Top Banner
Gereja Lintas Agama 77 BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi Emanuel Gerrit Singgih Pengantar Upaya kita untuk menjawab pertanyaan: “Apakah menjadi murid berarti seseorang mesti menjadi anggota gereja institusional? Tidak dapatkah seseorang itu adalah murid, tetapi tetap berada dalam agamanya sendiri?” mengantar kita pada perjumpaan dengan Emanuel Gerrit Singgih, pendeta Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Judul yang kami pakai untuk bab ini (Menguak Isolasi, Menjalin Relasi) kami angkat dari salah satu judul buku yang berisi kumpulan karangan Pak Gerrit. 1 Kami memilih Prof. Emanuel Gerrit Singgih atau yang akrab dikenal di kalangan para pemikir Indonesia dengan sapaan Pak Gerrit (kami akan menyebut Pak Gerrit di sepanjang tulisan ini) karena pertimbangan berikut. Pak Gerrit adalah seorang ahli Perjanjian Lama. Ia memperoleh gelar doctor of Philosophy dari Universitas of Glasgow, Skotlandia untuk bidang studi Perjanjian Lama dengan disertasi tentang Konsep Penciptaan dalam Tradisi Kenabian 1 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009.
44

BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Aug 19, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 77

BAB II

Menguak Isolasi Menjalin Relasi

Emanuel Gerrit Singgih

Pengantar

Upaya kita untuk menjawab pertanyaan:

“Apakah menjadi murid berarti seseorang mesti

menjadi anggota gereja institusional? Tidak dapatkah

seseorang itu adalah murid, tetapi tetap berada dalam

agamanya sendiri?” mengantar kita pada perjumpaan

dengan Emanuel Gerrit Singgih, pendeta Gereja

Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Judul yang

kami pakai untuk bab ini (Menguak Isolasi, Menjalin

Relasi) kami angkat dari salah satu judul buku yang

berisi kumpulan karangan Pak Gerrit.1

Kami memilih Prof. Emanuel Gerrit Singgih

atau yang akrab dikenal di kalangan para pemikir

Indonesia dengan sapaan Pak Gerrit (kami akan

menyebut Pak Gerrit di sepanjang tulisan ini) karena

pertimbangan berikut. Pak Gerrit adalah seorang ahli

Perjanjian Lama. Ia memperoleh gelar doctor of Philosophy dari Universitas of Glasgow, Skotlandia

untuk bidang studi Perjanjian Lama dengan disertasi

tentang Konsep Penciptaan dalam Tradisi Kenabian

1 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009.

Page 2: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

78 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

dari Amos sampai Deutro-Yesaya.2 Sebagaimana diakui

sendiri, Pak Gerrit menaruh minat yang besar

terhadap hermeneutik dan kontekstualisasi. Ini yang

membuat kami memilih Pak Gerrit, karena

jawabannya terhadap pertanyaan yang kita gumuli

pastilah bersumber dari upaya hermeneutik terhadap

kitab suci sekaligus pemahaman yang mendalam

terhadap pergumulan konteks Indonesia, atau yang dia

lebih suka menyebutnya sebagai gambaran dunia sosial-budaya Indonesia.3

Dalam menelusuri pemikiran Pak Gerrit untuk

tujuan penulisan ini, kami akan mengorganisir bab ini

menurut sistematika berikut. Segera setelah pengantar

singkat, kami akan memperkenalkan siapa Pak Gerrit

dan karya-karya yang pernah dipublikasikannya

(sejauh yang dapat kami pantau, sekaligus yang kami

pakai untuk penulisan ini). Selanjutnya, kami akan

memperkenalkan kepada pembaca apa yang Pak Gerrit

maksudkan dengan kontekstulisasi yang tentu saja

didahului dengan menyajikan gambaran dunia sosial-

budaya Indonesia sebagaimana yang dipetakan Pak

Gerrit.

2 Judul asli disertasinya adalah the Concept of Creation in the Prophetic Tradition from Amos to Deutro-Isaiah. Terjemahan tadi berasal dari kami. Mohon maaf bila ada

kesalahan terjemaah mengingat bahasa Inggris bukanlah

bahasa ibu dari penulis. 3 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004. hlm. 19.

Page 3: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 79

Berturut-turut setelah itu kami akan

membahas hal-hal berikut: Apa yang Pak Gerrit

pikirkan tentang Misi dan Penginjilan. Mengikuti alur

berpikirnya, pembahasan kita tentang pokok tadi akan

membawa kita pada upaya re-interpretasi Matius

28:18-20 untuk konteks Indonesia yang dibuat Pak

Gerrit, lalu paham Pak Gerrit tentang penginjilan

sebagai kegiatan belajar-mengajar, dan paham dia

tentang agama sebagai kewajiban ataukah kebebasan.

Uraian kita akan diakhiri dengan mencoba melakukan

rekonstruksi pemikiran Pak Gerrit tentang model

bergereja yang cocok dengan permasalahan yang kita

bahas.

Biodata dan Karya

Nama lengkapnya: Emanuel Gerrit Singgih.

Sejak 1985 mengajar tafsir biblika dan kontektualisasi

di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana,

sekaligus adalah Guru Besar ilmu teologi di lembaga

Page 4: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

80 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

itu. Sebelumnya (1983-1985) bekerja sebagai pendeta

jemaat GPIB di Ujung Pandang-Makasar.

Guru besar kelahiran di Jakarta, 7 Agustus

1949 terbilang penulis produktif dengan ide-ide

brilliant dan segar. Buku-buku yang sudah diterbitkan

telah melebihi hitungan jari-jari baik tangan maupun

kaki, belum lagi artikel-artikelnya yang dimuat di

berbagai jurnal dalam dan luar negeri, yang berbahasa

Indonesia maupun bahasa Inggris, mungkin juga ada

yang dalam bahasa Belanda, karena ternyata dia juga

fasih berbahasa negeri kincir angin itu.

Julianus Mojau mencirikan Pak Gerrit sebagai

ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab

Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan

kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud dari

upayanya itu, sebagaimana diakui sendiri oleh Pak

Gerrit, adalah membantu pembaca dalam hal ini warga

gereja di Indonesia untuk menentukan pijakan dan

keputusan yang tepat dan benar di tengah persoalan

berbangsa dan bermasyarakat di Indonesia seturut

iman Kristen.

Pak Gerrit sebagaimana yang kami pahami dari

karya-karyanya, menyadari betapa pentingnya gereja

dan para pengikut Kristus di Indonesia memahami diri

secara baru untuk dapat menghadirkan diri secara baru

dan bermakna di Indonesia. Ia karena itu membekali

4 Julianus Mojau. Meniadakan atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2012. hlm. 188.

Page 5: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 81

kita dengan wawasan teologi yang segar agar kita tidak

terperangkap dalam wawasan teologis yang sempit

untuk menjawab pertanyaan: “Apakah menjadi murid

berarti seseorang mesti menjadi anggota gereja

institusional? Tidak dapatkah seseorang itu adalah

murid, tetapi tetap berada dalam agamanya sendiri?”

Memang Pak Gerrit tidak secara eksplisit

mengajukan pertanyaan tadi. Ia justru mengajukan

pertanyaan lain, tetapi yang serupa dengan itu.

Pertanyaan itu adalah: “Apa yang mewujudkan

identitas kristen kita? Apakah baptisan ataukah

tindakan?”5 Jawaban yang diberikan Pak Gerrit untuk

pertanyaan ini, tentu berkaitan erat dengan

pandangannya tentang apa dan bagaimana gereja.

Hal menarik yang kami temukan dalam upaya

menelusuri jawaban untuk pertanyaan tadi adalah

bahwa Pak Gerrit tak henti-henti mengajak gereja dan

para pengikut Kristus di Indonesia untuk mencari

eklesiologi yang relevan bagi konteks Indonesia.6

Ajakan untuk memikirkan pelayanan yang relevan

untuk konteks Indonesia tidak hanya sebatas pada

pelayanan gereja dalam bidang liturgi dan marturia.

Pak Gerrit melakukan kajian kontekstualisasi itu

sampai pada lembaga-lembaga para gereja, yakni yang

5 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm.

189. 6 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 241.

Page 6: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

82 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

berafiliasi dengan gereja seperti lembaga pendidikan

teologi, yayasan-yayasan Kristen dst.

Eklesiologi yang relevan itu dia rumuskan

dalam frasa yang kurang lebihnya adalah “konteks kita

di Indonesia melahirkan eklesiologi” dan bukan

eklesiologi yang diterapkan dalam konteks kita di

Indonesia.7 Di salah satu back-cover dari buku Pak

Gerrit tertera komentar berikut: “Kedua puluh tulisan

dalam buku ini berangkat dari dampak perubahan

paradigm ilmu…. termasuk juga dampak terhadap

pendidikan teologi terhadap pemahaman masyarakat

Kristen mengenai misi, terutama dalam mengakui

kenyataan bahwa Indonesia adalah kepelbagaian

(pluralitas) agama-agama…. Buku yang berfaedah

untuk memperluas dan mengembangkan wacana, cara

pandang, dan paradigma berteologi (khususnya di

Indonesia) demi identitas Kristen yang jelas, namun

tidak terisolasi di dalamnya, tetapi keluar menjalin

relasi dengan yang lain.”8

Pak Gerrit memperkenalkan perubahan

paradigma ilmu teologi. Tentu ada yang bertanya:

“Apa perubahan paradigma itu?” Jawabannya tidak

lain adalah kontekstualisasi, yakni konteks yang

melahirkan eklesiologi. Selama ini, menurut

7 Frasa ini kami rumuskan berdasarkan apa yang ditegaskan

oleh Emanuel Gerrit Singgih dalam bukunya:

Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 19. 8 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. Lihat catatan di back-cover

Page 7: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 83

kecenderungan tradisional, eklesiologi (konsep) yang

menentukan konteks. Pak Gerrit mengajak kita

melihat dari sudut pandang sebaliknya: konteks yang

melahirkan konsep dan dari itu melahirkan etos.

Tawaran sudut pandang baru itu Pak Gerrit

dasarkan atas pemikiran seorang filsuf Amerika

Thomas Kuhn yang menegaskan bahwa pengetahuan

berkembang bukan karena penambahan informasi

oleh sebab pengumpulan data, melainkan karena

perubahan cara pandang terhadap data yang tersedia.9

Tentu saja perubahan cara pandang itu, sebagaimana

yang kami pahami dari karya Pak Gerrit, dikondisikan

juga oleh pergumulan-pergumulan dan pengalaman-

pengalaman manusia dalam konteks.

Saatnya sekarang kita mendiagnosa atau

membedah konstruksi teologi yang dilakukan Pak

Gerrit dari perubahan cara pandang terhadap

keberagaman agama dan persoalan sosial Indonesia.

Penelusuran ini kita arahkan untuk menjawab

pertanyaan: “Apa yang mewujudkan identitas kristen

kita? Apakah baptisan ataukah tindakan?”

Lima Persoalan Pokok Indonesia

Kontekstualisasi teologi adalah salah satu hal

yang menjadi ciri pemikiran Pak Gerrit sebagaimana

9 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm.

8.

Page 8: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

84 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

yang terdeteksi dalam tulisan-tulisannya.10 Teologi

yang ideal, begitu kata Pak Gerrit, bersifat

kontekstual.11 Karya-karya teologi dari Eropa atau

Amerika yang selama ini kita pelajari sebenarnya

adalah karya yang kontekstual. Ia menjadi masalah

karena karya yang kontekstual ini diklaim atau

dipaksakan sebagai yang berlaku untuk semua konteks

atau yang memiliki relevansi yang bersifat global. Ini

sebuah kekeliruan.

Tetapi juga merupakan kekeliruan jika kita

mempertentangkan perspektif global dengan

perspektif lokal, seakan-akan globalisasi berarti tidak

perlu lagi berangkat dari konteks atau kontekstualisasi

berarti mengabaikan dan meniadakan nilai dan

prinsip-prinsip global. Menurut Pak Gerrit kita tidak

perlu mempertentangkan globalisasi dan

kontekstualisasi, perspektif universal dan lokal dalam

berteologi, karena globalisasi justru mengarahkan

perhatian pada konteks dan begitu juga sebaliknya.

Oleh karena itu globalisasi hendaknya dilihat dalam

hubungan yang dialektis dengan kontekstualisasi

(Menguak Isolasi: xii).

Teologi kontekstual sebagaimana yang

dipahami oleh Pak Gerrit dapat kita rumuskan dalam

kalimat berikut: “Upaya menghubungkan pengalaman

konkret mengenai pergumulan masyarakat setempat

10 Julianus Mojau. Meniadakan atau Merangkul? hlm. 188. 11 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 126.

Page 9: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 85

dengan tradisi Alkitab sambil memperhatikan

tuntutan tafsiran kristis-historis dan naratif” (Menguak

Isolasi: 126). Maksudnya teologi memberi perhatian

yang seimbang antara iman Alkitab dan iman atau

kepercayaan yang ada di sekitar kita. Iman atau

kepercayaan yang non-Alkitab itu tidak sekedar

dilihat bersama dengan iman Alkitab untuk

diperbandingkan. Tidak seperti itu. Jika itu yang

dilakukan, maka dia bukan kontekstual melainkan

konfrontatif.

Pak Gerrit sadar bahwa dalam kontekstualisasi

memang ada unsur konfrontasi, yakni pengenalan

akan kekayaan religius dan spiritual yang terkandung

dalam pranata budaya dan agama yang dihayati

masyarakat setempat, tetapi kontektualisasi tidak

identik dengannya. Yang berlaku dalam

kontekstualisasi adalah identifikasi di antara

konfrontasi.12 Artinya, kekayaan religius dan iman

mereka bukan hanya dipelajari untuk dicari

perbedaannya dengan iman kita. Tidak hanya itu.

Kekayaan iman dan religius mereka harus

dihubungkan secara kreatif dengan iman kita untuk

bersama-sama membangun kehidupan bersama yang

damai dan berkeadilan.

Dalam tulisannya tentang Gereja yang Kontekstual Pak Gerrit menjelaskan definisi ini secara

lebih operatif. Menurut dia gereja yang kontekstual

12 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 129.

Page 10: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

86 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

adalah gereja yang sadar bahwa ada masalah-masalah

yang terjadi di sekitarnya dan karena itu berupaya

untuk menghubungkan masalah-masalah itu dengan

kesaksian Alkitab.13

Jika Gereja yang kontekstual sama artinya

dengan kita harus hidup bergereja dengan menyadari

ada masalah-masalah di dalam masyarakat di mana

gereja ada maka gereja haruslah menjadi persekutuan

yang terbuka untuk bergaul, mengenal dan belajar dari

orang-orang atau institusi-institusi yang ada di

sekitarnya. Pak Gerrit sendiri tidak menolak hal itu.

Dia berbicara tentang perlunya gereja dan orang

Kristen mengambil sikap rendah hati untuk melihat

realitas dari sudut pandang orang-orang yang

menyekitarinya. Hanya dengan itu gereja bisa

menawarkan jalan keluar bagi masalah-masalah yang

ada.

Pak Gerrit memetakan konteks Indonesia yang

menjadi lokus dari refleksinya tentang Injil dalam lima

ciri menonjol: kepelbagaian budaya dan agama,

kemiskinan yang parah, penderitaan dan bencana,

ketidakadilan termasuk ketidakadilan gender dan

kerusakan ekologi (Menguak Isolasi: 231). Lima

persoalan konteks Indonesia ini kembali ditegaskan

Pak Gerrit dalam tulisannya yang lain.14

13 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 56. 14 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 58.

Page 11: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 87

Eklesiologi yang Kontekstual di Indonesia

Secara singkat dapat kita katakan bahwa

teologi yang kontekstual di Indonesia sebagai mana

dipahami Pak Gerrit adalah upaya-upaya

merefleksikan injil dengan menyadari lima pokok

permasalahan di atas. Artinya gereja tidak boleh

sekedar menerjemahkan konsep-konsep teologis yang

ready made dari Eropa kemudian diterapkan dalam

konteks Indonesia. Ini tidak boleh terjadi karena sama

sekali tidak menyentuh persoalan-persoalan otentik

yang berasal dari gambaran dunia sosial budaya

Indonesia. Yang perlu gereja buat adalah

menghubungkan gambaran dunia sosial-budaya

Indonesia untuk melahirkan teologi. Jadi gereja di

Indonesia tidak boleh sekedar menjadi church for Indonesia, melainkan harus menjadi church of

Indonesia.

Waktu konsep ini diterapkan dalam hubungan

dengan kemiskinan dan penderitaan Pak Gerrit

menyerukan kepada gereja di Indonesia untuk

memperhatikan prinsip preferential option for the

poor. Dan untuk itu tidak cukup gereja di Indonesia

sekedar menjadi church for the poor. Ia harus bergerak

menjadi church of the poor.

Pertanyaan yang mau kita jawab dengan

membedah pemikiran Pak Gerrit adalah rancang-

bangun bergereja seperti apa yang ada di benak Pak

Gerrit jika preferential option for the poor itu kita

ganti dengan preferential option for the religious

Page 12: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

88 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

pluralism. Maksudnya, kira-kira apa model bergereja

yang pas bagi konteks Indonesia yang salah satu

cirinya adalah kepelbagaian agama, karena ternyata

Pak Gerrit juga mencatat pluralitas sebagai salah satu

pilar pokok dari gambaran dunia sosial-budaya

Indonesia.

Dalam membicarakan eklesiologi yang

kontekstual di Indonesia Pak Gerrit hanya memberi

perhatian pada kemiskinan dan penderitaan. Perhatian

itulah yang membuat dia menyerukan agar gereja

menjadi church of the poor. Sementara kepelbagaian

budaya dan agama yang juga adalah salah satu ciri par excellence dari konteks Indonesia belum dibahas

dalam tulisan yang berjudul: Mencari Eklesiologi yang

Relevan bagi Konteks Indonesia. 15

Sikap berdiam diri Pak Gerrit terhadap model

eklesiologi kontekstual Indonesia berhadapan dengan

masalah kepelbagaian budaya dan agama di Indonesia

sama sekali tidak berarti bahwa Pak Gerrit tidak

berbicara apa-apa tentang gereja dan orang Kristen

Indonesia dalam konteks pluralitas agama. Tulisan-

tulisannya justru banyak membahas pokok ini dan di

beberapa bagian pokok ini dibahas secara mendalam

sekaligus dengan menawarkan solusi yang dibangun

berdasarkan sebuah upaya hermenutik.

Jadi adalah perlu untuk kita melakukan

rekonstruksi pemikiran Pak Gerrit tentang church of

15 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 230-239.

Page 13: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 89

Indonesia yang dicirikan oleh pluralitas budaya dan

agama. Rekonstruksi itu berkaitan dengan pertanyaan

yang Pak Gerrit sendiri ajukan: “Apa yang

mewujudkan identitas kristen kita? Apakah baptisan

ataukah tindakan?” Seperti apakah kira-kira jawaban

Pak Gerrit terhadap pertanyaan ini dan apa model

bergereja yang bersangkut paut dengan jawabannya

atas pertanyaan tadi.

Pekabaran Injil

Dalam pemahaman Pak Gerrit penyiaran atau

pemberitaan – sebutan yang dia pakai untuk tidak

kedengaran eksklusif Kristen - adalah jiwa dari

agama.16 Inilah sebabnya, menurut Pak Gerrit pada

tahun 1970-an, manakala Mentri Agama Republik

Indonesia (K.H. Ahmad Dahlan) menghimbau agar

umat Kristen tidak lagi melakukan kegiatan pekabaran

Injil, Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI,

sekarang PGI) maupun Majelis Agung Waligereja

Indonesia (MAWI) memberi reaksi menolak himbauan

itu. Apalagi, menurut informasi himbauan itu hendak

dituangkan dalam dokumen negara yakni Surat

Keputusan Bersama dua mentri.

Keberatan atau penolakan DGI maupun

MAWI itu adalah tepat, demikian pendapat Pak Gerrit

selain karena alasan doktrinal dan iman, terkesan

16 Lihat umpamanya Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi secara khusus bab 17.

Page 14: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

90 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

bahwa pemerintah berlaku tidak adil dengan

himbauan itu. “Kalau dalam agama Islam ada yang

disebut dakwah – yang dapat disejajarkan dengan

pekabaran Injil dalam agama Kristen – kurang adil

kalau yang satu dilarang, sedangkan yang lain tidak

(Menguak Isolasi: 241).

Pekabaran Injil, apapun juga alasannya, tidak

bisa ditiadakan. Menurut pengamatan Pak Gerrit,

Gereja dan mayoritas orang Kristen di Indonesia

memahami pekabaran Injil sebagai dasar bagi semua

kegiatan Kristen. Bahkan kata Pak Gerrit ada yang

berpendapat bahwa teologi Kristen di Indonesia adalah

teologi pekabaran Injil.17 Tidak memberitakan Injil

akan mendatangkan celaka. Siapa memberitakan Injil

tidak akan celaka.

Terhadap communis opinion ini Pak Gerrit

memberi beberapa catatan. Pertama, pemberitaan Injil

penting dan harus terus dikerjakan. Tetapi mengingat

konteks Indonesia yang ada dalam pengamatan Pak

Gerrit sebagaimana sudah kami tunjukkan di atas

pekabaran Injil tidak bisa dilakukan menurut cara-cara

yang selama ini berlangsung, yakni pekabaran Injil

mendirikan gereja sebagai sebuah institusi atau

membangun simbol-simbol kesuksesan agama Kristen

di satu wilayah tertentu. Pekabaran Injil, kata Pak

Gerrit harus lebih dipahami sebagai kegiatan untuk

17 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 240.

Page 15: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 91

menunjukkan bahwa di tempat itu sudah hadir

Kerajaan Allah (Menguak Isolasi: 248).

Untuk itu menurut Pak Gerrit, gereja dan para

pengikut Kristus di Indonesia patut melakukan

reinterpretasi terhadap Matius 28:18-20 yang disebut-

sebut sebagai Amanat Agung atau ayat emas dalam

memahami kehadiran gereja di dalam dunia sekaligus

yang memberi identitas Kristen kepada kehidupan

kemuridan (Menguak Isolasi: 241). Ini catatan kedua

yang diberikan Pak Gerrit kepada gereja dan para

pengikut Kristus di Indonesia.

Re-interpretasi itu perlu memperhatikan hal-

hal ini. 1). Pekabaran Injil harus dipahami dalam

kerangka yang lebih luas, yakni sebagai bagian dari

misiologi sehingga pelayanan sosial tidak menjadi alat

pekabaran Injil, tetapi pelayanan sosial itu sendiri

sudah menjadi kesaksian yang sah dari Injil Tuhan.18

2). Akibat dari penempatan pekabaran Injil sebagai

bagian dari misiologi maka pekabaran Injil yang

disebut-sebut sebagai Amanat Agung tidak boleh

dipahami sebagai yang bersifat non-holistik, atau

rohani berupa pertobatan dan kristenisasi serta verbal

semata-mata, melainkan juga bersifat holistic (Menguak Isolasi: 242). Untuk jelasnya, kita akan

segera melakukan anjangsana untuk memahami apa isi

dari re-interpretasi terhadap Amanat Agung

sebagaimana yang dilakukan oleh Pak Gerrit.

18 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 238.

Page 16: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

92 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Re-interpretasi Matius 28:18-20 Untuk Konteks

Indonesia

Mayoritas orang Kristen di Indonesia

menganggap Matius 28:18-20 sebagai Amanat Agung.

Artinya ia dianggap sebagai teks yang menentukan

identitas Kristen. Tidak melaksanakan Amanat Agung

ini akan membuat gereja kehilangan jatidiri.

Betapapun Pak Gerrit rada-rada sungkang (ragu-ragu,

tidak setuju) dengan pemahaman ini, ia toh

menerimanya juga, tentu saja dengan beberapa catatan

seperti yang sudah kami tunjukkan secara singkat di

atas. Sinyal keraguan Pak Gerrit itu kita temukan

dalam pernyataannya berikut ini: “Amanat Agung

bukanlah teks yang selamanya menjadi ayat emas dalam kehidupan orang beriman.”19

Karena bukan ayat emas wajarlah jika teks itu

terus-menerus dipahami secara baru. Melakukan re-

interpretasi bukan berarti menolak keaslian teks itu

sebagai yang berasal dari Yesus. Tidak. Re-interpretasi

dimaksud untuk memahami apa sebenarnya yang

dimaksudkan Yesus dengan tugas yang diberikan

kepada murid-muridNya. Untuk maksud itu Pak

Gerrit mengajukan pertanyaan, apakah yang ada di

kepala Yesus dengan perintah membaptis dan

mengajar adalah menjadikan orang sebagai anggota

gereja institusional (warga GPIB, GKJ, GKI, GBI, dll)?

Ataukah menegaskan keberadaan si penerima baptisan

19 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 241.

Page 17: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 93

dan pengajaran bahwa ia telah berada dan ambil

bagian dalam lingkungan keselamatan ilahi di dalam

Yesus?20

Menurut penglihatan Pak Gerrit ada tiga hal

penting yang patut diberi perhatian dalam melakukan

re-interpretasi terhadap Matius 28:18-20, yakni:

“pergilah… memuridkan dan baptis… mengajar

melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan

kepadamu.” Berikut ini diagnosa Pak Gerrit terhadap

isi teks yang perlu dire-interpretasi.

Pertama: “Pergilah…” Matius 28 adalah teks

pengutusan. Pak Gerrit menunjukkan kepada kita

bahwa pengutusan murid-murid oleh Yesus bukan

hanya terdapat dalam Matius 28. Di dalam Matius 10

Yesus juga mengutus murid-murid ke tengah-tengah

umat Israel. Dua teks ini memperlihatkan beberapa

perbedaan. Pertama, pengutusan dalam Matius 28

adalah ke luar umat Israel sementara dalam Matius 10

pengutusan ke dalam umat Israel. Kedua, pengutusan

Matius 28 tidak menyebut adanya pemberian kuasa

kepada para murid untuk mengusir setan dan

melenyapkan segala penyakit. Ketiga, dalam Matius 28

ada janji penyertaan Yesus sedangkan dalam Matius

sepuluh murid-murid diberi hak untuk mengebaskan

debu jika mereka ditolak.21

20 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 244. 21 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 243.

Page 18: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

94 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Matius 28:18-20 demikian Pak Gerrit memang

berasal dari Yesus, tetapi ia toh melihat ada indikasi

bahwa teks itu bukanlah Amanat Agung setidak-

tidaknya sebagaimana yang dipahami para murid

Yesus yang sebelas orang itu. Indikasi itu nampak dari

kenyataan berikut. Kesebelas murid Yesus yang

kemudian menjadi rasul tidak melaksanakan amanat

itu. Mereka semua berkumpul di Yerusalem sampai

akhir hidup mereka. Kalau ada informasi bahwa Petrus

mati di Roma, Yohanes melewati masa hidupnya

setelah kenaikan Yesus ke sorga di Efesus, Thomas

menjadi pekabar Injil di India dan Markus di Mesir,

semua itu hanyalah tradisi yang tidak dapat dibuktikan

secara historis. Sumber-sumber biblis tidak

menyebutkan itu. Dari antara para Rasul, justru Paulus

yang melakukan perintah tadi: “pergilah…”

Kedua: “Memuridkan dan membaptis…” Paulus adalah rasul yang melakukan perintah Yesus:

“Pergilah…” Kesebelas murid Yesus lainnya tidak

pergi. Sebaliknya, Paulus yang pergi itu tidak merasa

terikat dengan perintah baptislah. Paulus justru

memahami pengutusannya bukan untuk membaptis (1

Kor. 1:17). Bagi Paulus membaptis bukan hal yang

utama. Itu sebabnya hanya ada dua orang yang dia

baptis, yakni Krispus dan Gayus. Kenyataan ini juga

dipakai oleh Pak Gerrit untuk menunjukkan bahwa

Matius 28:18-20 tidak harus dipahami sebagai Amanat

Agung.

Mengenai tujuan memuridkan dan membaptis,

pandangan umum di kalangan gereja dan para

Page 19: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 95

pengikut Kristus adalah menjadikan mereka yang

dimuridkan dan dibaptis sebagai anggota dari sebuah

institusi gereja. Dalam diagnosanya terhadap isi kitab

Matius Pak Gerrit menunjukkan kepada kita

kandungan makna yang lain. Dua kali kata ekklesia =

gereja atau perhimpunan jemaat muncul dalam kitab

Matius, yakni 16:18 dan 18:17. Yang dimaksud dengan

eklesia dalam kedua teks itu adalah sebuah kelompok

khusus, kumpulan orang-orang pilihan.

Orang-orang pilihan itu adalah eklektos dalam

Matius 22:14 dan 24:22, 24, 31. Eklektos ini belum

tentu merupakan anggota-anggota dari satu lembaga

yang terorganisasikan secara ketat dan teratur.22

Artinya orang-orang yang dipilih oleh Tuhan dari

antara yang lain tidak harus diidentikan dengan

keanggotaan dari satu agama tertentu, secara khusus

dengan agama Kristen. Pak Gerrit menegaskan hal itu

dalam pernyataan berikut:23

Kelompok khusus berupa orang pilihan ini belum

tentu merupakan anggota-anggota dari satu

lembaga yang terorganisir secara ketat dan

terartur. Paling banyak kita hanya dapat

mengatakan bahwa eklesia dan eklektos berhubungan dengan persekutuan tertentu. Kita

22 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 244. 23 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 241.

Page 20: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

96 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

juga telah melihat bahwa bagi Paulus baptisan

tidak merupakan sesuatu yang mutlak perlu.

Kalau begitu, amanat membaptis belum tentu

mengimplikasikan keanggotaan gereja dan belum

tentu juga dapat dijadikan dasar atau diidentikan

dengan kristenisasi. Masalahnya kita sudah salah

kaprah mengidentikan baptisan dengan

keanggotaan gereja institusional.

Memuridkan dan membaptiskan sebagaimana

yang dipahami Pak Gerrit tidak identik dengan

mewajibkan seseorang menjadi warga agama Kristen.

Itu lebih dipahami sebagai tanda bahwa yang

bersangkutan telah ambil bagian atau berada dalam

lingkungan keselamatan ilahi di dalam Yesus Kristus.

Menjadi jelas bahwa Pak Gerrit tidak menolak tugas

memuridkan dan membaptis. Dia hanya mengingatkan

bahwa praktik baptisan yang dilakukan gereja saat ini

tidak lagi persis sama dengan apa maksud sejatinya

seperti yang dimaktub dalam Alkitab.24

Dalam tulisannya mengenai Ibadah dan Tata

Ibadah, Pak Gerrit mengambil waktu untuk membahas

tentang baptisan, terutama tentang fungsi air. Di situ

dia memperlihatkan adanya salah pengertian warga

gereja tentang baptisan. Baptisan sejatinya menunjuk

kepada penyatuan hidup seseorang dengan kehidupan

Kristus. Dengan dimasukkannya seseorang ke dalam

24 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 245.

Page 21: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 97

air itu adalah sebagai tanda ia sudah mati bagi dosa dan

keluar lagi dari situ sebagai tanda bahwa ia bangkit

bersama Kristus. Apa yang sekarang dipahami oleh

mayoritas warga gereja adalah sebagai tanda bahwa

seseorang menjadi anggota gereja yang terdaftar. Pak

Gerrit menulis: “Mula-mula baptisan tidak punya

sangkut paut dengan keanggotaan.”25

Investigasi kita terhadap pokok ini mengantar

kita kepada kesimpulan bahwa bagi Pak Gerrit tugas

memuridkan dan membaptis seperti yang

diperintahkan Yesus dalam Matius 28:18-20 bukan

pertama-tama menjadikan seseorang anggota dari

gereja institusional. Itu lebih menunjuk kepada upaya

untuk memberikan meterai kepada yang bersangkutan

bahwa dirinya telah berada dalam lingkungan

keselamatan ilahi yang dikerjakan Yesus Kristus.

Paham ini sepertinya tidak asing bagi gereja-

gereja mainstream secara khusus yang bergabung

dalam Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia dan

orang Kristen di Indonesia. Ini dapat kita amati dari

sikap saling menerima anggota yang berpindah antar

denominasi tanpa melakukan baptisan ulang.26 Sikap

ini tentu dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa

baptisan bukanlah ritus yang menjadikan seseorang

25 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 79. 26 PGI. Usul Perubahan Lima Dokumen Keesaan Gereja.

Jakarta: Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. 1988. hlm.

126-7.

Page 22: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

98 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

anggota dari satu gereja institusional. Baptisan bukan

pertama-tama perbuatan gereja atau manusia kepada

sesamanya, tetapi baptisan adalah perbuatan Allah

kepada manusia. Jika baptisan adalah perbuatan gereja

atau manusia maka tentulah itu berhubungan dengan

penguatan satu institusinal gereja. Tetapi karena

baptisan adalah perbuatan Allah kepada manusia maka

ia bersifat lintas institusional gereja bahkan lintas

agama. Seseorang yang sudah dibaptis dalam Kristus

otomatis diterima dalam organisasi gereja mana pun,

juga kalau dia pindah denominasi Kristen. Juga kalau

seseorang pindah ke agama lain, statusnya sebagai

orang yang berada dalam lingkup keselamatan Kristus

tidak batal. Jika dia toh memutuskan kembali dari

petualangannya ke agama lain itu, dia diterima

kembali tanpa harus dibaptis lagi.

Kembali kepada masalah semula, Pak Gerrit

tidak sepenuhnya menerima klaim kebanyakan pihak

yang melihat perintah membaptis, memuridkan dan

mengajar seperti terdapat dalam Matius 28:18-20

sebagai Amanat Agung. Pak Gerrit memandang

membaptis, memuridkan dan mengajar adalah bagian

dari amanat dan bukan isi dari amanat itu.27 Kalau

begitu apa sajakah yang menjadi isi Amanat Agung

dari Yesus kepada para pengikutNya? Hal itu dijawab

Pak Gerrit saat mendiagnosa kata kerja ketiga dari

perintah Yesus dalam Matius 28:18-20: “Melakukan

segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu.” 27 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 243.

Page 23: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 99

Apa-apa sajakah perintah Yesus yang harus

diajarkan para rasul kepada bangsa-bangsa yang

menerima Kristus untuk mereka yakini dan lakukan?

Dalam diagnosa Pak Gerrit tidak disebutkan agar

bangsa-bangsa dijadikan anggota satu gereja

institusional atau beralih menjadi penganut agama

Kristen. Tidak! Kalau begitu apa perintah Yesus yang

harus diajarkan para rasul?

Segera setelah pertanyaan ini diajukan, Pak

Gerrit mengajak kita memperhatikan narasi kitab

Matius. Dia menyebut ada empat perintah Yesus yang

dipaparkan dalam kitab Matius, yakni: Khotbah di

Bukit (Mt. 7-9), Kaidah Kencana (7:12), Ringkasan

Taurat (22:37-40) dan Pelayanan terhadap Orang Kecil

(25:31-46). Inilah isi dari Amanat Agung Yesus. Tugas

mengajar yang dimaksudkan gereja dalam teks-teks ini

mengandung dimensi holistik, bukan hanya verbal

atau bertujuan kristenisasi. Keempat teks ini memiliki

jiwa yang sama, yakni sikap hidup terbuka kepada

orang lain, sesama yang berbeda dengan kita dan

kepada Allah.

Tentang Khotbah di Bukit. Di sini Yesus

menyerukan kepada kepada pendengarNya untuk

melakukan reorientasi pemahaman tentang

kebahagiaan hidup. Jika pandangan umum

mengatakan bahwa orang yang berbahagia adalah

mereka yang tahu semua dan punya semua, Yesus

justru mengajarkan yang lain. Bagi Yesus orang yang tidak tahu semua dan tidak punya semua itulah orang

yang berbahagia (Menguak Isolasi: 245).

Page 24: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

100 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Di tempat terpisah, Pak Gerrit menegaskan

bahwa hal ini mencegah kita mengambil sikap

superior terhadap orang lain atau agama lain, sambil

pada saat yang sama membuka jalan untuk dialog

menjadi terbuka untuk belajar dari orang lain dan

agama lain.28 Berusaha menjadi individu yang baik saja

tidak bisa menjadi ukuran sebagai bahwa yang

bersangkutan mengenal Allah karena menjadi baik

juga adalah hal yang dikejar oleh orang yang tidak mengenal Allah. Kebaikan individual itu harus juga

ditunjukan dalam kesediaan untuk berjuang

mengakhiri dosa struktural.

Jadi Amanat Agung seperti yang dire-

interpretasi oleh Pak Gerrit bukanlah perintah untuk

membaptis dalam arti menjadikan orang keanggotaan

satu gereja institusional, melainkan menegaskan

keberadaannya dalam lingkungan keselamatan Kristus.

Tanda pengenal yang sudah diterima itu harus

dinampakkan sikap hidup yang terbuka kepada Allah

dan sesama. Menjadi anggota dari satu agama

institusional perlu tetapi itu tidak boleh dijadikan

sebuah kewajiban melainkan merupakan masalah

kebebasan hati nurani (Menguak Isolasi: 151).

28 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 170.

Page 25: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 101

Penginjilan Sebagai Kegiatan Belajar-Mengajar

Upaya re-interpretasi yang dibuat Pak Gerrit

bukan hanya terhadap Amanat Agung tetapi juga

terhadap paham tentang misi atau pekabaran ini

membawa dia pada sebuah paham baru tentang misi.

Paham baru itu dia kutip dari Verkuyl. Jika pandangan

umum di kalangan gereja dan orang Kristen tentang

seorang misionaris sebagai guru yang mengajar dunia

dan orang dari agama lain, Pak Gerrit justru

berpandangan lain. Seorang misionaris adalah murid

seumur hidupnya karena gurunya hanya satu. Pak

Gerrit menulis begini (Menguak Isolasi: 140):

Di dalam sebuah buku teks misiologi karangan

Verkuyl saya menemukan sebuah motif yang

disebutnya sebagai motif pribadi. Akan tetapi,

uraian Verkuyl mengenai motif ini ialah seorang

misionaris bukan guru. Ia murid seumur

hidupnya karena gurunya hanya satu. Itu berarti

pekerjaan misi selamanya adalah suatu kegiatan

belajar-mengajar, bukan hanya mengajar saja.

Kalau perikop ini mencerminkan pergumulan

gereja purba juga, kita akan melihat bahwa

interaksi yang autentik di antara gereja dan dunia

juga bisa menyebabkan gereja disadarkan oleh dunia, di samping gereja menyadarkan dunia.

Para murid Kristus dalam pekerjaan pekabaran

Injil pergi kepada bangsa-bangsa dan bertemu dengan

orang dari agama lain bukan sekedar untuk mengajar

Page 26: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

102 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

mereka, melainkan juga untuk belajar dari mereka.29

Belajar dari orang berbeda agama bukan sebuah noda.

Yesus yang adalah sang guru agung juga melakukan

itu. Dalam pertemuannya dengan perempuan Siro-

Fenesia, perempuan itu bukan hanya memotivasi

Yesus untuk mengundang dia masuk ke dalam

Kerajaan Allah. Perempuan itu menyebabkan Yesus

mengubah prasangkaNya terhadap dia dan terhadap

orang kafir. Pak Gerrit sampai pada kesimpulan ini

setelah membedah pemikiran Kwok Pui Lan seorang

teolog perempuan Cina. Yesus belajar dari seorang

kafir, kata Pak Gerrit. “Kalau seorang perempuan kafir

dapat menyebabkan Yesus mengubah prasangka-Nya

terhadap perempuan dan terhadap orang kafir, betapa

sayangnya kalau murid Yesus masa kini tidak

mengikuti jejak gurunya itu” (Menguak Isolasi: 140).

Misi atau pekabaran injil bukan sekedar

mengajar dunia dan orang dari agama lain, tetapi juga

belajar dari mereka. Pak Gerrit juga memberi contoh

pdt. Martin Luther King Jr. dari USA, pejuang

persamaan hal-hak sipil orang hitam di Amerika yang

mengaku belajar tentang sikap anti kekerasan dari

Mahatma Gandhi, pahlawan kemerdekaan India yang

beragama Hindu. King belajar mengembangkan

karakter Kristen dari seorang bukan Kristen (Gandhi)

29 Pak Gerrit tidak sendiri dalam memahami misi sebagai

kegiatan belajar-mengajar. Mayoritas para teolog Asia,

seperti Kosuke Koyama, Choan-seng Song, Kitamori juga

berpendapat seperti itu.

Page 27: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 103

yang telah mempraktekan Khotbah di Bukti dalam

konteksnya.30

Kosuke Koyama menyebut model misi atau

pekabaran injil ini two-way-traffic sebagai lawan dari

one-way-traffic31 yang cenderung menyombongkan

dan menegaskan diri sendiri. Misi yang sejati

mengandung di dalamnya kesediaan belajar dari citra

hidup religius orang beragama lain. Itu hanya bisa

terjadi jika gereja dipahami sebagai komunitas iman

yang terbuka dan dialogis dan para murid kristus

hidup dalam semangat kerendahan hati.

Sikap kerendahan hati, menurut Pak Gerrit

perlu ditunjukkan dalam menghadapi empat hal:32

Pertama, siap untuk mengoreksi pandangan lama

bahwa kebenaran bukan hanya dimiliki dan diketahui

oleh orang Eropa tetapi juga oleh orang yang tidak

dapat berbahasa Eropa. Kedua, kesediaan untuk

menerima bahwa Allah di dalam kasihNya yang besar

mendahulukan mereka yang miskin dan tak berdaya

daripada yang kaya dan kuat. Ketiga, kesediaan untuk

belajar dari agama-agama yang berbeda dari agama

kita. Keempat, untuk belajar dari pengalaman

perempuan tentang keselamatan.

30 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 189. 31 Kosuke Koyama. Christianity suffers from “Teacher

Complex.” hlm. 73. 32 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 127-9.

Page 28: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

104 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Untuk konsumsi buku ini, pembahasan hanya

akan kami fokuskan pada butir kerendahan hati ketiga,

yakni kesediaan untuk belajar dari agama lain.

Pembahasan kita untuk butir ketiga ini dibuat untuk

menjawab pertanyaan: “Apakah menjadi murid berarti

seseorang mesti menjadi anggota gereja? Tidak

dapatkah seseorang itu adalah murid, tetapi tetap

berada dalam agamanya sendiri?”

Agama Bukan Kewajiban tetapi Kebebasan Hati

Nurani

Penegasan Pak Gerrit tentang perlunya

kerendahan hati orang Kristen untuk belajar dari

agama-agama lain berangkat dari keyakinannya

tentang agama. Baiklah kita terlebih dahulu mencatat

pokok-pokok pikiran Pak Gerrit tentang agama.

Pertama, Pak Gerrit tidak merasa enjoy dengan

penilaian negatif terhadap agama, sebagaimana yang

kita warisi dari pemikiran-pemikiran teologis Barat.

Dalam hubungan ini Pak Gerrit mengkritisi Hendrik

Kraemer yang menyebut tanah Sunda sebagai nova

zambala spiritual, yang memposisikan Islam sebagai

yang tidak memiliki dimensi spiritual.33

Belajar dari Aloysius Pieris, teolog Katolik dari

Sri Langka, Pak Gerrit mengakui bahwa agama bersifat

33 Emanuel Gerrit Singgih. Dua Konteks. Tafsir-Tafsir Perjanjian Lama sebagai Respons atas Perjalanan Reformasi di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009. hlm. 75.

Page 29: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 105

ambigu. Pada satu pihak bisa positif dan pada pihak

lain, bisa negatif. Sikap negatif terhadap agama tidak

sepenuhnya benar.34 Apalagi kalau ditegaskan bahwa

agama orang lain sajalah yang negatif dan agama kita

selalu positif. Sikap seperti ini, seperti yang ditegaskan

Pak Gerrit dalam ceramah di Gereja Kristen Pasundan,

(GKP) hanya akan membuat GKP akan terus terisolasi

dan tidak akan memiliki masa depan.35

Dalam kajiannya yang detail, Pak Gerrit

membedakan agama dalam dua kategori: agama literal

dan agama emansipatorik atau agama skriptural dan

agama substansial. Perbedaan antara dua corak agama

ini bukan antara agama A dan agama B. Perbedaan itu

ada dalam tiap-tiap agama. Juga adalah keliru kalau

kita berkata bahwa agama yang literal atau skriptural bersifat fundametalis sedangkan agama yang

emansipatorik atau substansial bersifat kultural.

Menurut Pak Gerrit sikap fundamentalisme maupun

kultural dalam beragama dapat terjadi dalam dua

kategori agama ini.

Kedua, agama tidak boleh hanya dipelajari

dalam kerangka misiologis saja, dalam arti belajar

agama lain untuk mengetahui perbedaannya dengan

agama kita dan kemudian menegaskan keunggulan

agama kita serta meminta mereka dari agama lain

untuk masuk ke dalam agama kita. Agama-agama

34 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 167. 35 Emanuel Gerrit Singgih. Dua Konteks…. hlm. 77.

Page 30: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

106 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

harus juga dipelajari sebagai bagian dari usaha mencari

kebenaran yang menyeluruh. Arti menyusun satu

pemahaman yang bisa menghubungkan kebenaran

yang saya yakini dengan kebanaran pada agama-agama

lain dalam penghayatan iman pribadi.36

Mempelajari agama dalam kerangka misiologis

artinya satu agama dipelajari dengan tujuan pekabaran

Injil yakni untuk mentobatkan para pemeluknya

supaya mereka beralih kepada agama yang baru. Sikap

ini dilatarbelakangi adanya pemutlakan kebenaran

dalam satu agama sambil merelatifkan kebenaran

dalam agama lain. Menurut Pak Gerrit, agama tidak

absolut. Hanya Tuhan saja yang absolut. Karena itu

masing-masing agama tidak dapat mengklaim

kebenaran yang absolut. Karena agama tidak absolut,

maka agama-agama harus terbuka satu sama lain dalam

hal kemanusiaan (segi horizontal) dan juga dalam hal

pemahaman tentang Tuhan (segi vertikal).37

Pak Gerrit karena itu berseberangan jalan

dengan Hans Kung. Hendrik Karemer maupun Karl

Barth yang mengawali percakapan dengan upaya

untuk melakukan de-absolutisme agama, tetapi di

ujung-ujung toh berbicara mengenai satu agama yang

benar. Agama yang benar, menurut kedua teolog

Eropa itu adalah agama Kristen. Agama Kristen

36 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 129. 37 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 17-18.

Page 31: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 107

diabsolutkan. Ia lalu mengkiritk Karl Barth, Hendrik

Kraemer dan Hans Kung yang menilai agama-agama

besar non-kristiani secara negatif. Menurut dia, kalau

apriori negatif terhadap agama-agama besar non-

kristen dari ketiga teolog terkemuka ini dipahami

dalam bingkai perubahan paradigma postmodern,

tidaklah mungkin mereka dicalonkan sebagai perintis

teologi di dunia purna modern.38

“Orang beragama lain bukanlah orang tidak

beriman.” Begitu tegas Pak Gerrit.39 Ia mengatakan ini

dalam hubungan analisa dan pemahamannya

mengenai kisah perjumpaan Yesus dengan perempuan

Siro-Fenesia seperti yang disaksikan Markus 7:24-30.

Cerita ini memang sering dipakai gereja untuk

menempatkan orang-orang dari agama lain sebagai

kafir. Terbukti Yesus menyamakan perempuan Siro-

Fenesia ini dengan anjing yang tidak patut

memperoleh roti yang disiapkan bagi anak-anak.

Tetapi menarik bahwa meskipun Yesus menyebut

perempuan itu anjing tetapi Yesus tidak menolak dia.

Yesus malah menawarkan keselamatan yang nyata

dalam pengusiran setan dari kehidupan putri dari

perempuan itu.

Bertolak dari teks tadi Pak Gerrit menegaskan

bahwa Yesus juga tidak melihat perempuan itu sebagai

38 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 15. 39 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 137.

Page 32: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

108 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

obyek dari pekabaran Injil. Juga tidak dikatakan bahwa

sesudah perjumpaan dengan Yesus, perempuan itu

bertobat dan menjadi pengikut Yesus. Keyakinan

tentang agama seperti inilah yang mendorong Pak

Gerrit menegaskan bahwa tidaklah benar kalau kita

meminta seseorang pindah dari agamanya dan menjadi

anggota agama kita supaya ia memiliki iman yang

benar dan pertumbuh imannya berjalan baik.

Penegasan ini tidak berarti bahwa Pak Gerrit menolak

terjadinya perpindahan agama. Rasanya kesimpulan

itu terlaku buru-buru. Berpindah agama adalah sah

jika itu dilakukan atas dasar sukarela. Ini nyata dalam

penegasan Pak Gerrit bahwa agama bukanlah masalah

kewajiban melainkan kebebasan hati nurani (Menguak Isolasi: 129).

Sikap yang tepat untuk kepelbagaian agama

adalah sikap dialogis, yakni berusaha mengerti apa

yang bermakna bagi orang lain, tetapi juga himbuan

agar orang lain mengerti apa yang bermakna bagi kita.

Orang Kristen di Indonesia, demikian kata Pak Gerrit

seperti di simpulkan Julianus Mojau, perlu

memandang umat Islam sebagai tetangga untuk saling

mendukung dalam memajukan kehidupan bersama

dan sebagai sesama komunitas umat Allah yang

melayani kemanusiaan.40 Agama tidak boleh hanya

dipelajari dalam kerangka misiologis saja.

Dialog dan hidup bersama mereka yang

berbeda agama tidak berarti orang Kristen

40 Julianus Mojau. Meniadakan atau Merangkul? hlm. 319.

Page 33: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 109

merelatifkan atau bahkan kehilangan Yesus Kristus.

Justru dalam dialog, gereja dan para pengikut Kristus

dapat memberi kesaksian tentang Yesus Kristus kepada

umat beragama lain dan bersama-sama mereka terlibat

dalam perjuangan bagi keadilan dan kemanusiaan

untuk kebaikan bersama. Hal ini sejalan dengan apa

yang akan kami tunjukan dalam pembahasan

mengenai Nabeel Jabbour dalam kisahnya tentang

seorang orang Kristen Mesir bernama Samuel dalam

bab IV.41

Dalam hubungan dengan misi atau pekabaran

Injil, Pak Gerrit menegaskan bahwa misi bukan

sekedar mengajar orang dari agama lain tetapi juga

belajar dari mereka. Baptisan bukanlah pertama-tama

menjadikan orang sebagai anggota gereja institusional

melainkan menegaskan keberadaan si penerima

baptisan dan pengajaran bahwa ia telah berada dan

ambil bagian dalam lingkungan keselamatan ilahi di

dalam Yesus. Penegasan ini mengandaikan bahwa

seseorang dapat tetap tinggal dalam agamanya.

Keberadaannya sebagai murid Kristus tidak merupakan

sebuah panggilan agar ia memutuskan hubungan

dengan agama semula dan beralih ke dalam agama

Kristen.

Pak Gerrit sampai pada sikap ini karena bagi

dia identitas Kristen tidak terletak pada berbagai

macam isme atau pada keanggotaan seseorang dalam

satu agama, seperti agama Kristen tetapi pada relasi

41 Lihat Bab IV hlm. 119.

Page 34: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

110 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

yang hidup dengan pribadi Kristus.42 Dalam bukunya

yang lain, Pak Gerrit menegaskan bahwa batas antara

gereja (baca: para pengikut Kristus) dan dunia (baca:

agama-agama) bukan dalam hal moralitas, seolah-olah

para pengikut Kristus memiliki moralitas lebih dari

orang dalam agama lain. Tidak, perbedaan gereja dan

dunia terletak pada humilitas, yakni persekutuan dari

para murid-murid Tuhan, yakni iman kepada Kristus

yang tersalib seperti yang disaksikan dalam Galatia

6:11-16.43

Gereja Tanpa Dinding

Verne H. Fletcher dalam bukunya Lihatlah

Sang Manusia menegaskan bahwa belajar dari realita

Kerajaan Allah yang sudah mewujud dalam masa kini,

gereja dan para murid kristus harus mulai mendirikan

tanda-tanda keselamatan itu pada masa kini. Salah

satunya adalah dengan menjalani hidup tanpa

membangun tembok-tembok pemisah.44 Ini

42 Emanuel Gerrit Singgih. Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000,

hlm. 3. 43 Emanuel Gerrit Singgih. Berteologi dalam Konteks. Pemikiran-pemikiran mengenai Kontekstualisasi di Indonesia Jakarta/ Yogyakarta: BPK Gunung Mulia/Kanisua.

2000, hlm. 211. 44 Verne H. Fletcher. Lihatlah Sang Manusia. Suatu Pendelatan pada Etika Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung

Mulia. 2007. hlm. 143-4.

Page 35: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 111

mengadaikan bahwa gereja haruslah menjadi

persekutuan orang-orang percaya tanpa dinding.

Mencermati pemikiran Pak Gerrit yang

dituangkan dalam buku-buku yang berkali-kali kita

kutip, kami mendapat kesan bahwa pemikiran Pak

Gerrit tentang gereja dalam kehidupan bersama di

Indonesia yang salah satu cirinya adalah kepelbagaian

agama dan adalah tabu untuk memandang agama-

agama itu sebagai yang kafir adalah gereja yang tanpa dinding. Memang Pak Gerrit sendiri tidak memakai

istilah itu. Istilah yang dipakai Pak Gerrit presensia, kehadiran dan hidup yang dinamis di tengah-tengah

mereka yang lain.45 Julianus Mojau menjelaskan frasa

itu dalam kalimat berikut:46

Singgih menggariskan bahwa misi Kristen seperti

itu hanya akan sungguh-sungguh efektif apabila

umat Kristen Indonesia secara sungguh-sungguh

menjadikan diri mereka sebagai sebuah

komunitas iman yang terbuka dan dialogis, yang

dapat menerobos kebuntuan hubungan dengan

umat Islam.

Kami memilih ungkapan gereja tanpa dinding untuk menggambarkan konstruksi eklesiologi yang ada

45 Emmanuel Gerrit Singgih. Dunia yang Bermakna. Kumpulan Karangan Tafsir Perjanjian Lama. Jakarta: BPK

Gunung Mulia. 1999. hlm. 20. 46 Julianus Mojau. Meniadakan atau Merangkul? hlm. 189.

Page 36: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

112 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

dalam pikiran Pak Gerrit, betapapun Pak Gerrit sendiri

tidak eksplisit menyebutkannya karena kami

mengingat penegasannya yang sudah kita catat di

depan, yakni “Kelompok khusus berupa orang pilihan

ini belum tentu merupakan anggota-anggota dari satu

lembaga yang terorganisir secara ketat dan terartur.

Paling banyak kita hanya dapat mengatakan bahwa

eklesia dan eklektos berhubungan dengan persekutuan

tertentu.”47

Gerejanya Pak Gerrit adalah komunitas iman

yang terbuka dan dialogis, bukan sekedar sebuah

organisasi. Tanda dari keberadaan seseorang sebagai

pengikut Kristus, kata Pak Gerrit bukan pada soal

ritual tetapi pada tindakan yang dimotivasi oleh

ketulusan dan keteguhan hatinya untuk

mendahulukan kerajaan Allah dan kebenaranNya.48

Jelasnya kemuridan yang sejati atau Pak Gerrit

sendiri menyebutnya: kesempurnaan Kristen tidak

terletak pada ritual atau moral, tetapi pada kesaksian

hidup dengan jalan mempraktikkan Khotbah di Bukit

(Mengantisipasi Masa Depan: 206). Tindakan dan

perilaku hidup seperti itu tidak hanya ditemukan

dalam diri orang-orang yang secara statistik dan

administrasi beragama Kristen. Tidak sedikit orang di

47 Emanuel Gerrit Singgih. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. hlm. 241. 48 Itu adalah saripati dari artikel Emanuel Gerrit Singgih

tentang Khotbah di Bukti yang dimuat dalam buku.

Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 188-208.

Page 37: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 113

luar kekristenan yang menjalani teladan hidup tadi.

Jadi, pengikut Kristus tidak harus otomatis menjadi

pemeluk agama Kristen.

Pendapat Pak Gerrit tadi dituangkan dalam

pembahasannya tentang Khotbah di Bukit yang

dikemas dalam judul Rumah di Atas Batu. Di awal

uraiannya Pak Gerrit mengajukan pertanyaan: “Apa

yng mewujudkan identitas iman Kristen kita? Apakah

baptisan atau tidakan?” (Mengantisipasi Masa Depan:

189). Pak Gerrit kemudian meminta pembaca untuk

menggumuli pertanyaan ini sambil merenungkan

uraiannya yang menyusul.

Jadi, gereja dalam pemahaman Pak Gerrit

adalah gereja tanpa dinding. Yang penting dari gereja

bukan ritus-ritusnya, bukan juga organisasi dan

aturan-aturan yang harus ditaati. Yang menjadi

identitas gereja adalah keterhubungannya dengan

Kristus. Keterhubungan itu bersifat terbuka, nampak

dalam tindakan dan perilaku hidup, tidak bisa dibatasi

hanya dalam satu agama atau gereja yang institusional.

Gereja yang terbuka adalah yang hadir dan

berada di tengah-tengah dunia ini, bukan

mengasingkan diri dari dunia ini. Dalam rangka

keterbukaan itu Pak Gerrit mencatat dua hal. Pertama,

gereja di Indonesia tidak bisa meneruskan sikap

proselitisme mutlak, yakni sikap yang menegaskan

bahwa dari antara agama-agama yang ada, pastilah ada

agama yang benar dan yang lain salah, sehingga agama

lain yang tidak benar itu sebaiknya bubar dan

Page 38: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

114 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

anggotanya dibujuk menjadi anggota agama yang

benar (Mengantisipasi Masa Depan: 59).

Kedua, sebagai ganti proselitisme gereja perlu

membangun sikap presensia dan dialog.49 Para

pengikut Kristus perlu hadir di tengah-tengah

masyarakat, hidup bersama orang lain, bukan sekedar

hidup berberdampingan dengan orang dari agama lain.

Dalam pemahaman tradisional presensia gereja

diwujudkan dalam apa yang Pak Gerrit sebut tridarma Gereja: marturia, koinonia dan diakonia. Mengingat

konteks Indonesia yang dicirikan dengan lima masalah

itu, Pak Gerrit lebih memilih diakonia sebagai wujud

presensia gereja yang paling kuat. Presensia gereja

dalam wujud diakonia kata Pak Gerrit tidak boleh

dilihat sebagai alat untuk melakukan pekabaran Injil

kepada kaum miskin. Ini kesalahan banyak gereja di

Indonesia (Mengantisipasi Masa Depan: 63).

Pilihan pada diakonia dibuat Pak Gerrit

sebagai protes terhadap kecenderungan gereja-gereja

di Indonesia mempersempit kehadirannya dari

tridarma menjadi eka darma, yakni kepada

pemberitaan firman secara verbal. Malah kalau orang

di kalangan gereja berbicara tentang pelayanan, kata

Pak Gerrit, maka maksudnya bukan diakonia,

melainkan kebaktian/ibadah (Mengantisipasi Masa Depan: 19).

49 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 60.

Page 39: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 115

Mengenai dialog, menurut Pak Gerrit, itu

adalah usaha mencari kebenaran yang penuh dengan

berdasarkan pengakuan bahwa apa yang kita yakini

sebagai kebenaran, belum merupakan kebenaran yang

penuh sambil berdoa agar Tuhan yang adalah

kebenaran itu sendiri akan menganugerahkannya

kepada kita bersama, bukan hanya kita sendiri. Dalam

dialog itu, kita juga harus terbuka, kata Pak Gerrit,

yakni terbuka kepada pertobatan. Maksudnya, dalam

dialog itu orang lain bisa mengakui kebenaran kita dan

beralih dari agamanya kepada agama Kristen. Namun

kita pun bisa menerima kebenaran orang lain dalam

arti orang Kristen beralih ke agama lain.50 Dialog

terbuka kepada dua kemungkinan itu.

Watak keterbukaan dari presensia Kristen

seperti yang terkandung dalam pikiran-pikiran Pak

Gerrit, kata Julianus Mojau, juga terlihat dalam

solidaritasnya terhadap penderitaan manusia.51

Keterbukaan itu bersifat horizontal, terbuka terhadap

agama lain dalam hal kemanusiaan, maupun vertikal,

terbuka dalam soal pemahaman tentang Tuhan dalam

rumusan-rumusan proporsional, gambaran-gambaran

metaforis dan narasi-narasi.52

50 Emanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 60. 51 Julianus Mojau. Meniadakan atau Merangkul? hlm. 190. 52 Emmanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 18.

Page 40: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

116 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Yesus gambarkan keterbukaan dalam

pengertian solidaritas dengan metafora garam dunia.

Menyebut ini saya teringat kepada sebuah contoh

konkret yang dikemukakan oleh pendeta L.Z. Raprap.

Dia menegaskan bahwa penginjilan yang perlu

dipelajari gereja-gereja di Indonesia adalah model

garam. Dia mengatakan begini: “Coba sekarang, ibu

mau menginjil di pasar. Ibu lihat ada seorang ibu pakai

kerudung, menenteng dua keranjang penuh ayam,

ikan, daging. Kemudian, karena semangatnya ibu

datang dan menginjil ibu berkerudung itu: “Bu, saya

mau ngomong dulu, ya? Ibu sudah terima Yesus atau

belum?” Saya rasa, dua keranjang yang dibawanya

akan langsung ditimpuk ke arah ibu. Tetapi kalau ibu

bilag begini: “Sini, bu, saya tolong bawa satu

keranjang, ya? Bawa dulu keranjangnya ke mobil!

Mungkin ia Tanya: “Kenapa ibu baik, kenapa ibu mau

tolong saya? Waktu itu kalau ibu jawab: “Sebab saya

punya Yesus” keranjang itu pasti tidak akan ditimpuk

ke arah ibu.”53

Penginjilan model garam artinya orang Kristen

atau gereja harus terbuka untuk memahami dan

mengenal kehidupan sesamanya yang lain. Tetapi ada

sekelompok orang yang beranggapan bahwa gereja dan

orang Kristen tidak boleh menyesuaikan diri (baca

terbuka) terhadap dunia demi menjaga kemurnian injil

tetapi dunialah yang harus menyesuaikan dengan

53 L.Z. Raprap. Ada Waktu Mengelus Ada Waktu Menggampar. Kumpulan Khotbah Jenaka. Jakarta: BPK

Gunung Mulia. 2010. hlm. 39.

Page 41: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 117

agama Kristen, atau dunialah yang harus dikristenkan

(Mengantisipasi Masa Depan: 327). Terhadap

kekuatiran ini, yakni gereja akan kehilangan Kristus

dan kemurnian injil kalau ia terbuka terhadap orang

dari dan belajar dari agama lain Pak Gerrit menulis

begini:54

Menurut perasaan kami klaim bahwa seseorang

mengetahui kebenaran tidak perlu merupakan

halangan untuk belajar mengerti orang lain. Kita

tidak perlu kuatir bahwa kemurnian iman kita

akan luntur karena bercampur dengan mereka

yang tidak seiman. Bahkan sebaliknya, iman kita

akan semakin diperkaya oleh kesadaran bahwa

Allah jauh lebih besar daripada apa yang dapat

kita gambarkan dan oleh konsep-konsep teologis

mana pun yang pernah kita ciptakan tentang Dia.

Sebagai persekutuan yang terbuka, tanpa

dinding yang hidup dalam semangat dialog (mengajar

dan belajar) dari agama lain dan menyatakan

solidaritas Allah dalam situasi konkret manusia, para

murid Kristus tidak boleh ke mana-mana. Mereka

harus berpegang teguh kepada Yesus Kristus sebagai

Tuhan dan juruselamat, tetapi pada saat yang sama

mereka harus ada di mana-mana, bukan hanya untuk

memberitakan Yesus Kristus, tetapi juga untuk makin

54 Emmanuel Gerrit Singgih. Dunia yang Bermakna. hlm.

20.

Page 42: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

118 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

menjadi kuat dan kaya dalam iman kepada Yesus

Kristus.

Kesimpulan dan Penutup

Pak Gerrit bergumul dengan upaya

kontekstualisasi pemikiran Kristen dengan

memperhatikan sungguh-sungguh warisan iman

Alkitab dan aspirasi masyarakat atau rakyat Indonesia

yang dianggap mewakili gambaran dunia. Dalam

upaya itu Pak Gerrit mendayagunakan kecakapan

hermeneutik yang ada padanya. Dalam hubungan

dengan pertanyaan yang menjadi keprihatinan studi

kita, Pak Gerrit sampai pada kesimpulan bahwa

kekristenan atau gereja di Indonesia haruslah

memperlihatkan keberanian untuk keluar dari isolasi

institusional (kenyamanan dalam kelompok sendiri)

dan teologi ready made (kenyamanan dalam bangunan

mental kepuasan terhadap teologi siap saji yang

diterima dari Barat yang dianggap sebagai iman).

Seiring dengan itu dibutuhkan kerendahan

hati untuk bertemu dan hidup bersama dengan umat

beragama lain, bukan sekedar hidup berdampingan

dengan mereka. Dalam kehidupan bersama itu gereja

dan orang Kristen bukan hanya berkesempatan untuk

mengajarkan (menyaksikan) Kristus kepada mereka

dalam bahasa dan gambaran dunia yang mereka kenal,

tetapi juga belajar dari mereka bagaimana mengalami

hidup dalam ketaatan kepada Kristus.

Page 43: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

Gereja Lintas Agama 119

Jelasnya teologi di Indonesia tidak boleh

sekedar menerjemahkan kebenaran-kebenaran

teologis, rumusan-rumusan proposisional, gambaran-

gambaran metaforis dan narasi-narasi ready made yang

dia terima dari Barat untuk diterapkan di Indonesia,

seperti yang amat biasa di kalangan misiologi di

Indonesia (Mengantisipasi Masa Depan: 21). Cara ini

akan menyebabkan dialog interaktif dengan realitas

sosial-budaya Indonesia terabaikan. Sebagai hasil,

teologi sama sekali tidak menyentuh persoalan-

persoalan otentik yang berasal dari gambaran dunia

sosial budaya Indonesia.

Teologi dan pola bergereja yang dikembangkan

di Indonesia haruslah mengkonfrontasikan kebenaran-

kebenaran ready made yang sudah ada dengan aspirasi

masyarakat dan rakyat Indonesia untuk melahirkan

teologi Indonesia. Jelasnya Pak Gerrit bergumul untuk

menjadikan teologi dan kehidupan bergereja bukan

sekedar sebagai teologi dan bergereja untuk orang

Indonesia, tetapi teologi dan hidup bergereja dari orang Indonesia.

Berhubungan dengan pertanyaan yang kita

gumuli, Pak Gerrit berbicara tentang gereja tanpa dinding, yakni kehidupan sebagai murid Kristus tidak

boleh dikurung hanya dalam batas-batas gereja

institusional. Kemuridan kepada Kristus bisa dijalani

tanpa seseorang harus meninggalkan agamanya dan

bergabung dalam agama Kristen, sebab kehidupan

Kristen yang benar, begitu juga kehidupan agama-

agama lain, kata Pak Gerrit ditentukan oleh faktor

Page 44: BAB II Menguak Isolasi Menjalin Relasi...ahli tafsir kontekstual, yakni membuat tafsiran Kitab Suci dengan mempertimbangkan perspektif dan kesadaran religius-kultural lokal.4 Maksud

120 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

kemanusiawiannya (humaneness). Makin manusiawi

suatu agama, makin benarlah agama itu.55

55 Emmanuel Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa Depan. hlm. 17.