Top Banner

of 22

Angkatan Perang Ratu Adil

Jul 14, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Oleh: Kelompok 6

Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat.

y November 1949: dinas rahasia militer Belanda menerima

laporan bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. y 8 Desember 1949: Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan.

y 5 Desember 1949: sekitar pukul 20.00 Westerling

menelepon Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda, pengganti Letnan Jenderal Spoor. Westerling menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden, apabila setelah penyerahan kedaulatan Westerling berencana melakukan kudeta terhadap Sukarno dan kliknya. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai kabar, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah mendengar mengenai kelompoknya Westerling. y 27 Desember 1949: Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran "penyerahan kedaulatan", memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tapi van Vreeden tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling.

y 5 Januari 1950: Westerling mengirim surat kepada

pemerintah RIS yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negaranegara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalam waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.

Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran Jerman), Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama dengan Westerling.

y 10 Januari 1950: Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld,

bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling.

Sebelum itu, ketika A.H.J. Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Saat itu Westerling mengunjungi Sultan Hamid II di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut. Namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Setelah itu tak jelas pertemuan berikutnya antara Westerling dengan Hamid. Dalam otobiografinya, Mmoires, yang terbit tahun 1952, Westerling menulis, bahwa telah dibentuk Kabinet Bayangan di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, oleh karena itu dia harus merahasiakannya.

y Pertengahan Januari 1950: Menteri UNI dan Urusan

Provinsi Seberang Lautan, Mr. J.H. van Maarseven berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling. y 20 Januari 1950: Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada menyampaikan kepada Menteri Gtzen, agar pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950. y 21 Januari 1950: Hirschfeld menyampaikan kepada Gtzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.

y 22 Januari: pukul 21.00 dia telah menerima laporan bahwa

sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar.

Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi "Erik" yang berada di Kampemenstraat malam itu juga akan melakukan desersi dan bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta, namun dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles segera membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letnan Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta. Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan komandan RST Letkol Borghouts, yang sangat terpukul akibat desersi anggota pasukannya. Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan Letkol. Sadikin. Ketika dilakukan apel pasukan RST di Batujajar pada siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir. Dari kamp di Purabaya dilaporkan, bahwa 190 tentara telah desersi, dan dari SOP di Cimahi dilaporkan, bahwa 12 tentara asal Ambon telah desersi.

Namun upaya mengevakuasi Regiment Speciale Troepen (RST), gabungan baret merah dan baret hijau telah terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai Westerling melancarkan kudetanya.

y 23 Januari 1950: pasukan Westerling bergerak dari jurusan

Cimahi dengan menggunakan truk, jeep, motor, ada pula yang berjalan kaki. Mereka smua berseragam dan bersenjata lengkap, jumlahnya kurang lebih 500 orang. Di sepanjang jalan Cimahi-Bandung, diadakan stelling di gang-gang, dimana-mana dilakukan teror melalui tembakan ke langit dan rumah-rumah penduduk. Pos-pos polisi di spanjang jalan raya seperti Cimindi, Cibereum dan beberapa lainnya dilucuti. Perlu diingat bahwa kondisi Jawa barat saat itu masih belum kondusif karena tengah dilanda masalah negara Pasundan. Sesampainya di kota, mereka menimbulkan kepanikan di kalangan rakyat. Tokotoko ditutup, jalan-jalan pun menjadi sepi, tidak ada orang yang berani keluar rumah. Tak hanya di jalan Lembong mereka membantai TNI tapi di hampir setiap sudut jalan ketika mendapati orang yang berseragam loreng TNI pasti mereka bunuh.

y Di perempatan Banceuy, seorang perwira TNI yang

y

y

y

y

mengendarai Jeep dan tidak bersenjata disuruh turun, kemudian ditembak mati. Mayatnya ditinggalkan dan mereka jalan terus. Saat itu TNI tidak berani melawan karena mereka kira pasukan Westerling sebagai pasukan KNIL yang legal melalui seragamnya. Di jalan Braga, tepatnya di depan apotik Rathkamp, sebuah auto sedan diberhentikan. Tiga orang penumpangnya disuruh turun, seorang diantaranya merupakan letnan TNI. Tanda pangkatnya diambil, orangnya disuruh berdiri ditepi jalan sebelum ditembak mati. Di depan hotel Preanger, sebuah truk berisi 3 orang TNI diberondong tembakan. Truk terpelanting menabrak tiang listrik sehingga tumbang. Di jalan Merdeka terjadi tembak-menembak selama kurang lebih 15 menit. 10 orang mayat TNI bergelimpangan di Jalan. Mayor Sutikno dan Mayor Sacharin ditembak tepat di depan Hotel Savoy Homann.

y Di perempatan Suniaraja-Braga, 7 orang TNI tidak bersenjata

yang mengendarai pickup ditembaki dari depan dan belakang. y Pertempuran agak hebat terjadi di kantor stafkwartier Divisi Siliwangi Jalan Lembang. Satu rgu stafdekking TNI terdiri dari 15 orang dipimpin Overste Sutoko dengan tiba2 dikerubungi oleh ratusan APRA. Pertempuran berlangsung kurang lebih setengah jam. Pertempuran dilakukan hingga peluru terakhir. Everste Sutoko, Abimanyu, dan seorang opsir lainnya dapat menyelamatkan diri, lainnya tewas. APRA kemudian berhasil menduduki stafkwartier dan membongkar brandkast yang isinya Rp. 150.000, jumlah yang cukup besar untuk saat itu. Selain itu, mayat-mayat dari TNI dan sipil pun bergelimpangan antara jalan Braga hingga jalan Jawa. Di antara orang-orang sipil yang tewas, kabarnya menjadi korban karena mereka berani menjawab Jogja , ketika ditanyakan Pilih Pasundan atau Jogja? oleh pasukan APRA. y Letkol Adolf Lembong yang pagi itu akan menghadap Komandan Divisi Siliwangi Kolonel Sadikin di Gedung Stafkwartir yang terletak di jalan Oudhospitalweg yang kini Jalan Lembong Nomor 38, juga ditembak.

Peristiwa itu mengakibatkan 79 anggota Divisi Siliwangi gugur. Dalam penyelidikan kepolisian pada awal 1955 menemukan setidaknya terdapat 15 prajurit lain, bahkan salah seorang di antaranya berpangkat kapten. Mereka dibawa lari ke hutan di kaki Gunung Tangkubanparahu di sebelah barat Lembang oleh sebagian pasukan APRA yang dipimpin Eddy Hoffman. Dimana dua orang digantung diatas pohon, sedangkan lainnya ditusuk2 dengan bayonet hingga mati, lalu mayatnya ditinggalkan yang kemudian dimakan binatangbinatang liar.

Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan menduduki gedunggedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan. Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta.

y 25 Januari 1950: Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling

merencanakan untuk mengulang tindakannya, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu. Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari Belanda).