Top Banner
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis dipelopori oleh Ryff. Diener dan Jahoda yang mengatakan bahwa, penelitian mengenai kesejahteraan psikologis mulai berkembang sejak para ahli menyadari bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak memberikan perhatian kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan seseorang daripada bagaimana seseorang dapat berfungsi secara positif. Kesejahteraan psikologis tidak hanya bagian dari kesehatan mental yang bersifat negatif, tetapi lebih mengarah kepada kemampuan individu untuk dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara optimal, sebagai individu yang utuh baik secara fisik, emosional maupun psikologisnya (Ryff, 1995). Well-being merupakan suatu konsep yang terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia yang utuh (Ryff & Singer, 2006). Menurut Muhadjir (2013) well-being merupakan keadaan bahagia, puas hidup, dalam tampilan sehat fisik maupun mental, tingkat distressnya rendah, dan kualitas hidupnya bagus. Menurut Ryff (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008), orang yang sehat secara psikologis memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Individu membuat keputusannya sendiri dan mengatur 9 Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018
29

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

Dec 24, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kesejahteraan Psikologis

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis dipelopori oleh Ryff.

Diener dan Jahoda yang mengatakan bahwa, penelitian mengenai

kesejahteraan psikologis mulai berkembang sejak para ahli menyadari

bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak memberikan perhatian

kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan seseorang daripada bagaimana

seseorang dapat berfungsi secara positif. Kesejahteraan psikologis tidak

hanya bagian dari kesehatan mental yang bersifat negatif, tetapi lebih

mengarah kepada kemampuan individu untuk dapat mengembangkan

potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara optimal, sebagai individu

yang utuh baik secara fisik, emosional maupun psikologisnya (Ryff, 1995).

Well-being merupakan suatu konsep yang terbentuk dari berbagai

pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia yang utuh (Ryff

& Singer, 2006). Menurut Muhadjir (2013) well-being merupakan keadaan

bahagia, puas hidup, dalam tampilan sehat fisik maupun mental, tingkat

distressnya rendah, dan kualitas hidupnya bagus.

Menurut Ryff (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008), orang yang

sehat secara psikologis memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan

orang lain. Individu membuat keputusannya sendiri dan mengatur

9

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

10

perilakunya sendiri, dan memilih atau membentuk lingkungan yang sesuai

dengan kebutuhannya.Individu memiliki tujuan yang membuat hidupnya

lebih bermakna, dan berjuang serta mengembangkan diri dengan

semaksimal mungkin.

Ryff (dalam Snyder & Lopez, 2005) menjelaskan bahwa

kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian penuh dari potensi

psikologis seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan

dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif

dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan untuk

mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk

mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk

melalui perkembangan dalam kehidupannya.

Menurut Synder dan Lopez (2005) kesejahteraan psikologis bukan

hanya merupakan ketiadaan penderitaan, namun kesejahteraan psikologis

meliputi keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup

dan hubungan seseorang pada objek ataupun orang lain.

Ryff mendifinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil evaluasi

dan penilaian seseorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas

pengalaman-pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan

dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrahterhadap keadaan yang

membuat kesejahteraan psikologisnya menjadi rendah atau berusaha untuk

memperbaiki keadaan hidupnya agar kesejahteraan psikologisnya

meningkat. Robinson mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

11

evaluasi terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu (misalnya evaluasi

terhadap kehidupan keluarganya, pekerjaan, masyarakat) atau dengan kata

lain seberapa baik seseorang dapat menjalankan peran-perannya dan dapat

memberikan peramalan yang baik terhadap well-being (Ramdhani, 2009).

Dari pengertian yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan

bahwa kesejahteraan psikologis merupakan individu yang memiliki

kondisi mental positif, dimana individu tidak hanya memikirkan dirinya

sendiri dan berusaha melakukan yang terbaik untuk dirinya tetapi juga

orang lain, serta tidak adanya gejala-gejala depresi yang dialami, sehingga

mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan

kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologi

positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut merasakan

adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam atau terhadap hidupnya.

2. Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff dan Singer (2006) menjelaskan enam dimensi dari kesejahteraan

psikologis, yaitu:

a. Penerimaan diri (self-acceptance)

Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang

menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa

lalunya. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang

memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya

kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi

optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

12

Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan

adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa

dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah

dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda

dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya.

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Merupakan kemampuan individu menjalin hubungan yang baik

dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi dalam dimensi

ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat dan

penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga

memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat

menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan

menerima dalam hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang

rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain, terisolasi

dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak

berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan

dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas

namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu

yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu

untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur

perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

13

sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil

keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Sebaliknya,

individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat

memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari

orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat

keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk

berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu. Kematangan

dalam berfikir dan bertindak mempengaruhi otonomi seseorang.

Kematangan dalam hal ini bukan dari usia tetapi dari pengalaman.

Untuk pemecahan sebuah masalah individu yang matang akan dapat

menentukan sendiri sebuah keputusan yang akan di ambil, dan dapat

menentukan sikapnya sendiri berdasarkan dengan pengalaman

sebelumnya. Sedangkan individu yang belum matang ia akan

bergantung kepada orang lain atas keputusan yang akan digunakan.

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Merupakan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya,

memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan

mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi

dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan

kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan

aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur

dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

14

kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan

menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang

rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari,

merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas

lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan

kesempatan diri lingkungan sekitarnya.

e. Tujuan hidup (purpose of life)

Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman

yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan

bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa

bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang

memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah

individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti

dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki

keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan

sasaran hidup.

Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup

akan kehilangan makna hidup, arahan cita-cita yang tidak jelas, tidak

melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa

lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi

arti pada kehidupan.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

15

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai

dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang

berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu

yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-

pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri

yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan

tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi

yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah.

Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah

akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat

peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan

minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam

mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik.

Jadi dapat disimpulkan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis,

yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian,

penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff dan Singer (2006) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan psikologis, antara lain:

a. Usia

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff, penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukan

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

16

peningkatan seiring perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia

60-74). Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas

menunjukan penurunan seiring bertambahnya usia. Skor dimensi

penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain secara signifikan

bervariasi berdasarkan usia.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff, faktor jenis kelamin menunjukan perbedaan yang

signifikan pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan

dimensi pertumbuhan pribadi. Dari keseluruhan perbandingan usia

(usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74), wanita menunjukan angka yang

lebih tinggi daripada pria. Sementara dimensi yang lain tidak

menunjukan perbedaan yang signifikan.

c. Tingkat pendidikan dan pekerjaan

Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya pendidikan seseorang

menunjukan bahwa individu memiliki faktor pengaman (uang, ilmu,

keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah, tekanan dan

tantangan. Hal ini dapat terkait dengan kesulitan ekonomi, dimna

kesulitan ekonomi menyebabkan sulitnya individu untuk memenuhi

kebutuhan pokoknya sehingga menyebabkan menurunnya

kesejahteraan psikologis.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

17

d. Latar belakang budaya

Menurut Sugianto (2000), perbedaan budaya Barat dan Timur

juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih

berorientasi pada diri (seperti penerimaan diri dan kemandirian) lebih

menonjol dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang

berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang

lain) lebih menonjol pada budaya Timur.

Sedangkan menurut Huppert (2009) bahwasanya tingkat kesejahteraan

psikologis dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

a. Personality (kepribadian)

Berkaitan dengan gaya emosional yang positif sedangkan

neurotisme dikaitkan dengan gaya emosional yang negatif.

b. Faktor Demografi

Pada jenis kelamin, tingkat kesejahteraan perempuan memiliki

kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

c. Faktor Sosial Ekonomi

Pada umumnya, status sosial ekonomi dan tingkat pendapatan

yang tinggi mempengaruhi tingkat kesejahteraan individu.

d. Faktor Lainnya (perilaku, kognisi dan motivasi)

Individu yang memiliki perilaku, kognisi dan motivasi yang baik

untuk berjuang mencapai tujuannya mencerminkan nilai-nilai yang

dipegang teguh dari dalam dirinya, sebagai langkah untuk mencapai

kebahagiaan.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

18

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, ekonomi, latar belakang budaya, dukungan sosial, dan

kepribadian.

B. Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Secara etomologis resiliensi diadaptasi dari kata dalam bahasa

inggris resilience yang berarti daya lenting atau kemampuan untuk

kembali dalam bentuk semula (Poerwadarminta, 1993). Menurut Reivich

dan Shatte (2002) menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk

mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah

yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan yang tertekan,

dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversit) atau trauma yang

dialami dalam kehidupannya.

Menurut Grotberg (1999) resiliensi adalah kemampuan manusia

untuk menghadapi, mengatasi, dan menjadi kuat atas kesulitan yang

dialaminya. Menurut Banaag (2002), menyatakan bahwa resiliensi adalah

suatu proses interaksi antara faktor individual dengan faktor lingkungan.

Faktor individual ini berfungsi menahan perusakan diri sendiri dan

melakukan kontruksi diri secara positif, sedangkan faktor lingkungan

berfungsi untuk melindungi individu dan “melunakkan” kesulitan hidup

individu.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

19

Resiliensi adalah suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan, karena

kehidupan setiap individu senantiasa diwarnai oleh kondisi yang tidak

menyenangkan. Kondisi kesulitan dapat menantang kemampuan individu

untuk mengatasinya, untuk belajar darinya dan bahkan untuk berubah

karenanya. Dalam menghadapi kondisi-kondisi yang tidak

menyenangkan tersebut, sejumlah ahli psikologi memandang perlu untuk

membangun kekuatan individu. Resiliensi dianggap sebagai kekuatan

dasar yang menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam

membangun kekuatan emosional dan psikologikal individu (Desmita,

2010).

Dari berbagai pengertian resiliensi yang telah diuraikan dapat

disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan atau kekuatan individu

yang bersumber dari pengalaman tidak menyenangkan yang dapat

membantu individu dalam mengatasi masalah yang ada dalam hidup serta

mampu untuk bangkit dan bertahan dalam menjalani masa-masa

keterpurukan dan kesengsaraan sehingga mampu menyesuaikan diri dan

berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan.

2. Aspek-Aspek Resiliensi

Reivich & Shatte (2002) memaparkan tujuh aspek dari resiliensi

sebagai berikut:

a. Regulasi emosi (emotional regulation)

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dibawah

kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

20

yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi

mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan

dengan orang lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor,

di antara alasan yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau

menghabiskan waktu bersama orang yang marah, merengut, cemas,

khawatir serta gelisah setiap saat. Orang yang resilien akan

mengembangkan seluruh kemampuannya dengan baik yang dapat

membantu untuk mengontrol emosi, atensi, dan perilaku.

b. Kontrol impuls (impuls control)

Kontrol impuls adalah kemampuan individu untuk

mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang

muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan

pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan

emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran.

c. Optimisme (optimism)

Optimisme adalah ketika individu melihat bahwa masa

depannya cemerlang, individu yang resilien adalah individu yang

optimis. Optimisme tentunya, berarti bahwa individu melihat masa

depan kita relatif cerah. Implikasi dari optimisme adalah percaya

bahwa mempunyai kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang

mungkin terjadi di masa depan. Orang yang optimis tidak

menyangkal bahwa dirinya memiliki masalah atau menghindari

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

21

berita buruk, sebaliknya mereka mamandang masalah dan berita

buruk sebagai kesulitan yang dapat diatasi.

d. Kemampuan menganalisis masalah (causal analysis)

Causal analysis merujuk pada kemampuan individu untuk

mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang dihadapi.

Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari

permasalahan yang dihadapi secara tepat, akan terus menerus

berbuat kesalahan yang sama.

Individu yang resilien adalah individu yang memiliki

fleksibilitas kognitif. Mampu mengidentifikasi semua penyebab yang

menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak

pada salah satu gaya berpikir explanatory. Tidak mengabaikan faktor

permanen maupun pervasif. Individu yang resilien tidak akan

menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat demi menjaga

harga diri atau membebaskan dari rasa bersalah. Individu tidak

terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali

mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali

penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi

permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan

meraih kesuksesan.

e. Empati (empathy)

Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung

memiliki hubungan sosial yang positif. Ketidakmampuan berempati

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

22

berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial. Individu-

individu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap

tanda-tanda nonverbal tersebut tidak mampu untuk menempatkan

dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang

lain dan memperkirakan maksud dari orang lain.

Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda

nonverbal orang lain dapat sangat merugikan,baik dalam konteks

hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan

kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. Individu

dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang

dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan

semua keinginan dan emosi orang lain. Orang yang resilien dapat

dapat membaca isyarat nonverbal orang lain untuk membantu

membangun hubungan yang lebih dalam dengan orang lain, dan

secara emosional lebih cocok.

f. Efikasi diri (self efficacy)

Self-efficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil.

Self efficacymerepresentasikan sebuah keyakinan bahwa mampu

memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan.

Self-efficacy adalah perasaan bahwa individu efektif dalam dunia.

Telah dihabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan tentang self

efficacy, karena melihat betapa pentingnya hal tersebut dalam dunia

nyata. Dalam pekerjaan, orang yang memiliki keyakinan terhadap

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

23

kemampuan untuk memecahkan masalah, muncul sebagai

pemimpin, sementara yang tidak dapat di percaya terhadap

kemampuan diri menemukan diri akan tertinggal dari orang lain.

g. Pencapaian (reaching out)

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa resiliensi

lebih dari sekedar bagaimana seorang individu memiliki kemampuan

untuk mengatasi kemalangan dan bangkit dari keterpurukkan, namun

lebih dari itu faktor yang terakhir dari resiliensi adalah reaching out.

Reaching out adalah kemampuan individu meraih aspek positif atau

mengambil hikmah dari kehidupan setelah kemalangan yang

menimpa.

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out,

hal ini dikarenakan individu tersebut telah diajarkan sejak kecil

untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang

memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih

memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan

namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan

masyarakat. Hal ini menunjukkan kecenderungan individu untuk

berlebih-lebihan (overestimate) dalam memandang kemungkinan

hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang. Individu-

individu ini memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan

kemampuan mereka hingga batas akhir. Gaya berpikir ini

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

24

memberikan batasan bagi diri sendiri, atau dikenal dengan istilah

self-handicaping.

Reaching out menggambarkan kemampuan individu untuk

meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang

mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala

ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

resiliensi adalah regulasi emosi (emotional regulation), kontrol impuls

(impuls control), optimisme (optimism), analisis kausal (causal analysis),

empati (empathy), efikasi diri (self eficacy), dan pencapaian (reaching

out).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi

Masten dan Coatsworth (dalam Setyowati dkk, 2010)

mengemukakan tiga faktor yang berhubungan dengan resiliensi pada

individu, yaitu:

a. Faktor individual

Faktor individu merupakan faktor-faktor yang bersumber dari

dalam individu itu sendiri, yaitu mempunyai intelektual yang baik,

namun individu yang mempunyai intelektual yang tinggi belum tentu

individu itu resilien, sociable, self confident, self efficacy, harga diri

yang tinggi, dan memiliki talent (bakat).

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

25

b. Faktor keluarga

Faktor-faktor keluarga yang berhubungan dengan resiliensi,

yaitu hubungan yang dekat dengan orangtua yang memiliki

kepedulian dan perhatian, pola asuh yang hangat, teratur dan

kondusif bagi perkembangan individu, sosial ekonomi yang

berkecukupan, dan memiliki hubungan harmonis dengan anggota-

anggota keluarga lain.

c. Faktor masyarakat sekitar

Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap

resiliensi pada individu, yaitu mendapat perhatian dari lingkungan,

aktif dalam organisasi kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor

yang mempengaruhi resiliensi yaitu faktor individual, faktor keluarga,

dan faktor masyarakat sekitar.

4. Karakteristik Individu Yang Memiliki Kemampuan Resiliensi

Menurut Wolins (dalam Desmita, 2011) ada tujuh karakteristik

utama yang dimiliki individu yang resilien. Karakteristik-karakteristik

inilah yang membuat individu mampu beradaptasi dengan baik disaat

menghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta

mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal, yaitu:

a. Insight

Insight adalah kemampuan mental untuk bertanya pada diri

sendiri dan menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

26

individu untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta

dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.

b. Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak secara

emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup

seseorang. Kemandirian melibatkan untuk menjaga keseimbangan

antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain.

c. Hubungan

Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang

jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan atau

memiliki role model yang sehat.

d. Inisiatif

Inisiatif melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung

jawab atas kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu

yang resilien bersikap proaktif bukan reaktif bertanggung jawab

dalam pemecahan masalah selalu berusaha memperbaiki diri ataupun

situasi yang dapat diubah serta meningkatkan kemampuan untuk

menghadapi hal-hal yang tidak dapat diubah.

e. Kreatifitas

Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai

pilihan, konsekuensi dan alternatif dalam menghadapi tantangan

hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam perilaku yang

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

27

negatif karena mampu mempertimbangkan konsekuensi dari setiap

perilaku dan membuat keputusan yang benar. Kreativitas juga

melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk mengekspresikan

diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya

sendiri saat menghadapi kesulitan.

f. Humor

Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari

kehidupan, menertawakan diri sendiri dan menemukan kebahagiaan

dalam situasi apapun. Individu yang resilien menggunakan rasa

humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang baru

dan lebih ringan.

g. Moralitas

Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan

keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang

resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan

yang tepat tanpa rasa takut akan pendapat orang lain. Individu juga

dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang lain

yang membutuhkan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik

individu yang memiliki kemampuan resiliensi adalah individu yang

memiliki karakteristik tertentu yaitu insight, kemandirian, hubungan,

inisiatif, kreatifitas, humor dan moralitas.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

28

C. Disabilitas Intelektual

1. Pengertian Disabilitas Intelektual

Disabilitas intelektual merupakan satu dari beberapa macam

gangguan perkembangan saraf. Gangguan perkembangan saraf adalah

sekelompok kondisi yang terjadi dalam masa perkembangan. Gangguan

ini biasanya terdiagnosis di awal pengembangan, sebelum anak

memasuki sekolah dasar, dan ditandai dengan defisit perkembangan yang

menimbulkan gangguan fungsi personal, sosial, akademik, atau

perkerjaan (American Psychiatric Association, 2013).

Selain inteligensi yang rendah, tingkah laku adaptif yang lemah

dengan serangan awal juga dimasukkan dalam definisi disabilitas

intelektual. Keterampilan adaptif meliputi keterampilan yang dibutuhkan

anak untuk mengurus diri sendiri dan tanggung jawab sosial. Menurut

definisi, disabilitas intelektual adalah kondisi yang dimulai sebelum usai

18 tahun yang meliputi rendahnya inteligensi dan kesulitan dalam

menyesuaiakan diri dengan kehidupan sehari-hari (Santrock, 2012).

Untuk memahami anak disabilitas intelektual diperlukan pemahaman

tentang konsep Mental Age (MA) terlebih dahulu. Mental Age adalah

kemampuan mental yang dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu.

Jadi disabilitas intelektual adalah munculnya tanda-tanda berupa

gangguan intelektual dan gangguan untuk berfungsi adaptif yang

kemunculan pertamanya terjadi sebelum individu tersebut berusia 18

tahun.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

29

2. Klasifikasi Disabilitas Intelektual

Terdapat klasifikasi dari disabilitas intelektual, yakni ringan, sedang,

berat, dan sangat berat. Berikut ini adalah tingkat-tingkat disabilitas

intelektual dalam pandangan klinis.

Sekitar 89 persen individu yang mengalami disabilitas intelektual

berada dalam kategori ringan (mild), dengan IQ antara 55 hingga 70;

sebagian besar dari mereka mampu hidup mandiri menjadi orang dewasa

dan mampu bekerja pada berbagai bidang. Sekitar 6 persen

diklasifikasikan dalam kategori disabiitas intelektual sedang (moderate),

dengan IQ antara 40 hingga 54; orang-orang tersebut dapat menguasai

keahlian anak kelas dua sekolah dasar dan mungkin mampu menolong

diri mereka sendiri sebagai orang dewasa melalui beberapa jenis tenaga

kerja. Sekitar 3,5 persen mengalami disabilitas intelektual berat (severe),

dengan IQ 25 hingga 39; individu tersebut harus belajar berbicara dan

menyelesaikan tugas-tugas sederhana, namun dibawah pengawasan yang

ketat. Kurang dari 1 persen memiliki IQ dibawah 25; mereka masuk

dalam kategori disabilitas intelektual yang sangat berat (profound) dan

harus mendapatkan perhatian secara terus-menerus (Santrock, 2011).

Jadi dalam penelitian ini subjek yang akan digunakan adalah

orangtua yang memiliki anak disabilitas intelektual kategori sedang tanpa

menyertakan kategori ringan, karena klasifikasi yang melebihi dari

kategori ringan dapat memberikan resiko yang lebih signifikan bagi

orangtua.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

30

3. Kriteria Diagnostik Disabilitas Intelektual

Kriteria diagnostik untuk disabilitas intelektual berdasarkan

Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders harus memenuhi

ketiga kriteria dibawah, yaitu (American Psychiatric Association, 2013):

a. Defisit atau gangguan fungsi intelektual, seperti reasoning

(penalaran), problem solving (pemecahan masalah), planning

(perencanaan), abstract thinking (berpikir abstrak), judgment

(penilaian), academic learning (pembelajaran akademis), dan

learning from experience (belajar dari pengalaman), yang dibuktikan

dengan dua cara yakni assessment klinis dan tes inteligensi

individual yang terstandar.

b. Defisit atau gangguan fungsi adaptif yang mengakibatkan kegagalan

untuk memenuhi standar perkembangan dan sosio-kultural bagi

kemandirian dan tanggungjawab sosial. Tanpa dukungan

berkelanjutan, kekurangan fungsi adaptif tersebut akan menghambat

dalam satu atau lebih aktivitas harian.

c. Defisit atau gangguan fungsi intelektual dan adaptif yang

kemunculan pertama/onsetnya terjadi dalam masa perkembangan.

Jadi individu dapat didiagnosis disabilitas intelektual apabila telah

memenuhi tiga kriteria berupa gangguan fungsi intelektual, gangguan

fungsi adaptif dan gangguan fungsi intelektual dan adaptif yang

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

31

kemunculan pertama/onsetnya terjadi dalam masa perkembangan

(sebelum 18 tahun).

4. Penyebab Disabilitas Intelektual

Disabilitas intelektual dapat disebabkan oleh penyakit organis, atau

dapat pula karena penyebab sosial dan budaya (Santrock, 2011):

a. Retardasi organis adalah disabilitas intelektual yang disebabkan oleh

gangguan genetik atau kerusakan otak: kata organis merujuk kepada

jaringan atau organ dari tubuh yang mengindikasikan kerusakan

fisik. Sebagian besar orang yang menderita retardasi organis

memiliki IQ antara 0 hingga 50. Namun anak dengan down

syndrome memiliki IQ rata-rata 50. Down syndrome diakibatkan

oleh penggandaan kromosom 21 yang berlebihan.

b. Retardasi budaya-keluarga adalah kemunduran mental ketika tidak

ditemukan adanya kerusakan organis pada otak; IQ-nya berkisar

antara 50 hingga 70. Para psikolog menduga bahwa kelainan mental

jenisini disebabkan oleh variasi normal yang mendistribusikan

individu sesuai dengan tes inteligensi yang dikombinasikan dengan

tumbuh dilingkungan intelektual yang berada di bawah rata-rata.

Jadi kemunculan disabilitas intelektual bisa terjadi karena

disebabkan oleh gangguan genetik atau kerusakan otak maupun karena

kemunduran mental ketika tidak ditemukan adanya kerusakan organis

pada otak.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

32

D. Orangtua Anak Disabilitas Intelektual

1. Pengertian Orangtua Anak Disabilitas Intelektual

Orangtua adalah ayah dan/atau ibu dari seorang anak, baik melalui

hubungan biologis maupun social. Umumnya, orangtua memiliki peranan

yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu atau

ayah dapat diberikan untuk wanita atau pria yang bukan orangtua

kandung dari individu yang mengisi peranan ini (id.wikipedia.org).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan bahwa orangtua artinya

adalah ayah dan ibu.

Gesell (dalam Crain, 2007) mengutarakan bahwa orangtua

memerlukan sejumlah pengetahuan teoritis tentang kecenderungan dan

urutan perkembangan anak. Secara khusus mereka perlu menyadari

bahwa perkembangan berfluktuasi antara periode kestabilan dan

ketidakstabilan. Pengetahuan ini akan membantu orangtua menjadi sadar

dan paham. Selain itu, orangtua akan mampu menghadapi anak-anak

dengan lebih fleksibel dan mungkin lebih menikmati masa-masa

kebersamaan dengan mereka.

Orangtua adalah pihak yang paling banyak menanggung beban

akibat dari disabilitas intelektual. Kondisi penerimaan paling sulit yang

dialami orangtua biasanya adalah pada saat pertama kali menyadari

bahwa anaknya berbeda dari anak lain pada umumnya (Seomantri, 2007).

Orangtua harus menerima kondisi anak tersebut dan membantu anaknya

untuk menyesuaiakn diri dengan disabilitas yang dialami.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

33

E. Hubungan antara Resiliensi dengan Kesejahteraan Psikologis pada

Orangtua yang memiliki Anak Disabilitas Intelektual

Kesejahteraan psikologis merupakan kondisi individu yang memiliki

kondisi mental positif, dimana individu tidak hanya memikirkan dirinya

sendiri dan berusaha melakukan yang terbaik untuk dirinya tetapi juga orang

lain, serta tidak adanya gejala-gejala depresi yang dialami, sehingga tercapai

kepuasaan hidup dan merasa lebih bahagia. Kesejahteraan psikologis bukan

hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negatif

namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan

sepanjang hidup (Keyes, Shmotkin & Ryff, dalam Liwarti, 2013).

Menurut Ryff (dalam Papalia, Olds, dan Fildman, 2008) orang-orang

yang sehat secara psikologis memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan

orang lain, mampu membuat keputusan sendiri, mampu memilih dan

membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan, memiliki tujuan yang

membuat hidup mereka bermakna, dan dapat mengembangkan diri.

Berdasarkan paparan di atas, kesejahteraan psikologis penting untuk

dilakukan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya

membuat seseorang dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya

(Ryff, dalam Compton, 2005).

Umumnya orangtua yang memiliki anak disabilitas intelektual

mengalami perasaan dan tingkah laku seperti perasaan melindungi anak

secara berlebihan, adanya perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan

yang kemudian menimbulkan praduga berlebihan, kehilangan kepercayaan

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

34

diri, merasa berdosa, merasa bingung dan malu sehingga lebih suka

menyendiri. Orangtua adalah pihak yang paling banyak menanggung beban

akibat dari disabilitas intelektual. Kondisi penerimaan paling sulit yang

dialami orangtua biasanya adalah pada saat pertama kali menyadari bahwa

anaknya berbeda dari anak lain pada umumnya.

Problem-problem psikologis tersebut menyebabkan orangtua kurang

memiliki kesejahteraan psikologis. Seseorang akan mencapai kesejahteraan

psikologis apabila memiliki kepuasan hidup yang tinggi dan sering kali

merasakan emosi positif. Emosi yang positif yang ditandai dengan adanya

optimisme, keceriaan atau kebahagiaan, penuh perhatian, tertarik, waspada,

bersemangat, antusias, terinspirasi, bangga, kuat, dan aktif.

Untuk mengatasi kondisi yang tertekan menjadi suatu hal yang wajar

untuk diatasi sehingga memiliki penilaian positif tentang dirinya dan tidak

banyak merasakan emosi negatif, diperlukan kemampuan resiliensi. Resiliensi

dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi fondasi dari semua karakter

positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologikal seseorang.

F. Kerangka Berpikir

Orangtua yang memiliki anak disabilitas intelektual mengalami berbagai

problem psikologis. Beban psikologis yang harus ditanggung menimbulkan

reaksi-reaksi yang berbeda pada setiap orangtua tersebut. Ada yang dapat

merasakan kebahagiaan, merasakan kepuasan dalam menjalani hidup,

memiliki penilaian positif tentang drinya, dan tidak banyak merasakan emosi

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

35

negatif sehingga mampu memiliki kesejahteraan psikologis. Akan tetapi ada

pula yang tidak mampu merasakan emosi positif, tidak memiliki kepuasan

hidup, menilai diri secara negatif, adanya perasaan bersalah melahirkan anak

berkelainan yang kemudian menimbulkan praduga berlebihan, kehilangan

kepercayaan diri, merasa berdosa, merasa bingung dan malu sehingga lebih

suka menyendiri dan lebih banyak merasakan emosi negatif.

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah dilakukan

permasalahan psikologis yang dialami oleh orangtua menyebabkan kurang

adanya kesejahteraan psikologis. Akan tetapi di sisi lain ada orangtua yang

tetap dapat merasakan kesejahteraan psikologis. Mereka berpikir bahwa

mereka pasti mampu mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi dan

mereka memilliki keinginan untuk tidak berlarut dalam masalah dan bertahan

dalam menjalani masa-masa keterpurukan dan kesengsaraan sehingga mampu

menyesuaikan diri dan berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan.

Dalam mengatasi berbagai persoalan yang diahadapi, orangtua anak

disabilitas intelektual memerlukan ketahanan lebih. Resiliensi dapat berguna

untuk mengatasi kondisi sulit yang dialami dalam kehidupan. Dalam

perspektif resiliensi, permasalahan dan tantangan hidup dipandang sebagai

suatu syarat untuk terciptanya ketahanan. Individu yang resilien akan mampu

untuk bangkit kembali ketika melihat kekurangan yang dimiliki sebagai suatu

hal yang dapat dirubah dan perbaiki ataupun dikembangkan dengan sebaik

mungkin.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

36

Peneliti mengindikasikan bahwa kemampuan resiliensi menjadi faktor

yang dapat menunjang orangtua anak disabilitas intelektual untuk merasakan

kesejahteraan psikologis. Berdasarkan keterangan dari orangtua anak

disabilitas intelektual, mereka yang mampu bertahan dan meningkatkan diri

secara efektif untuk mengubah kondisi yang tertekan menjadi suatu hal yang

wajar untuk diatasi, lebih memiliki penilaian positif tentang dirinya dan tidak

banyak merasakan emosi negatif.

Oleh karena itu, kemampuan resiliensi dianggap penting dalam

menunjang orangtua anak disabilitas intelektual untuk dapat merasakan

kesejahteraan psikologis.

Dari uraian di atas maka dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Orangtua yang memiliki anak

disabilitas intelektual

Kesejahteraan Psikologis

a. Penerimaan diri

b. Hubungan positif

dengan orang lain

c. Otonomi

d. Penguasaan

lingkungan

e. Tujuan hidup

f. Pertumbuhan pribadi

Resiliensi

a. Regulasi emosi

b. Pengendalian impuls

c. Optimisme

d. Kemampuan

Analisis masalah

e. Empati

f. Efikasi diri

g. Pencapaian

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1.repository.ump.ac.id/8905/3/LINA SETYANINGRUM_BAB II.pdfa. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah

37

G. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan peneliti ialah ada hubungan antara resiliensi

dengan kesejahteraan psikologis pada orangtua yang memiliki anak

disabilitas intelektual di SLB C dan C1 Yakut Purwokerto.

Hubungan Antara Resiliensi...Lina Setyaningrum, Fakultas Psikologi Ump, 2018