Top Banner
BAB I PENGANTAR BERPIKIR KUALITATIF (Menuju Objektivitas Penelitian Sosial di Indonesia) A. Saat ini, Ilmu-ilmu social tengah mendapat pengaruh mainstream pemikiran ekonomi, sehingga menimbulkan bias pendekatan yang sentralistik di semua sector pembangunan. Selain itu, bergulirnya reformasi mendorong terjadinya pergeseran pandangan untuk mengatasi bias tersebut, yakni dengan cara mengganti pendekatan yang ada dengan cara berpikir kualitatif. Deddy Mulyana (2003) menyebut dua factor yang mendorong terjadinya pergeseran pandangan, yakni (1) gugatan para ilmuwan perihal daya aksplanatori pendekatan kuantitatif-positivistik terhadap objek kajian, dan (2)laju perubahan social yang begitu cepat memerlukan pendekatan dan model studi yang lebih kontekstual dan handal. Selain itu kajian kualitatif juga dianggap menghasilkan mispresentasi terhadap subjek-subjek kajianya . sekalipun tidak sedikit ditemukan kasus-kasus serupa dalam studi-studi kualitatif. Namun pergeseran minat tidak serta merta menempatkan pendekatan kualitatif ke posisi yang semula didiuki positivisme-kuantitativ bahkas sebaliknya paradikma kualitativ masih saja disebut tidak valid
33

Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

Jun 15, 2015

Download

Documents

ronianjar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

BAB I

PENGANTAR BERPIKIR KUALITATIF(Menuju Objektivitas Penelitian Sosial di Indonesia)

A. Saat ini, Ilmu-ilmu social tengah mendapat pengaruh mainstream pemikiran ekonomi,

sehingga menimbulkan bias pendekatan yang sentralistik di semua sector pembangunan.

Selain itu, bergulirnya reformasi mendorong terjadinya pergeseran pandangan untuk

mengatasi bias tersebut, yakni dengan cara mengganti pendekatan yang ada dengan cara

berpikir kualitatif. Deddy Mulyana (2003) menyebut dua factor yang mendorong

terjadinya pergeseran pandangan, yakni (1) gugatan para ilmuwan perihal daya

aksplanatori pendekatan kuantitatif-positivistik terhadap objek kajian, dan (2)laju

perubahan social yang begitu cepat memerlukan pendekatan dan model studi yang lebih

kontekstual dan handal. Selain itu kajian kualitatif juga dianggap menghasilkan

mispresentasi terhadap subjek-subjek kajianya . sekalipun tidak sedikit ditemukan kasus-

kasus serupa dalam studi-studi kualitatif. Namun pergeseran minat tidak serta merta

menempatkan pendekatan kualitatif ke posisi yang semula didiuki positivisme-kuantitativ

bahkas sebaliknya paradikma kualitativ masih saja disebut tidak valid

B. Sebagai suatu alternative, pendekatan kulaitatif semestinya memiliki cirri-ciri unik yang

membedakannya dari pendekatan kuantitatif. Cirri-ciri inilah yang nantinya akan

membangun konsep dan definisi pendekatan kualitatif. Dibandingkan dengan penelitian

kuantitatif, penelitian kualitatif memilki karakteristik sebagai berikut : (1)dat penelitian

diperoleh secara langsung dari lapangan, (2) penggalian data dilakukan secara alamiah,

(3) untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori jawaban. Menimbang berbagai

kerancuan yang mi=ungkin muncul, mak cara yang lebih bijaksana untuk memahami

penelitian kualtatif adalah dengan mendudukan penelitian kualitatif sebagai bagian

integral dari bangunan paradigma keilmuan yang selama ini berkrmbang. Secara umum

dalam ilmu social terdapat dua paradigm besar, yakni paradigma positivistic dan

paradigma interpretif (Poerwandari, 1994 : 13). Beberapa cirri penelitian kualitatif ; studi

Page 2: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

dalam situasi alamiah, analisis deduktif, kontak personal langsung, perspektif holistic,

perspektif dinamis, orientasi pada kasus unik, netralis empatik, fleksibilitas desain,

periset sebagia instrument kunci.

C. Dalam penelitian kulaitatif, tidak ada istilah sampel, namun sementara sampel tetap

digunakan sebagai penunjuk adanya subjek sebagaimana dalam penelitian kuanatitatif.

Pengambilan sampel dalam studi kualitatif lebih ditekankan pada kualitas dan bukan pada

kuantitas. Secar umum, prosedur pengambilan sampel, (1) tidak diarahkan pada jumlah

ayng besar; (2) tidak ditentukan secara kaku dari awal. Dalam studi kualitatif digunakan

pengambilan sampel model purposive (sesuai tujuan).

D. Obseravasi dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, dalah pemilihan setting.

Dalam studi kulaitataif digunakan observasi melibat. Persoalan dalam observasi adalah

adanya validitas temuan, untuk mengurangi hal ini dapat dialkuakn dengan cara

memperpanjang tempo pengamatan. Untuk menghindarai adanya bias interpretasi periset,

laporan harus ditulis dalam gaya deskriptif dan bukan interpretative.

E. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan tak terstruktur. Dari sisi

struktur wawancara dapat dibedakan menjadi (1)wawancara alamiah-informal;

(2)wawancara dengan pedoman umum;(3)wawancaea dengan pedoman terstandar

terbuka; (4) wawancara tidak langsung. Bias dan hambatan yang ditemui umumnya

berasala dari keterbatasan etnik, ketidaksamaan budaya, perbedaan agama, perbedaan

kelas ssoia, dan perebedaan usia. Oleh karena itu, hal terpenting yang harus dimiliki

periset kulalitatif adalakah ketrampilan, fleksibel, objektif dan bersedia menjadi

pendengar baik.

F. Pada penelitian kulaitatif, biasanya digunakan dengan mengambil jalan tengah, yakni

instrument tambahan sepanjang hal tersebut tidak mempengaruhi sisi alamiah dari

aktivitas penggalian data.

Page 3: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

G. Terdapat 4 konsepsi validitas dalam penelitian kualitatif, yakni validitas kumulatif,

validitas komunikatif, validitas argumentative, dan validitas ekologis.

H. Proses analaisis data kulaitatif berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses

analisisi mengalir dari tahap awal hingga tahap penarika kesimpulan hasil studi.

Komponen analisis data secara interaktif asaling berhubungan selama dan sesudah

pengumpuklan data. Hal tersebut membuat penelitian kualitattif disebut pula model

interaktif.

I. Yang harus dimiliki periset dalam penulisa data adalah, kesediaan untuk berubah ketika

kenyataan di lapangan mengahdirkan fenomena yang sama sekali berbeda atau jauh dari

asumsi awal.

J. Pendekatan kualitatif sebagi kritik atas positivism di tanah air cukup menggembirakan.

Karena sudah semestinya kritik dan otokritik menjadi bagian tradisi bagi periset.

Keterbukaan menerima cara-cara berpikir alternative semestinya diperlakukan sebagai

cara untuk menambah warna yang alamiah dari bangunan peradaban manusia.

Page 4: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

A. Pendahuluan

Imanuel Kant menyebutkan dua jenis realitas, yaitu dunia fenomena dan dunia noumena.

Kedua jenis realitas itu terpisah setelah ada batas yang harus disadarai oleh pikiran

manusia, bahwa ilmu pengetahuan adalah perspektif yang membuat periset menjadi peka

terhadap bagian dunia yang alami, yang fenomenal. Kesulitan untuk meneliti manusia

dalah karena sifatnya yang serba misterius. Di sisi lainnya, manusia juga merupakan

noumena, karena memiliki jiwa, setidaknya sebagian diri manusia memiliki kemauan

bebas. Sehubungan dengan dua sisi manusia yang berbeda, terdapat dua perspektif atau

pendekatan. Yang pertama, pendekatan objective, dan pendekatan subjective. Selama

revolusi metodologi terjadi pergeseran yang berarti sehingga bats-batas disiplin keilmuan

menjdi kabur. Revolusi kualitatif dalam bidang pendidikan, telah ada upaya Mengenal

metode penelitian kualitatif, menilai kemajuan yang telah ditempuh.

B. Bidang Kajian, Metode, Dan Periset Dalam Penelitian Kualitatif

Jaringan disiplin penelitian kualitatof dsalinh bersinggungan satu sama lain, akan tetapi

masing-masing belum membaca satu sama lain. Dengan demikian, konstruksi penelitian

menjadi sangat dianjurkan guna melihat teori amna yang menjadi rujukan dalam

pembentukan penelitian dan paradigma mana yang dipakai. Beberapa masalah dapat

muncul dalam membahas koordinasi kegiatan penelitian kualitatif, dan hal ini memicu

munculnya bias-bias dalam konstruksi penelitian social. Penelitian kualitatif merupakan

suatu metode yang melibatkan terhadap setiap permasalahan yang dikaji. Penelitian

kualitatif bekerja di dalam setting yang alamiah, dan berupaya memahami fenomena yang

dilihat dari makna yang diberikan orang-orang. Dengan demikian, penelitian kualitatif

mengembangkan beberapa metode yang saling terkait yang diharapkan dapat

mengembangkan pemahaman permasalahan yang sedang dihadapi.

Page 5: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

C. Penelitian Kualitatif: Multi Metodologi

Sebagai model penelitian yang banyak digunakan dalam disiplin dan tidak menjadi milik

satu disiplin etrtentu, penelitian kualitatif tidak memiliki teori atau paradigm sendiri. Dan

juga tidak memiliki seperangkata metode tertentu yang sepenuhnya menjadi miliknya

yang khas. Sejarah yang berlangsung di sekitar metode atau strategi penelitian

menunjukan bahwa betapa jamak penggunaan metodologi ini. Penggunaan dan arti

metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda menymenyulitkan diperolehnya

kesepekatan diantara para periset mengenai definisi yang mendasar atasnya. Penelitian

kualitatif juga menyimpan ketegangan, dimana penelitian kualitatif yang awalnya

merupakan perangkat praktik, kemudian mengalami ketegangan dan kontradiksi dalam

sejarah multidisiplinnya sendiri, termasuk dalam hal metode, bentuk temuan dan

penafsirannya.

D. Penelitian Kualitatif Versus Penelitian Kuantitatif

Ada lima unsur signifikan yang membedakan penelitian kualitatif dan penelitian

kuantitatif.

1. Pemanfaatan Positivisme

Penelitian kualitatif tidak lain dipandang sebagi penelitian dengan metode dan

prosedur yang begitu ketat.

2. Peneriamaan Keasadaran Post-modernisme

Penggunan metode dan asumsi-asumsi kuantitatif-positivistik ditoalk oleh generasi

periset kaulitatif yang dianggap mewakili aliran post-struktural dan post-modern.

3. Pengungkapan Pandangan Individual

Periset kualitatif menempuhnya melalui serangkaian observasi dan interview yang

dalam dan rinci. Sebaliknya, di mata periset kuantitatif materi temuan yang dihasilkan

oleh metode interpretative dan luwes sebagaimana dipraktikan periset kulaitatif,

dipandang tidak reliable, penuh bias kesan.

4. Menguji Keterbatasan Dalam Kehidupan Sehari-hari

Periset kualitatif lebih mungkin untuk mengatasi ketidakleluasaan dunia social, serta

melihat dunia melalui tindakan dan mendapatkan berbagai temuan. Sedangkan periset

Page 6: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

kuantitatif, cenderung membuat abstraksi tentang dunia dan jarang menelitinya secara

langsung.

5. Menjaga Uraian Yang Kaya

Kulaitatif meyakini bahwa uaraian yang kaya tentang dunia social adlah hal yang

sangat bernilai.rincian seperti itu, kurang dipedulikan dalam penelitian kuantitatif

yang memang setia terhaap asas etik dan nomoterik.

Kelima perbedaan diatas mencerminkan komitmen gaya penelitian yang berbeda,

epistemology yang berbeda, dan bentuk-bentuk representasi yang berbeda pula.

E. Sejarah Penelitian Kualitatif

Sepanjang sejarah penelitian kualitatif, para periset selalu memaknai kerja mereka atas

harapan dan nilai tertentu, keyakinan agama, dan ideology profesi. Dalam sejarah

penelitian kualitatif dipengaruhi oleh harapan-harapan politik dan ideology dari para

periset.

1. Periode Tradisional

Dimulai sejak tahun 1990-an hingga tahun 1927. Periode ini digambarkan sebagai

periode “Etnografer Kesepian” , karena para periset kualitatif merasakan pekerjaan

lapangan dengan sangat kesepian, frustasi dan terisolasi.

2. Periode Modernis atau Zaman Keemasan

Berlangsung setelah Perang Dunia II hingga era 1970-an. Selama periode ini, post-

positivisme berfungsi sebagai paradigm epistemologis ayng kuat. Para periset

kualitatif maencoba melihat dan memadukan argument-argumen tentang validitas

internal dan validitas eksternal.

3. Periode Genre yang Kabur

Menjelang akhir perode modernis dan awal babak ketiga (1970-1986) periset

kualitatif mulai dengan tegas menunjukan diri sebagai penganut dari aliran teori dan

Page 7: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

paradigm tertentu. Sehingga muncul keragaman metode dan strategi yang mereka

gunakan dalam penelitian.

4. Periode Krisis Representasi

Pertengahan 1980-an. Periode ini adalah gambaran dari akibat masa sebelumnya,

yang mengindikasikan banyaknya paradigm, metode dan strategi penelitian yang

dipilih oleh stiap orang untuk mengungkapp realitas social. Pada masa ini, hasil

penelitian lebih bersifat refleksif daripada penuturan cerita sesuai informasi

dilapangan, dengan interpretasi subjektif dari para periset. Akibatnya, periset menajdi

bagian yang tak terpisahkan dari hasil penelitinannya.

5. Periode Krisis Ganda

Krisis ganda terjadi karena representsi dan legitimai menghadang para periset

kualitatif dalam penelitian social. Pada periode ini yang terpenting adalah, bahwa

teori hanya dijelaskan dalam bentuk narasi sehingga dapat dimengerti semua orang.

Dari kelima periode tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing periode

masih bekerja hinga kini, penelitian kualitatif mendapatkan gangguan karena

sebelumnya tidak banyak paradigm yang harus dipilih, selain itu periset kualitatif

berada pada momen penemuan dan penemuan kembali seiring terjadinya perdebatan,

yang terakhir, kegotan penelitian kualitatif tidak bias lagi dilihat dari sudut pandang

yang netral, objektif, atau positivis.

F. Penelitian Kualitatif Sebagai Proses

Terdapat tiga kegiatan generic dan saling etrkait yang mendefinisikan proses penelitian

kualitatif. Yaitu, ontology, epistemology, dan metodologi. Periset kualitatif berasumsi

bahwa, seorang periset dengan kualifikasi tertentumampu melaporkan secara objektif,

jelas dan akurat perihal pengamatannya. Periset kualitatif melintasi disiplin guna mencari

metode yang emmungkinkan dilakukannya catatan pengamatan secara akurat. Akibatnya,

Page 8: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

periset kualitatif mengembangkan berbagai metode interpretif yang saling terkait, selalu

mencari cara yagn lebih baik dan lebih mampu memahami dunia pengalaman yang telah

dipelajari.

1. Fase Pertama : Periset

Kedalaman dan kompleksitas perspektif penelitian akan dimasuki oleh periset yang

emngalami situasi social. Dimana tradisi ini, akan menempatkan periset dalam sejarah

yang akan memandu maupun menghambat karya yang hendak dibuat dalam studi

tertentu. Saat ini, periset berusaha mengembangkan etika situasi dan lintas situasi

yang berlaku pada tindakan-tindakan penelitian tetentu.

2. Fase Kedua : Paradigma Interpretif

Semua periset kualitatif adalah filsuf yang dibimbing oleh prinsip-prinsip abstark.

Dimana kepercaan mempengaruhi pembentukan cara pandang periset kualitatif

terhadap dunia dan bertindaknya yang selaras dengan cara pandang tersebut. Empat

paradigm interpretif yang utama dalam penelitian kualitatif : positivism dan post-

positivisme, konstruktivisme-interpretif, teori kritis dan feminis-post-struktural.

3. Fase Ketiga : Strategi Penyelidikan

Fase ini dimulai tatkala periset, denagn desain penelitian yang memandang dan

melibatkan suatu focus yang jelas terhadap pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

informasi yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan, dan strategi yang paling

efektif untuk mendapatkan informasi. Strategi penelitian mengimplementasikan dan

meneguhkan paradigm, pada praktik-praktik metodologu tertentu.

4. Fase Keempat : Metode Pengumpulan dan Analisis Data Empiris

Periset memiliki beberapa metode pengumpulan bahan-bahan empiris, muali dari

wawancara, pengamatan langsung, analisis artefak dokumen, sampai denagn

pengalaman pribadi. Dalam menghadapi sejumlah besar bahan, periset juga berusaha

mencari bahan pengelolaan data. Bias juga menggunakan bantuan computer.

Page 9: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

5. Fase Kelima : pengembangan Interpretasi dan Paparan

Dalam interpretasi, kebenaran tidak bersifat tunggal. Interpretasi tergantung kepada

daya kreatif dan tujuan politis dari periset itu sendiri. Hasil akhir atau evaluasi suatu

program merupakan situs yang paling umum dalam penelitian kualitatif. Oleh karena

itu, seorang periset kualitatif melalui hasil penelitiannya akan dapat mengahsilkan

pengaruh yang sangat penting bagi kebijakan sosial.

Page 10: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

BAB III

PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN

A. Pendahuluan

Paradigma dapat di definisikan bermacam-macam, sebagian orang menyebut

paradigm sebagai citra fundamental dari pokok permasalahan di dalam suatu ilmu.

Namun secara umum pardigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau

keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-

hari.

B. Aspek Pengembangan Paradigma Ilmu

Dimensi Ontologi : Periset berhaluan pendekatan kuantitatif akan memandang hal

yang diteliti atau kenyataan sebagai objek, sesuatu yang berada diluar sana (out

there), yang bebas dari penelitiannya. Periset kualitatif, satu-satunya kenyataan adalah

yang dikonstruksikan oleh individu yang terlibat di dalam situasi penelitian.

Dimensi Epistemologi : Dalam penelitian kuantitatif, periset harus mempertahankan

jarak dan bebas (independent) dari objek yang diteliti. Dalam pendekatan kualitatif,

yang di dalamnya periset justru berinteraksi dengan objek yang diteliti.

Dimensi Aksiologi : Dalam penelitian pendekatan kuantitatif, nilai-nilai yang dianut

periset tidak boleh mempengaruhi penelitiannya. Periset kuantitatif diajarkan untuk

menghindari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan nilai-nilai dalam laporan.

Kondisi penelitian dengan pendekatan kualitatif sama sekali berbeda. Penggunaan

bahasa, misalnya, cenderung bersifat personal dan menggunakan bahasa orang

pertama, lebih mendekatkan periset kepada objek yang menjadi kajian penelitiannya.

Dimensi Retoris : Pada penelitian kuantitatif nampak pada penelitian yang

menggunakan pendekatan data quantum. Bahasa yang digunakan, sebagaimana yang

dilakukan Creswll (1994), bersifat formal, tidak personal. Dengan pendekatan

Page 11: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

kualitatif seperti penelitian De Burca (1996), kata-kata yang digunakan adalah

pemahaman, menemukan dan makna.

Dimensi Metodologi : Berangkat dari perbedaan-perbedaan mengenai cara pandang

terhadap kenyataan, mengenai hubungan antara periset dan yang diteiliti, mengenai

peran nilai, dan mengenai penggunaan bahasa, melahirkan metodologi atau

keseluruhan proses penelitian yang berbeda pula (Creswell, 1994).

C. Jenis Paradigma Ilmu Pengetahuan

Terdapat empat teori paradigm dalam ilmu pengetahuan :

1. Positivisme

Keyakinan dasar aliran inia berakar pada paham ontology realism yang

menatakan bahwa realitas berada dalam keyakinan dan berjalan sesuai dengan

hokum alam. Positivism muncul pada abad ke-19.

2. Post-positivisme

Semangat munculnya paradigma ini adalah keinginan untuk memperbaiki

kelemahan positivism yang memang hanya mengandalakn kemampuan

pengamatan langsung atas objek yang diteliti. Hal ini karena mustahil, bagi

manusia untuk melihat realitas secara benar.

3. Teori Kritis

Aliran ini merupakan suatu wacana realitas dengan muatan orientasi ideology

tertentu yakni neo-Marxisme, materialism, dan paham-paham yang setara. Paham

ini sama dengan pandangan post-positivisme, dimana dalam menilai objek tidaka

dapat dilihat secara benar oleh penglihatan manusia.

4. Konstruktivisme

Paradigma ini merupakan antithesis terhadap paham yang menempatkan

pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan relaitas atas ilmu

pengetahuan. Paham ini mengungkap realitas dunia. Paradigma ini, menyatakan

bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasrkan

pada pengalaman social, bersifat local dan spesifik serta tergantung pada pihak

yang melakukannya.

Page 12: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

D. Aspek-Aspek Keilmuan

Indicator bagi perubahan dan pengembangan ilmu :

Ontologi : Positivisme memandang bahwa kenyataan yang dapat mengerti itu ada dan

dikendalikan oleh hokum dan mekanisme alam yang kekal. Post-positivisme

memandang bahwa kenyataan itu ada dan dan disebut kenyataan kritis. Sedangkan

konstruktivisme memandang kenyataan sebagai sesuatu yang relative, dimana

kenyataan ada dalam bentuk konstruksi mental manusia.

Epistemology : Positivisme bersifat dualistic dan objektif. Dalam Post-positivisme

kemudian memodifikasi sifat dualistic dan objektif dualism ditinggalkan karena

dianggap tidak mungkin, dan objektivitas tetap dipertahankan.

Metodologi : pada positivism, acuan kerja yagn paling utama digunakan adalah

eksperimen dan manipulasi. Dalam post-positivisme memodifikasi eksperimen dan

manipulasi.

Aksiologi : dalam positibisme dan post-positivisme menyebutkan bahwa nilai, etika

dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. Periset harus membebaskan

dirinya dari objek yang dikaji, karena sikap ilmiah menghendaki adanya jarak yang

menetralisisr kedudukan periset.

Tujuan Penelitian : positivism dan post-positivisme mempunyai tujuan eksplanasi

sehingga dapat meramalkan dan mengendalikan gejala, baik gejala fisik atau perilaku

manusia.

Implikasi bagi Periset Pemula : dalam positivism, periset pemula yang dilatih

melakukan hal-hal yang bersifat teknis seperti pengukuran, desain dan metode

kuantitatif. Post-positivisme periset pemula melakukan hal teknis sama dengan

positivism tetapi ditambah dengan metode kualitatif.

Konflik atau Pergantian Paradigma : positivism dan post-positivisme mengharapkan

bahwa semestinya didalam semua pendukung paradigma ada struktur rasional

bersama. Critical Theory dan Constructivism dengan tegas menyatakan bahwa tidak

ada sifat kesepadanan antar paradigma, sehingga periset harus memilih salah satu

diantara paradigma yang ada.

Page 13: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

Pengaruh Paradigma yang Dominan : dari sisi pengembangan keilmuan, hingga saat

ini belum ada paradigma yang dominan, karena masing-masing memilki kekuatan

dan kelemahan. Karenanya sikap kritis perlu menjadi acuan kerja bagi periset ilmu-

ilmu sosial.

E. Pengembangan Paradigma Dalam Sosiologi

Roy Bhaskar (1989) mengelompokan tiga jenis paradigma yang dominan meliputi

paradigma positivisme, conventionalism, dan realism

1. Dikotomi muncul akaibat adanya asumsi bahwa “individu dapat membentuk atau

mengubah masyarakat”.

2. Dikotomi juga muncul akibat asumsi umum bahwa individu merupakakn produk

masyarakat.

3. Dikotomi kedua pendapat tersebut disintesiskan oleh Peter L. Berger dalam model

yang memilki perspektif yang berkaitan dengan hubungan antaranggota

masyarakat.

4. Transformasi kedua model itu menghasilkan gambaran yang menyambung.

F. Berbagai Pandangan Tentang Paradigma Ilmu Pengetahuan

1. Positivisme (Denis C.Phillips)

Menyatakan bahwa objek ilmu pengetahuan harus memenuhi beberapa syarat,

yakni dapat diamati; dapat diulang ; dan dapt diramalkan.

a. Kecenderungan Pergeseran Paradigma

Observasi dan Netralis : kaum positivis observasi dimaknai sebagai piranti

yang bersifat netral dalam memberikan kesaksian terhadap objek kajian

ilmiah. Konsep netralis dan observasi inilah yang dipersoalkan dan tidak

diterima, karena karena tidak ada observasi yang betul-betul netral , sebab

observasi senantiasa dipengaruhi oleh perseps masing-masing orang.

Page 14: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

Teori Ilmiah dan Pembuktian : Teori dapat dikalahkan oleh bulti-bukti baru

karena pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda, atau teori tersebut

harus menyarah karena perubahan waktu.

Perubahan Keilmuan : Dunia keilmuan senantiasa mengalami perubahan yang

dianamis. Ini menunjukan ilmu bersifat dinamik, berunah dan dating silih

berganti, seiring ditemukannya bukti baru yang menafikan atau

mendukungnya.

b. Diskusi Kritis

Dalam diskusi kritis untuk mengetahui post-positivisme lebih jauh harus

menjawab 4 pertanyyan dasar.

2. Teori Kritis (Thomas S. Popkewitz)

Dikembangkan dari konsepsi kritis trhadap berbagai pemikiran dan pandangan

yang sebelumnya. Konsep teori kritis berkaitan dengan kondisi pengaturan sosial,

distribusi sumber daya yang tidak merata, dan kekuasaan.

a. Tema Pokok Teori Kritis

1. Prosedur, metode, dan metodologi keilmuan.

2. Perumusab kembali standard an aturan keilmuan sebagai logika dalam

konteks historis.

3. Dikotomi antara objektif dan subjektif

4. Keberpihakan ilmu dalam interaksi sosial

5. Pengembangan ilmu merupakan produksi nilai-nilai.

6. Ilmu pengetahuan (khususnya ilmu sosial) merupakan studi tentang masa

lalu.

3. Konstruktivisme (Yvonna S. Loncoln)

Konstruktivisme mengembangkan sejumlah indicator dalam melaksanakan

penelitian dan pengembangan ilmu. (1) lebih mengedepankan penggunaan metode

kualitatif; (2) mencari relevansi dari indiaktor kualitas untuk lebih memahami

data di lapangan; (3) teori yang dikembangkan harus membumi; (4) kegiatan

Page 15: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

harus bersifat ilmiah; (5) unit analisis yang digunakan berupa pola dan kategori

jawaban; (6) harus ersifat partisipatif.

a. Komponen Keilmuan

Pada sisi ontology, paradigma ini menyatakan bahwa relaitas bersifat sosial

dan karenanya akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemauk di

dalam masyarakat. Pada sisi epistemology, hubungan periset dan objek yang

diteliti bersifat interaktif, sehingga fenomena dan pola keilmuan dapat

dirumuskan dengan memperhatikan gejala keduanya. Pada sisi metodologi,

menyatakan bahwa penelitian harus dilakukan di luar laboratorium.

b. Implikasi Paradigma

Pertama, fenomena interpretif yang dikembangkan bias menjadi alternatif

untuk menjelaskan fenomena relaitas yang ada. Kedua, munculnya paradigma

baru dalam melihat realitas sosial akan menambah khasanah paham dan

aliran. Ketiga, konstruktivisme memberi warna dan corak yang berbeda dalam

berbagai disiplin ilmu.

4. Alternative Paradigma dalam Praktik ( Elliot W. Esner)

Paradigma alternative yang dimaksudkan adalah pandangan dan pengetahuan

yang menolak pemikiran bahwa hanya ada satu epistemology atau pendekatan

keilmuan yang dapat mengungkap realitas sebagai suatu kebenaran.

a. Implikasi Konseptual

Pertama, paradigma alternative dapat membuka pandangan yang lebih luas

dalam mengetahui eksistensi ilmu pengetahuan. Kedua, paradigma laternatif

dapat menghindarkan pandangan bahwa satu paradigma adalah mencukupi

dan tepat untuk semua masalah. Ketiga, munculnya pluralism pandangan

dalam dunia keilmuan dapat mengurangi kecenderungan dogmatic dalam

memahami dan mencari tahu realitas yang ada. Keempat, pluralism

pandangan tentang keilmuan dapat memperluas cakrawala pemikiran bahwa

pemikiran itu sendiri merupakan suatu pencapaian atau prestasi kultural.

Page 16: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

Kelima, pluralism pandangan dapat menyadarkan kita perihal intelegensi yang

majemuk.

b. Implikasi Praktis

Pertama, muatan kurikulum dan cara pengajaran menjadi bervariasi anata satu

sama lain. Kedua, cara pelaksanaan riset dan evaluasi di bidang pendidikan

juga akan berubah.

c. Implikasi Kebijaksanaan

Imlikasi dalam bidang pendidikan; (a) cara kurikulum disusun; (b) cara

rekrutmen. Sedang imlikasi dalam bidang lainnya hamper sama dengan dunia

pendidikan, yang jelas pluralitas paradigma akan menciptakan kemajemukan

kebijaksanaan.

Page 17: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

BAB IV

KEDUDUKAN PARADIGMA DALAM KEGIATAN PENELITIAN

A. Pendahuluan

Dengan mendudukan diri pada pandangan paradigmatis, penelitian sosial akan

memperoleh ketajaman dan kejelasan yang konkret. Cara pandang yang dipilih

berimplikasi kuat pada corak pengembangan dalam penelitian yang dilakukan

seperti jenis persoalan empirik yang harus dihadapi dan rekonstruksi pandangan

periset yang harus di pilih, yang harus dipilih periset dalam masalah penelitian.

B. Paradigma dalam Kegiatan Penelitian

Paradigma adalah basis kepercayaan utama atau metafisika dari sistem berfikir,

basis dari sistem ontologi, epistemologi, dan metodologi dalam pandangan

filsafat, paradigma memuat pandangan-pandangan awal yang memebedakan,

memperjelas, dan mempertajam orientasi berfikir seseorang.

Tiga konsepsi paradikma yakni positifisme/ post-positifisme, konstruktivisme/

interpretif dan paradikam kritis untuk membahas tiga konsep tersebut dapat dilihat

dari limabelas isuseputar anggapan yang berlaku yang berlaku pada masing-

masing paradika tersebut. Pemaparan isu-isu tersebut dikembangkan dari

pemikiran guba dan lincoln ( dalam denzin& linclon, 1994) dan Neuman (1997)

1. Tujuan penelitian

2. Teori

3. Hakikat pengetahuan

4. Kedudukan akal sehat

5. Akumulasi pengetahuan

6. Lingkup eksplanasi

7. True explanasion

8. Bukti yang baik

9. Kriteria kualitas

10. Nilai

Page 18: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

11. Etika

12. Pandangan terhadap kedudukan pariset

13. Traning

14. Akomodasi

15. Hegemoni

Paradikma positivisme dan post-positivisme yang termasuk kedalam bagian

kelompok clasical paradigem. Memang sangat berbeda dengan kedua paradigma yang

lahir kemudian yaitu konstruktivisme / interpretif dan teori kritis. positivisme dan

post-positivismebersumber pada alaur berfikir dalam ilmu penegetahuan alam yang

cenderung melegitimasi hukum, menepatkan logika, melakukan simplifikasi dan

aturan guna memberikan penjelasan yang masuk akal (rasional).

C. Kriteria Penilaian Kualitas Penelitian

Kriteria penilaian kualitas penelitian menurut tiga paradigma penelitian.

Positivisme dan post positivisme menyatakan bahwa kriteria kebenaran kualitas

penelitian bergantung pada aspek validitas (internal maupun eksternal)

Reliabilitas dan aspek objektivitas. Validitas internal mengacu pada ketepatan

instrumen penelitian yang digunakan dan sejauh mana hal tersebut memiliki

kaitan langsung dan temuan langsung di lapangan (ishomorphism of finding)

dengan asumsi ini kedua pandanga tersebut meyakini bahwa kegiatan penelitian

sejenis yang dilakukan di lain tempat akan memeberikan hasil yang sama pula

( dapat digeneralisasikan)

Konstruktivisme menyebutkan tiga kepercayaaan dan keasliansebagai kriteria

kreteria kebenaran. Kedua aspek tersebut mengacu pada berbagai konsep yang

mengandung lima unsur berikut :

1. Kredibilitas

2. Trasferbilitas

3. Konfirmabilitas

4. Keaslian ontologis

5. Educative-authentic

Page 19: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

Teori kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran adalah melekat pada ‘hisorical

situatedness of the inquiry keterpautan antara tindakan penelitian dengan tindakan

penelitian dengan situasi hisoris yang melingkupi.

D. Reliabilitas dan Validitas

1. Reliabilitas

Sebagaimana dibahas sebelumnya, penelitian kualitatif memiliki kriteria yang

reliabilitas ( keterandalan) dan validitas (kesahihan) reliabilitas mempersoalkan

perihal konsistensi pengukuran. Sedangkan validitas mempersoalkan ketepatan

instumen dalam kaitanya dengan temuan di lapangan jadi dalam penelitian

kualitatif pengertian reliabiltas lebih menunjuk kepada keterandalan. Yaitu tingkat

kepercayaan dan konsistensi indikator penelitian. Ini berbeda dengan cakupan

reliabilitas dala penelitian kualitatif. Dimana kepercayaan yang diberikan

mencakup beberapa unsur, yaitu kepercayaan dari lamunan, kepercayaan

meneurut sejarah, kepercayaan menurut kesesuaian. Menurut Jerome kirk &

miller. Maslah reliabilitas penelitian kualitatif adalah menyangkut temuan yang

hidup setiap hari. Maslah kepercayaan sangat tergantung terhadap esensi eksplisit

dari setiap prosedur kegiatan penelitian sehingga berguana untuk membedakan

beberapa macam realibiltas.

2. Validitas

Dalam penelitaian kulatatif diakui oleh berbagai kalangan bahwa peralatan yang

dipakai mengandung tingkat ketepatan yang sangat terbatas. Untuk memahami

maslah validitas penelitian kualitataif kiranya mensyaratkan penguasaan

pengetahuan mendasar tentang penggunaan atau penerapan teori penelitian

(mencakup cara berfikir paradigmatik) yang menjadi acuan utama dalam

membuat instrumen penelitaian. Luther menyebutkan ada 5 macama validitas

a. reflectif validty

b. ironic validty

c. Neo-pragmatic validty

d. Rhizomatic validity

Page 20: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

e. Situated validity

Jadi kebenaran konsep reliabilitas dan validitas laksana dua sisi darai satu mata

uanag, keduanya tidak terpisahkan sat sama lain reliabilitas berhubungan dengan

tingkat kehandalan data dan validitas berhubungan dengan tingkat kesahihan data.

Dalam konteks ini hal terpenting dari setiap penelitian kualitatif adalah checking

the realibility yaitu bagaimana kekuatan data dapat menggambarkan keaslian dan

kesederhanaan nyata dari setiap inforasi.

Page 21: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

BAB V

METODE-METODE DALAM PENELITIAN KUALITATIF

A. Pendahuluan

Pada pembahasan di bab ini akan dibahas sepulum metode kualitatif yang

dihimpun dari berbagai pihak yang telah mempraktikan atau setidaknya menimba

pengetahuan tentangnya masing-masing metode tersebut adalah

1. Studi Kasus- bedhowi

2. Etnografi- james spradly dan alur penelitian maju bertahap

3. Fenomenologi

4. Graunded theory

5. Etnometodologi

6. Dari metode pengamatan melihat menuju penelitian tidakan partisipatif

7. Historical Social Science

8. Metode Biografi

9. Clinical Research

10. Metode Intaksionisme Simbolik

Di antara sepuluh metode tersebut ada dua metode kualitataif yang terus menjadi

perbincangan kalangan ilmuan khususnya para sosiolog di dalam jurnal

internasional keduanya adalah 7. Historical social science (agus Salim) dan 9.

Clinical research (Sawa Suryana)

Historical social science dapat terungkap dari pembedaaan antara sosiologis

historis yaitu sosiologi yang berkaitan dengan sejarah dan historis sosiologis yaitu

sosiologi yang berkaitan dengan ilmu kemasyarakatanyang cenderung

mengambarkan gambaran-gambaran khas dari setiap kepentingan yanga ada

Page 22: Bab i Pengantar Berpikir Kualitatif

Masa depan penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif berkembang cukup pesat di mualai dari disiplin antropologi di eropa

kemudian berkembang ke amerika dan menyebar ke negara-negara berkembang.mkana dari

penelitian kkualitatif itu sendiri menurut lincoln dapa disimpulkan sebagai berikut penelitian

kualitatif itu mencakup dua ketegangan sekaligus di dalam waktu yang bersamaan. Di satu sisi,

menggambarkan secara luas aliran interpretiv postmoderen, feminis dan kritis yang amat peka

dan di sisi lainya menggambarkan bagian yang lebih bnayak dari aliran positivisme. Post

positivisme dan konsepsi naturalistik dari pengalaman manusiamenurut bruner ( dalam denzin

dan linclon 1994 ;576) kekuatan dari penelitian kualitatif bukan terletak dari objektivitas

metodenya melainkan tiga hal berikut

1. Parsietyang memeiliki kewenangan tersendiri untuk bebas mengadakan pengamatan dan

terbatas dari tekanan teks dan literatur yang ada

2. Parsiet kualitatif yang menyadari keterkaitan historis dan situasi lokal yang akan

mendekatkan pariset dengan kondidi kemanusiaan yanga ada

3. Pariset yang bersifat terbuka dalam menagartikan pluralisme budaya dan selalu terbuka

terhadap setiap kebijakan yang berlaku