Top Banner
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUSKESMAS A. Aspek Umum 1.Aspek Legal Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya di wilayah kerjanya (4) . Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan atau RW. Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupatan atau Kota (5) . Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat, dengan menyelenggarakan fungsi sebagai penyelenggara upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya
36

Bab II Pkpa Puskes

Dec 12, 2015

Download

Documents

Ahmad Kusworo

PKPA puskes
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab II Pkpa Puskes

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PUSKESMAS

A. Aspek Umum

1. Aspek Legal Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan

lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (4). Secara nasional standar

wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan

terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar

Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan

atau RW. Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab

langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupatan atau Kota (5).

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat, dengan menyelenggarakan fungsi sebagai

penyelenggara upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat

pertama di wilayah kerjanya (4). Menurut PMK nomor 75 tahun 2014 Puskesmas

berfungsi sebagai:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, yaitu berupaya

menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor

termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, dan aktif

memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap

program pembangunan di wilayah kerjanya.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat, yaitu berupaya agar perorangan terutama

pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki

kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat

untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

Page 2: Bab II Pkpa Puskes

termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan

memantau pelaksanaan program kesehatan.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu bertanggungjawab

menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas

meliputi:

1) Pelayanan kesehatan perorangan, berupa pelayanan yang bersifat pribadi dengan

tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan,

tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan

perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah

dengan rawat inap.

2) Pelayanan kesehatan masyarakat, berupa pelayanan yang bersifat publik dengan

tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit

tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan

kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan

penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan

keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan

masyarakat lainnya (5).

Secara kedudukan, Puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan

Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem

Pemerintah Daerah. Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah

sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di

wilayah kerjanya. Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota

adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan

kabupaten/kota di wilayah kerjanya. Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah

Daerah adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

Page 3: Bab II Pkpa Puskes

merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di

tingkat kecamatan. Sementara itu, kedudukan Puskesmas di antara berbagai sarana

pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja

puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan strata pertama yang

dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktik dokter, praktik dokter

gigi, praktik bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Di wilayah kerja

puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumber

daya masyarakat seperti posyandu, polindes, pos obat desa dan pos UKK. Kedudukan

puskesmas diantara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya

masyarakat adalah sebagai pembina (5).

2. Struktur Organisasi dan SDM (Sumber Daya Manusia) di Puskesmas

Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas

masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu

kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan

penetapannya dilakukan dengan Peraturan Daerah (5). Organisasi Puskesmas paling

sedikit terdiri atas:

a. Kepala Puskesmas;

b. Kepala sub bagian tata usaha, yang bertanggungjawab membantu Kepala

Puskesmas dalam pengelolaan data dan informasi, perencanaan dan penilaian,

keuangan, umum dan kepegawaian;

c. Penanggungjawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat;

d. Penanggungjawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan

e. Penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan

kesehatan, jaringan pelayanan puskesmas terdiri dari unit puskesmas pembantu,

unit puskesmas keliling dan unit bidan di desa atau komunitas (4, 5).

Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas disesuaikan

dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing unit Puskesmas. Khusus untuk

Kepala Puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang

Page 4: Bab II Pkpa Puskes

kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat (5).

Menurut Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, Kepala Puskesmas merupakan seorang

tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki

kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja di Puskesmas minimal 2

tahun dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas. Apabila di Puskesmas

kawasan terpencil dan sangat terpencil tidak tersedia seorang tenaga kesehatan yang

memenuhi kriteria tersebut, maka Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan

dengan tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga (4).

Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan kesehatan di

tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala

Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan,

maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan eselon III-B. Dalam keadaan tidak

tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B, ditunjuk

pejabat sementara yang sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni seorang

sarjana di bidang kesehatan kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup

bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap (5).

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non

kesehatan. Tenaga kesehatan di Puskesmas paling sedikit terdiri atas dokter atau

dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat,

tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan

tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,

administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar

pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta

mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan

keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap tenaga kesehatan yang

bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan (4).

Page 5: Bab II Pkpa Puskes

3. Peran dan Fungsi Apoteker di Puskesmas

Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas

adalah Apoteker, dimana kompetensi Apoteker di Puskesmas sebagai berikut:

a. Sebagai Penanggung Jawab

1) Mempunyai kemampuan untuk memimpin;

2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan

Pelayanan Kefarmasian;

3) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;

4) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan

5) Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan

memecahkan masalah.

b. Sebagai Tenaga Fungsional

1) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian;

2) Mampu melakukan akuntabilitas praktik kefarmasian;

3) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi;

4) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;

5) Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan

6) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan (1).

Peran dan fungsi Apoteker di Puskesmas dalam pelayanan kefarmasian yang

meliputi 2 kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial dan kegiatan pelayanan

farmasi klinik. Kegiatan manejerial berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis

pakai. Sementara pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat;

b. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

c. Konseling;

d. Visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);

e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO);

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

g. Evaluasi penggunaan obat (1).

Page 6: Bab II Pkpa Puskes

4. Kebijakan Pengelolaan Obat di Puskesmas

Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009 menetapkan bahwa tujuan dari pelayanan

kefarmasian adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu,

bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya. Hal tersebut diwujudkan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan dalam sebuah misi yaitu terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan

keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan(6).

Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan,

karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara

berkesinambungan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi

kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi,

pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat. Obat dan

perbekalan kesehatan hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya

tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat

penggunaan dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan kesehatan (6).

Kebijakan Pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan

melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang No. 36 tentang Kesehatan,

Peraturan Pemerintah No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Indonesia Sehat 2010,

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Kebijakan Obat Nasional (KONAS). SKN

2009 memberikan landasan, arahan dan pedoman penyelenggaraan pembangunan

kesehatan bagi seluruh penyelenggara kesehatan, baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota, maupun masyarakat dan dunia usaha, serta pihak lain yang terkait.

Salah satu subsistem SKN 2009 adalah obat dan perbekalan kesehatan. Subsistem

tersebut memuat penekanan mengenai ketersediaan obat, pemerataan termasuk

keterjangkauan dan jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat (7).

Untuk mencapai tujuan KONAS yakni menjamin ketersediaan pemerataan,

dan keterjangkauan obat esensial, keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang

beredar serta penggunaan obat yang rasional, dan masyarakat terlindung dari salah

Page 7: Bab II Pkpa Puskes

penggunaan dan penyalahgunaan obat, maka perlu pengelolaan obat yang baik dan

benar. Oleh kerena itu ditetapkan landasan kebijakan sebagai berikut :

a. Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat,

sedangkan pelaku usaha di bidang obat bertanggung jawab atas mutu obat sesuai

dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan dan pengendalian yang menjadi

tanggungjawab pemerintah dilakukan secara profesional, bertanggung jawab,

independen dan transparan.

b. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan

obat esensial yang dibutuhkan masyarakat.

c. Pemerintah dan pelayan kesehatan bertanggungjawab untuk menjamin agar pasien

mendapat pengobatan yang rasional

d. Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi obat yang benar. Pemerintah

memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan

pengobatan.

e. Pemerintah mendorong terlaksananya penelitian dan pengembangan obat yang

mencakup aspek sistem (manajamen obat, manajemen SDM, penggunaan obat

rasional, dan lain-lain), komoditi obat, proses (pengembangan obat baru), kajian

regulasi dan kebijakan.

f. Pemerintah dan semua pihak terkait bertanggungjawab atas ketersediaan SDM

yang dapat menunjang pencapaian sasaran (7).

Pengelolaan obat merupakan salah satu ruang lingkup dari manajemen

kefarmasian di Puskesmas. Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut

meliputi:

a. Perencanaan dan permintaan obat.

b. Penerimaan, penyimpanan dan distribusi obat.

c. Pencatatan dan pelaporan obat.

d. Supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (8).

B. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas

1. Perencanaan dan Permintaan

Page 8: Bab II Pkpa Puskes

1.1. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan

Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:

1) Perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati

kebutuhan;

2) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional; dan

3) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat(1).

Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan

mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, dan

rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus

mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional.

Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti

dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan

dengan pengobatan. Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara

berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat

dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten atau Kota akan melakukan kompilasi dan

analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada

anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock,

serta menghindari stok berlebih(1).

1.2 Permintaan

Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi

kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan

perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

dan kebijakan pemerintah daerah setempat(1).

Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat esensial

yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk

pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan Permenkes RI No.

Page 9: Bab II Pkpa Puskes

HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang

diperkenankan tersedia di Puskesmas(9). Adapun beberapa dasar pertimbangan dari

Kepmenkes tersebut adalah:

a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh

dunia bagi pelayanan kesehatan publik.

b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan.

c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.

d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan

publik(8).

Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing

Puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari

sub unit ke kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub

unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu penyerahan obat

kepada Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menyusun

petunjuk lebih lanjut mengenai alur permintaan dan penyerahan obat secara

langsung dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ke Puskesmas sesuai dengan pola

penyakit yang ada di wilayah kerjanya(8).

1) Menentukan jenis permintaan obat

1) Permintaan Rutin. Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untukmasing-masing Puskesmas.

2) Permintaan Khusus. Dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila

Kebutuhan meningkat, terjadi kekosongan. dan ada Kejadian Luar Biasa

(KLB / Bencana).

b. Menentukan jumlah permintaan obat

Data yang diperlukan antara lain :

1) Data pemakaian obat periode sebelumnya.

2) Jumlah kunjungan resep.

Page 10: Bab II Pkpa Puskes

3) Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.

4) Sisa Stok.

c. Menghitung kebutuhan obat

Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan

pemakaian pada periode sebelumnya.

SO = SK + SWK + SWT + SP

Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan

rumus(8):

Permintaan = SO – SS

Keterangan:

SO = Stok optimum (adalah stok ideal yang harus tersedia dalam waktu periode

tertentu)

SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan, pemakaian rata–rata per periode

distribusi.)

SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat

SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time ), waktu tunggu

dihitung mulai dari permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan

penerimaan obat di Puskesmas

SP= Stok penyangga (persediaan obat untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan

kunjungan, keterlambatan kedatangan obat. Besarnya ditentukan berdasarkan

kesepakatan antara Puskesmas dan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

SS = Sisa Stok (Adalah sisa obat yang masih tersedia di puskesmas pada akhir

periode distribusi.

2. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi

2.1 Penerimaan

Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam

menerima Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Obat yang

diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh

Puskesmas(1).

Page 11: Bab II Pkpa Puskes

Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan

Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan

jumlah Obat, bentuk Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh

petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat,

maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari

Obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah

satu bulan.Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kepada

Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu(1).

Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada Puskesmas

Pembantu dan sub unit pelayanan kesehatan lainnya merupakan tanggung jawab

Kepala Puskesmas. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap

obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk

sediaan obat sesuai faktur (dokumen bukti mutasi barang), dan ditanda tangani oleh

petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat

menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat,

dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok(1).

2.2. Penyimpanan

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan

pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari

kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan

yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat

dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Bentuk dan jenis sediaan;

2) Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);

3) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan

4) Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus(1).

Persyaratan gudang yaitu sebagai berikut:

1) Luas minimal 3 x 4 m dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan.

Page 12: Bab II Pkpa Puskes

2) Ruangan kering dan tidak lembab.

3) Memiliki ventilasi yang cukup.

4) Memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung

untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis.

5) Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang tidak

memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. Harus diberi alas papan

(palet).

6) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.

7) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.

8) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.

9) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu

terkunci dan terjamin keamanannya.

10) Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan(8).

Pengaturan penyimpanan obat yaitu sebagai berikut(8):

1) Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.

2) Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.

3) Obat disimpan pada rak.

4) Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet.

5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk.

6) Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.

7) Sera, vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin.

8) Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.

Bila ruang penyimpanan kecil dapat digunakan sistem dua rak. Bagi obat

menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A

sedangkan sisanya di bagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka

pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di rak B

digunakan. Pada saat obat di rak B hampir habis diharapkan obat yang dipesan

sudah datang. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari

berapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima

(waktu tunggu)(8).

Page 13: Bab II Pkpa Puskes

Tata Cara Penyusunan Obat yaitu(8):

1) Penerapan sistem FEFO dan FIFO. Penyusunan dilakukan dengan sistem First

Expired First Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang

lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang

kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk masing-masing

obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu

dari obat yang datang kemudian.

2) Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.

3) Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar

dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

4) Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari

cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin.

5) Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari

langsung.

6) Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan

pengambilannya menggunakan sendok.

7) Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda

khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar dengan

mengunakan spidol.

8) Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat,

lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.

9) Cairan diletakkan di rak bagian bawah.

10) Kondisi penyimpanan beberapa obat.

2.3. Distribusi

Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan

pengeluaran dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan

teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan

jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan

Page 14: Bab II Pkpa Puskes

kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan

waktu yang tepat(1).

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:

1) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;

2) Puskesmas Pembantu;

3) Puskesmas Keliling;

4) Posyandu

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan

dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian

Obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan

pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat

sesuai dengan kebutuhan (floor stock)(1).

3. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam

rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, baik Obat

dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan

digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan

dan pengarsipan adalah:

1. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;

2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan

3. Sumber data untuk pembuatan laporan(1).

4. Evaluasi Pengelolaan Obat

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:

a) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat

dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun

pemerataan pelayanan;

Page 15: Bab II Pkpa Puskes

b) memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis

Pakai; dan

c) memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan(1).

C. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Puskesmas didukung dengan standar pelayanan yang harus dipenuhi agar dapat

menjalankan fungsinya. Salah satu standar dalam pelyanan di puskesmas yaitu

pelayanan kefarmasian. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien(1).

Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan

dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik

wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan. Berdasarkan kemampuan

penyelenggaraan, Puskesmas dikategorikan menjadi Puskesmas non rawat inap dan

Puskesmas rawat inap (3).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan

Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan standar pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud meliputi

perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pengendalian, pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan dan pemantauan dan evaluasi

pengelolaan. Sedangkan Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud meliputi,

pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat, Pelayanan

Informasi Obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap),

pemantauan dan pelaporan efek samping Obat, pemantauan terapi Obat dan evaluasi

penggunaan Obat(1).

1. Pelayanan Kefarmasian Rawat Jalan dan Rawat Inap

1.1 Pelayanan Kefarmasian Rawat Jalan

Page 16: Bab II Pkpa Puskes

Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani

pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh

prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan

merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas. Tujuan

pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan diagnosa penyakit dengan

tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau untuk tindakan rujukan. Tenaga

pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien,

yaitu(11) :

a. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan

pendaftaran dan pembayaran;

b. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan

pelayanan pemeriksaan/pengobatan;

c. Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik yang ada.

Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan

menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari rawat

jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama mengenai puskesmas tersebut.

Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan memiliki sirkulasi

udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman perabotan yang menarik dan tidak

terdapat suara-suara yang mengganggu. Diharapkan petugas yang berada di rawat

jalan menunjukkan sikap yang sopan dan suka menolong(11).

1.2 Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap

Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan

dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif

terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10

tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani

pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan

kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak lanjut oleh

petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah

pasien(1).

Page 17: Bab II Pkpa Puskes

Standar ketenagaan yang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas Rawat

Inap menurut Pedoman Kerja Puskesmas (11):

a. Dokter kedua di Puskesmas yang telah mendapatkan latihan klinis di Rumah

sakit selama 6 bulan dalam bidang bedah, obstetri-gynekologi, pediatri dan

interne.

b. Seorang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang perawatan

bedah, kebidanan, pediatri dan penyakit dalam;

c. 3 orang perawat / bidan yang diberi tugas bergilir;

d. 1 orang pekarya kesehatan (SMA atau lebih)

Sedangkan standar sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengembangan

Puskesmas Rawat Inap yaitu (11):

a. Ruangan rawat tinggal yang memadai (nyaman, luas dan terpisah antara anak,

wanita dan pria untuk menjaga privasi);

b. Ruangan operasi dan ruang post operasi;

c. Ruangan persalinan (dan ruang menyusui sekaligus sebagai ruang recovery);

d. Kamar perawat jaga

e. Kamar linen dan cuci

2. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,

persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun

rawat jalan(1).

2.1 Persyaratan Administrasi

1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien;

2) Nama, dan paraf dokter;

3) Tanggal resep;

4) Ruangan/unit asal resep (1).

2.2 Persyaratan Farmasetik

1) Bentuk dan kekuatan sediaan;

2) Dosis dan jumlah Obat;

Page 18: Bab II Pkpa Puskes

3) Stabilitas dan ketersediaan;

4) Aturan dan cara penggunaan;

5) Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat) (1).

2.3 Persyaratan Klinis

1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;

2) Duplikasi pengobatan;

3) Alergi, interaksi dan efek samping Obat;

4) Kontra indikasi;

5) Efek adiktif.(1).

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat merupakan

kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan atau meracik obat,

memberikan label atau etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang

memadai disertai pendokumentasian. Tujuan kegiatan tersebut adalah agar pasien

memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan dan memahami tujuan

pengobatan serta mematuhi intruksi pengobatan (1).

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini

kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (3). Tujuan

PIO adalah (1):

1) Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di

lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.;

2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan

mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai);

3) Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan PIO antara lain (1):

Page 19: Bab II Pkpa Puskes

1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan

pasif;

2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,

surat atau tatap muka;

3) Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain;

4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta

masyarakat;

5) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai;

6) Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

4. Pelayanan Konseling dan/atau Home Care

Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian

masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat

inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan

pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain

tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek

samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan Obat. Kegiatan

konseling antara lain (1):

1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien;

2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter kepada

pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa

yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang

diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.;

3) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat;

4) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk

mengoptimalkan tujuan terapi.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat

risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial,

karateristik Obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat,

Page 20: Bab II Pkpa Puskes

kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana

menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di

rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi

Obat(1).

5. Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional

Monitoring antara lain dilakukan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat

(ESO) dan Pemantauan Terapi Obat (PTO). Pelaporan efek samping obat merupakan

kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak

diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk

tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Adapun

tujuannya adalah(1) :

1) Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak

dikenal dan frekuensinya jarang;

2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat

dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:

1. Menganalisis laporan efek samping Obat.

2. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami

efek samping Obat.

3. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

4. Melaporkan ke Pusat MonitoringEfek Samping Obat Nasional.

Selain pemantauan efek samping obat dilakukan juga Pemantauan Terapi Obat

(PTO). Pemantauan terapi obat merupakan proses yang memastikan bahwa seorang

pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan

efikasi dan meminimalkan efek samping. Tujuannya adalah : mendeteksi masalah

yang terkait dengan Obat, memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang

terkait dengan Obat.

Kriteria pasien:

1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

Page 21: Bab II Pkpa Puskes

2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

3. Adanya multidiagnosis.

4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang

merugikan.

Kegiatan:

1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

2. Membuat catatan awal.

3. Memperkenalkan diri pada pasien.

4. Memberikan penjelasan pada pasien.

5. Mengambil data yang dibutuhkan.

6. Melakukan evaluasi.

7. Memberikan rekomendasi.

Selain melakukan monitoring juga dilakukan evaluasi penggunaan obat. Evaluasi

penggunaan obat merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara

terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai

indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional). Tujuannya adalah: mendapatkan

gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu, melakukan evaluasi secara

berkala untuk penggunaan Obat tertentu(1).

D. Program Promosi Kesehatan Masyarakat

1. Pengertian Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk dapat

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Promosi kesehatan merupakan

proses komprehensif sosial dan politik, bukan hanya mencakup upaya peningkatan

kemampuan dan ketrampilan individual, tetapi juga upaya yang bertujuan mengubah

masyarakat, lingkungan, dan kondisi ekonomi, agar dampak negatif terhadap

kesehatan individu dan masyarakat dapat dikurangi(12).

Page 22: Bab II Pkpa Puskes

Promosi kesehatan didasarkan pada manusia menawarkan konsep yang positif

dan inklusif terhadap kesehatan sebagai penentu kualitas hidup yang meliputi aspek

mental dan spiritual. Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan individu

untuk meningkatkan kontrol atas kesehatan mereka dan faktor-faktor penentunya,

dengan demikian tercapai peningkatan kesehatan yang lebih baik. Promosi kesehatan

adalah fungsi inti kesehatan masyarakat dan berkontribusi terhadap penanggulangan

penyakit menular dan tidak menular dan ancaman lain terhadap kesehatan(13).

Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SKNII/2005 tentang Pedoman

Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar utama Promosi Kesehatan

adalah (1) Pemberdayaan, (2) Bina Suasana, dan (3) Advokasi, serta dijiwai semangat

(4) Kemitraan. Berdasarkan strategi dasar tersebut diatas, maka strategi Promosi

kesehatan puskesmas juga dapat mengacu strategi dasar tersebut dan dapat

dikembangkan sesuai sasaran, kondisi puskesmas dan tujuan dari promosi tersebut(14).

DAFTAR PUSTAKA

1) Departemen Kesehatan, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republika Indonesia No.30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Pemerintah Republik Indonesia Jakarta

2) Departemen Kesehatan, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta

3) Anonim, 2011, Surat Keputusan Oengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia No.058/SK/PP.IAI/IV/2011 tentang Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta

4) Departemen Kesehatan, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

5) Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

6) APTFI, 2010, Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia Nomor :13/APTFI/MA/2010 tentang Standar Praktik Keja Profesi Apoteker.

7) Departemen Kesehatan, 2005, Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Page 23: Bab II Pkpa Puskes

8) Departemen Kesehatan, 2010, Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

9) Departemen Kesehatan, 2010, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/068/1/2010, tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Jakarta

10) Swandari, S., 2009, Penggunaan Obat Rasional (POR) melalui Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Balai Besar PelatihanKesehatan (BBPK) Makassar..

11) Departemen Kesehatan, 2002, Pedoman Kerja Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

12) Anonim, 2000, Health Promotion, available at : http://www.who.int/health-promotion.org , diakses tanggal 17 Juli 2013.

13) WHO, 2009, Milestones in Health Promotion Statements form global Conference: The Bangkok Charter for Health Promotion a Globalized World 7-11 August 2005, World Health Organization Press, Switzerland

14) Anonim, 2011, Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan Bagi Petugas Kesehatan Di Puskesmas, Bakti Husada.

15) Anonim, 2012, Profil Puskesmas Srandakan Bantul, available at : http://puskesmas.bantulkab.go.id/srandakan/, diakses tanggal 9 Januari 2014.

16) Wilianti, N., 2009, Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam Di Rsup Dr.Kariadi Semarang Tahun 2008, Tesis, Semarang

17) Dipiro, J.T., Robert, L.T., Gary, R., Barbara G.W., 2008, Urinary Tract Infections and Prostatitis, Pharmacotherapy, A Pathophysiological Approach, McGraw-Hill.

18) Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, N.P., Lance, L.L., 2011-2012, Drug Information Handbook 20th edition, American Pharmacist Assosiation.

19) Johnson, W.M, Roger D., Philip, B., Evidence-based treatment of frequent heartburn:the benefits and limitation of over the counter medications,J Am Assoc Nurse Pract, 2014, Vol.26 (6)

20) Ismoedijanto, Demam pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 103 - 108

21) Rezeki, S., Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak, Sari Pediatri, 2001, 182-187

22) Choudhury, J., 2012, Antimicrobial Use in Office Practice, Pediatric Oncall Child Health Care, Vol. 9 (6)

23) Jhon P., C., 2015, Suprax Side Effect Center, Available at: www.rxlist.com/script/main/mobileart-rx.asp?drug=suprax&monotype=rx-desc&monopage=0

Page 24: Bab II Pkpa Puskes