Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah tangga merupakan kelompok terkecil dalam suatu masyarakat. Rumah tangga terbentuk melalui ikatan perkawinan yang sah. Di dalam rumah tanggalah yang menyatakan perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga dan karakterserta watak seorang anak melalui didikan orang tuanya. Dalam suatu rumah tangga diharapkan suami, istri dan ana-anak mendapat ketenangan dan kebahagiaan, prinsip ini juga dianut dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
82

Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Dec 17, 2014

Download

Documents

Agus Wantara
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah tangga merupakan kelompok terkecil dalam suatu masyarakat. Rumah

tangga terbentuk melalui ikatan perkawinan yang sah. Di dalam rumah tanggalah

yang menyatakan perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga dan karakterserta watak seorang anak melalui didikan orang tuanya.

Dalam suatu rumah tangga diharapkan suami, istri dan ana-anak mendapat

ketenangan dan kebahagiaan, prinsip ini juga dianut dalam Undang-Undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan ikatan lahir dan batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa1.

Pada saat ini suatu perkawinan biasanya terjadi atas kemauan kedua belah pihak,

dan pada umumnya antara calon suami dan isteri telah lebih dahulu mengenal sifat

dan karakter pasangannya masing-masing. Namun tak jarang setelah perkawinan

berlangsung, barulah nampak sifat-sifat asli dari pasangannya. Suami yang

1 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Page 2: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

dulunya baik dan penyabar, sekarang menjadi pemarah dan ringan tangan.

Kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan isteri menadi alasan bagi suami untuk

melampiaskan kemarahannya. Jika hal demikian yang terjadi didaam sebuah

perkawinan maka, tujuan dari perkawinan yang ingin membentuk rumah tangga

yang bahagia tentu saja tidak mungkin tercapai.

Rumah tangga yang semula diharakan menjadi tempat berlindung berubah

menjadi neraka yang menakutkan dan biasanya pihak perempuanlah yang selalu

menjadi korbannya. Kekerasan yang t erjadi dalam lingkungan rumah tangga

sangat sering terjadi, namun ironisnya perempuan yang menjadi korbannya

biasanya hanya pasrah menerima keadaannya. Pada umumnya perempuan

beranggapan kekerasan yang dilakukan suami terhadap dirinya merupakan hal

yang lumrah dan biasa. Begitu pula dengan suami menganggap kekerasan yang

dilakukan di lingkungan rumah tangganya merupakan kejadian biasa yang lepas

dari jangkauan hukum. Mereka tidak menyadari bahwa kekerasan yang terjadi di

dalam lingkungan rumah tangga tersebut merupakan suatu tindak pidana yang

diancam dengan sangsi pidana pula.

Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU Nomor

23 Tahun 2004) yang disahkan pada tanggal 22 September 2004 merupakan

peraturan yang bertujuan menghapus kekerasan dalam bentuk apapun di dalam

rumah tangga, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun

penelantaran rumah tangga2. Hal ini dilihat dalam Pasal 1 UU tersebut yang

memberikan pengertian yang luas tentang kekerasan dalam rumah tangga menurut

2 UU No. 23 Tahun 2004

2

Page 3: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

undang-undang ini adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum dalam lingkungan rumah tangga.

Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 Ayat (1) kekerasan dalam rumah tangga adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, pisikologis,

dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum

dalam lingkup rumahtangga. Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut

maka pengertian kekerasan dalam rumah tangga meliputi kekerasan fisik,

kekerasan osikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan

fisik merupakan perbuata yang menimbulkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka

berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan

ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, rasa

tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Penyelesaian kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama ini

hanya mengacu pada padal-pasal dalam KUHP, padahal pasal-pasal tersebut

kurang dapat mengadopsi dan memberikan keadilan pada korban. Oleh karenanya

bila diimplementasikan dengan konsisten, keberadaan RUU Penghapusan

3

Page 4: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) akan membantu upaya perlindungan

perempuan terutama isteri, dari aneka bentuk kekerasan.

Semakin meningkatnya tingkat kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia

sehingga banyak menimbulkan kegelisahan serta keresahan di kalangan

masyarakat yang menyebabkan adanya reaksi yang serius dari berbagai pihak

teutama aparat Kepolisian sebagai penegak hukum dan organisasi peduli

perempuan sebab rumah tangga adalah pondasi sebuah negara, karena dari

keluargalah akan tercipta kader-kader bangsa dan generasi penerus bangsa yang

akan datang. Manakala keluarga itu rusak maka berbahaya terhadap eksistensi

negara, maka dengan demikian kekerasan dalam rumah tangga yang merupakan

salah satu faktor rusaknya keluarga merupaka penyakit bersama bukan pribadi,

sebab bahayanya meliputi seluruh anggota masyarakat, untuk itu semua pihak

baik aparat penegak hukum maupun masyarakat berkewajiban untuk membantu

dalam menangulangi kekerasan dalam ruma tangga.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraian tersebut, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian skripsi ini dengan judul ”Analisis

Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Kekerasasan Dalam Rumah Tangga”

(Studi di Wilayah Polres Tulang Bawang).

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup1.2.1 Permasalahan

Dari uraian di atas penulis mengetengahkan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah proses penyidikan yang dilakukan oleh Polri terhadap tindak

pidana kekerasan dalam rumah tangga ?

4

Page 5: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam proses penyidikan terhadap

tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ?

1.2.2 Ruang Lingkup

a. Untuk mengetahui proses penyidikan yang dilakukan Polri khususnya Polres

Tulang Bawang sebagai salah satu upaya penal terhadap tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan terhadap perempuan).

b. Untuk mengetahui faktor penghambat pelaksanaan proses penyidikan tindak

pidana kekerasan dalam rumah tangga.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penulisan di sini adalah

sebagai berikut :

a. Untuk menambah perbendaharaan materi Hukum Pidana terutama yang

berhubungan dengan tindak pidana kekerasan daam rumah tangga yang

ditinjau secara yuridis.

b. Untuk memperoleh data dan fakta mengenai peren Polres Tulang Bawang

dalam melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana kekerasan dalam rumah

tangga (kekerasan terhadap perempuan).

1.3.2 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

5

Page 6: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Ingin menyumbangkan gagasan dan pikiran dalam proses hukum atau

penyidikan yang dilakukan Polres Tulang Bawang terhadap Tindak Pidana

kekerasan dalam rumah tangga.

b. Kegunaan Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat,

para politisi, teoritis dan aparat penegak hukum serta para pembuat

kebijaksanaan dalam proses penyidikan kekerasan dalam rumah tangga.

1.4 Sistematika Penulisan

Sebelum penyusun melangkah kepada penyusunan skripsi maka diperlukan

sistematika. Sistematika dalam penulisan ini, penulis mengurangi secara garis

besarnya tujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan memperoleh

gambaran tentang materi pembahasan. Adapun garis-garis besar dalam penulisan

ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang permasalahan, dan

ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual

serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab tinjauan pustaka yang menguraikan tentang Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

6

Page 7: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

serta kebijakan-kebijakan kepolisian yang mengedepankan Fungsi Reskrim,

sebagai upaya penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

BAB III METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunaka dalam

pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan dan penglahan jenis

data, pengumpulan dan pengolahan data dan analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang penelitian dan pembahasan yang berisikan bagaimana

proses penyidikan yang dilakukan Polres Tulang Bawang terhadap tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga dan terhadap perempuan, di mana Polres Tulang

Bawang adalah salah satu bagian organisasi dari pemerintah yang mempunyai

kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap korban pelaku kekerasan

dalam rumah tangga dan faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses

penyidikan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

BAB V PENUTUP

Merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian

dan saran-saran terhadap permasalahan yang dibahas.

7

Page 8: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tugas Pokok dan Wewenang Polri

Situasi dan kondisi perkembangan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat

(kamtibmas) dewasa ini dirasakan semakin meningkat baik dari segi modus

operandinya yang kian canggih maupun anatomi kejahatan yang semakin

beragam. Untuk itu diharapkan aparat pemerintah dan masyarakat dapat

meningkatkan kepeduliannya trehadap berbaga hal yang berkaitan dengan

terjadinya suatu tindak pidana yang berpengaruh pada kamtibmas. Undang-

undang telah menyatakan bahwa Polri selain mempunyai tugas dan membina

keamanan dan ketertiban masyarakat Polri juga mempunyai tugas untuk membina

keamanan dan ketertiban masyarakat polri juga mempunyai tugas sebagai

penyidik atau penegak hukum dalam semua jenis tindak pidana.

Membahas tugas pokok dan peranan Polri sebagai penyidik tidak terlepas

membicarakan tentang peran penegakan hukum merupakan istilah yang diterima

sebagai penerapan undang-undang. Di dalam penegakan hukum khususnya

hukum pidana yang dilaksanakan Polri selalu berhubungan dengan persoalan

keamanan dan ketertiban masyarakat, dalam hal ini tugas pokok dan peranan Polri

sudah diatur dalam undang-undang Kepolisia Republik Inodnesia yaitu Undang-

8

Page 9: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

sesuai dengan undang-undang tersebut di atas tugas dan pokok wewenang Polri

diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15 yang menentukan3 :

Pasal 13

Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

b. Menegakan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terjadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas jalan.

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta kegiatan warga masyarakat terhadap hukum dan perundang-undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan bentuk pengamanan swakarsa.

g. Melakukan penyelidikan, dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum secara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

h. Menyelenggarakan identifikasi kedokteran keplisian laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat lingkungan, dari gangguan ketertiban dan bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian, serta

k. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3 undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

9

Page 10: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dnegan peraturan pemerintah.

Pasal 15

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

a. Menerima laporan dan atau pengaduan;b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum.c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa.e. Mengeluaran peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif

kepolisian.f. Melaksanakan tindakan pemeriksaan pemeriksaan khusus sebagai dari

tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.g. Melakukan tindakan pertama di tempat di kejadian.h. Mengambil sidik jari dan identifikasi lainnya memotret seseorangi. Mencari keterangan dan barang bukti.j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminalk nasional.k. Mengeluarkan surat izin dan surat keterangan yang diperlukan dalam rangka

pelayanan masyarakat.l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan nasional lain, serta kegiatan masyarakat.m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Kepolisian sebagai lembaga yang pertama kali harus dilalui dalam proses

peradilan pidana, oleh karenanya mempunyai wewenang untuk melakukan

serangkaian kegiatan-kegiatan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penahanan,

penyitaan sampai dengan ditemukannya sesuatu kejahatan yang telah dilakukan.

Tugas polisi menurut suatu tingkat kepribadian yang tinggi dalam arti anggota

polisi untuk taggap dan tampil dalam menangani kasus-kasus yang mrnyangkut

ketertiban dan keamanana masyarakat. Sifat cakap dan penuh tanggungjawab

terhadap pelaksanaan tugas memperoleh hasil yang diharapkan. Anggota polisi,

10

Page 11: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

dituntut pula mengetahui hukum yang memeadai, mngingat karena tugasnya ia

harus dapat memberikan penilaian terhadap perbuatan yang dapat dikualifikasikan

sebagai tindak pidana. Selain itu ia harus segera mengambil sikap kapan harus

bertindak apabila terjadi peristiwa pelanggaran hukum. Polisi juga dianggap

sebagai wasit terhadap nilai-nilai sosial ”an arbiter of social values”, karena ia

yang berhadapan langsung dengan situasi sehari-hari, sehingga dalam praktek

sewajarnya jika terjadi tindak pidana, tindakan polisi dipengaruhi oleh hal-hal

yant bersifat praktis, seperti sering terlihat dalam penanganan oleh polisi terhadap

pelanggaran lalulintas.

Sebagai salah satu lembaga penegak hukum, polisi diletakkan digaris depan dalam

menghadapi situasi perubahan sosial yang cepat akibat timbulnya moderenisasi

dibidang teknologi, khususnya dalam mencegah kejahatan kejahatan moderen

seperti terorisme, penyandraan, pembajakan udara, disamping menghadapi

bentuk-bentuk kejahatan umumnya seperti pencurian, perampokan, pemerkosan,

penipuan, narkotika, pisikotropika dan zat adiktif lainnya, kekerasan dalam rumah

tangga dan tugas-tugas lainnya. Tugas multi kompleks (multipel of fungcions) ini

disebabkan polisi tidak dapat menghindari diri, ia harus berkontak langsung

dengan masyarakat, tetapi juga selalu berkonfrontasi dengan masyarakat tersebut.

Bimbingan masyarakat adalah tugas untuk menciptakan ketaatan warga kepada

hukum serta peraturan-peraturan negara yang dalam pelaksanaannya menghendaki

kerjasama dengan instansi baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan

lainnya.

11

Page 12: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Tugas yang bersifat preventif atau pencegahan meliputi tugas pokok sebagai

pemelihara ketertiban dan menjamin keamanan untuk mencegah dan memberantas

menjalarnya penyakit masyarakat, termasuk memberi perlindungan dan

pertolongan. Tugas inipun dalam pelaksanaan dilakukan bekerjasama dengan

satuan kepolisian lainyang sengaja dibentuk untuk menjalankan tugas kepolisian.

2.2 Dasar Hukum Perlindungan Terhadap KDRT

Perangkat hukum yang menjadi pegangan aparat hukum mulai dari Polisi, Jaksa,

Hakim dan Pendamping Hukum korban maupun pelaku dalam penanganan kasus-

kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama ini adalah KUHP dan

KUHAP sebagai peraturan pelaksanaannya. Dalam praktiknya KUHP memiliki

kelemahan mendasar dalam melindungi korban KDRT. Kelemahan-kelemahan

mendasar itu antara lain :

1. KUHP tidak mengenal istilah kekerasan dalam rumah tangga

Istilah ini penting untuk dikemukakan mengingat ideologi harmonisasi

keluarga yang selama ini ditanamkan dalam benak masyarakat maupun aparat

hukum ialah tidak menganggap serius adanya kekerasan dalam rumah tangga

atau masalah rumah tangga hanya sebagai masalah privat.

2. KUHP hanya mengatur secara terbatas ruang lingkup kekerasan dalam rumah

tangga. KUHP tidak mengenal ruang lingkup rumah tangga, perangkat ini

mengatur secara sangat umum wilayah kasus-kasus kekerasan. Pasal 351-356

yang mengatur kasus penganiayaan hanya terbatas pada kekerasan fisik,

bentuk kekerasan psikis, ekonomi dan sosial tidak diatur dalam KUHP. Pasal

12

Page 13: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

442 tentang penyanderaan dan Pasal 470 tentang perampasan kemerdekaan

seseorang dianggap sudah menampung kekerasan psikis, padahal kedua pasal

itu hanya mengatur dua bentuk perbuatan (penyanderaan dan perampasan)

saja. Pasal tentang perkosaan (Pasal 285) menerangkan bentuk perkosaan

terbatas pada persetubuhan atau penetrasi penis ke dalam vagina perempuan

secara paksa, belum termasuk benda-benda lain selain penis yang dmasukkan

secara paksa ke dalam vagina atau bagian tubuh perempuan lainnya serta

perlakuan menggesek-gesekkan penis ke bibir kelamin perempuan di luar

kehendak perempuan.

Pasal-pasal lain tidak mengenal istilah pelecehan seksual, yang ada haya

istilah perbuatan cabul, tindakan kekerasan sesual berupa penyerangan

seksual seperti serangan yang ditujukan untuk memperkosa, namun tidak

sampai terjadi perkosaan. Oleh KUHP, tindakan ini ditempatkan sebagai

tindakan percobaan semata atau perbuatan cabul.

Istilah yang digunakan dalam KUHP adalah ”kejahatan terhadap kesusilaan”

tidak menggunakan istilah kejahatan seksual yang diartikan sebagai perbuatan

pidana berkaitan dengan seksualitas yang dapat dilakukan terhadap laki-laki

atau perempuan. Penggunaan istilah kesusilaan menyebabkan masyarakat

terutama aparat hukum sering terjebak dalam menempatkan pasal-pasal

kesusilaan semata-semata sebagai persoalan pelanggaran terhadap nilai

budaya, norma agama, atau sopan santun yang berkaitan dengan nafsu

perkelaminan (birahi) bukan kejahatan terhadap tubuh dan jiwa seseorang.

13

Page 14: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

3. KUHP tidak tegas dalam menjerat pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

Sanksi pidana penjara atau denda bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga

lebih ditujukan untuk penjeraan. Padahal bentuk kekerasan dalam rumah

tangga memiliki tingkat kekerasan yang beragam terutama bila dilihat dari

dampak kekerasan yang dialami korban yang semestinya dikenakan

penerapan sanksi yang berbeda kepada pelakunya. Selain itu penghukuman

penjara sering membat dilema tersendiri bagi korban karena kondisi

ketergantungan korban pada pelaku secara ekonomi dan sosial, sehingga

korban cenderung untuk tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya.

Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala

bentuk kekerasan sesuai dengan dasar negara dan tujuan negara indonesai,

segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan

pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Sehingga

peperintah menganggap perlunya dibentuk suatu peraturan perundang-

undangan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat terhadap tindak

pidana kekersan dalam rumah tangga, karena dalam kenyataannya kasus

kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di

indonesia belum menjamin terhadap korban kekerasan dalam rumahtangga.

Mengingat KUHP indonesia masih merupakan peninggalan kolonial Belanda

yang pada masa itu belum ada tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga

sehingga pasal-pasal didalam KUHP tidak bisa secara spesifik menjangkau

kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga.

14

Page 15: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

2.3 Pengertian dan Bentuk-Bentuk KDRT

Dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tanggal 22

September 2004 mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT)

yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal diharapkan adanya perlindungan hukum bagi

anggota keluarga khususnya perempuan, dari segala tindakan kekerasan dalam

rumah tangga. Untuk itu kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan

kekerasan dalam rumah tangga dan juga bagaimana bentuk dari kekerasan itu

sendiri yang semuanya terurai dalam asal-pasa penting yang diatur dalam undang-

undang ini.

1. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga ;

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatna terhada seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pendeitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penganiayaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan

oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,

meninda pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban

kekerasan dalam rumah tangga.

2. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga :

Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tanga antara lain :

a. Kekerasan fisik (pasal 5)kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat.

15

Page 16: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

b. Kekerasan psikis (Pasal 6)Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tdak berdaya, dan atau penderitaan psikis beras pada seseorang.

c. Kekerasan seksual (Pasal 7) atauKekerasan seksual sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c meliputi :1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetapkan dalam lingkup rumah tangga tersebut.2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup

rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersal dan atau tujuan tertentu.

c. Penelantaran rumah tanggaYang dimaksud dengan penelantaran rumah tangga adalah :1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9).

3. Ruang Lingkup

a. Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi :

1) Suami Isteri dan anak

2) Orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena

hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian

yang menetap dalam rumah tangga.

3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam

rumah tangga tersebut.

b. Orang yang bekerja yang dipandang sebagai anggota keluarga dalam

jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

16

Page 17: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Apa yang harus dilakukan apabila menemukan kasus kekerasan terhadap

perempuan dan anak di lingkungan kita :

a) Segera laporkan kejadian ke Polisi

b) Segera visum

c) Berikan penguatan, pendampingan kepada korban agar korban kuat

menghadapi masalah.

d) Kumpulkan bukti-bukti dan data saksi.

e) Sosialisasikan undang-undang kepada mayarakat dan keluarga.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga

Faktor yang mempengaruhi timbulnya tindak pidana kekerasan dalam rumah

tangga yaitu :

1. Faktor dari masyarakat itu sendiri yaitu adanya kesulitan ekonomi atau

kemiskinan, urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangna pendapatan

antara pasangan suami isteri (Pasutri), ketergantungan obat, dan keadaan

lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi.

2. Faktor dari keluarga yaitu adanya keluarga yang sakit yang membutuhkan

bantuan terus menerus seperti misalnya anak dengan kelainan mental,

kehidupan keluarga kacau tidak saling mencintai dan menghargai serta tidak

menghargai peran wanita, kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan

sosial pada keluarga.

3. Faktor individu yaitu wanita yang ingin bercerai dengan suaminya, menikah

di usia terlalu dini, sifat memiliki cemburu yang berlebih.

17

Page 18: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

4. Implikasi negatif dari perkembangan masyarakat yang semakin berkembang,

di samping faktor perangkat hukum dan penegak hukum yang ternyata dalam

pelaksanaan proses penyidikan atau menanganai perkara tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga belum sepenuhnya mampu mengacu pada

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.

Faktor lain penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu faktor

adanya orang ketiga dalam rumah tangga (wanita idaman lain) sehingga tidak ada

lagi keharmonisan dalam rumah tangganya, berlatar belakang itulah sering kali

suami melakukan kekerasan fisik terhadap isterinya.

2.5 Proses Penyidikan Tindak Pidana KDRT

Bahwa penyidikan tindak pidana hakekatnya merupakan suatu upaya penegakan

hukum yang bersifat pembatasan / pengekangan hak-hak warga negara dalam

rangka usaha untuk memulihkan terganggunya keseimbangan antara kepentingan

individu dan kepentingan umum guna terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat.

Oleh karenanya penyidik tindak pidana sebagai salah satu tahap dari pada

penegakan hukum pidana harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Maka untuk pelaksanaan penyidikan tindak

pidana perlu dikeluarkan petunjuk pelaksaaan yang mengatur prosedur

penyidikan. Ruang lingkup petunjuk pelaksanaan ini meliputi pokok-pokok

petunjuk yang mencakup :

18

Page 19: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

a. Kegiatan penyidikan

b. Bantuan Teknis Operasional

c. Administrasi Penyidikan

d. Komando dan penyidikan.

Di dalam melaksanakan penydikan perlu memperhatikan asas-asas yang terdapat

dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak warga negara antara lain4 :

a. Praduga tak bersalahsetiap orang yang disangka, ditangkapo, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

b. Persamaan dimuka hukumPerlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan.

c. Hak pemberian bantuan/ penasehat hukumSetiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukuam yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dna atau penahatanan. Sebelum dimulainya pemeriksaan keada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib disampingi penasehat hukum.

d. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat sedehrana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekwen dalam seluruh tingkat peradilan.

e. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.

f. Kepada seseorang yang ditangkap, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan sanksi hukum administrasi.

g. Penyelidikan dan penyidik mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh Indonesia. Khususnya di daerah hukum masing-masing di mana diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

4 Skep Kapolri No. Pol : Skep/123/IX/2002. Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Polri di Lapangan

19

Page 20: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Adapun istilah dalam proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan Polri

adalah sebagai berikut :

a. Penyidikan adalah serangkaian penyidik untuk mencari dan mengumpulkan

buku yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangkanya, dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam KUHPP

b. Tindak Pidana yaitu setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai

kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun peraturan

perundang-undangan lainnya.

c. Penyidik adalah Pejabat Polri atau pejabat PNS tertentu yang diberi

wewenang khuss oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

d. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang karena diberi wewenang

tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam KUHAP.

e. Penyelidikadalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk

melakukan penyelidikan.

f. Penyelidikan adalah mencari dan mengumpulkan informasi dengan laporan /

pengaduan tentang benar / tidaknya telah terjadi suatu tindak pidana dan

mendapatkan keterangan, kejelasan tentang tersangka dan atau bukti dan atau

saksi secara lengkap supaya dapat diadakan penindakan dan pemeriksaan.

g. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaanya

berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

20

Page 21: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

h. Saksi adalah orang yang dapat membreikan keternagan guna kepentingan

tingkat penyidika, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia

dengar sendiri, ia melihat sendiri dan ia alami sendiri.

i. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseornag karena hak

dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang

tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

j. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang

berkepentingan kepada pejabat yang berwenang guna menindak menurut

hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang

merugikannya.

k. Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang

laporan atau pengaduan yang diterimanya dan setelah dibacakan kembali

dihadapkan pelapor atau pengadu kemudian ditutup dan ditandatangani oleh

pelapor atau pengadu dan petugas yang bersangkutan atas kekuatan sumpah

jabatan atau suatu peristiwa kejahatan atau pelanggaran yang diketahuinya

sendiri, kemudian ditutup dan ditandatangani atas kekuatan sumpah jabatan.

l. Tempat Kejadian Perkara

Yaitu tempat di mana suatu tindak pidana dilakukan / terjadi dan tempat-

tempat lain di mana tersangka dan atau korban dan atau barang bukti yang

berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan5.

5 Skep Kapolri No. Pol : Skep/126/IX/2000, Buku Juklak dan Juknis Pelaksanaan Penyidikan.

21

Page 22: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

BAB IIIIII. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua cara,

yaitu secara yuridis normatif dan yuridis empiris6 (Soejono Soekanto, 1984 : 51).

Pendekatan normatif adalah pendekatan, penelitian kepustakaan untuk

memperoleh data sekunder dengan cara menghubungkan peraturan-peraturan

tertulis atau buku hukum yang membuat bahan yang erat hubungannya dengan

masalah penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di

Polres Tulang Bawang.

Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh data primer

yang dilakukan dengan wawancara di lokasi penelitian melalui wawancara dengan

responden yakni petugas yang berwenang dalam masalah yang berhubungan

dengan penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di

Polres Tulang Bawang.

3.2 Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang diperoleh atau yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

menggunakan data primer dan data sekunder.

6 Soejono Soekanto, 1984 : 51

22

Page 23: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian pada lokasi penelitian

yakni berupa keterangan atau penjelasan dari responden Kanit Penanganan

Khusus Polres Tulang Bawang, Penyidik atau Penyidik Pembantu pada RPK

Polres Tulang Bawang serta dari para tersangka Tindak Pidana Kekerasan dalam

Rumah Tangga, yang mana semua responden memiliki kemampuan dan

menguasai masing-masing tugasnya sebagai pejabat yang berwenang. Melalui

teknik wawancara secara mendalam (deep study) diharapkan untuk mendapatkan

informasi lengkap dan jelas.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari serangkaian kegiatan studi

kepustakaan, terutama diarahkan untuk mencari dan mengadakan pemahaman

hasil-hasil pemikiran para pakar dengan cara membaca, menelaah, mencatat,

mengutip peraturan perundang-undangna, buku-buku ilmiah, dokumen dan

tulisan-tulisan ilmiah maupun informasi lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi ini dimaksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca,

mempelajari, mengutip dan merangkum data yang berkaitan dengan

permasalahan yang berasal dari bahan-bahan pustaka.

b. Studi Lapangan

23

Page 24: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Studi lapanan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data primer yaitu dengan

wawancara dan observasi atau pengamatan di lokasi penelitian yang

berdasarkan daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan

diperluas ketika wawancara berlangsung secara bebas, terbuka dan terarah.

Para responden diambil dari: 1) Kanit Penanganan Khusus Polres Tulang

Bawang, 2) Penyidik atau Penyidik Pembantu pada Polres Tulang Bawang

serta dari para tersangka sejumlah 2 (dua) orang Tindak Pidana Kekerasan

dalam Rumah Tangga.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul baik itu data primer maupun data sekunder maka

dapat diolah melalui prosedur sebagai berikut :

a. Data yang diperoleh diperiksa apakah data tersebut telah benar. Untuk data

yang benar diambil, sedangkan data yang kurang lengkap dilengkapi.

b. Data yang telah diperiksa selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan sub-sub

bahasan. Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah

menginterprestasikan data dan memberi arti terhadap data yang diperoleh

melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

3.4 Analisis Data

Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan menginterprestasikannya. Analisis data dalam penelitian

24

Page 25: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

ini menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data yang telah diolah

secara rinci ke dalam bentuk kalimat.

Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan secara

induktif, yaitu cara berfikir dan hal-hal yang bersifat khusus ke arah sifat yang

lebih umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan

saran-saran.

25

Page 26: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Responden yang diwawancarai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Nama : Rizal S.H.

Umur : 42

Pendidikan : Sarjana Starata Satu

Jabatan : Bigadir Polisi

Alamat : Perumahan Dinas Plolres Tulang Bawang

2. Nama : Arianto S.H.

Umur : 38

Pendidikan : Sarjana Starata Satu

Jabatan : Bigadir Polisi

Alamat : Perumahan Dinas Polres Tulang Bawang

3. Nama : Yonnawati S.H.,M.H

Umur : 40 Tahun

Pendidikan : Sarjana Strata Dua

Jabatan : Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Megou Pak

26

Page 27: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Alamat : Tanjungkarang Bandar Lampung

4. Nama : Yuli Purwanti S.H.,M.H.

Umur : 30 Tahun

Pendidikan : Sarjana Strata Dua

Jabatan : Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Megou Pak

Alamat : Tanjungkarang Bandar Lampung

4.2 Data Kasus Kekerasan dalam rumahTangga di Polres Tulang Bawang

Data Kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2011 yang

ada di pores Tulang Bawang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

No BULAN KEJADIAN PENERAPAN PASAL

1 1 3 41

2

3

4

5

6

7

8

9

JANUARI

FEBRUARI

MARET

APRIL

MEI

JUNI

JULI

AGUSTUS

SEPTEMBER

3 Kasus

2 Kasus

2 Kasus

1 Kasus

4 Kasus

1 Kasus

-

2 Kasus

3 Kasus

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

-

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

27

Page 28: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

10

11

12

OKTOBER

NOVEMBER

DESEMBER

2 Kasus

3 Kasus

-

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

Pasal 44 Undang-Undang KDRT

-

JUMLAH 23 Kasus

Sumber: Unit RPK Polres Tulang Bawang

Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai penyidikan tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga akan diurikan terlebih dahulu mengenai ketentuan

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang menjadi dasar penuntutan oleh aparat

kepolisian. Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang KDRT menyatakan bahwa:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan dalam lingkup rumah

tangga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.

15.000.000,00 (limabelas juta rupiah)”

Selanjutnya dinyatakan pada Ayat (2) sebagai berikut:

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) mengakibatkan

korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,00

(tigapuluh juta rupiah)

Menurut Rizal bahwa dari jumlah 23 (dua puluh tiga) kasus tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga yang ada tersebut mengalami peninakatan,

28

Page 29: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

semuanya dilakukan penyidikan sampai pada tingkat penuntutan yaitu kejaksaan

dan semuanya merupakan pengaduan langsung dari korban KDRT. Hal ini

menunjukkan semakin berkembangnya ksesadaran hukum masyarakat untuk

mulai bisa menerima bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan

tindakan kriminal, sehingga masyarakat tidak perlu ragu-ragu dalam melakukan

pelaporan kasus kekerasan dalam rumah tangga trsebut.

Bahwa dari data jumlah kasus kekerasan yang terjadi pada RPK Polres Tulang

Bawang, semuanya merupakan pengaduan dari Korban, sementara jika dilihat

didalam masyarakat masih banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang

tidak dilaporkan oleh korban kepada Polisi, dalam penerapan pasal kepada

tersangka berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa semua kasus kekerasan

dalam rumah tangga yang terjadi, Penyidik RPK Polres Tulang Bawang sudah

mampu menerapkan Undang-Undang Nomor 23 Tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga, tidak lagi berpatokan pada KUHP semata.

4.3 Proses Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Arianto Kanit Ruang Pelaya n an Khusus (RPK) Polres Tulang Bawang

bahwa penyidikan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga hakekatnya

merupakan suatu upaya penegakan hukurn yang bersifat

pembatasan/pengekangan hak-hak warga negara dalam rangka usaha untuk

memulihkan terganggunya keseimbangan antara kepentingan individu dan

kepentingan umum guna terpelihiranya keamanan dan ketertiban masyarakat.

29

Page 30: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

bahwa dalam wakti 1 x 24 jam (satu kali duapulh empat) jam terhitung sejak

mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga polisi wajib

segera memberikan perlindungan sementara kepada korban. Selanjutnya polisi

wajib segera melakukan penyidikan setelah mengetahui atau menerima laporan

tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Oleh karenanya penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari pada

penegakan hukum pidana harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses penyidikan terhadap

tindak pidana kekerasan dalarn rumah tangga sebenarnya hampir sama

dengan proses penyidikan tindak pidana lain yang disidik oleh Polri hanya

dalam penanganan kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga karena

sebagai korban adalah perempuan maka untuk lebih profesionalnya Polri

menggunakan ruang pelayanan khusus dan Polisi Wanita (Polwan) dengan

tujuan agar korban merasa nyaman berkomunikasi dengan Polwan sebagai

sesama perempuan, apalagi terhadap kasus perkosaan dan penganiayaan yang

pelakunya adalah kaum laki-laki sehingga besar kemungkinan korban akan

memproyeksikan sikap dan emosi negatifnya pada kaum laki-laki, situasi

tersebut sangat tidak menguntungkan dalam proses pemeriksaan dan

penyidikan oleh Polisi.

Beberapa keuntungan yang bisa diharapkan dari peran Polwan dalam

penydikan kasus - kusus kekerasar dalarn rumah tangga yaitu :

30

Page 31: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

1. Hambatan Psikologis dapat dihindari

Hambatan yang berupa jarak psikologis antara pemeriksa dengan siter

priksa (korban) dapat dengan mudah diatasi, rasa malu merupakan

kendala utama bagi korban untuk menceritakan peristiwa yang

dialaminya, jarak psikologis ini dapat dikurangi jika penerima laporan

dan pemeriksa adalah Polwan; sehingga proses pemeriksaan dapat

berjalan lancar. Korban dapat dengan mudah menceritakan kronologis

kejadian dan persoalan yang melatar belakangi terjadinya tindak

kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya.

2. Komunikasi dapat berjalan dengan baik

Komunikasi antara korban dengan Polwan pemeriksa akan lebih mudah

terjalin sebab proses terciptanya empati (kemampuan untuk dapat

menghayati dan merasakan seperti apa yang dirasakan orang lain) lebih

mudah terbentuk, dengan demikian maka akan lebih cepat timbul

kepercayaan korban terhadap pemeriksa dan diharapkan akan terjalin

komunikasi dan kerja sama yang baik dalam proses pemeriksaan tsrsebut.

3. Informasi yang diperoleh dapat maksimal

Sebagai akibat dari terjalinnya komunikasi dan kerjasama yang baik maka

dengan sendirinya dapat diharapkan diperoleh informasi yang maksimal,

hanya perlu diperhatikan agar Polwan sebagai pemeriksa agar berpandangan

obyektif tidak subyektif dan larut dalam emosi dan tetap berpedoman

pada ketentuan yang ada.

31

Page 32: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Menurut Rizal seorang Penyidik Pembantu pada unit Ruang Pelayanan Khusus

bahwa mekanisme hubungan tata cara kerja (HTCK) dalam penanganan kasus

kekerasan dalam rumah Tangga atau Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)

dalam internal (antar fungsi) Kepolisian Resort Tulang Bawang sebagai berikut:

1. Penerimaan laporan /pengaduan dan masyarakat atau LSM dalam usalan .

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau Kekerasan Terhadap

Perempuan (KTP) dan anak korban kekerasan dikantor polisi, akan dilayani

oleh personil SPK (Sentral Palayanan Kepolisian) yang dibantu oleh Polwan

yanmas yang diperbantukan pada RPK atau polwan unit RPK langsung

yang melaksanakan fungsi yanmas untuk dibuatkan Laporan Polisi.

2. Terhadap kasus yang tidak memenuhi unsur pidana dapat dilakukan upaya

bantuan melalui konseling atau kerja sama dengan fungsi lain dilingkungan

Polri yaitu bidang Dokkes, bidang Psikologi dan bidang Pembinaan

Mental, mitra kerja/LSM dan instansi terkait dalam hal ini Dinas sosial.

3. Bila kasus yang ditangani memenuhi unsure-unsur pidana maka untuk

kelanjutannya dilimpahkan pada fungsi reskrim yaitu unit RPK untuk

dilakukan proses Penyidikan lebih lanjut sampai dengan berkas

penyidikan diterima oleh Jaksa.

4. Mengingat bahwa personil RPK, bisa terdiri dari pengemban fungsi

reskrim umum dan Yanmas/SPK maka diperlukan koordinasi yang

harmonis dan terpadu antara pembina kedua fungsi tersebut dalam rangka

memaksimalkan kinerja RPK.

32

Page 33: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

5. Apabila ada kasus Pengaduan/Laporan perihal Kekerasan dalam rumah

Tangga atau Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) dan Kekerasan

Terhadap Anak yang diterima oleh Polsek jajaran Polres Tulang Bawang

maka penanganannya bisa ditarik dari Polsek ke RPK.

6. Dalam hal diperlukan hubungan tata cara kerja (HTCK) lintas sektoral

dengan instansi terkait (Depsos) dan LSM diluar polri (jaringan kerja

sama), tetap berpedoman kepada HTCK yang berlaku dilingkuugaa Polri.

7. Apabila korban kekerasan dilakukan Visum dan perlu dirawat dirumah

sakit maka akan dikirim ke rumah sakit yang menyediakan fasilitas unit

pelayanan terpadu (UPT) yang sudah bekerja sama dengan Polri dalam

hal ini Rumah Sakit Umum Daerah Menggala.

Pusat Krisis Terpadu adalah suatu tempat yang memberikan pelayanan

terpadu dan menyeluruh kepada perempuan dan anak yang menjadi korban

kekerasan. Pelayanan yang diberikan oleh UPT/PKT adalah pelayanan medis

baik fisik maupun mental analisis dan konseling pisiko sosial dan akses yaitu

pendampingan.

Pelaksanaan pengiriman berkas kasus Tindak Pidana Kekerasan dalam

Rumah Tangga Polisi saling berkoordinasi dengan Jaksa agar berkas yang

belum lengkap/kurang dapat diberikan petunjuk oleh Jaksa untuk dilengkapi

oleh Polisi sehingga kasus tersebut bisa dapat diteruskan pada tingkat

persidangan dan mendapat vonis.

33

Page 34: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Berdasarkan wawancara dengan Rizal pelaksanaan penyidika kasus kekerasan

dala rumah tangga dapat dicontohkan sebagai berikut:

Berkas laporan polisi nomor LP/571/XII/2011/Resort Tuba, tanggal laporan

13 November 2011. Nomor berkas perkara PP/104/XII/2011/Dit Reskrim,

tanggal 13 November 2011, yaitu kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami

terhadap istrinya dengan cara ditinju dan pada bagian telinga dan ditendang.

Atas nama tersangka, Heri Wijaya bin Raja Hukum, dengan korbannya

adalah: Suarti Kifli Binti Sulkifli. Kasus ini diajukan ke Jaksa Penuntut

Umum dengan surat pengantar Nomor. Pol: B/104/I/2012/Reskrim, tertanggal

7 Januari 2012 telah disidangakn di Pengadilan Negeri Menggala.

Terhadap perkara yang timbul dilakukan penyidikan dengan dilakukan

dengan pemeriksaan terhadap saksi atau tersangka serta mengumpulkan

barang bukti yang dikemas dalam suatu berkas perkara yang diajukan pada

penuntut umum untuk dilakukan penuntutan disidang pengadilan. Karena

diantara pelaku dengan korban terdapat suatu ikatan perkawinan, maka

didalam perjalanan proses penyidikan sering dilakukan jalan perdamaian.

Menurut wawancara dengan Yuli Purwanti bahwa sistem peradilan pidana

Indonesia adalah system peradilan pidana yang terintegrasi (integrated

criminal justice system), system peradilan pidana terintegrasi merupakan

serangkaian proses penegakan hukum yang terdiri dari elemen-elemen sub

system terdiri dari serangkian proses peradilan antaralain penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan disidang peradilan secara berkesinambungan

34

Page 35: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

sesuai dengan hukum acara pidana Indonesia yang kemudian berahir pada

putusan pengadilan. Sehingga didalam pelaksanaan proses peradilan aparat

penegak hukum dituntut untuk bertindak professional dalam menangani

kasus-kasus pidana yang telah masuk,

koordinasi yang baik antar subsistem akan berdampak baik terhadap system

peradilan pidana Indonesia. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat saat ini

masyarakat semakin tidak percaya dengan kinerja badan peradilan yang ada,

masyarakat beranggapan bahwa badan peradilan adalah badan yang bisa

dibeli dengan uang, tuntutan jaksa atau putusan ahkim bias disesuaikan

dengan uang yang bisa diberika oleh tersangka atau terdakwa hal-hal

semacam ini jika tidak disikapi oleh badan peradilan akan menimblukan

sikap apatis bagi masyarakat pencari keadilan.

Antar susbsistem dalam lembaga peradilan di Indonesia tidak perlu saling

menunjukkan tendensi masing-masing melainkan harus menciptakan suasana

koordinasi yang baik terlebih lagi dalam penyelesaikan kasus kekerasan

dalam rumah tangga yang memang merupaka kasus pidana biasa bukan kasus

pidana kusus seperti korupsi atau pun narkotika.

Fragmentasi organisasi peradilan pidana secara sederhana sesungguhnya

dapat diukur dari tingkat kejahatan yang tersaring oleh sistem peradilan

pidana dari pelanggaran hukum yang terus berlangsung. Pada saat itu dapat

disimpulkan bahwa masyarakat tidak akan sanggup mengulangi kejahatan

secara efektif apabila sistem peradilan pidana menonjolkan fragmentasinya,

35

Page 36: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

atau dengan kata lain jika satu dan komponen yang lainnya melepaskan diri

dari fungsi sistem menyebabkan ketidak efektifan sistem dalam menyerap

kejahatan.

Ironisnya semua penegak dan praktisi hukum yang menjadi aparat sistem

peradilan pidana dalam kenyataannya, karena kepentingan fragmentasi sering

mengakibatkan pencarian kebenaran dalam penegakan hukum,meski bukti

telah nyata dan jelas karena aparat peradilan pidana lebih mengutamakan

pertengkaran formil dan instansional sentris daripada tujuan pencarian dan

penemuan kebenaran (ultimate truth)7

Masih menurut Yuli Purwanti bahwa aliran hukum kritis (critical legal

studies) sebagai penerus aliran post modernisme tidak melihat system

peradilan pidana terintegrasi itu sebagai suatu wadah yag bebas dari

kepentingan politik dan kekuasaan, sehingga aliran ini menuntut adanya

pelaksanaan system peradilan pidana yang baik tanpa campur tanggan, dan

terpisah dari lembaga lainyna, menciptakan badan peradilan yang bersih dan

berwibawa. Aliran ini juga menuntut adanya pembentukan suatu lembaga

baru dluar system yang diakui dan berlaku universal , seperti pembentukan

lembaga baru diluar kekuasaan peradilan di Indonesia saatini sepeti

pembentukan komisi yudsial, komisi kepolisian, atau komisi kejaksaan. Guna

menunjang kinerja badan peradilan.

7 M. Yahya Harahap. 1997. Suatu tinjauan pembuktia dikaitkan dengan penyidikan. Makalah Seminar nasional FH UNDIP.

36

Page 37: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Hal yang perlu sama-sama disikapi bahwa baerabagai persoalan hukum yang

timbul di negara ini salah satu kendala dalam penyelesaiiannya yang sering

muncul adalah aparat penegak hukum dan lembaga peradilannya yang masih

dianggap kurang memadai dan lain sebagainya, hal ini telah berlangsung

selama bertahun-tahaun sehingga menimbulkan persepsi lemahnya atau tidak

berdayanya lembaga penegakan hukum dan aparat penegak hukum

diindonesia, hal semacam ini sesegera mungkin diperbaiki untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.

4.4 Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan penyidikan Kasus Tindak Pidana Kekarasan dalam Rumah Tangga.

Berkembangnya kejahatan yang ada atau terjadi maka akan berkembangan pula

penerapan hukum atau sangsi terhadap pelaku kejahatan tersebut oleh karenanya

manusia dituntut untuk berfikir untuk menciptakan atau membuat peraturan atau

perundan- undangan yang sesuai perkembangan jaman, Polri sebagai penegak

hukum atau pelaksana dalam menegakkan hukum mau atau tidak mau dituntut

untuk profesional dan profossional, tentunya untuk mengarah, agar personil Polri

professional dan propossional tidak semudah membalikan telapak tangan, dituntut

kerja keras dan mau belajar dalam bidang ilmu yang berkembang ditengah

masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto8, berpendapat bahwa dalam pelaksanaan penegakkan

hukum dipengaruhi beberapa faktor :

8 Soerjono Soekanto, 1981. Hukum Pidana Indonesia. Hlm 45

37

Page 38: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

1. Faktor hukumnya sendiri, atau peraturannya itu sendiri.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak - pihak yang membentuk maupun

menetapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan hukum dimana hukum

tersebut diterapkan.

5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta rasa yang didasarkan pada

karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Dari kelima faktor yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto9 bahwa faktor

pertama tidak menjadi faktor penghambat pelaksanaan penyidikan Tindak Pidana

Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh unit RPK Polres Tulang

Bawang, karena dari aspek perundang-undanga mengenai kekerasan dalam rumah

tangga sudah ada undang-undang yang mengaturnya yaitu Undangg-Undang

Nomor 23 tahun 2004 tentang pengahapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Tujuan dibentuknya undang-undang ini merupakan wujud dari perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia dan perlindungan terhadap martabat kemanusiaan.

Sesai dengan falsafah pancasila sebagai dasar negara maka setiap warga negara

berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan termasuk

yang terjadi didalam lingkup rumah tangga atau keluarga. Penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negarauntuk mencegah

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam

rumah tangga dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

9 Soerjono Soekanto. Ibid, hlm 47

38

Page 39: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Faktor kedua yaitu aparat penegak hukum, untuk menyelenggarakan pelayanan

terhadap korban pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan

tugasnya masing-masing melakukan upaya-upaya sebagai antara lain:

a. Menyediakan ruang pelayanan khusus dikantor kepolisian.

Kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang bertugas dalam melakukan

penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga telah

menyedikan Sentra Layanan Kepolisian yang dilakuka oleh polwan.

b. Menyediakan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing

rohani.

Kepolisian menyediakan aparat pada unit pidana umum yang husus

meangani kasus kekerasan dalam rumah tangga. Tenaga kesehatan

kepolisian bekerjasama dengan rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan

lainnya baik didaerah maupun propinsi. Pekerja sosial dalam hal ini adalah

lembaga swadaya masyarakat terkait mengenai masalah kekerasan dalam

rumah tangga. Pembimbing rohani diperlukan untuk kasus-kasus yang

korbanya menderita tekanan fisikis yang sangat berat sehingga untuk

menjaga mentalnya diperlukan tenaga pembimbing rohni. Selain itu pula

aparat penegak hukum diamantakan untuk mengembangkan sistem dan

mekanisme kerja yang telah dirancang oleh lembaga dan terhadap dana

untuk membiayai serangaian program-program kepolisian tersebut

mengingat negara indonesia sedang megalami krisis disegala bidang.

c. Faktor dari masyarakat itu sendiri.

39

Page 40: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Masyarakat sangat berpengaruh terhadap penegakan hukum dalam rangtka

pelaksanaan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga faktor

masyarakat ini sangat penting terutama mengenai pemahaman masyarakat

tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, ini masih menjadi

faktor penghambat terpenting terutama bagi masyarakat terutama untuk

masyarakat awam yang masih menganggap bahwa kekerasan dalam rumah

tangga itu adalah urusan pribadi seseorang di dalam rumah tangganya

sehingga merupakan urusan pribadi mereka tidak perlu diketahui oleh

orang luar apa lagi harus ada campur tangan aparat penegak hukum.

Kecendrungan kaum perempuan tidak berani untuk melaporkan tindak

pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mereka alamai disebabkan

berbagai alasan misalnya rasa malu untk melapor karena akan diketahui

orang banyak prilaku suaminya, rasa takut dengan keluarga besar, disisi

lain suami adalah ayah dari anak-anak mereka dengan pertimbangan ini

korban takut menyakiti perasaan anak-anak mereka dan juga karena

ketidak tauan mereka tentang keberadaan undang-undang pengahpusan

kekerasan dalam rumah tangga tersebut.

d. Faktor kebudayaan sebagai hasil dari cipta rasa dan karsa manusia.

Budaya yang tumbuh dalam masyarakat sangat mempengaruhi hukum

yang berlaku, pada masyarakat Lampung bagi kaum wanita yang

40

Page 41: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

derajatnya dibawah kaum lakli-laki karena masyarakat lampung

berdasarkan patrilinial gari sketurun ayah sehingga kedudukan laki-laki

sangat kuat. Wanita pada masyarakat lampung sangat memegang teguh

komitmen dalam perkawinan seperti apa pun konsisi rumah tangganya

mereka tetap bertahan Serta kecendrungan wanita indonesia pada

umumnya yang sangat patuh dan hormat kepada suami. Kultur budaya

yang masih kental semacam ini berpengaruh terhadap penegakan hukum

terutama mengenai penghapusan kekerasan dalam ruma tangga yang

mengharuskan perempuan untuk berperan aktif melaorkan dan memohon

penyelesaian pada pengadilan sebagai korban.

Berdasarkan pengalaman responden selaku penyidik pembantu yaitu Siti Rochana

dalam melakukan penyidikan atau menangani kasus kekerasan dalam rumah

tangga atau kekerasan terhadap perempuan mempunyai beberapa kendala atau

hambatan yang sering dihadapi yaitu :masih kentalnya pemahaman dan korban

bahwa masalah dalam rumah tangga adalah masalah pribadi/domestik, yang orang

lain tidak boleh ikut campur yang membuat orang lainpun enggan turut campar,

sehingga pemahaman inilah yang membuat kasus KDRT bisa berlangsung dengan

aman dan terjadi berulang, korban kurang paham bahwa perbuatan pelaku adalah

merupakan tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga atau korban

kekerasan terhadap perempuan merasa enggan minta tolong selain takut mendapat

kekerasan yang lebih berat dan takut dianggap membuka aib keluarga sehingga

mereka tidak mau melapor ke Polisi, tenggang waktu antara kejadian dengan saat

korban melaporkan ke Polisi cukup lama sehingga bekas luka atau hasil visum et

41

Page 42: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

repertum tidak mendukung, Korban rnerasa pelaku adalah tulang punggung

keluarga, sehingga apabila dilaporkan maka tidak ada yang membiayai korban/

keluarga untuk kelangsungan hidupnya, dana penyidikan/dana operasional juga

merupakan masalah yung cukup serius karena setiap dana yang dikeluarkan untuk

melakukan pemberkasan penyidikan ditanggung oleh pemeriksa/penyidik itu

sendiri. masih adanya interpensi/ kebijakan dari pimpinan baik itu kebijakan

untuk rneneruskan kasus tersebut atau memberhentikan penyidikan kasus tersebut,

adanya pencabutan laporan tuntutan atau penghentiatn penyidikan dari korban

terhadap tersangka dan upaya damai dari kedua pihak, serta minimnya kualitas

dan kuantitas personil Polri/Polwan yang berninat sebagai pemeriksa di unit

Ruang Pelayanan Khusus.

Menurut wawancara dengan Yonnawati bahwa” faktor penghambat dalam kasus

Kekerasan dalam Rumah Tangga dikarenakan adarasa malu yang dirasakan

korban bila melaporkan peristiwa yang dialaminya, sebagia masyarakat awam

masih merasa bahwa hal demikian adalah aib kluarga sehingga tidak patut

diselesaikan oleh orang-orang dari luar rumah apa lagi oleh aparat penegak

hukum”.

Masyarakat awam belum mengetahui bahwa bila terjadi tindakan kekerasan yang

dilakukan didalam keluarga itu merupakan tindakan pidana dan melanggar

ketentuan undang-undang negara. Sebagian besar masyarakat belum mengetahui

bahwa telah ada undang-undang tentang perlndungan dari tindak kekerasan dalam

rumah tangga hususnya terhadap perempuan.

42

Page 43: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

Berdasarkan hasil pengamatan penulis bahwa pendapat responden diatas

memang betul baik mengenai dana oprasional yang menjadi kendala maupun

mengenai keengganan dari para korban untuk melaporkan tindakan kekeasan

yang dialaminya adanya, contohnya dana operasional yang diperuntukan

personil Polri bertugas dilapangan tidak ada padahal dana

operasional/penyidikan tersebut sangat menunjang keberhasilan dalam

pelaksanaan tugas sehingga seorang penyidik sebelum memulai kegiatan

penyidikan sudah harus berpikir mengenai dana yang harus dikeluarkan.

untuk proses penyidikan, belum adanya semacam penataran bagi penegak

hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) untuk menyamakan persepsi tentang

pemahaman dan penerapann Undang-undang penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga, masih belum adanya keberanian dari korban untuk

melaporkan tindak pidana kekerasan yang dialaminya ke Polisi.

Begitu halnya dengan korban kekerasan dalam rumah tangga mereka malu

untuk melaporkan aib didalam keluarganya hal tersebut menurut mereka aka

menghancurkan nama baik suami selaku kepala rumah tangga. Adanya

kecendrungan masyarakat indonesia yang masih menjunjung etika ketimuran

bahwa suami harus dihormati bagaimana pun kondisinya. Para korban

kekerasan dalam rumah tangga baru melaporkan kasusnya kepolisian bila

benar-benar dalam kondisi yang sangat mendesak.

Menurut wawancara dengan Yuli Purwanti mengenai faktor penhambat dalam

kasus kekerasan dalam rumah tangga selain hambatan dari pihak korban itu

43

Page 44: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

sediri hambatan lain juga berasal dari aparat penegak hukum yang kadang

kurang tanggap menenai penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga

mengingat aparat penegak hukum dalam kasus ini bertindak pasif karena

menunggu laporan dari pihak yang merasa dirugikan sehingga dalam

penanganan kasusnya pun lambat karena mungkin kesalahan penafsiran

mengenai sifat pasif tersebut. Terkadang birokrasi kepolisian yang

menyulitkan para pencari keadilan, pendapat yang dapat dikutip untuk

menggambarkan keadaan ini adalah pendapat dari Samuel Walker yang

menysatakan banyak kritik terhadap polisi yang dihubungkan dengan

birokrasinya seperti dipersalahkan karena kurang kreatif dalam merespon

perubahan sosial yang terjadi yang menjadi harapan masyarakat terhadapnya,

mereka juga dipersalakan karena kurang menggunakan kesempatan secara

maksimal untuk memajukan karirnya. Sehingga walaupun banyak aturan-

atauran tertulis yang mengikatnya, kepolisian sendiri tidak dapat mengontrol

prilaku aparat-aparatnya dengan efektif10. Hal demikian pun terjadi pada

aparat kepolisian republik indonesia hal demikian ini perlu segera diperbaiki

sehingga dapat memperbaiki citra aparat penegak hukum di Indonesia.

10 Samuel walker. 2004. Police In America ( edisi terjemahan), Mc. Graw Hill. Hlm 352

44

Page 45: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Proses Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga,

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa proses penyidikan

terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai

berikut:

a. Penerimaan laporan langsung dari korban, kemudian akan dilayani

oleh personil SPK (Sentral Pelayanan Kepolisian) yang dibantu oleh

Polwan yanmas yang diperbantukan pada RPK atau Polwan unit RPK

langsung yang melaksanakan fungi yanmas untuk dibuatkan laporan

Polisi.

b. Terhadap kasus yang tidak memenuhi unsur pidana dapat dilakukan

upaya bantuan melalui konseling atau kerjasama dengan fungsi lain

dilingkungan Polri yaitu bidang Dokkes, bidang pisikologi, bidang

pembinaan mental, dan instansi terkait dalam hal ini Dinas Sosial.

45

Page 46: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

c. Bila kasus yang ditangani memenuhi unsur-unsur pidana maka untuk

kelanjutannya dilimpahkan kepada fungsi reskrim, yaitu unit RPK

untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut sampai dengan berkas

penyidikan diterima oleh Jaksa.

5.1.2 Faktor Penghambat Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Adapun faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyidikan terhadap tindak

pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah:

a. Faktor manusia dalam hal ini aparat kepolisian yang masih kurang

profesional karena kurangnya pendidikan kepolisian yang merata

pada seluruh anggota polisi, serta masih adanya pemahaman yang

berbeda antara penegak hukum dalam penerapan Undang-Undang

Nomor. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekersan dalam rumah

tangga.

b. Faktor anggaran operasi untuk penyidikan/penangnan kasus kekersan

dalam rumah tangga yang sangat kurang sehingga para

penyidik/personil polri mengalami kesulitan dalam pembiayaan

penangan kekerasan dalm rumah tangga.

c. Faktor waktu, yaitu waktu antara kejadian dengan saat korban

melapor ke polisi cukup lama, sehingga bekas luka atau hasil visum

et repertum tidak mendukung.

d. Faktor kesadaran ukum masyarakat yang masih rendah, ini dapat

dilihat dari korban masih merasa takut dan malu untuk melaporka

46

Page 47: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

tindak pidana kekerasan yang dialaminya dan merupakan aib apabila

permasalahan yang dialami korban diketahui oleh orang lain serta

merasa pelaku adalah tulang punggung keluarga sehingga apabila

dilaporkan ke Polisi maka idak ada yang membiayai korban dan

keluarga untuk kelangsungan hidupnya.

5.2 Saran

Adapun saran yang bisa penulis sampaikan berkenaan dengan hasil penelitian

ini adalah :

1. Agar dalam penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dapat

lebih efektif maka perlu adanya suatu peraturan atau pelatihan yang

terkoordinasi antara Polisi, Jaksa, Hakim, dan instansi terkait untuk

menyatukan pemahaman terhadap penerapan undang-undang Tersebut.

Bagi pihak polri khususnya Polres Tulang Bawang disarankan untuk

lebih meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam bidang

penyidikan melalui pendidikan dan pelatihan terhadap para aparat

kepolisian serta adanya dana oprasional dalam proses penyidikan.

2. Agar tidak adanya interpensi dari pihak manapun dalam penyeleasaian

kasus ini dan untuk dilakukan proses penyidikan sebagaimana mestinya

agar membuat jera bagi pelaku agar tidak mengulangi lagi

perbuatannya. Selanjutnya masyarakat diharapkan tidak merasa takut

dalam melaporkan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang

dialaminya kepada Polri.

47

Page 48: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

48

Page 49: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

DAFTAR PUSTAKA

Chandrakirana, Kamala, " Hentikan Kekerasan Terhadap Perempuan'', http://www. Komnasperompuan.or.id, Rabu, 7 September 2006, Jam 12:29:11 Wib.

Delliyana, Shanty, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Yogyakarta: Liberty,

Cet-V, 2004.

Arief, Barda Nawawi,. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung,

Skep Kapolri No. Pol. : Skep / 123 /IX / 2002. Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Polri di Lapangan.

Hasyim, Nur. Menunggu lahirnya UU Kekerasan dalam Rumah Tangga “

Senin, 7 November 2011, Jam 09.20 WIB

Skep Kapolri No. Pol : Skep/126/IX/2000, Buku Juklak dan Juknis Pelaksanaan Penyidikan.

Soekanto , Soejono. 1084. Metode Penelitian Hukum. Universitas Indonesia.Jakarta

49

Page 50: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup......................................................... 1

1.2.1 Permasalahan................................................................................. 4

1.2.2 Ruang Lingkup.............................................................................. 4

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................ 5

1.3.1 Tujuan Penelitian........................................................................... 5

1.3.2 Kegunaan Penelitian..................................................................... 5

1.4 Sistematika Penulisan............................................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 8

2.1 Tugas Pokok dan Wewenang Polri...................................................... 8

2.2 Dasar Hukum Perlindungan Terhadap KDRT..................................... 11

2.3 Pengertian dan Bentuk-Bentuk KDRT ................................................ 14

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Tindak Pidana Kekerasan

dalam Rumah Tangga........................................................................... 17

2.5 Proses Penyidikan Tindak Pidana KDRT............................................ 18

III. METODE PENELITIAN........................................................................ 23

3.1 Pendekatan Masalah............................................................................. 23

3.2 Sumber dan Jenis Data......................................................................... 24

3.3 Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data...................... 25

50

Page 51: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data...................................................... 25

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data.......................................................... 25

3.4 Analisis Data........................................................................................ 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden...................................................................... 29

4.2 Dara Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Di Polres Tulang Bwang ..................................................................... 30

4.3 Proses Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan

Dalam Rumah Tanggsa ....................................................................... 32

4.4 Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Pernyidikan

Kasus Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga .................... 40

BAB V KESIMPILAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan`......................................................................................... 48

5.2 saran..................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA

51

Page 52: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

KATA PENGANTAR

Dengan selesainya penulisan hukum ini penulis ingin mengucapkan rasa terima

kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penulisan

hukum ini kepada :

1. Ibu Dr. Ratu Betta Carepeboka, M.Si selaku Rektor Universitas Megou Pak

Tulang Bawang

2. Bapak DR. Hi. Abdurachman Sarbini S.H.,M.H.,M.M. Selaku Ketua Dewan

Kurator

3. Ibu Emilia Susanti SH.,MH selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi

4. Ibu Nurbaiti Syarif, SH selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi

5. Bapak Agus Marzuki, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum dan

Pembimbing Akademik Universitas Megou Pak Tulang Bawang

6. Bapak Dian Herlambang SH.,MH selaku kaprodi ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Megou Pak Tulang Bawang

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Megou Pak Tulang

Bawang, serta pegawai dan staf di lingkungan Fakultas Hukum atas

bimbingan dan bantuan yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa

52

Page 53: Analisis Penyelidikan KDRT Fix (Yulinawati)

8. Kedua orang tuaku terima kasih atas semua kasih sayang, doa dukunganya

menyemangati sampai sekarang

9. Serta rekan–rekan seangkatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Menggala 7 Juli 2012

Penulis,

Yulina Wati

53