Top Banner
9 BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Pemecahan Masalah Matematika a. Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada bidang apa saja, tak lepas dari ilmu matematika untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. 1 Berdasarkan pengertian di atas matematika disimpulkan sebagai ilmu pasti yang membutuhkan penalaran dalam mempelajarinya. Menurut Susanto matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. 2 Hal itu berarti dalam matematika harus memahami konsep dasarnya terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol. 1 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan pembelajaran di sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013), p.184. 2 Ibid., p.183.
21

BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

Nov 22, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

9

BAB II

KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Deskripsi Teoretis

1. Pemecahan Masalah Matematika

a. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan

sehari-hari. Pada bidang apa saja, tak lepas dari ilmu matematika untuk

menyelesaikan persoalan yang ada.

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau

mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam

bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang

kesemuanya berkaitan dengan penalaran.1 Berdasarkan pengertian di atas

matematika disimpulkan sebagai ilmu pasti yang membutuhkan penalaran

dalam mempelajarinya.

Menurut Susanto matematika merupakan ide-ide abstrak yang

berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami

terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.2 Hal itu berarti

dalam matematika harus memahami konsep dasarnya terlebih dahulu

sebelum memanipulasi simbol.

1 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan pembelajaran di sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013), p.184.

2 Ibid., p.183.

Page 2: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

10

Hudojo menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide

atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan

penalarannya bersifat deduktif.3 Hal ini menunjukkan bahwa matematika

merupakan konsep abstrak yang di peroleh berdasarkan logika.

Menurut Tinggih dalam Suherman dkk, Matematika adalah ilmu

pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.4 Hal ini menunjukkan

bahwa matematika merupakan ilmu yang membutuhkan penalaran.

Ruseffendi menyatakan bahwa matematika timbul karena pikiran-

pikiran manusia, yang berhubungn dengan ide, proses, dan penalaran.5

Hal ini menunjukkan bahwa dalam matematika membutuhkan proses

pemikiran dan ide dengan cara bernalar.

Reys dalam Suherman mengemukakan bahwa, matematika adalah

telaah tentang pola dan hubungan suatu jalan atau pola berpikir, suatu

seni, bahasa dan suatu alat.6 Hal ini menunjukkan bahwa matematika

merupakan suatu pola, bahasa, dan alat.

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa matematika

adalah ilmu pasti yang membutuhkan penalaran, pemahaman konsep,

3 Hudojo, Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta: Depdikbud, 1988), p.1.

4 Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA

Bekerjasama Dengan UPI,2003), p.15. 5 Russeffendi, Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika

Untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung:Tarsito,1992), p.260. 6 Erman Suherman,dkk., op.cit., p.17

Page 3: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

11

serta telaah terhadap suatu pola, seni, bahasa, dan alat dalam

penyelesaiannya.

b. Pengertian Pemecahan Masalah

1) Pengertian Masalah Matematika

Krulik dan Rudnick mengemukakan bahwa masalah dalam

matematika adalah situasi yang dihadapkan kepada individu atau

kelompok individu yang belum ada cara menemukan jawabannya.7

Pendapat di atas menunjukkan bahwa sesuatu disebut masalah jika

belum ada cara penyelesaiannya sedangkan sesuatu yang sudah

diketahui cara penyelesaiannya disebut latihan.

Holmes menyatakan bahwa terdapat dua kelompok soal dalam pembelajaran matematika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin. Masalah rutin disebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol. Pada masalah rutin siswa langsung dapat menyelesaikan soal dengan rumus yang sudah ada. Masalah rutin membutuhkan satu, dua, atau lebih langkah pemecahan.8 Contoh soal masalah rutin “Haniah memetik beberapa bunga di

kebunnya dan menggunakan semua bunga itu untuk membuat 3 buket

dengan 9 bunga pada setiap buketnya. Berapakah bunga yang telah

dipetik Haniah?”. Pada soal tersebut siswa dapat langsung

menyelesaiakn soal dengan prosedur yang sudah ada, yaitu siswa

7 Stephen Krulik dan Jesse A. Rudnick, Problem Solving, A Handbook For Elementary School Teachers,

(Boston: Allyn and Bacon, 1988), p.2. 8 Sri Wardhani dkk., Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, (Yogyakarta:

PPPPTK Matematika,2010), p.16.

Page 4: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

12

langsung menggunakan rumus perkalian 3 buket dikalikan dengan 9

bunga pada tiap buketnya jadi bunga yang dipetik Haniah ada 27

bunga.

Adapun masalah nonrutin membutuhkan lebih dari sekedar

penerjemahan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan

prosedur yang sudah diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan

pemecah masalah untuk membuat sendiri metode pemecahannya.9

Masalah non rutin membutuhkan dua atau lebih langkah penyelesaian.

Contoh masalah non rutin “bilangan ganjil mana yang kurang dari 60

dan jumlah dari angkanya sama dengan 8?”. Pada soal di atas siswa

mencari sendiri metode penyelesaian soalnya dengan beberapa

langkah. Yang pertama siswa menuliskan terlebih dahulu bilangan ganjil

kurang dari 60, kemudian dari angka-angka yang telah didapat siswa

menentukan angka yang jumlah angkanya sama dengan 8 yaitu 17,35,

dan 53. Holmes menyatakan bahwa apapun jenis masalahnya rutin atau

non rutin tergantung pada pemecah masalah.10

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam

matematika masalah terdiri dari dua macam yaitu masalah rutin dan

nonrutin. Masalah akan disebut rutin atau non rutin tergantung

9 Ibid., p.17.

10 Ibid., p.18.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

13

kemampuan si pemecah masalah yang mengerjakan, bahwa soal itu

sering dihadapi atau jarang.

2) Pengertian Pemecahan Masalah

Polya mengemukakan pemecahan masalah sebagai usaha

mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang

tidak dengan secara mudah dapat dicapai.11 Hal ini menunjukkan bahwa

pemecahan masalah merupakan usaha mencari penyelesaian dalam

sebuah masalah yang dihadapi.

Albercht dalam Purba menyatakan pemecahan masalah adalah

keadaan suatu hal atau peristiwa yang harus diganti dengan sebuah

cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.12 Hal ini menunjukkan

bahwa pemecahan masalah merupakan cara untuk mencari hal yang

diinginkan dalam sebuah kondisi tertentu.

Pemecahan masalah menurut Bailey dalam purba merupakan

suatu kegiatan yang kompleks dan tingkat tinggi dari proses mental

seseorang.13 Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang harus

siap mental dalam proses memecahkan masalah.

Krulik dan Rudnick mengemukakan, pemecahan masalah adalah

kondisi dimana seseorang menggunakan pengetahuan,

11

Billstein, Libeskind, Lot, A Problem Solving Approach To Mathematics For Elementary School Teachers, (Boston: Pearson Education, 2010), p.2. 12

Janulis P. Purba, Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi pemecahan Masalah, (artikel PJ.Purba), p.4. 13

Ibid., p.4.

Page 6: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

14

keterampilannya serta pemahamannya untuk memenuhi tuntutan dalam

situasi yang belum dikenal.14 Lencher mengemukakan, memecahkan

masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh

sebelumnya kedalam situasi baru yang belum dikenal.15 Jadi

pemecahan masalah merupakan proses menuju situasi tertentu dengan

mengembangkan ilmu yang kita miliki .

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa, pemecahan masalah adalah usaha untuk mencari penyelesaian

masalah yang dihadapi berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah

dimiliki.

3) Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Monks dalam Dimyati dan Mujiono mengemukakan bahwa

kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan untuk melakukan

sesuatu.16 Jadi kemampuan merupakan suatu kesanggupan yang kita

miliki dalam melakukan sesuatu.

Dwiyoso mengemukakan bahwa tujuan pendidikan di sekolah

bukan hanya meningkatkan perolehan pengetahuan, akan tetapi harus

dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.17 Menurut

National Council of Supervisors of Mathematics bahwa memecahkan

14

Stephen Krulik And Jesse A. Rudnick, Teaching Reasoning And Problem Solving In Elementary School, (Boston: Allyn And Bacon,1995), p.4. 15

Sri Wardhani dkk, op.cit., p.15. 16

Dimyati dan Mujiono, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,2006), p.98. 17

Janulis P. Purba, op.cit., p.1.

Page 7: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

15

masalah merupakan prinsip dasar dalam mempelajari matematika. 18

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dikemukakan bahwa

kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting dalam

pendidikan di sekolah terutama dalam pelajaran matematika karena

orang yang terampil dalam memecahkan masalah akan dapat

memahami isu yang kompleks dalam masyarakat global.

Polya mengemukakan strategi pemecahan masalah sebagai

berikut : 1) Memahami masalah ; 2) Membuat rencana pemecahan

masalah; 3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah; 4) Membuat

review atas pelaksanaan rencana pemecahan masalah.19 Jadi dalam

memecahkan masalah matematika siswa harus memahami terlebih

dahulu masalah tersebut kemudian memikirkan rencana penyelesaian,

selanjutnya menyelesaiakan masalah dengan hal yang sudah

direncanakan, dan yang terakhir mengecek kebenaran dari

penyelesaian tersebut.

Menurut National Council of Teachers Mathematic terdapat

beberapa indikator pemecahan masalah yaitu: 1) Menerapkan dan

mengadaptasi berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan

masalah; 2) memecahkan masalah yang timbul dalam matematika dan

yang melibatkan matematika dalam konteks lain; 3) membangun

18

Bitman Simanullang dkk, Pemecahan Masalah Matematika, p.2. 19

Billstein,Libeskind,Lot, op.cit., p.3.

Page 8: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

16

pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah;

4) memantau dan mencerminkan proses pemecahan masalah

matematika.20 Berdasarkan indikator tersebut seseorang dikatakan

pemecah masalah apabila mampu menggunakan strategi yang tepat

dalam memecahkan masalah, dapat memecahkan masalah dalam

konteks apapun, dapat membangun pengetahuan baru melalui hal yang

dilakukan dalam memecahkan masalah, serta mengetahui proses

dalam memecahkan masalah.

Syudan mengemukakan 10 kriteria siswa mampu memecahkan

masalah, yaitu :

1) memahami konsep dan terminologi, 2) menelaah keterkaitan, perbedaan dan analogi, 3) menyeleksi prosedur dan variabel yang benar, 4) memahami ketidak konsistenan konsep, 5) membuat estimasi dan analisis, 6) memvisualisasikan dan menginterpretasikan data, 7) membuat generalisasi, 8) menggunakan berbagai strategi, 9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubungannya dengan siswa lain, dan 10) mempunyai skor yang rendah terhadap kecemasan.21 Kriteria di atas menunjukkan bahwa dalam memecahkan

masalah siswa harus memahami konsep yang digunakan dalam

memecahkan masalah, mengetahui persamaan dan perbedaan yang

ada, menggunakan prosedur yang benar dari beberapa prosedur yang

20

NCTM, NCTM Standards and Indicators for Secondary Education, 2000, (https://www.wcsu.edu/math/NCTM%20Standards%20and%20indicators%20for%20secondary%20Eudcation.pdf), p.1 21

Goenawan Roebyanto dan Aning Wida Yanti, Modul Unit 2 Pemecahan Masalah Matematika, 2002, (http://pjjpgsd.dikti.go.id), p.7.

Page 9: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

17

ada, memahami bahwa konsep yang ada dapat berubah-ubah, dapat

memvisualisasikan data dalam bentuk gambar atau yang lain, membuat

data yang ada menjadi data yang umum, dapat menggunakan berbagai

strategi dalam menyelesaiakan masalah, mempunyai hubungan sosial

yang baik dengan yang lain, serta tidak mudah putus asa. Jadi dalam

pemecahan masalah menggunakan berbagai ketrampilan yang saling

berkaitan untuk mengambil keputusan.

Krulik mengemukakan ada beberapa kriteria yang dimiliki

pemecah masalah yang baik yaitu mengetahui anatomi masalah,

mempunyai keinginan untuk menyelesaikan masalah, tidak mudah

putus asa, serta tidak takut untuk menebak.22 Berdasarkan kriteria di

atas, pemecah masalah yang baik yaitu yang mengetahui hal-hal yang

terdapat dalam masalah, mengetahui hal yang perlu diperhatikan atau

hal yang harus dihiraukan karena hanya bersifat pengecoh. Selain itu,

pemecah masalah harus mempunyai keinginan untuk mencari cara

dalam menyelesaiakan masalah, tidak mudah putus asa dalam mencari

cara, dan tidak takut dalam menebak cara dalam penyelesaian masalah

tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika adalah kesanggupan yang dimiliki

siswa untuk mencari penyelesaian masalah berdasarkan ilmu

22

Stephen Krulik dan Jesse A. Rudnick, op.cit., p.6.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

18

pengetahuan yang dimiliki dalam pembelajaran matematika. Indikator

kemampuan pemecahan masalah adalah: 1) Membuat representasi

masalah; 2) Memecahkan masalah di dalam konteks matematika;

3) Memecahkan masalah di dalam konteks kehidupan.

2. Metode Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Metode Pendidikan Matematika Realistik Indonesia yang disingkat

PMRI merupakan salah satu metode pembelajaran matematika yang

berorientasi pada siswa, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan

matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan

sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal

yang real (nyata).23 Menurut Van den Heuvel-Panhuizen PMRI merupakan

metode yang tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan

dunia nyata tetapi lebih mengacu pada penekanan penggunaan situasi

yang bisa dibayangkan oleh siswa.24 Hal ini menunjukkan bahwa, PMRI

merupakan metode pembelajaran yang menekankan penemuan langsung

oleh siswa dengan konteks sesuatu yang bisa dibayangkan atau nyata

dalam pikiran siswa.

Metode PMRI, siswa bukan sekedar penerima yang pasif terhadap

materi matematika yang siap saji, tetapi siswa perlu diberi kesempatan

23

Ahmad Susanto, op.cit., p.205. 24

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), p.20.

Page 11: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

19

untuk menemukan matematika melalui praktik yang mereka alami sendiri.

PMRI menekankan kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkret

sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika.25

Pendidikan Matematika Realistik diadaptasi dari Realistic

Mathematic Education (RME) pertama kali digagas oleh sekelompok

pendidik di Indonesia. Saat itu matematika merupakan pelajaran yang

ditakuti oleh para siswa, sehingga perlu diatasi agar matematika menjadi

ramah dengan siswa yaitu RME. PMRI merupakan suatu gerakan untuk

mereformasi pendidikan matematika di Indonesia.26

Sejak tahun 1990 PMRI mulai dikembangkan di Indonesia, suatu

transisi dari cara tradisional, metode yang berorientasi pada kemampuan

teknis ke arah reformasi pendidikan matematika yang berdasarkan

pemecahan masalah merupakan inovasi yang kompleks.27 Hal ini

menuntut perubahan pada sikap guru dalam mengajar dan

memperlakukan siswa.

25

Ahmad Susanto, op.cit., p.206. 26

Robert K Sembiring, “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Perkembangan dan Tantangannya”, (Indonesian Mathematical Society Journal on Mathematics Education, Indonesia: Juli 2010), p.11. 27

Ibid., p.12.

Page 12: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

20

Gravemeijer dalam Siswoyo mengemukakan tiga prinsip dasar

dalam PMRI, yaitu: guided reinvention (menemukan kembali), didactical

phenomenology, dan self-developed models.28

Prinsip yang pertama yaitu Guided reinvention, pada prinsip ini

siswa diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuan berpikir

kreatifnya untuk memecahkan masalah, sehingga menghasilkan jawaban

maupun cara atau strategi yang berbeda dan baru secara fasih dan

fleksibel.

Prinsip yang kedua yaitu didactical phenomenoology, pada prinsip

ini memberi kesempatan bagi siswa untuk menggunakan penalaran dan

kemampuan akademiknya untuk mencapai generalisasi konsep

matematika. Pada prinsip ini siswa dituntut menggunakan penalarannya

dalam menemukan konsep.

Prinsip yang ketiga yaitu self-developed models, prinsip ini

memberikan kontribusi untuk pengembangan kepribadian siswa yang

yakin, percaya diri, dan berani mempertahankan pendapat terhadap model

yang dibuat sendiri serta menerima kesepakatan atau kebenaran dari

pendapat teman lain. Prinsip ini juga mendorong kreativitas siswa untuk

membuat model sendiri dalam pemecahan masalah.

28

Tatag Yuli Eko Siswono, “Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Penalaran, Kreativitas, dan Kepribadian Siswa”, (Paper: FMIPA UNESA Surabaya, 2007), p.4.

Page 13: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

21

Menurut Treffers dan Goffree, pendidikan matematika realistik

Indonesia mempunyai karakteristik: 1) Penggunaan konteks;

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif; 3) Pemanfaatan hasil

konstruksi siswa; 4) Interaktivitas; 5) Keterkaitan.29

Penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif melakukan

kegiatan eksplorasi permasalahan. Eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan

untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan tetapi

juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian

masalah yang bisa digunakan. Penggunaan konteks bertujuan untuk

meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika

sehingga dapat mengurangi kecemasan siswa.

Penggunaan model untuk matematisasi progresif, penggunaan

model dalam pendidikan matematika realistik, berfungsi sebagai jembatan

dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan

matematika tingkat formal. Penggunaan model tidak dapat terlepas dari

proses matematisasi karena model merupakan tahapan proses transisi

level informal menuju level matematika formal.

Gravemeijer dalam Wijaya menyebutkan empat level atau tingkatan

dalam pengembangan model, yaitu :

a. Level Situasional, level paling dasar dari pemodelan di mana pengetahuan dan model masih berkembang dalam konteks situasi

29

Ariyadi Wijaya, op.cit., p.21.

Page 14: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

22

masalah yang digunakan. b. Level Referensial, level ini model dan strategi yang dikembangkan tidak berada di dalam konteks situasi, melainkan sudah merujuk pada konteks. Siswa membuat model untuk menggambarkan situasi konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut sebagai model dari (model of) situasi. c. Level General, level ini model yang dikembangkan siswa sudah mengarah pada pencarian solusi secara matematis. Model ini disebut model untuk (model for) penyelesaian masalah. d. Level Formal, level ini siswa sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan representasi matematis. Tahap formal merupakan tahap perumusan dan penegasan konsep matematika yang dibangun oleh siswa. 30

Pemanfaatan hasil konstruksi siswa pada metode PMRI mengacu

kepada ungkapan Freudenthal bahwa matematika bukan merupakan

produk yang siap pakai tetapi sebagai konsep yang dibangun oleh siswa

sehingga pada metode PMR siswa ditempatkan sebagi subjek belajar.31

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan

masalah sehingga diperoleh strategi yang bervariasi. Pemanfaatan hasil

konstruksi siswa dapat digunakan dalam karakteristik PMR lainnya yaitu

penggunaan konteks sehingga siswa dapat mengembangkan aktivitas dan

kreativitas siswa.

Interaktivitas, pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran

matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan

afektif siswa secara bersamaan. PMRI juga menekankan pentingnya

interaksi sosial pada pembelajaran. Interaktivitas menekankan pada

interaksi sosial antara pembelajar untuk mendukung proses individu

30

Ibid., p.47. 31

Ibid., p.22.

Page 15: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

23

masing-masing pembelajar. Pada interaktivitas proses yang berlangsung

tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga

mengembangkan potensi alamiah afektif siswa.

Keterkaitan, Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat

parsial, namun banyak yang memiliki keterkaitan. Melalui keterkaitan ini,

satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan

membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

Keterkaitan menunjukkan kepada siswa relevansi pokok pembelajaran

yang lain maupun relevansi terhadap kehidupan sehari-hari siswa.

Berdasarkan uraian di atas pendidikan matematika realistik

merupakan metode yang memungkinkan siswa menemukan sendiri

pengetahuan matematika dengan aktivitas-aktivitas mereka, dengan

mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki melalui bimbingan dari

guru. Sehingga pendidikan matematika realistik sesuai untuk

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

3. Metode Ceramah

Metode ceramah yaitu cara menyampaikan pelajaran dengan jalan

penuturan secara lisan kepada anak didik.32 Ciri metode ceramah dalam

pelaksanaan pengajaran di kelas guru sangat dominan, siswa

mendengarkan dengan teliti dan mencatat isi ceramah yang disampaikan

oleh guru di depan kelas.

32

Syarif Hidayat, Teori dan Prinsip Pendidikan, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2003), p.96.

Page 16: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

24

Kelebihan metode ceramah: 1) Bahan dapat disampaikan sebanyak

mungkin dalam jangka waktu yang singkat; 2) Guru dapat menguasai

situasi kelas; 3) Organisasi kelas lebih sederhana dan mudah

dilaksanakan; 4) Tidak terlalu banyak memakan biaya dan tenaga.33

Kekurangan metode ceramah: 1) Perhatian hanya berpusat pada

guru; 2) Siswa diharuskan mengikuti kemauan guru; 3) semua pelajaran

yang di dapat langsung di telan tanpa kritik oleh siswa.34

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa metode ceramah

merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru. Siswa tidak

berperan aktif dalam pembelajaran namun hanya sebagai pendengar.

Siswa tidak bebas berpendapat dalam pembelajaran.

B. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian dengan variabel yang sama yaitu tentang metode

pendidikan matematika realistik yang dilakukan oleh Nurul Saidah dengan

Judul Penigkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Materi

Pecahan Melalui Metode Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI) Pada Siswa Kelas IV SD II Gribig Tahun ajaran 2013/2014.35

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa,

keterampilan guru mengelola pembelajaran, kemampuan pemecahan

33

Ibid., p.96. 34

Ibid., p.97. 35

Nurul Sadiah, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Materi Pecahan Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Siswa Kelas IV SD II Gribig Tahun ajaran 2013/2014”, Skripsi, (Kudus: Universitas Muria Kudus, 2014).

Page 17: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

25

masalah matematika, dan respon siswa dengan menerapkan PMRI pada

mata pelajaran matematika materi pecahan. Hasil dari penelitian ini adalah

terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus ke-2 yaitu dari 73,43 menjadi

88,93.

Penelitian lain dengan variabel sama adalah penelitian yang

dilakukan oleh Fajrussathi’ dengan judul Meningkatkan Kemampuan Siswa

dalam memecahkan Masalah Melalui Metode Pendidikan Matematika

Realistik Indonesia (PMRI) pada Pembelajaran Matematika Pokok

Bahasan Perkalian di Kelas III B SDIT Sultan Agung Yogyakarta.36

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa tentang perkalian siswa kelas III SD pada mata

pelajaran matematika melalui penerapan metode Pendidikan Matematika

Realistik. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan dari siklus I ke

siklus ke-2 yaitu dari 52,95 menjadi 66,57. Pada indikator pemecahan

masalah juga terjadi peningkatan. Pada indikator: (1) mengidentifikasi

masalah terjadi peningkatan dari 56% menjadi 77,8%; (2) merencanakan

penyelesaian masalah meningkat dari 46,43% menjadi 66,78%;

(3) menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana meningkat dari

60,95% menjadi 66,43%; (4) mengevaluasi penyelesaian yang diperoleh

meningkat dari 29,6% menjadi 32,4%.

36

Fajrussathi’, “Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Memecahkan Masalah melalui Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perkalian di Kelas III B SDIT Sultan Agung Yogyakarta”, Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010).

Page 18: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

26

Berdasarkan hasil penelitian di atas, metode Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia diduga dapat berpengaruh terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Berdasarkan

dugaan tersebut akan dilakukan penelitian tentang pengaruh metode

pendidikan matematika realistik Indonesia terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas V Sekolah Dasar. Adapun

perbedaan penelitian ini dari sebelumnya adalah: 1). materi mencakup

materi jarak dan kecepatan pada kelas V SD semester 1; 2). indikator

kemampuan pemecahan masalah meliputi: Membuat representasi

masalah, Memecahkan masalah di dalam konteks matematika,

Memecahkan masalah di dalam konteks kehidupan; 3). metode penelitian

yang digunakan yaitu metode eksperimen dengan 8 kali pertemuan.

C. Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah salah satu

kesanggupan yang harus dimiliki siswa untuk mencari penyelesaian dalam

sebuah masalah dengan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki

dalam pembelajaran matematika.

Guru harus menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk

meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu metode pembelajaran

yang bisa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika

adalah pembelajaran dengan metode pendidikan matematika realistik

Indonesia yang didalamnya memuat karakteristik; penggunaan konteks,

Page 19: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

27

penggunaan model untuk matematisasi progresif, pemanfaatan hasil

konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan.

Penggunaan konteks, pada karakteristik ini siswa menemukan

jawaban secara mandiri. Siswa aktif dalam mengembangkan strategi

pemecahan masalah. Siswa mengembangkan strategi pemecahan

masalah sesuai dengan strategi yang dikemukakan Polya yaitu memahami

permasalahan yang dihadapi, kemudian membuat rencana pelaksanaan

dalam pemecahan masalah. Selanjutnya, siswa memecahkan masalah

yang dihadapi sesuai dengan yang telah direncanakan. Terakhir siswa

mereview hal yang telah dilaksanakan dalam pemecahan masalah.

Penggunaan model, model disini berhubungan dengan kemampuan

pemecahan masalah siswa, karena model merupakan proses transisi dari

level yang situasional menuju level formal dalam menyelesaikan masalah.

Model disini digunakan siswa sebagai cara dalam pemahaman masalah.

Siswa memahami masalah dengan cara, mengubah bahasa-bahasa dalam

masalah menjadi model matematika. Siswa mulai dengan menggunakan

pengetahuan sesuai situasi, kemudian mengembangkan pengetahuan

sesuai konteks, lalu mencari solusi dengan pengetahuan yang dimiliki, dan

yang terakhir siswa menggunakan pengetahuannya dalam simbol

matematika.

Pemanfaatan hasil konstruksi, Siswa membuat rencana pemecahan

masalah dengan mengembangkan ide-ide yang dimiliki. Siswa juga

Page 20: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

28

mengembangkan konsep pemecahan masalah sesuai dengan prosedur

yang ada. Kreativitas yang dimiliki siswa dapat mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan masalah

yang dihadapi.

Interaktivitas, karakteristik ini tidak hanya mengembangkan potensi

kognitif siswa namun juga potensi afektif siswa. Siswa saling berbagi

pendapat dengan cara berdiskusi dalam pembelajaran. Siswa bersama-

sama mengembangkan pemikirannya untuk menyelesaikan masalah.

Keterkaitan, Siswa mengaitkan pembelajaran terhadap pembelajaran

lain atau terhadap kehidupan sehari-hari. Siswa menyelesaikan masalah

sesuai dengan konteks kehidupan. Hal ini sesuai dengan indikator

pemecahan masalah menurut NCTM yaitu memecahkan masalah yang

timbul dalam matematika dan yang melibatkan matematika dalam konteks

lain.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh yang

signifikan antara metode pendidikan matematika realistik Indonesia

dengan kemampuan pemecahan masalah seseorang. Hal itu dilihat dari

karakteristik metode pendidikan matematika realistik Indonesia. Apabila

pembelajaran dilaksanakan dengan metode pendidikan matematika

realistik Indonesia, maka kemampuan pemecahan masalah siswa akan

meningkat.

Page 21: BAB II KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN …repository.unj.ac.id/892/8/10. BAB II.pdf · KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis

29

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis,

terdapat pengaruh yang signifikan antara metode pendidikan matematika

realistik Indonesia terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika

pada siswa kelas V di SD N Kayu Manis Jakarta Timur. Sehingga, apabila

pembelajaran dilakukan dengan metode pendidikan matematika realistik

maka kemampuan pemecahan masalah siswa akan semakin baik.