sp, busuk buah (Phythopthora palmivora),
dan penyakit Vascular streak dieback (VSD), serta batang bawah harus dalam kondisi sehat
dan tumbuh aktif (Deptan, 2009). Upaya untuk pengaktifan pertumbuhan batang bawah ini
dapat dilakukan lewat pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, dan kalau perlu dengan
pengairan. Kendala yang sering dihadapi ketika melakukan rehabilitasi tanaman kakao
dengan metode sambung samping adalah jauhnya jarak antara pohon induk atau sumber
entres dengan tempat atau kebun yang akan direhabilitasi, sehingga dibutuhkan waktu yang
agak lama mulai dari pengambilan entres sampai dengan proses penyambungan. Selain itu
pula jumlah tanaman kakao yang akan disambung sering dalam jumlah yang sangat banyak,
sehingga tidak bisa dilakukan penyambungan dalam waktu sehari dan entres yang belum
tersambung harus disimpan untuk keesokan harinya baru dilakukan penyambungan.
Keberhasilan usaha penyambungan tanaman kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya, kondisi tanaman dan lingkungan, tingkat kesehatan batang bawah, kelembaban
udara dan intensitas penyinaran serta penggunaan klon-klon unggul yang dapat beradaptasi
dengan iklim mikro (Sunanto, 1994). Lama penyimpanan dan media penyimpanan batang
atas sebelum dilakukan penyambungan juga berpengaruh terhadap keberhasilan
penyambungan (Djazuli, dkk. 1999). Waktu yang baik untuk melakukan penyambungan
adalah pada saat cuaca cerah, namun ada pula yang menyebutkan bahwa penyambungan pada
awal musim kemarau memberikan hasil yang lebih baik dari pada musim hujan, tetapi hal
tersebut perlu dikaji lebih lanjut (Zaubin dan Suryadi, 1999).
1.2.6.3 Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan
Kamis, 25 Juli 2013 pada pukul 10.00 WITA - selesai, di kebun Pak Sadiki, Dusun Busur,
Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
1.2.6.4 Alat dan Bahan
Alat :
1. Pisau okulasi yang tajam agar potongan rapih dan mudah dilakukan idealnya memiliki
satu sisi tajam saja, sehingga dapat digunakan oleh tangan kanan atau kiri. Pisau harus
dalam kondisi bersih untuk menghindari penyakit yang mungkin melekat pada pisau
tersebut.
2. Gunting pangkas untuk memotong entris agar lapisan kambium tidak rusak
3. Tali rafia digunakan untuk mengikat entris yang telah diletakkan pada tapak pohon
hingga benar-benar kuat dan tumbuh pada batang utama
4. Plastik transparan yang spesialis digunakan untuk menutup sambungan entris agar
terhindar dari gangguan hujan, angin, binatang dan serangga. Plastik berguna juga
untuk menjaga kelembaban dan suhu yang stabil. Ukuran plastik berkisar 18 x 28 cm
dengan tebal 0,01 mm (plastik Malaysia).
Bahan :
1. Batang bawah tanaman yang ingin disambung.
2. Enteres berupa cabang plagiotrop berwarna hijau atau hijau kecoklatan dan sudah
mengayu ( sebaiknya berdiameter 0,75 – 1,50 cm )
1.2.6.5 Cara Kerja
1. Persiapan
Batang bawah harus dalam kondisi sehat dan prima, sehingga kambium mudah
dibuka setelah selesai digores (torehan).
Pilih pohon terbaik yang berproduksi dan berkualitas tinggi, toleran terhadap
hama dan penyakit serta beradaptasi terhadap lingkungan.
Cabang yang tumbuh horizontal (plagiotrop) ideal untuk dipilih atau digunakan
untuk sambung samping (entris).
Umur cabang diperkirakan 3 bulan dengan warna kulit cabang coklat kehijauan
kira-kira berdiameter 0,75 sampai 1,5 cm.
Buang daunnya dengan menggunakan gunting pangkas dan potong menjadi
beberapa bagian dengan panjang masing-masing 12 cm dan memiliki 2 – 3 mata
tunas. Apabila entris diambil/dibawa dari tempat yang jauh (2 – 4 hari)
perjalanan maka perlakuan khusus diperlukan agar tetap segara antara lain: (1)
Potong cabang plagiotrop dengan panjang antara 30 – 40 cm, buang daunnya
dengan gunting pangkas atau pisau okulasi yang tajam dan bersih; (2) Bungkus
tiap potongan dengan pelepah pisang atau kertas koran agar tidak saling
bersentuhan, letakkan secara hati-hati dalam kotak (kardus), dan hindari dari
tumpukan benda lain agar mata tunas tidak rusak; (3) Percikkan air secukupnya
pada kertas koran agar tetap lembab; (4) Perlakuan ini dapat menjaga kesegaran
entris hingga 4 hari.
2. Teknik Sambung Samping dan Pemeliharaannya
Pilih bagian yang cocok pada pohon dengan tinggi 45 – 75 cm dari pangkal
pohon untuk posisi sambung samping (tempat entris).
Buatlah dua irisan (torehan) dari atas batang menyerupai kaki segitiga sama
kaki atau huruf V terbalik dengan panjang kaki (sisi) 7 – 10 cm dengan lebar 2
– 4 cm. Pastikan kedua sisi irisan mengenai lapisan kambium pada kulit kayu
yang dinamai “tapak”. Buatlah tempat meletakkan entris dengan cara menarik
ujung bagian atas torehan tadi dengan pisau okulasi secara hati-hati, perlahan
dan rapi agar lapisan kambium terlihat, lalu potong ujung segitiga sama kaki
3-5 cm.
Sayat ujung entris pada satu sisi 3 –4,5 cm dan sisi belakangnya 1 – 2 cm,
kemudian masukkan bagian sisi yang disayat panjang ke dalam goresan
segitiga (tapak) menghadap lapisan kambium dengan sayatan menempel tepat
pada “tapak" ikat rapat goresan dengan tali rafia.
Tutup sambungan dengan plastik transparan spesialis (plastik Malaysia)
dengan mengikat bagian bawah goresan terlebih dahulu dengan tali rafia, lalu
diteruskan melewati entris, kemudian kita ikat bagian atas dengan baik, agar
air hujan tidak mudah masuk. Pastikan plastik tidak menekan entris, agar tidak
renggang terhadap kambium. Ulangi langkah serupa untuk sambungan kedua
dengan jarak 30 cm pada sisi yang berlawanan.
Entres yang telah disambung, setelah 3 – 4 minggu penyambungan entres
tampak segar, maka dapat dikatakan sambungan berhasil, sebaliknya apabila
entris kering atau busuk, maka sambungan dinyatakan gagal.
Jika tunas entres tumbuhnya mencapai 2 – 3 cm, tutup entres dibuka secara
bertahap, yaitu pada kerudung bagian atas kantong plastik disobek. Dua bulan
kemudian setelah penyambungan entres sudah melekat erat dengan batang
bawah, maka tali pengikat baru dapat dilepas.
3. Pemeliharaan sambungan
Pemeliharaan sambungan umur 1 – 12 bulan yang perlu dilakukan adalah Buka tutup
plastik bagian atas setelah 25 – 28 hari sesudah penyambungan, agar tunas baru dan entris
dapat tumbuh dengan baik;
1. Biarkan ikatan bawah tunas entris 14 – 28 hari kemudian, hingga sambungan
cukup kuat menempel pada pohon utama (batang bawah);
2. Kemudian bukalah ikatan secara bertahap dan hati-hati agar tidak mengganggu
pertumbuhan dan merusak sambungan,
3. Setelah 3 – 6 bulan pemeliharaan rutin dilakukan yaitu pemangkasan batang
utama guna memberikan sinar matahari yang cukup bagi sambungan;
4. Setelah satu tahun batang utama dipotong dengan jarak 50 – 75 cm di atas
sambungan, agar pertumbuhan sambungan tidak terhambat.
4. Perawatan Tunas Hasil Sambungan
Tunas muda hasil sambungan yang baru tumbuh kondisinya masih lemah, untuk itu
diperlukan perawatan-perawatan sebagai berikut:
1. Sementara untuk pertumbuhannya diperlukan penyinaran yang cukup.
2. Membuang tunas air yang tumbuh disekitar batang.
3. Batang atas hasil sambungan tersebut yang tumbuhnya menggantung ke bawah
diusahakan agar pertumbuhan-nya mengarah ketas, misalnya diberi tali yang
diikatkan ke batang bawah.
4. Tiga bulan setelah pelaksanaan sambung samping, bagian tajuk batang bawah
yang menaungi batang atas dipangkas secara bertahap (disiwing) yaitu lebih
kurang setengah bagian tajuk batang bawah.
5. Siwingan dilakukan berdasarkan kondisi batang bawah, misalnya batang bawah
yang umurnya kurang dari 5 tahun, dimana kanopinya belum saling menutupi
tidak perlu disiwing.
Batang bawah dipotong total, apabila batang atas sudah tumbuh kuat atau sudah
mulai berbuah. Arah potongan miring pada ketinggian 60 – 90 cm diatas
pertautan, kemudian luka bekas potongan dioles dengan obat penutup luka atau
dengan abu dapur.
1.2.6.6 Pembahasan
Keberhasilan teknik sambung samping dapat dilihat setelah sambung samping
tersebut berumut 2 minggu setelah dilakukannya sambung samping. Berdasarkan hasil yang
telah dilakukan oleh pihak BPTP NTB masih banyak kendala yang dihadapi dalam
keberhasilan teknik sambung samping ini, hal itu di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Faktor tanaman
Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan
perlu diperhatikan. Batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kambium
pada bagian yang dilukai sering terhambat. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi
keberhasilan penyambungan (Sugiyanto, 1995, dalam Hamid, 2009). Pendapat ini
didukung oleh Garner dan Chaudri (1976, dalam Hamid, 2009) yang mengemukakan
bahwa batang bawah berpengaruh kuat dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang digunakan sebagai batang bawah sama
pentingnya dengan pemilihan varietas yang akan digunakan sebagai batang atas.
Berhasilnya pertemuan entris dan batang bawah bukanlah jaminan adanya
kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan, sering terjadi perubahan pada entris
maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya pembengkakan pada sambungan,
pertumbuhan entris yang abnormal atau penyimpangan pertumbuhan lainnya, dimana
keadaan ini disebut inkompatibel. Kondisi ini dapat disebabkan oleh perbedaan
struktur antara batang atas dan batang bawah atau ketidakserasian bentuk potongan
pada sambungan (Rochiman dan Harjadi, 1973). Batang bawah dan batang atas yang
mampu menyokong pertautan dengan baik dan serasi disebut kompatibel (Winarno,
1990).
2. Faktor pelaksanaan
Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan.
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan
pencegahan terbaik terhadap infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang dan
tidak sama pada permukaan masing-masing batang yang disambungkan tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan (Hartman dan Kester, 1976). Kehalusan bentuk
sayatan dari suatu bagian dengan bagian lain sangat penting untuk mendapatkan
kesesuaian posisi persentuhan cambium, disamping itu ketrampilan dan keahlian
dalam pelaksanaan penyambungan maupun penempelan serta ketajaman alat-alat yang
digunakan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan tersebut
(Winarno, 1990).
3. Faktor lingkungan
Cahaya matahari sangat kuat akan berpengaruh terutama pada saat
pelaksanaan penyambungan, oleh karena itu penyambungan dilakukan pada waktu
pagi hari atau sore hari. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau.
Selain untuk menghindari kebusukan, pada musim kemarau batang sedang aktif
mengalami pertumbuhan serta entris yang tersedia cukup masak (Sugiyanto, 1995,
dalam Hamid, 2010).
Proses pembentukan pertautan sambungan dapat disamakan dengan penyembuhan
luka. Bila pangkal tanaman dibelah, maka jaringan yang luka tersebut akan sembuh jika luka
tersebut diikat dengan kuat. Keberhasilan penyambungan suatu tanaman tergantung pada
terbentuknya pertautan sambungan itu, dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya
hubungan kambium yang rapat dari kedua batang yang disambungkan (Ashari, 1995).
Adnance dan Brison (1976, dalam Hamid, 2010) menjelaskan adanya pengikat yang erat
akan menahan bagian sambungan untuk tidak bergerak, sehingga kalus yang terbentuk akan
semakin jalin-menjalin dan terpadu dengan kuat. Jalinan kalus yang kuat semakin
menguatkan pertautan sambungan yang terbentuk. Pada penyambungan tanaman,
pemotongan bagian tanaman menyebabkan jaringan parenkim membentuk kalus. Kalus-kalus
tersebut sangat berpengaruh pada proses pertautan sambungan. Proses pembentukan kalus ini
sangat dipengaruhi oleh kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat pada
jaringan parenkim karena senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber energi dalam
membentuk kalus. Batang bawah lebih berperan dalam membentuk kalus (Harmann, 1997,
dalam Anonim, 2010). Pembentukan kalus sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Batang
bawah yang lebih muda akan menghasilkan persentase sambungan yang tumbuh lebih besar
dibandingkan dengan tanaman yang lebih tua (Samekto dkk, 1995).
Mekanisme terjadinya proses pertautan antara batang atas dan batang bawah adalah sebagai
berikut:
1. Lapisan kambium masing-masing sel tanaman baik batang atas maupun batang
bawah membentuk jaringan kalus berupa sel-sel parenkim
2. Sel-sel parenkim dari batang bawah dan batang atas masing-masing saling kontak,
menyatu dan selanjutnya membaur.
3. Sel-sel parenkim yang terbentuk akan terdiferensiasi membentuk kambiun sebagai
lanjutan dari lapisan kambium batang atas dan batang bawah yang lama
4. Dari lapisan kambium akan terbentuk jaringan pembuluh sehingga proses
translokasi hara dari batang bawah ke batang atas dan sebaliknya untuk hasil
fotosintesis dapat berlangsung kembali (Hartmann dkk,1997, dalam Barus, 2003).
3.2.6.7 Kesimpulan dan saran
Teknik sambung samping merupakan salah satu teknologi tepat guna pada tanaman
kakao untuk memperbaiki produktifitas dan kualitas hasil tanaman.Pemeliharaan pasca
sambung samping harus benar-benar dilakukan agar pertumbuhan tanaman tumbuh dengan
baik dan berproduksi secara optimal, paling tidak mendekati produksi potensial yang
seharusnya dapat dicapai yakni sebesar 2 – 3 ton/ha/tahun. Sarannya Waktu yang terbaik
untuk melakukan penyambungan pada tanaman kakao adalah pada akhir musim hujan dan 3
- 4 bulan sebelum musim hujan agar tingkat keberhasilannya dapat maksimal.
1.2.7. Teknik Pemasangan Sarang Semut pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao
L.) di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok
Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan BPTP NTB bekerjasama dengan
Kelompok Tani “Lestari”
3.2.7.1 Pendahuluan
Kelompok Tani “Lestari” yang diketuai oleh Pak Sadiki,berdiri pada tanggal 13 Mei
2008. Kelompok Tani Ini beranggotakan 20 orang dengan luas lahan ± 30 ha. Kelompok Tani
ini merupakan salah satu binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara
Barat. Dulu sekitar tahun 1990an daerah ini mendapat proyek berupa bibit kakao yang berasal
dari Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tetapi setelah beberapa tahun
berikutnya para petani di dusun mendapat kendala berupa serangan hama penggerek buah
kakao yang menyebabkan busuk buah pada kakao. Berbagai jenis hama yang menyerang
tanaman kakao menjadikan produksi tanaman kakao menjadi menurun. Hama penggerek
buah dan penghisap buah kakao merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan
kerugian ekonomi pada tanaman kakao Penggunaan insektisida yang tidak terkontrol
menjadikan hama tersebut menjadi kebal dan tidak mempan lagi untuk dikendalikan. Selain
biaya yang mahal, penggunaan racun kimia dengan dosis tinggi bukannya membuat hama
tanaman hilang, tetapi justru menimbulkan dampak lain terhadap lingkungan. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan racun pada tanaman kakao dan
menghemat biaya saprodi adalah kembali ke konsep PHT. Salah satu implementasi konsep
PHT yang disarankan oleh pihak BPTP NTB adalah pemanfaatan musuh alami dalam
mengendalikan hama tanaman. Musuh alami yang terbukti ampuh dalam
mengendalikan .hama penghisap buah dan PBK adalah semut. Ada empat spesies semut yang
ditemukan memangsa hama PBK yaitu semut merah, semut hitam, anoplolepis longipes dan
spesies Iridomyrmex sp. Dari keempat spesies semut tersebut ternyata semut merah
merupakan predator yang memiliki tingkat pengendalian paling tinggi.
Penelitian Nuriadi (2011) yang berjudul Praktek Budidaya Kakao dan Prospek
Pemanfaatan Semut Hitam dan Semut Rangrang untuk Pengendalian Hama Penggerek Buah
Kakao di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi tenggara menyimpulkan bahwa Pemanfaatan
semut rangrang pada tanaman kakao berhasil menekan populasi telur, pupa dan imago hama
PBK. Hal ini berdampak terhadap rendahnya persentase kerusakan buah dan intensitas
serangan biji pada petak yang diberi perlakuan semut rangrang. Untuk mengendalikan hama
PBK pemanfaatan musuh alami seperti semut rangrang yang dikombinasikan dengan sanitasi,
pemangkasan, panen sering, sarungisasi buah perlu dilakukan secara kontinyu dan
terorganisir agar intensitas kerusakan buah dan biji kakao berkurang.
3.2.7.2 Tinjauan Pustaka
Bioekologi Hama Penggerek Buah Kakao
Telur hama penggerek buah kakao berbentuk oval dan pipih dengan panjang 0.45-
0.50 mm, lebar 0.25-0.30 mm, berwarna oranye. Telur diletakkan pada buah muda secara
terpisah antara satu dengan yang lain. Lama stadium telur berkisar 2-7 hari (Sjafaruddin
1997). Larva yang baru keluar dari telur langsung menggerek ke dalam buah dan memakan
permukaan dalam kulit buah, daging buah dan saluran makanan ke biji (plasenta). Akibat
serangan tersebut biji menjadi lengket satu sama lain dan tidak berkembang sempurna. Larva
berganti kulit 4 kali dalam waktu 14–18 hari. Pada pertumbuhan penuh, panjang larva
mencapai 12 mm dan berwarna hijau muda. Larva dewasa menjelang berkepompong keluar
dari dalam buah dengan cara menggerek kulit buah, membentuk lubang keluar dengan
diameter ± 1 mm. Setelah larva keluar dari dalam buah, larva merayap pada permukaan buah
atau menggantungkan diri dengan benang–benang sutra untuk mencari tempat berkepompong
baik pada tanaman maupun di tanah (Soekandar 1993).
Pupa dapat ditemukan pada permukaan buah, batang, cabang atau pada permukaan
tanah yang tertutupi oleh daun yang gugur. Kokon berbentuk oval berwarna kuning,
berukuran (13–18) x (6–9) mm, sedangkan kepompong berwarna coklat dengan ukuran
panjang 6–7 mm dan lebar 1–1.5 mm. Ukuran kepompong menjadi lebih panjang bila diukur
bersama pembungkus tungkai dan antena, Stadium kepompong 6–8 hari, setelah itu berubah
menjadi ngengat (Sjafaruddin 1997).
Serangga dewasa berwarna dasar coklat dengan warna putih bergaris zig–zag pada
sayap depan dan spot kuning oranye menyerupai batik pada ujung sayapnya. Ukuran panjang
tubuh ngengat pada saat istirahat 7 mm dengan rentang sayap mencapai 12 mm. Antena lebih
panjang dari tubuhnya serta mengarah ke belakang. Ngengat aktif terbang, kawin dan
meletakkan telur pada malam hari sejak pukul 18.00–07.00. Pada siang hari ngengat
bersembunyi pada tempat – tempat yang gelap dan terlindung dari sinar matahari terutama
pada cabang – cabang horizontal. Lama hidup ngengat betina berlangsung 7 hari dan siklus
hidup dari telur sampai ngengat berlangsung ± 1 bulan (Kartasapoetra 1993). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan 73.43 % hama PBK menyukai cabang horizontal yang
berdiameter antara 5.1-10 cm, dan selebihnya pada cabang vertikal dengan diameter 0-5 cm.
Ngengat tidak mampu terbang jauh, hanya mencapai ± 153 m apabila dilakukan
pemerangkapan dengan feromon seks (Sudarsianto 1995).
Gejala Serangan dan Kerusakan
Hama PBK umumnya menyerang buah kakao yang masih muda dengan panjang
kurang lebih 10-12 cm pada umur 75 hari. Fase yang menimbulkan kerusakan adalah fase
larva. Larva PBK memakan daging buah dan saluran yang menuju biji tetapi tidak menyerang
biji. Gejala serangan baru tampak dari luar pada saat biji telah rusak. Buah yang terserang
memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pada jenis buah merah masak jingga, warna jingga tidak merata dan ada lubang-
lubang kecil pada permukaan buah
2. Pada jenis buah hijau masak kuning, warna kuning tidak merata dan ada lubang-
lubang kecil pada permukaan buah
3. Apabila buah terserang hama PBK digoyang tidak akan berbunyi seperti halnya
pada buah sehat yang masak.
4. Buah kakao yang terserang hama PBK pada saat dibelah akan tampak biji-biji
melekat satu sama lain, tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil dan
ringan.
Gejala serangan pada buah muda, permukaan buah yang terserang berupa bercak
besar berwarna kuning. Jika buah–buah yang menunjukkan gejala tersebut dibelah, kulit buah
dan tangkai biji tempat larva mengambil makanan terlihat berwarna coklat. Sedangkan
daging buah yang biasanya berwarna putih pada serangan berat akan berwarna coklat
kehitaman. Jika buah tersebut dibelah terlihat jalur–jalur gerekan larva dan tampak buah
berwarna kecoklatan (Sulistyowati & Prawoto 1993).
Buah kakao yang terserang hama PBK dapat berkembang seolah-olah tidak terjadi
serangan, buah yang terserang tidak ada perbedaan dengan buah kakao yang sehat. Gejala
baru tampak dari luar setelah buah matang pada saat panen, buah kakao yang terserang
berwarna agak jingga atau pucat keputihan, buah menjadi lebih berat dan bila diguncang
tidak terdengar suara gesekan antara biji dengan dinding buah. Hal itu terjadi karena
timbulnya lendir dan kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di dalam buah.
Kerusakan daging buah akibat serangan PBK disebabkan oleh enzim heksokinase, malate
dehidrogenase, fluorescent esterase and malic enzyme polymorphisms yang disekresikan oleh
PBK (Wessel 1993).
Hama dan Musuh Alami pada Tanaman Kakao
Hama penting yang menyerang tanaman kakao adalah hama penggerek buah kakao
(Conopomorpha cramerella), pengisap buah kakao (Helopeltis sp,), penggerek kulit batang
kakao (Glenea sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp). Di antara hama penting tersebut
hama PBK merupakan hama yang tertinggi intensitas serangannya di Sulawesi Tenggara
yaitu mencapai 70–84% bila dibandingkan dengan hama penting lainnya (Dishutbun Sultra
2006). Hama lain yang ditemukan pada tanaman kakao adalah ulat kilan (Hyposidra talaca),
kumbang (Apogonia sp.) dan ulat api (Darna trima) (Hindayana et al. 2002).
Produksi kakao di Sulawesi Tenggara mulai terancam dengan adanya serangan PBK.
Hama ini merupakan hama yang cukup merugikan (Wardoyo 1982). Sifat penyebaran hama
ini relatif cepat dan masih sulit dikendalikan (Sulistyowati & Santosa 1995 ; Sulistyowati &
Yunianto 1996). Pada tahun 1995 tercatat bahwa hama PBK menyerang kurang lebih 424.8
ha kakao di Sulawesi Tenggara. Tetapi saat ini luas serangan telah mencapai lebih dari 200
125 ha, artinya hama PBK telah menyebar di seluruh areal kakao di Sulawesi Tenggara.
Kerugian yang diakibatkan oleh hama ini ditaksir telah mencapai 19.639.04 ton per tahun
setara dengan 216 miliar rupiah. Luas dan daerah sebaran ini terus meningkat bila
pengendalian yang efektif dan efesien tidak dilakukan (Dishutbun 2010).
Menurut Soekadar (2007) musuh alami yang potensial digunakan sebagai musuh
alami pada tanaman kakao selain semut hitam (Hymenoptera: Formicidae) adalah laba-laba