Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) 1. Definisi Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa ( American Journal Of Critical Care, 2011). Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh karena kegagalan/ disfungsi suatu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidup reversible (Goran, S.F. 2010 ). Merupakan unit yang merawat pasien dengan penyakit kritis yang mengalami kegagalan akut satu atau lebih organ vital yang mengancam jiwa dalam waktu dekat dan pasien dengan post operasi mayor yang memerlukan propilaksis monitoring ketat dan peralatan khusus (University of California Davis Health System,2009). Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai penyakit yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ.
68

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Jan 17, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensif Care Unit (ICU)

1. Definisi

Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola

pasien dengan penyakit trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa ( American

Journal Of Critical Care, 2011).

Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus untuk merawat dan

mengobati pasien yang terancam jiwa oleh karena kegagalan/ disfungsi suatu

organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada

harapan hidup reversible (Goran, S.F. 2010 ).

Merupakan unit yang merawat pasien dengan penyakit kritis yang mengalami

kegagalan akut satu atau lebih organ vital yang mengancam jiwa dalam waktu

dekat dan pasien dengan post operasi mayor yang memerlukan propilaksis

monitoring ketat dan peralatan khusus (University of California Davis Health

System,2009).

Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa ICU tidak terbatas

hanya untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai

penyakit yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

2. Standar Minimun Pelayanan ICU

Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat

pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah

dan macam pasien yang dirawat.

Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :

a. Resusitasi jantung paru

b. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator

c. Terapi oksigen

d. Pemantauan EKG, Pulse Oksimetri terus menerus

e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral

f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh

g. Pelaksanaan terapi secara titrasi

h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien

i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama

transportasi pasien-pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya.

ICU di Indonesia gawat.

j. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien

k. Kemampuan melakukan fisioterapi

3. Klasifikasi atau Stratifikasi Pelayanan ICU

a. Pelayanan ICU Primer (standar minimal)

Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolaan rerusitasi segera

untuk pasien sakit gawat, pemantauan kardio respirasi jangka pendek dan

mempunyai perang penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

pasien medik atau bedah yang beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi

mekanik dan pemantauan kardiovaskuler selama beberapa jam.

Kekhususan yang harus dimiliki :

1) Ruangan tersendiri letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat /

IGD dan ruang darurat dan ruang perawatan lainya.

2) Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta

rujukan.

3) Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.

4) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung

paru.

5) Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil

setiap saat.

6) Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.

7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb.

Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), radiologi, kemudahan

diagnostik dan fisioterapi.

b. Pelayanan ICU Sekunder

Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang

mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya

kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler

dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi

mekanis lebih lama melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak

terlalu komplrks.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Kekhususan yang harus dimiliki :

1) Ruangan ICU letaknya dekat dengan kamar bedah, IGD dan ruang

perawatan lain.

2) Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.

3) Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila

diperlukan.

4) Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan ICU yang

bertanggung jawab secara keseluruhan.

5) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :

perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal

replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.

6) Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi

intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.

7) Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis berapa lama dan dalam

batae tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha-usaha penunjang

hidup.

8) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan

diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.

9) Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

c. Pelayanan ICU Tersier / Tertinggi

Merupakan klasifikasi tipe Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi

untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan /

bantuan hidup multi-sistim yang kompleks dalam jangka waktu yang terbatas.

ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan dukungan / bantuan renal

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

ekstrakorporal dan pemantuan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu

yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik.

Kekhususan yang harus dimiliki :

1) Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit

2) Memiliki krieteria penderita masuk, keluar dan rujukan.

3) Memiliki dokter spesialis yang di butuhkan dan dapat dihubungi, dating

setiap saat diperlukan.

4) Dikelolah seorang ahli anestesiologi atau dokter ahli konsultan intensive

care yang lainyang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga

yang mampu memberikan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut.

5) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :

perawat sama dengan 1:! Untuk pasien dengan ventilator. Renal

replacement therapy dan untuk kasus-kasus lainnya

6) Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi

intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.

7) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi

intensif baik non invasive maupun invasive.

8) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi

intensif baik non-invasif maupun invasive.

9) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan

diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.

10) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga

medik dan para medic agar dapat memberikan pelayanan yang optimal

pada pasien.

11) Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

4. Kriteria Masuk ICU

Kriteria masuk ICU menurut prioritas, yaitu :

a. Pasien Prioritas Satu.

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis tidak stabil yang memerlukan

terapi intensifdan tertitrasi, contoh :

1) Pasien paska bedah cardiotorasik

2) Pasien sepsis berat

3) pasien dengan gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang

mengancam nyawa yang mana terapi pada priorotas 1 ini tidak memiliki

batasan.

b. Pasien Prioritas Dua

Pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU sebab sangat

beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, contoh :

1) Pasien gagal jantung dan paru

2) Pasien gagal ginjal akut

3) Pasien paska pembedahan mayor

c. Pasien Prioritas Tiga

Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis yang tidak stabil status

kesehatannya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya secara

sendirian maupun kombinasi. Adapun kemungkinan sembuh atau manfaat

terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil, contoh :

1) Pasien dengan keganasan metastatik dengan penyulit infeksi

2) Pasien pericardial tamponady

3) Pasien dengan sumbatan jalan napas

4) Pasien dengan penyakit jantung stadium terminal

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan kepala ICU indikasi masuk

pada beberapa pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien-pasien

golongan demikian sewatu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas

ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien-pasien dengan prioritas

1,2,3, contoh:

1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan

hidup yang agresif dan hanya demi “ perawatan yang aman saja”

2) Pasien dengan keadaan vegetatif permanen

3) Pasien yang telah dipastikan mati batang otak

5. Indikasi Keluar ICU

Adapun indikasi keluar ICU antara lain, sebagai berikut :

a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.

b. Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.

c. Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.

d. Pasien mengalami mati batang otak.

e. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)

f. Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulang paksa)

g. Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU

dan tempat penuh.

6. Masalah Yang Terjadi Di ICU

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang dirawat diruang ICU, sebagai

berikut :

a. Kolonisasi orofaringeal oleh gram negative enterik terjadi pada sebagian

besar pasien di ICU karena imobilisasi, gangguan keasadaran,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

instrumentasi (misalnya selang nasogastrik), hygiene buruk atau inhibisi

sekresi asam lambung.

b. Di ICU > 50% infeksi Staphylococcus Aureus merupakan organisme

yang paling sering ditemukan pada pasien ICU, bersifat resisten metisilin

(MRSA).

c. Healt Care Associated Pneumonia (HCAP) menyerang 0,5 - 2% pasien

di RS dan merupakan penyebab utama infeksi nasokomial (yaitu, karena

luka, saluran kemih, infeksi aliran darah).

d. VAP merupakan adanya kuman pathogen yang bersifat bakterial yang

berasal dari koloni kuman yang terdapat dalam rongga mulut dan

lambung, setelah pemasangan intubasi endotrakheal.

B. Ventilasi Mekanik

1. Definisi

Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan

bantuan napas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-

paru melalui jalan napas buatan adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu

sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigen (Brunner

dan Suddarth,2002).

Ventilasi mekanik adalah suatu system alat bantuan hidup yang di rancang untuk

menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama

pemberian dukungan ventilasi mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi

normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan kembali kedalam

normal (Bambang Setiyohadi,2006)

Ventilasi mekanik merupakan alat bantu pernafasan bertekanan positif atau negatif

yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu

lama (Purnawan & Saryono,2010).

Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa ventilasi mekanik

adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan

ventilasi yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan dengan bantuan mekanis dan

pemberian oksigen dalam waktu yang lama .

2. Tujuan Pemasangan Ventilasi Mekanik.

Tujuan pemasangan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi

alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik pasien,

memperbaiki hipoksemia, mengurangi kerja pernapasan, memaksimalkan transport

oksigen, meningkatkan tingkat kenyamanan pasien, mengatasi ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi.

Di ruang rawat intensif ventilasi mekanik menjadi alat untuk bantuan hidup yang

banyak digunakan sebagai propilaktik pada pasien pasca bedah, operasi besar

seperti operasi thoraks, operasi abdominal, kraniotomi dan keadaan kritis lainnya

dengan tujuan untuk mempertahankan oksigen dan eliminasi CO2 yang adekuat.

Ventilasi mekanik merupakan juga terapi definitif pada klien kritis yang

mengalami hipoksemia dan hiperkapnea. Tenaga perawat dan dokter harus

mengerti kebutuhan pernapasan spesifik dan memahami prinsip-prinsip

pemasangan ventilasi mekanik, operasional pemakaian alat perawatan ventilasi

mekanik.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Ventilasi mekanik mulai digunakan secara luas pada pasien dengan anestesi atau

dirawat di ICU pada tahun 1950-an. Perkembangan alat ini dipicu oleh dua hal

yakni kebutuhan untuk menangani pasien polio dan semakin meningkatnya

penggunaan muscle relaxants (pelemas otot) selama anestesi. Obat-obatan relaksan

membuat pasien lumpuh sehingga membantu dokter bedah selama operasi. Akan

tetapi obat-obatan tersebut juga melumpuhkan otot-otot pernapasan pasien

sehingga menghentikan proses pernapasan.

3. Indikasi Penggunaan Ventilasi Mekanik

a. Pasien Dengan Gagal Napas

Pasien dengan distress pernapasan, gagal napas, henti napas (apnue) maupun

hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi

pemberian ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah terintubasi dan

pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya.

Distres pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau

oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia)

maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa udara

karena distrofi otot).

b. Insufisiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernapasan

primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan

kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (sebagai akibat peningkatan

kerja napas dan kebutuhan oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps.

Dengan demikian, penggunaan ventilator pada kondisi ini ditujukan untuk

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga ikut menurunkan beban

kerja jantung.

c. Disfungsi Neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnue berulang

juga mendapat ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi

untuk menjaga jalan napas pasien serta memungkinkan pemberian

hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Hal ini

ditujukan untuk mengurangi kadar CO2 yang merupakan zat vasodilator,

sehingga bisa membantu menurunkan tekanan intrakranial.

d. Tindakan Operasi

Tindakan Operasi yang membutuhkan penggunaan anastesi dan sedative

sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas

selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan

keberadaan ventilasi mekanik.

4. Sasaran Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik adalah memberikan support ventilasi pada pasien yang

terintubasi. Sasaran fundamental terdiri dari sasaran fisiologis dan sasaran klinis.

a. Sasaran Fisiologis :

1) Memberikan support dengan memenuhi kebutuhan gas inspirasi.

2) Memperbaiki volume paru

3) Menurunkan kerja nafas (mengistirahatkan otot-otot pernafasan)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

b. Sasaran Klinis :

1) Memperbaiki hipoksemia

2) Memperbaiki asidosis respiratorik akut

3) Memperbaiki distress pernafasan

4) Mencegah atau memprbaiki atelektasis memperbaiki kelelahan otot-

otot pernafasan

5) Memungkinkan pemberian sedasi atau relaksan yang adekuat

6) Menurunkan konsumsi oksigen miokard

7) Menurunkan tekanan intracranial

8) Menstabilkan dinding thorax

5. Mode Dan Cara Kerja Ventilator

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan

pengertian dari ventilator adalah suatu alat yang dipergunakan dalam hal

membantu sebagian ataupun seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

oksigenasi pasien. Sistem kerja ventilator itu sendiri terbagi menjadi

beberapa macam cara kerjanya, yaitu :

a. Volume Cycled Ventilator. Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya

berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila

telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled

ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap

memberikan volume tidal yang konsisten.

b. Pressure Cycled Ventilator. Prinsip dasar ventilator type ini adalah

cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi

ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik

tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif.

Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume

udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang status

parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.

c. Cycled Ventilator. Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya

berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan.

Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah

napas permenit).Normal ratio Inspirasi : Ekspirasi adalah 1 : 2

Adapun mode ventilator terbagi menjadi :

a. Mode Control. Pada mode ventilator ini kontrol mesin secara terus

menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang

pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada

mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien

pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien

sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan

dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan

antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan

bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode

control ini adalah: Controlled Respiration (CR), Controlled Mandatory

Ventilation (CMV), Intermitten Positive Pressure Ventilation (IPPV).

b. Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV) / Sincronized

Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV): Pada mode ventilator ini

memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu

sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi

yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau

ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh

karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi

(SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan

picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa

nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.

c. Mode Assisted Spontaneus Breathing (ASB) / Pressure Suport (PS) :

Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau

pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup

karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai

kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger

maka udara pernafasan tidak diberikan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

d. Mode Continous Positive Air Pressure (CPAP). Pada mode ventilator ini

mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang

sudah bisa bernafas dengan adekuat.Tujuan pemberian mode ini adalah

untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum

pasien dilepas dari ventilator.

Dalam pemberian ventilator juga tentunya mempunyai beberapa prosedur.

Prosedur dalam hal pemberian ventilator sebelum dipasang adalah dengan

melakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman

standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:

a. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%

b. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit

c. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB

d. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik

e. Possitive End Expiratory Pressure (PEEP) atau tekanan positif akhir

ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema

paru dan untuk mencegah atelektasis.

Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan

ditentukan oleh respon pasien yang ditunjukkan oleh hasil analisa gas darah (Blood

Gas). Bila selama pengobatan serta perawatan di ruang ICU ini keadaan umum

pasien membaik maka akan dilakukan penyapihan pada pasien. Penyapihan ini

adalah menurunkan secara perlahan set-set dalam mesin ventilator dan disesuaikan

dengan kondisi pasien dan bertujuan agar mesin ventilator itu bisa dilepas dan

pasien tidak tergantung kepada mesin ventilator.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Beberapa kriteria pasien penyapihan ventilator adalah :

a. Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB

b. Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar

c. Volume tidal 4-5 ml/kg BB

d. Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

6. Komplikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik

Ventilator adalah alat untuk membantu pernapasan pasien, tapi bila perawatnya

tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti ;

a. Pada Paru

1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema subkutis, emboli

udara vaskuler

2) Atelektasis / kolaps aleveoli diffuse

3) Infeksi paru

4) Keracunan oksigen

5) Jalan nafas buatan:king-king (tertekuk) terekstubasi, tersumbat

6) Aspirasi cairan lambung

7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator

8) Kerusakan jalan nafas bagian atas

b. Pada Sistem Kadiovaskuler

Hipotensi, menurunnya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik

vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi

mekanik dengan tekanan tinggi.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

c. Pada Sistem Saraf Pusat

1) Vasokonstriksi cerebral

Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri PaCO2 dibawah normal

akibat dari hiperventilasi

2) Oedema cerebral

Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari

hipoventilasi.

3) Peningkatan tekanan intra kanial

4) Gangguan kesadaran

5) Gangguan tidur

d. Pada Sistem Gastrointestinal

1) Distensi lambung, ileus

2) Pendarahan lambung

e. Gangguan lainnya

1) Obstruksi jalan nafas

2) Hipertensi

3) Tension pneumotoraks

4) Atelektase

5) Infeksi pulmonal

6) Kelainan fungsi gastrointestinal; dilatasi lambung, pendarahan

7) Gastrointestinal

8) Kelainan fungsi ginjal

9) Kelainan fungsi susunan saraf pusat

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

C. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

1. Pengertian

VAP adalah pneumonia yang terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator >

48-72 jam setelah intubasi trakea (At a Glance, edisi kedua, 2002).

VAP adalah pneumonia yang terjadi lebih 48 jam setelah pemasangan intubasi

endotrakheal (Shakeel amanullah, 2010).

VAP adalah infeksi pada paru yang ditandai dengan adanya infiltrate baru dan

menetap pada paru setelah 48 jam pemasangan ventilasi mekanik yang ditandai

dengan adanya demam, leukositosis atau leukopenia dan sputum yang purulen atau

ada infiltrat baru, progresif, menetap pada foto thoraks dan hasil kultur darah ada

mikroorganisme ( Wiryana, 2007 ).

Dari definisi yang di uraikan diatas dapat disimpulkan bahwa VAP adalah

pneumonia yang berkembang 48 jam atau lebih setelah ventilasi mekanis diberikan

dengan endotrakeal atau trakeostomi merupakan hasil dari invasi saluran

pernapasan bagian bawah dan parenkim paru oleh mikroorganisme.

2. Etiologi

Umumnya, kuman penyebab VAP adalah patogen bersifat bakterial. Kuman ini

berasal dari koloni kuman yang terdapat dalam rongga mulut dan lambung. Kuman

ini bisa juga berasal dari kontaminasi kuman yang ditularkan melalui tenaga

kesehatan Health Care Associated Pneumonia (HCAP). VAP akan memperburuk

prognosis pasien yang menggunakan ventilator.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Menurut Martin, 2008 bakteri penyebab VAP mulai masuk ke paru-paru setelah

diintubasi. Pada saat pertahanan saluran nafas terganggu oleh selang sehingga

memudahkan kuman masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui pembentukan

biofilm pada permukaan selang endotrakheal. Biofilm merupakan agregat kuman

yang telah mengalami perubahan secara genetik sehingga kuman tersebut menjadi

resisten baik terhadap sistem imun penjamu maupun antibiotik. Kemudian biofilm

pada permukaan selang endotrakheal terlepas dan masuk ke saluran nafas sehingga

menimbulkan VAP (Rumende, 2008 ).

Beberapa kuman ditenggarai sebagai penyebab VAP. Bakteri penyebab VAP pada

kelompok I adalah kuman gram negatif ( Enterobacter spp, Escherichia coli,

Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza,

Streptococcus pneumoniae dan Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus

(MSSA). Bakteri penyebab kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I

ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophillia dan Methicillin Resistan

Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah

Pseudomonas Aeruginosa, Acinetobacter spp dan MRSA.

Menegakkan diagnosis berdasarkan kombinasi : pemeriksaan klinis, mikrobiologi,

kriteria radiografi. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat

diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus,

biopsi aspirasi transthorakal dan biopsi aspirasi trachea.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

3. Patogenesis

Patogenesin VAP sangat kompelks, Kollef (2004) dalam wiryana (2007)

menyatakan insiden VAP tergantung pada lamanya paparan lingkungan penyelia

kesehatan, dan faktor risiko lain. Faktor-faktor risiko ini meningkatkan

kemungkinan terjadinya VAP dengan cara meningkatkan terjadinya kolonisasi

traktus aerodigestif oleh mikroorganisme pathogen dan meningkatkan terjadinya

aspilrasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran nafas bawah. Kuman dalam

aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran nafas bawah dan

parenkin paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi

parenkin paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di parenkin

paru. Cook dkk.(2002) dalam Wiryana (2007) menunjukkan bahwa lambung

adalah reservoir utama kolonisasi dan aspirasi mikroorganisme. Hal ini dapat

dipengaruhi beberapa faktor seperti pemakaian obat yang memicu kolonisasi

bakteri (antibiotika dan pencegah stress ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian

nutrisi enteral,dan derajat keparahan penyakit pasien.

Saluran pernafasan normal memiliki berbagai mekanisme pertahanan paru

terhadap infeksi seperti glottis dan laring, reflek batuk, skeresi trakeobronkial,

gerak mukosiller, imunitas humoral serta system fagostik. Pneumonia akan terjadi

apabila pertahanan tersebut terganggu dan invasi mikroorganisme virulen.

Sebagian besar VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang berkolonisasi

dipermukaan mukosa orofaring. Intubasi mempermudah masuknya kuman dan

menyebabkan kontaminasi sekitar ujung pipa endotrakeal pada penderita dengan

posisi terlentang. Kuman gram negatif dan Staphylococcus aureus merupakan

koloni yang sering ditemukan disaluran pernafasan atas saat perawatan lebih dari 5

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

hari. VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung. Bronkoskopi serat

optik, penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat

menkontaminasi kuman patogen kedalam saluran pernafasan bawah.

Sirkuit ventilator dan alat-alat pernafasan dapat juga menjadi konstribusi terhadap

patogenesis terjadinya pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi

mekanik apabila telah terkontaminasi dengan mikroorganisme.

4. Faktor Predisposisi atau Faktor Resiko VAP (Wiryana, Made, 2007)

Faktor resiko pada VAP sangat banyak dibagi menjadi dua bagian :

a. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh, penyakit kronik

(penyakit jantung PPOK, diabetes mellitus, alkoholisme), perawatan di

rumah lama, merokok, intubasi endotrakheal, malnutrisi, umur lanjut,

waktu operasi yang lama, sepsis, shock hemoragic, infeksi berat diluar

paru, acut lung injuri serta bronkiektasis.

b. Faktor eksogen (Wiryana, Made, 2007):

1) Pembedahan

2) Penggunaan antibiotik

3) Peralatan terapi pernafasan

4) Pemasangan selang nasogastrik, pemberian antacid

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

5. Diagnosis

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC, Atlanta) diagnosis

VAP adalah sebagai berikut:

a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di RS dan

menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk

rumah sakit.

b. Diagnosis pneumonia pada ventilasi mekanik ditegakkan atas dasar :

1) Foto thorak : terdapat infiltrate baru progresif.

2) Ditambah dua dari kriteria berikut : suhu tubuh > 38 C, sekret perulen,

leukositosis atau leukopenia.

6. Kriteria Pneumonia

Kriteria pneumonia pada ventilasi mekanik berat menurut American Thoracic

Society (ATS) :

a. Dirawat di ruang intensif

b. Gagal nafas yang memerlukan alat bantu nafas atau membutuhkan

oksigen > 35 % untuk mempertahankankan oksigen > 90%

c. Perubahan radiologi secara progrsif berupa pneumonia multilobar cavity

dan infiltrat paru

d. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi atau

disfungsi organ.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

a. Pewarnaan gram dan kultur dahak yang diaspirasi dari selang endotracheal

atau tracheostomi.

b. Analisa gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit.

c. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respon terhadap pengobatan maka

dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur diambil melalui

tindakan bronchoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan

kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage.

Kriteria diagnosis VAP yang bahan baku merupakan salah satu hal yang sangat

penting dan sulit pada penanganan pasien kritis. Kriteria klinis yang banyak

dipakai adalah berdasarkan American Colage of Chest Phycisian yang

mendiagnosis pneumonia pada ventilasi mekanik : apabila terdapat gambaran

infiltrate baru dan menetap ditambah satu dari kriteria berikut : adanya

mikroorganisme patogen pada kultur sputum, kavitas pada gambaran radiologi atau

bukti histopatologi adanya pneumonia atau dua dari kriteria berikut : demam,

leukositosis atau leukopenia, dan sputum yang purulen. Dengan menggunakan

kriteria tersebut pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik

mempunyai sensivitas 69% dan spesifitas 75%. Alternatif kriteria klinis yang

belakangan sering dipakai adalah Clinical Pulmonary Infection Score yang terdapat

pada tabel.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Kriteria Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)

Komponen Value Point

emperature

Leukosit

Sekresi trachea

Oksigen PaO2 / FiO2 mmH

Foto toraks

>36,5 dan <38,4

>38,5 dan <38,9

>39,0 dan <36,2

>4000 dan <11000

<4000 dan >11000

Sedikit

Sedang

Banyak

Purulent

>240 atau adanya ARDS

<240 dan tanpa ARDS

Tidak ada infiltrat

Difuse infiltrate

Lokasi infiltrate

0

1

2

0

1

0

1

2

+1

0

2

0

1

2

(Am J Respir Crit Care Med, 2007)

Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien

terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif

dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis.

Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan kuman diambil

berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalvelor lavage,

ataupun blind suctioning sekret bronchial. Diagnosis VAP ditegakkan setelah

menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya, terutama pneumonia

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

komunitas Community Acquried Pneumonia (CAP). Bila awal pasien masuk

unit perawatan intensif sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka

diagnosis VAP disingkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman

didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total PIS ≥6,

maka diagnosis VAP dapat ditegakkan, jika nilai total CPIS <6 maka

diagnosis VAP disingkirkan.

7. Faktor- faktor yang Berhubungan dengan VAP

a. Faktor Internal

1) Usia

Usia > 60 tahun (lansia), dimana secara alami setiap pertambahan umur

akan menuruankan daya tahan tubuh terhadap prognosis VAP lebih buruk

karena mudah terkena penyakit lain (komplikasi) yang memperberat

keadaan umum pasien.

2) Tingkat kesadaran

Pasien dengan GCS 3-8 (coma :3, sopora coma : 6, sommolent : 8).

Pasien dengan kesadaran menurun cenderung obstruksi jalan nafas, karena

tidak bisa menjaga jalan nafas dan mempertahankan jalan nafas, untuk

mencapai oksigenisasi yang baik pasien akan memerlukan alat bantu

nafas, resiko terjadi VAP.

3) Penyakit penyerta

Penyakit yang diderita pasien seperti PPOK, Asma, DM, Jantung,

Alkoholisme, Sepsis, Shock, memperberat keadaan umum pasien

sehingga penyakit sulit disembuhkan.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

4) Dosis enteral nutrisi

Pemberian makanan cair ata susu harus bertahap dari 50 cc, bila toleransi

lambung baik, naikkan bertahap sampai 150 cc, bila terlalubanyak

member makanan pada pasien yang tirah baring bias terjadi refluk dari

lambung sehingga bias terjadi aspirasi, bakteri yang ada di mulut masuk

ke paru-paru, sehingga terjadi VAP.

5) Posisi kepala

Posisi kepala di atas tempat tidur - , bila tidak, bisa mengakibatkan

aspirasi potensial terjadi pneumonia pada pasien yang menggunakan alat

ventilasi mekanik.

b. Faktor External

1) Lama perawatan

Lama perawatan bisa menimbulkan pneumonia pada pasien yang

menggunakan alat ventilasi mekanik sehingga meningkatkan morbiditas

dan mortalitas pasien dan juga menambah biaya perawatan.

2) System suction

Bila melakukan penghisapan sekret paru pada system suction terbuka dan

system suction tertutup tidak menggunakan teknik steril dapat

mengakibatkan terjadi pneuomonia.

3) Durasi penggunaan alat ventilasi mekanik

Pasien dalam menggunakan ventilasi mekanik yang lama, potensial terjadi

VAP. Karena alat invasif bisa menimbulkan infeksi.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

D. Pencegahan

Pencegahan VAP dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara non farmakologi dan

memakai farmakologi (Wiryana,2007). Cara non farmakologi merupakan cara rutin

dan baku dilakukan di unit perawatan intensif. Pencegahan non farmakologi lebih

mudah dan murah untuk dilaksanakan bila dibandingkan pencegahan VAP secara

farmakologi.

1. Strategi non-farmakologi

a. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.

Mencuci tangan telah direkomendasikan untuk mencegah terjadinya infeksi

nasokomial. Pemakain sarung tangan steril pada saat dilakukan penghisapan

sekret secara manual akan mencegah terjadinya VAP. Cuci tangan yang tidak

benar yang mengakibatkan kontaminasi silang- pasien adalah faktor resiko

terbesar untuk VAP. Pasien yang diintubasi dan menerima ventilasi mekanis

sering perlu intervensi seperti suction atau manipulasi dari sirkuit ventilator.

Intervensi ini meningkatkan kemungkinan kontaminasi silang antara pasien

jika staf kesehatan tidak mencuci tangan yang tepat teknik. Strategi untuk

menempatkan tanda di pintu pasien untuk mengingatkan petugas kesehatan

untuk mencuci tangan mereka merupakan cara yang mudah dan hemat biaya

yang dapat membantu meminimalkan penularan bakteri antara pasien.

b. Posisi kepala pasien - .

Pasien dengan ventilasi mekanik se aiknya posisi kepala - , mengurangi

terjadinya aspirasi. Aspirasi isi lambung adalah penyebab lain potensi VAP,

karena lambung berfungsi sebagai reservoir untuk bakteri.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

c. Hindari pemberian nutrisi enteral dengan volume besar.

Pada umumnya pasien yang menerima ventilasi mekanis akan terpasang selang

nasogastrik untuk pemberia nutrisi enteral, pemberian obat atau untuk

dekomperasi lambung. Kehadiran selang nasogastrik ini akan mengganggu

spinchter gastroesophageal sehingga dapat menyebabkan refluks

gastrointestinal meningkat sehingga menyediakan rute bagi bakteri untuk ke

orofaring dan saluran nafas bagian atas. Oleh karena itu, lambung yang penuh

harus dihindari untuk mencegah refluks dari lambung dengan cara mengurangi

volume cairan nutrisi atau menggunakan kateter yang kecil lansung ke usus

kecil. Hati-hati pengguan narkotik dan anti kolenergik karena dapat

mengganggu pergerakan lambung dan usus. Sehingga diperlukan monitoring

volume residual lambung setelah pemberian nutrisi enteral. Dapat diberikan

obat yang dapat meningkatkan pergerakan lambung dan usus seperti

metoclopromide.

d. Intubasi nasal

Intubasi nasal yang lama lebih dari 48 jam harus dihindari karena berhubungan

dengan sinusitis nasal. Sinusitis nasal dapat menjadi predisposisi terjadinya

pneumonia melalui aspirasi sekret sinus yang sudah terkontaminasi ke dalam

paru.

e. Pemeliharaan sirkuit ventilator

Sirkuit ventilator sebaiknya dimonitor secara rutin untuk menghindari

kolonisasi mikroorganisme.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

f. Penghisapan sekret subglotis.

Penghisapan sekret subglotis secara terus-menerus dapat dilakukan untuk

mengurangi kolonosasi mikroorganisme, tekanan balon endotrakheal harus

adekuat untuk menghindari masuknya sekret ke dalam paru.

g. Pengguaan ventilasi mekanik sesingkat mungkin

Waktu onset (dini/lambat) mencegah faktor resiko untuk infeksi oleh

organisme patogen potensial.

h. Menghindari reintubasi

Terpapar mikroorganisme patogen didaerah mulut yang nantinya bisa migrasi

dan invasi ke paru, setelah terintubasi dan menggunakan ventilator, flora

oroparing akan mengalami perubahan dari gram positif menjadi negative dan

virulent flora, sehingga bisa masuk ke paru dan menghasilkan VAP..

i. Pengguaan ventilasi masker non invasive untuk mencegah intubasi

trakea

j. Humudifikasi atau pengguaan heat and moisture exchangers

Secara teori humudifikasi dapat menurunkan insiden pneumonia pada pasien

yang menggunakan alat ventilasi mekanik dengan cara meminimalisasi

pertumbuhan kolonisasi dalam sirkuit ventilator.

k. Fisioterapi dada

Sangat berguna bagi penderita penyakit paru baik yang bersifat akut

maupun kronis, sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan

memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi

tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan

memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret

dari bronkhus dan untuk mencegah penumpukan sekret.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

l. Mobilisasi

Mobilisasi atau aktivitas di rumah sakit pada pasien istirahat total sangat

penting sekali dilakukan (Kemenkes RI, 2011). Immobilisasi adalah suatu

keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan

gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu

rentang. Mobilisasi terdiri dari Range Of Motion (ROM) dan Ambulasi.

Lamanya tirah baring tergantung penyakit atau cedera dan status kesehatan

klien sebelumnya. Komplikasi dari lamanya tirah baring salah satunya

perubahan pada paru akan terjadi atelektasis dan pneumonia.

2. Strategi farmakologi

a. Stress-ulcer prophylaxis

Peran PH lambung dalam terjadinya VAP masih menjadi kontroversi.

Kolonosasi mikroorganisme di lambung meningkat dengan pemberian obat

yang menurunkan PH lambung (histamine,H2 antagonis dan antasida).

Diduga hal ini dapat menjadi sumber mikroorganisme terjadinya pneumonia.

Pemberian sukralfat pada lambung diketahui dapat mencegah terjadinya

pendarahan lambung tanpa menurunkan pH lambung. Penelitian menunjukkan

pemberian sukralfat mempunyani insiden VAP yang lebih rendah

dibandingkan dengan pemberian H2 antagonis. Kedua jenis obat tersebut tetap

direkomendasikan untuk pencegahan pendarahan lambung, pemilihan diantara

keduanya tergantung keuntungan dan kerugiannya.

b. Antibiotik profilaksis

Penggunaan antibiotik aerosol untuk mencegah pneumonia pada pasien yang

menggunakan alat ventilasi mekanik karena tidak terbukti mempunyai

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

efektifitas dan dapat menimbulkan resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik

intravena berspektrum luas untuk pencegahan pneumonia pada pasien yang

menggunakan alat ventilasi mekanik juga tidak direkomendasikan.

c. Chlorhexidine oral

Chlorhexidine merupakan antimikroba dengan spektrum luas yang sangat

efektif untuk menghambat bakteri gram(-),gram(+), ragi, jamur, protozoa,

algae, dan virus. Chlorhexidine berbahan dasar gelatine terhidrolisa,

mempunyai muatan positif, setelah berinteraksi dengan permukaan sel akan

menghancurkan membrane sel untuk masuk ke dalam sel. Kemudian

chlorhexidine akan mempresipitasi sitolasma sehingga terjadi kematian sel.

Chlorhexidine akan diserap oleh lapisan hidrosiapatit permukaan gigi

kemudian akan dilepaskan perlahan-lahan dalam bentuk aktif sampai dengan

7-10 hari berikutnya. Pada penelitian, Greenfeld dkk dalam Wiryana (2007)

menyatakan bahwa chlorhexidine mempunyai kemampuan untuk menghambat

pembentukan biofilm, suatu mekanisme kuman untuk menginvasi tubuh host.

Hal ini didukung oleh McGee DC dan Gould MK, 2003 dalam Wiryana

(2007) yang menyatakan bahwa chlorhexidine lebih efektif mencegah

pembentukan biofilm bila dibandingkan dengan povidone iodine.

Chlorhexidine kurang bersifat toksik terhadap jaringan bila dibandingkan

dengan povidone iodine dan cukup aman digunakan pada ulserasi aptosa, hal

yang sering dijumpai pada pasien sakit kritis.

Chlorhexidine adalah cairan yang banyak digunakan oleh dokter gigi untuk

menggontrol terjadinya plaque gigi. Mikroorganisme yang melekat pda plaque

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

gigi dapat juga menjadi penyebab pneumonia pada pasien yang menggunakan

alat ventilasi mekanik. Pemakaian chlorhexidine oral dapat menurunkan

insiden pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik.

E. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, informasi/media

massa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia.

(Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan tentang ilmu keperawatan sangat diperlukan agar pelayanan

keperawatan yang akan diberikan pada klien mempunyai tujuan jelas dan efektif.

Pengetahuan tersebut memberikan dasar konseptual dan rasional terhadap metode

pendekatan yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan keperawatan yang spesifik

dan tepat (Johnson, 2002).

Pengetahuan adalah suatu bangunan statik yang berisi fakta-fakta, dibangun secara

bertahap, langkah demi langkah dan mencakup tentang ide bahwa pengetahuan

merupakan sebuah cara pandang terhadap sesuatu, sebuah perspektif, yang belum

tentu benar tetapi cukup baik, sampai ditemukan sesuatu yang cukup baik (Kate

dan Barbara,2002)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Berdasarkan beberapa pengertian pengetahuan tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan adalah hasil usaha seseorang untuk mengetahui suatu hal atau obyek

dalam kehidupan sehari-harinya melalui panca indera. Pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek

tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

2. Tingkat Pengetahuan.

Menurut Bloom (1908) yang dikutip dari Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang

dicakup di dalam kognitif mempunyai 6 tingkat yakni :

a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat sesuatu yang dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari sesuatu bahan yang

diterima atau dipelajari.

b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menjelaskan meteri tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya,

yaitu penggunaan hukum-hukum, rumus, materi, metode dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang ada.

d. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

e. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau atau objek dengan didasarkan

pada kriteria yang ada.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (YB

Mantra yang dikutip Notoadmojo, 2007).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2008) pada umumnya

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan ,tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah

yang membosankan, berulang dan banyak tantangan, (Thomas yang dikutip

oleh Nursalam, 2008).

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2008), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok (Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam, 2002).

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut,

Notoadmodjo,(2007) adalah :

a. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang

bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan

akan tinggi pula.

b. Kultur ( budaya dan agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang

karena informasi yang baru akan disaring sesuai atau tidaknya dengan

budaya yang ada apapun agama yang dianut.

c. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru dan

akan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.

Pendidikan yang tinggi, maka pengalaman akan lebih luas, sedangkan

semakin tua umur seseorang maka pengalamannya semakin banyak.

4. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan.

1) Cara coba salah (trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum

peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu

tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan masyarakat

baik formal atau informal , ahli agama, pemegang pemerintah dan berbagai

prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh

orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun

penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperolah dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut

metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon

(1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya

lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan

penelitian ilmiah.

5. Sumber Pengetahuan

Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh

pengetahuan. Upaya-upaya serta cara-cara tersebut yang dipergunakan dalam

memperoleh pengetahuan yaitu :

a. Orang yang memiliki otoritas

Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu dengan bertanya

pada orang yang memiliki otoritas atau yang dianggapnya lebih tahu. Pada

zaman modern ini, orang yang ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan

pengakuan melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi

resmi mengenai kesaksian otorotas tersebut, seperti buku-buku atau publikasi

resmi pengetahuan lainnya.

b. Indra

Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal

pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan bahwa pengetahuan

pada dasarnya adalah dan hanyalah pengalaman-pengalaman konkrit kita yang

terbentuk karena persepsi indera, seperti persepsi penglihatan, pendengaran,

perabaan, penciuman dan pencicipan dengan lidah.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

c. Akal

Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang bias dibangun oleh

manusia tanpa harus atau tidak bias mempersepsinya dengan indra terlebih

dahulu. Pengetahuan apa dikitahui dengan pasti dan dengan sendirinya karena

potensial akal.

d. Intuisi

Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau pemahaman

yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran

yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran

tentang data-data yang langsung dirasakan.

6. Pengukuran Pengetahuan

Dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi

materi yang akan diukur dari subyek penelitian kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas

pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang di ukut.

Kriteria Tingkat Pengetahuan, menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

Baik : Hasil presentase 76%-100%

Cukup : Hasil presentase 56%-75%

Kurang : Hasil presentase < 56%

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

F. Sikap

1. Pengertian Sikap

Roger (1954) menjelaskan bahwa sikap adalah pendapat atau pandangan seseorang

tentang suatu obyek yang mendahuluinya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum

mendapat informasi atau melihat objek. (Notoatmodjo, Promosi Kesehatan & Ilmu

Perilaku,2007)

Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen sosio-psikologis,

karena merupakan kecenderungan bertindak dan berpersepsi. Allport (1954),

menjelaskan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang

diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah

terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berorientasi

dengannya (Dikutip dari Notoatmodjo 2007:142).

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan ( senang-

tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

amp ell(19 ) mendefinisikan sangat sederhana yakni : “An individual’s attitude

is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas di sini

dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons

stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian,

dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb (1981), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap

adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku ( tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan,

2007).

Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah

mekanisme mental yang mengevaluasi atau menilai, membentuk pandangan,

mewarnai perasaan, yang pada akhirnya akan menentukan kecendrungan perilaku

seseorang terhadap sesuatu, baik suatu benda, manusia atau situasi yang sedang

dihadapi, bahkan terhadap diri sendiri.

2. Karakteristik Sikap

Beberapa karakteristik sikap (Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, 2007) :

a. Sikap merupakan kecenderungan berpikir, berpersepsi dan bertindak.

b. Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi).

c. Sifat relatif lebih menetap, dibanding emosi dan pikiran.

d. Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluative terhadap objek dan

mempunyai 3 komponen, yakni komponen kognitif, komponen afektif

dan komponen konatif atau komponen perilaku.

Menurut Sax (1980) dalam bukunya yang berjudul Principle of Educational and

Psychological Measurement and Evaluation, menunjukkan beberapa karakteristik

(dimensi) sikap yaitu arah intensitas, keluasan, konsisten dan spontanitas. Sikap

mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah

setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah

memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Sikap

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum

tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Sikap juga memiliki

keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap

dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula

mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Sikap juga memiliki

konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang

dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap termaksud.

Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat

konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif

panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama

dikatakan sebagai sikap yang inkosisten. Karakteristik sikap yang terakhir adalah

spontanitasnya, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk

menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang

tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka harus melakukan pengungkapan

atau desakan lebih dahulu agar individu berkesempatan untuk mengemukakan

sikapnya (Saefuddin, Sikap Manusia, 2010).

3. Komponen Sikap

Sama halnya dengan perilaku, para ahli psiokologi juga membagi sikap atas 3

komponen yaitu komponen kognitif, afektif dan psikomator (Saefudin, Sikap

Manusia, 2010, hal.24-29).

a. Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan,persepsi seseorang terhadap sesuatu,

cara pandang seseorang terhadap suatu objek. Kepercayaan serta cara pandang

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

seseorang terhadap sesuatu dipengaruhi oelh pengalaman individu terhadap

objek tersebut. Selain akan membentuk kepercayaan juga akan membentuk

dasar pengetahuan akan objek tersebut, sehingga mendasari individu untuk

bersikap dan perilaku terhadap objek yang sama. Kepercayaan sebagai

komponen kognitif tidak selalu benar atau akurat. Kadang-kadang

kepercayaan itu justru terbentuk karena kurang atau tidak adanya informasi

yang benar mengenai objek tersebut.

b. Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional sujektif seseorang terhadap

suatu objek sikap. Secara umum koponen ini disamakan dengan perasaan yang

dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Rekasi emosional yang merupakan

komponen afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita

percayaai sebagai benar dan berlaku objek termaksud.

c. Psikomotor

Komponen psikomotor menyangkut kecenderungan untuk berperilaku di

dalam diri seseorang berkaitan dengan objek atau keadaan tertentu yang

dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan

banyak mempengaruhi perilaku. Bagaimana orang berperilaku dalam situasi

tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh

bagaimana kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus tersebut.

Pembentukan sikap yang utuh sangat ditentukan oleh pengetahuan, pikiran,

keyakinan yang bias berasal dari pengalaman, serta emosi seseorang tentang

suatu objek (Notoatmodjo, 2007).

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

4. Tingkatan Sikap

Sikap juga mempunyai beberapa tingkatan yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan mempertahankan stimulus

yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, menyelesaikan dan mengerjakan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subyek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,

bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab terhadap apa

yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu

berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang

lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

5. Pengukuran Sikap

Salah-satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia

adalah masalah pengungkapan (assement) atau pengukuran (measurement) sikap.

Salah-satu definisi sikap merupakan respons evaluatif yang dapat berbentuk positif

maupun negatif. Dalam buku yang berjudul Principles of educational and

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Psychological Measurement and Evaluation, menunjukkan beberapa karakteristik

(dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya.

Penjelasannya sebagai berikut:

a. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan

yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak

mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu

seseorang sebagai objek.

b. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap

terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak

berbeda.

c. Sikap mempunyai keluasaan, maksudnya kesetujuan atau

ketidaksetujuan terhadap suatu obyek sikap dapat mengenai hanya yang

sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat mencakup banyak sekali

aspek yang ada dalam obyek sikap.

d. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara

pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek

sikap tersebut.

e. Sikap yang memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauhmana

kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan.

6. Metode Pengukuran Sikap

Beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah

dilakukan orang.

a. Observasi Perilaku, di sini sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang

tampak. Dengan kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan

salah-satu indikator sikap individu.

b. Penanyaan Langsung, wajar bila banyak yang beranggapan bahwa sikap

seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung (direct

questioning) pada yang bersangkutan.

Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap

pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu

mengenai dirinya sendiri dan ke dua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia

akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu, dalam

metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator

sikap mereka. Telaah yang lebih mendalam dan hasil-hasil penelitian telah

meruntuhkan asumsi-asumsi tersebut di atas (Edward, 2007).

Pengungkapan Langsung, suatu versi metode penanyaan langsung adalah

pengungkapan langsung (direct assement) secara tertulis yang dapat dilakukan

dengan menggunakan aitem tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda

(Ajzen, 1988). Pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana,

responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan

memberi tanda setuju atau tidak setuju.

7. Struktur Dan Pembentukan Sikap

a. Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu

komponen kognitif, afektif dan konatif (Azwar, 2000). Komponen kognitif

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

merupakan representasi apa yang di percayai seseorang mengenai apa yang

berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu sudah

terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa

yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu

terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar

mengenai obyek yang dihadapi.

Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional

subyektif terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan

dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya reaksi

emosional yang merupakan komponen afeksi ini banyak dipengaruhi oleh

kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi obyek

termaksud.

Komponen kognitif merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang ada

dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kaitan

ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak

mempengaruhi prilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam

situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh

bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena

itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan

dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap obyek. Pengertian

kecenderungan berprilaku menunjukkan bahwa komponen afektif meliputi

pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang

diucapkan oleh seseorang. Memang kemudian masalah adalah tidak ada

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

jaminan bahwa kecenderungan berperilaku itu akan benar-benar di tampakkan

dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada dalam situasi yang

termaksud.

b. Pembentukan Sikap

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah

pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media

massa,institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor

emosi dalam diri individu (Azwar, 2000). Berikut ini akan diuraikan peranan

masing-masing faktor tersebut dalam ikut membentuk sikap manusia.

1) Pengalaman pribadi

Apa yeng telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi

penghayatan kita terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi salah satu

dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan

penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan

dengan obyek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan

membentuk sikap positif atau negatif, akan tergantung pada berbagai

faktor.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen yang

ikut mempengaruhi sikap. Pada umumnya, individu cenderung untuk

memiliki sikap yang konfromis atau searah dengan sikap orang yang

dianggap penting. Kecenderungan ini antara lian dimotivasi oleh

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang. Seseorang

memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan mendapat

reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan

perilaku tersebut.

4) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televise,

radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan

berfikir baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup

kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalm pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Pemahaman tentang baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang

boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari

pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

G. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup

yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas

dari pada manusia itu sendiri baik dapat diamati secara lansung atau secara tidak

lansung. Kurt Lewin (1970) dalam Natoatmodjo (2007) berpendapat bahwa

perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan

pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan.

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.

Oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas,

mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Perilaku

juga dapat dikatakan sebagai apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang

diamati secara lansung ataupun tidak lansung (Notoatmodjo,2007).

Skinner 1938 seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespons.

Dari definisi perilaku diatas dapat disimpulkan, prilaku dan gejala yang tampak

pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan

lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan

ini merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup, termasuk perilaku manusia.

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

2. Respon Perilaku

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku adalah

merupakan hasil hubungan antara peransang (stimulus) dan tanggapan (respon). Ia

membedakan adanya dua respon, yakni :

a. Respondent respons atau reflexive, ialah respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut eliciting stimulus karena

respons yang ditimbulkan relatif tetap. Responden respons (respondent

behaviour) ini juga mencakup perilaku emosional atau emotional

behaviour.

b. Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul

dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu yang disebut

reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan

tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme oleh

sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat

suatu perilaku yang telah dilakukan.

3. Stimulus Prilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku tertutup (covert behaviour atau unobservable bahaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang

lain.

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

b. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

4. Macam-Macam Gejala Prilaku

Manusia merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas serta merupakan hasil

akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala seperti :

a. Pengamatan

Pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat, mendengar,

meraba, membau dan mengecap atau biasa disebut dengan modalitas

pengamatan.

b. Perhatian

Ada dua batas perhatian yaitu :

1) Perhatian adalah pemusatan energy psikis yang tertuju pada suatu

objek.

2) Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai

suatu aktivitas.

c. Tanggapan

Setelah orang melakukan pengamatan, maka terjadi gambaran yang tinggal

dalam ingatan, yang disebut tanggapan yang berpengaruh terhadap belajar

pada waktu kemudian.

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

d. Fantasi

Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru, ini

tidak harus sama dengan tanggapan yang telah ada. Dalam proses berpikir,

fantasi ini sangat penting dan terwujud dalam daya kreativitas seseorang.

e. Ingatan

Ingatan adalah kemampuan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi

kesan-kesan. Ingatan yang baik mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1) Cepat, artinya mudah mencamkan kesan-kesan yang diterima

2) Setia, artinya apa yang dicamkan akan disimpan dengan baik

3) Teguh, artinya menyimpan kesan dalam waktu yang tidak lama,

tidak mudah lupa

4) Luas, artinya dapat menyimpan banyak kesan-kesan

5) Siap, artinya dengan mudah memproduksi hal-hal yang telah

dicamkan

6) Berpikir, adalah aktivitas yang sifatnya ideasional yang merupakan

abstraksi-abstraksi (ideas). Dalam berpikir seseorang meletakkan

hubungan antara bagian-bagian informasi yang ada pada dirinya

yang berupa pengertian-pengertian proses berpikir meliputi :

pembentukan, pengertian, pembentukan pendapat dan penarikan

kesimpulan.

7) Motif, adalah suatu dorongan dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

guna mencapai suatu tujuan.

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

5. Bentuk Perilaku

Secara operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau

seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini

terbentuk menjadi dua macam yakni :

a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara lansung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya

berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Oleh sebab itu

perilaku ini disebut perilaku terselubung (covert behaviour)

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

lansung. Perilaku seperti ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata

(covert behaviour)

6. Teori Perubahan Perilaku

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku

berangkat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain teori Lawrence Green

(1980), Snehandu Kar (1983), yang dikutip dari buku Notoatmodjo (2007).

a. Teori Lawrence Green

Green mencoba menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat

kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua

faktor pokok yakni perilaku (behaviour causes) dan factor dari luar perilaku

(non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor yakni :

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya. Faktor ini terutama yang positif mempermudah

terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan. Fasilitas ini pada hakekatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,

maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor

pemungkin.

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disamping

itu undang-undang juga diperlakukan untuk memperkuat perilaku

masyarakat tersebut.

b. Teori Snehandu Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku

itu merupakan fungsi dari :

1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behaviour intension)

2) Dukungan social dari masyarakat sekitar (social support)

3) Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan dan fasilitas kesehatan

(accessibility of information)

4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy)

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak

(action situation)

Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (1997), perilaku manusia

dapat dibagi ke dalam tiga domain yaitu :

1) Cognitif domain,diukur dari knowledge (pengetahuan)

2) Affective domain, diukur dari attitude (sikap)

3) Psycohomotor domain, diukur dari psychomotor dari practive

(keterampilan)

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat

Rogers (1974), sebelum seseorang menadopsi perilaku, di dalam diri orang

tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yaitu :

1) Awarness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

2) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang

tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada

proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

4) Trial (mencoba), individu sudah mencoba perilaku baru.

5) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selajutnya Rogers (1974) dalam

Notoatmodjo (2007) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu

melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

perilaku melewati proses seperti di atas didasari oleh pengetahuan, kesadaran

dan sikap yang positif, perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya

apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka

tidak akan berlansung lama.

7. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern

maupun tradisional, meliputi :

a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan

c. Respons terhadap petugas kesehatan

d. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, perspsi, sikap dan penggunaan

fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.

8. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang

bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar

dirinya), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan

penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-

tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan

tingkatan pencegahan penyakit, yaitu :

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behaviour)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

9. Pengukuran Prilaku

Cara pengukuran perilaku, teknik skala yang dapat digunakan untuk mengukur

perilaku adalah dengan menggunakan teknik skala Guttman. Skala ini merupakan

skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas

seperti jawaban dari pertanyaan/pernyataan: ya dan tidak, positif dan negatif,

setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini pada umumnya dibuat

seperti cheklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan

apabila salah nilainya 0 dan analisanya dapat dilakukan seperti skala likert (Alimul

hidayat, aziz. 2007:103).

H. Penelitian Terkait

1. Pada tahun 2009 telah dilakukan penelitian oleh Yuldanita Program studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang dengan

judul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Tindakan

Pencegahan VAP di Unit Perawatan Intensif RS.DR.M.DJAMIL Padang

tahun 2009. Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan Cross-

Sectional study dengan jumlah sampel 25 orang. Hasil penelitian didapatkan

perawat yang berpengetahuan tinggi 15 orang (60%), yang bersikap positif

18 orang (72%) dan yang bertindak sesuai dengan SOP pencegahan VAP 15

orang (60%).

Hasil analisa bivariat hubungan pengetahuan perawat dengan tindakan pencegahan

VAP didapat nilai p value : 0,34 dan hubungan sikap perawat dengan tindakan

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

pencegahan VAP didapatkan nilai p value : 0,007. Terdapat hubungan yang

bermakna antara pengetahuan perawat dengan tindakan pencegahan VAP dan

terdapat juga hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan tindakan

pencegahan VAP.

2. Pada tahun 2006 dilakukan penelitian oleh Ni Luh, mahasiswa Universitas

Diponegoro jurusan Ilmu Keperawatan dengan judul Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Nasokomial Pneumonia Pada Pasien

Yang Terpasang Ventilator di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit

Dr.Kariadi Semarang.

Jumlah sampel sebanyak 44 pasien diambil dengan menggunakan teknik purposive

sampling. Data dikumpulkan dengan metode observasi berupa checklist, kemudian

dilakukan analisis dengan distribusi frekuensi dan uji chi square, dengan tingkat

kemaknaan p< 0,05. Hasil penelitian dengan analisis bivariat didapatkan hasil yaitu

hubungan kejadian infeksi nasokomial pneumonia dengan diagnose penyakit dasar

p value : 0,585, hubungan dengan perawatan mulut p value : 0,017, hubungannya

dengan lamanya terpasang ventilator p value : 0,003 dan hubungannya dengan

prosedur menghisap sekresi p value : 0,001. Kesimpulan penelitian ini di dapat

hubungan yang bermakna antara lamanya trpasang ventilator, prosedur menghisap

sekresi dan perawatan mulut dengan kejadian infeksi nasokomial pneumonia pada

pasien yang terpasang ventilator, serta tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara diagnose penyakit dasar dengan kejadian infeksi nasokomial pneumonia.

3. Pada tahun 2004 dilakukan penelitian oleh Dartini dengan judul Gambaran

Kesehatan Lingkungan dan Faktor Resiko kejadian Infeksi Nasokomial

Pneumonia di Ruang ICU RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2003-2004.

Penelitaian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan dan

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

faktor resiko dengan kejadian infeksi nasokomial pneumonia di ruang ICU

dengan memakai desain cross sectional. Jumlah sampel sebesar 210 pasien

yang dirawat 3 hari dari bulan Agustus 2003 sampai Mei 2004. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa diperoleh kejadian infeksi nosokomial

pneumonia sebesar 13,3%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa

variabel yang berhubungan dengan kejadian infeksi nosokomial pneumonia

pada derajat kepercayaan 95% analisis statistic meliputi penyakit dasar

pasien p value : 0,047, lama hari rawat dengan p value : 0,02 dan pemakaian

ventilator p < 0,001. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan

kejadian infeksi nasokomial pneumonia adalah : umur p value : 0,876 dan

jenis kelamin p value : 0,715. Hasil multivariat menunjukkan hanya satu

variabel yang berhubungan bermakna p < 0,05 dengan kejadian infeksi

nasokomial yaitu pemakaian ventilator dengan OR 5,6 (CL 95% : 2,337-

13,538). Variabel yang paling dominan hubungannya dengan kejadian

infeksi nasokomial pneumonia adalah pemakaian ventilator.Kesimpulan

penelitian ini adalah yang memakai ventilator dalam perawatannya

mempunyai resiko 5,6 kali lebih tinggi terkena infeksi nosokomial

pneumonia dibandingkan pasien yang tidak memakai ventilator.

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

PROTAP / SOP Fisioterapi Dada

Pengertian :

Merupakan tindakan perawatan dengan melakukan drainage postural,

clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.

Tindakan postural merupakan tindakan dengan menempatakan pasien

dalam berbagai posisi untuk mengalirkan sekret di saluran pernafasan.

Tindakan drainage postural diikuti dengan tindakan clapping

(penepukan) dan vibrasi.

Tujuan :

1. Meningkatkan efisiensi pola pernafasan.

2. Membersihkan jalan nafas

Kebijakan :

Alat dan bahan :

1. Pot sputum berisi desinfeksi

2. Kertas tissue

3. Stetoskop

4. Satu bantal (untuk drainage postural)

Prosedur :

A. Drainage postural

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Cuci tangan

3. Atur posisi

Semi fowler bersandar ke kanan, ke kiri lalu kedepan apabila

daerah yang akan di drainage pada lobus atas bronkus apikal.

Tegak dengan sudut 45 derajat membungkuk ke depan pada

bantal dengan 45 derajat ke kiri dan ke kanan apabila daerah

yang akan didrainage brokus posterior.

Berbaring dengan bantal di bawah lutut apabila yang akan

didrainage anterior.

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Posisi trendelenberg dengan sudut 30 derajat atau menaikkan

kaki pada tempat tidur 35 – 40 cm, sedikit miring ke kiri

apabila yang akan di drainage pada lobus tengah ( bronkus

lateral dan medial)

Posisi trendelenberg dengan sudut 30 derajat atau menaikkan

kaki tempat tidur 35-40 cm, sedikit miring ke kanan apabila

daerah yang akan di drainage pada( bronkus superior dan

inferior).

Condong dengan bantal di bawah panggul apabila yang

didrainage bronkus apikal.

Posisi trenfelenberg dengan sudut 45 derajat atau dengan

menaikkan kaki tempat tidur 45-50 cm, miring ke samping

kanan, apabila yang akan didrainage bronkus medial.

Posisi trendelenberg dengan sudu 45 derajat atau dengan

menaikkan kaki tempat tidur 45-50 cm, miring ke samping kiri,

apabila yang akan di drainage bronkus lateral.

Posisi trendelberg condong sudut 45 derajat dengan bantal

dibawah panggul, apa bila yang akan di drainage bronkus

posterior.

4. Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit , kemudian

periode selanjutnya kurang lebih 15-30 menit

5. Lakukan observasi tanda vital selama prosedur.

6. Setelah pelaksanaan drainage lakukan clapping, vibrasi dan

penghisapan lender (suction)

7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

B. Clapping dan vibrasi.

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan

3. Atur posisi sesuai postural drainage.

4. Lakukan clapping dan vibrasi pada :

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

Seluruh lebar bahu atau meluas beberapa jari ke klavikula

apabila daerah paru yang perlu di clapping dan vibrasi adalah

daerah bronkus apikal.

Lebar bahu kanan masing-masing sisi apabila yang akan di

clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus posterior.

Dada depan di bawah klavikula, apa bila yang akan di clapping

dan vibrasi adalah daerah bronkus anterior.

Anterior dan lateral dada kanan dan lipat ketiak sampai mid

anterior dada apabila yang akan di clapping dan vibrasi adalah

daerah lobus tengah ( bronkus laterial dan medial).

Lipat ketiak kiri sampai mid anterior dada apabila yang di

clapping dan vibarasi adalah daerah bronkus superior dan

inferior.

Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila di clapping

dan vibrasi adalah daerah bronkus apikal.

Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi , apabila yang di

clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus medial.

Sepertiga bawah kosta posterior kanan, apabila yang akan di

clapiing dan vibrasi adalah bronkus lateral.

Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang akan

di clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus posterior.

5. Lakukan clapping dan vibrasi selama kurang lebih satu menit.

6. Setelah dilakukan tindakan drainage postural, clapping dan vibrasi

dapat dilakukan tindakan penghisapan lendir / suction.

7. Lakukan aukultasi pada daerah paru yang dilakukan tindakan drainage

pastural dan vibrasi.

8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Page 63: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

PROTAP / SOP ORAL HYGIENE

Pengertian :

Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang

tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk merawat gigi dan mulut secara

mandiri (pasien tidak sadar) maupun pasien yang mampu melakukan

sendiri.

Tujuan :

1. Mencegah infeksi gusi dan gigi

2. Mempertahankan kenyamanan rongga mulut.

Kebijakan :

Alat dan bahan :

1. Handuk dan kain pengalas.

2. Gelas kumur berisi:

Air masak / NaCl.

Obat kumur / chlorhexidine gluconate 0,2%

Borax gliserin

3. Spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain kasa.

4. Kapas lidi.

5. Bengkok.

6. Kain kasa / depper.

7. Pinset atau arteri klem.

8. Sikat gigi dan pasta gigi.

Prosedur :

A. Untuk Pasien Tak Sadar

1. Jelaskan prosedur pada klien.

2. Cuci tangan.

3. Atur posisi pasien dengan posisi tidur miring kiri / kanan.

Page 64: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

4. Pasang handuk dibawah dagu / pipi pasien.

5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi air hangat /

masak.

6. Gunakan tong spatel (sudip lidah) untuk membuka mulut pada saat

membersihkan gigi / mulut.

7. Lakukan pembersihan dimulai dari dinding rongga mulut, gusi, gigi dan

lidah.

8. Keringkan dengan kasa steril yang kering.

9. Setelah bersih, oleskan borax gliserin.

10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

B. Untuk pasien sadar tapi tak mampu melakukan sendiri

1. Jelaskan prosedur pada klien.

2. Cuci tangan.

3. Atur posisi pasien dengan duduk

4. Pasang handuk di bawah dagu.

5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi air hangat /

masak.

6. Kemudian bersihkan pada daerah mulut, mulai dari dinding rongga

mulut, gusi, gigi dan lidah. Lalu bilas dengan larutan NaCl.

7. Setelah bersih, oleskan borax gliserin.

8. Untuk perawatan gigi lakukan penyikatan dengan gerakan naik-turun.

9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Page 65: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

PROTAP / SOP PENGHISAPAN LENDIR ( SUCTION)

Pengertian :

Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang

dilakukan pada klien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir

secara mandiri dengan menggunakan alat penghisap.

Tujuan :

1. Membersihkan jalan napas.

2. Memenuhi kebutuhan oksigenasi.

Kebijakan :

Alat dan bahan :

1. Alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.

2. Kateter penghisap lendir steril.

3. Pinset steril.

4. Sarung tangan steril.

5. Dua kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan.

6. Kasa steril.

7. Kertas tissue.

8. Stetoskop.

Prosedur :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

2. Cuci tangan

3. Tempatkan pasien pada posisi telentang dengan kepala miring ke arah

perawat.

4. Gunakan sarung tangan.

5. Hubungkan kateter penghisap dengan slang alat penghisap.

6. Mesin penghisap dihidupkan.

Page 66: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

7. Lakukan penghisapan lendir dengan memasukkan kateter penghisap ke

dalam kom berisi aquadest atau NaCl 0,9 % untuk mempertahankan

kesterilan.

8. Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap.

9. Gunakan alat penghisap dengan tekanan 110 – 150 mm Hg untuk dewasa,

95 – 110 mm Hg untuk anak-anak, dan 50 – 95 ,, Hg untuk bayi (Potter

dan Perry, 1995).

10. Tarik dengan memutar kateter penghisap tidak lebih dari 15 detik.

11. Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%.

12. Lakukan penghisapan antara penghisapan pertama dengan berikutnya,

minta pasien untuk bernapas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami

distres pernapasan, biarkan istirahat 20 – 30 detik sebelum melakukan

penghisapan berikutnya.

13. Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respon

pasien terhadap prosedur yang dilakukan.

14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Page 67: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

PROTAP / SOP INHALASI NEBULIZER

Pengertian :

Pemberian inhalasi uap dengan obat / tanpa obat menggunakan nebulator

Tujuan :

1. Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan.

2. Melonggarkan jalan napas.

Kebijakan :

1. Pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekret.

2. Pasien yang mengalami penyempitan jalan nafas.

Peralatan :

1. Set nebulizer

2. Obat bronkodilator

3. Bengkok 1 buah

4. Tissue

5. Spuit 5 cc

6. Aquades

7. Tissue

Prosedur Pelaksanaan :

1. Cek program terapi

2. Cuci tangan

3. Menyiapkan alat

4. Jelaskan tindakan yang akan diberikan, tujuan dan prosedur

pelaksanaan.

5. Jaga privacy pasien

6. Mengatur pasien dalam posisi duduk

7. Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set nebulizer

8. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran

9. Pastikan alat dapat berfungsi dengan baik.

10. Memasukkan obat sesuai dosis

Page 68: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensif Care Unit (ICU) Definisi

11. Memasang masker pada pasien

12. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien nafas dalam sampai

obat habis.

13. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue

14. Lakukan evaluasi tindakan

15. Membereskan alat

16. Cuci tangan

17. Mencatat mendokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan