Top Banner
Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) Dalam Penanganan Kabut Asap Lintas Batas Mohamad Ad’lan Shidiq Program Studi Hubungan Internasional FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur e-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Pada tahun 1997, kabut asap akibat kebakaran lahan melanda Indonesia yang dampaknya hingga ke negara-negara kawasan Asia Tenggara. Fenomena tersebut mendorong ASEAN untuk membuat perjanjian pada tahun 2002 yang mewadahi kerjasama dalam upaya penanganan kabut asap tersebut. Indonesia sebagai negara yang disalahkan atas kabut asap tersebut tidak langsung meratifikasi perjanjian tersebut. Periode 2002-2014 kabut asap menjadi bencana yang tidak terselesaikan bagi Indonesia. Permasalahan tersebut menyebabkan masyarakat bergerak untuk mendesak pemerintah untuk melakukan pertanggungjawaban. Hingga pada tahun 2014 Indonesia bersedia meratifikasi AATHP. Penelitian ini menganalisis hubungan sebab akibat dari tuntutan masyarakat dan pertanggungjawaban negara terhadap lingkungan yang mendorong Indonesia meratifikasi AATHP melalui sudut pandang pilihan rasional. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keuntungan yang didapat Indonesia setelah meratifikasi AATHP. Hasil dari penelitian ini memaparkan rasionalitas yang dimiliki oleh pembuat kebijakan dalam meratifikasi AATHP. Kata Kunci: AATHP, Tuntutan Masyarakat, Pertanggungjawaban Negara, Ratifikasi, Kabut Asap Lintas Batas, ASEAN Transboundary haze issue has been so critical, both to ASEAN and especially to Indonesia. In 2014, Indonesia ratified the AATHP as the manifestation of Indonesian goodwill to reduce the haze. The ratification was helped by social demands in Indonesia. The citizen shouted to state’s responsibility in dealing with the haze issue. As the prominent element in transboundary haze pollution issue, Indonesia had a hard consideration in agreeing the AATHP. This paper, finally, attempts to find the correlation between the social demand, state responsibility, and the Indonesia’s government responses to the issue. This paper also examines the benefits gained by Indonesia for ratifying the AATHP. Keywords: AATHP, social demand, state responsibility, ratification, Transboundary Haze, ASEAN
22

Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Dec 16, 2022

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution

(AATHP) Dalam Penanganan Kabut Asap Lintas Batas

Mohamad Ad’lan Shidiq

Program Studi Hubungan Internasional

FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Pada tahun 1997, kabut asap akibat kebakaran lahan melanda Indonesia yang dampaknya hingga ke negara-negara kawasan Asia Tenggara. Fenomena tersebut mendorong ASEAN untuk membuat perjanjian pada tahun 2002 yang mewadahi kerjasama dalam upaya penanganan kabut asap tersebut. Indonesia sebagai negara yang disalahkan atas kabut asap tersebut tidak langsung meratifikasi perjanjian tersebut. Periode 2002-2014 kabut asap menjadi bencana yang tidak terselesaikan bagi Indonesia. Permasalahan tersebut menyebabkan masyarakat bergerak untuk mendesak pemerintah untuk melakukan pertanggungjawaban. Hingga pada tahun 2014 Indonesia bersedia meratifikasi AATHP. Penelitian ini menganalisis hubungan sebab akibat dari tuntutan masyarakat dan pertanggungjawaban negara terhadap lingkungan yang mendorong Indonesia meratifikasi AATHP melalui sudut pandang pilihan rasional. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keuntungan yang didapat Indonesia setelah meratifikasi AATHP. Hasil dari penelitian ini memaparkan rasionalitas yang dimiliki oleh pembuat kebijakan dalam meratifikasi AATHP. Kata Kunci: AATHP, Tuntutan Masyarakat, Pertanggungjawaban Negara, Ratifikasi, Kabut Asap Lintas Batas, ASEAN Transboundary haze issue has been so critical, both to ASEAN and especially to Indonesia. In 2014, Indonesia ratified the AATHP as the manifestation of Indonesian goodwill to reduce the haze. The ratification was helped by social demands in Indonesia. The citizen shouted to state’s responsibility in dealing with the haze issue. As the prominent element in transboundary haze pollution issue, Indonesia had a hard consideration in agreeing the AATHP. This paper, finally, attempts to find the correlation between the social demand, state responsibility, and the Indonesia’s government responses to the issue. This paper also examines the benefits gained by Indonesia for ratifying the AATHP. Keywords: AATHP, social demand, state responsibility, ratification, Transboundary Haze, ASEAN

Page 2: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Pendahuluan Lahan gambut merupakan lahan luas yang mayoritas ditumbuhi oleh tanaman-tanaman baru yang menggantikan pepohonan atau dari binatang yang telah mati dan telah diuraikan sehingga menyatu dengan tanah. Lahan jenis ini dapat ditemukan di daerah-daerah yang memiliki asupan air yang cukup banyak atau daerah lembab seperti rawa, tepi sungai atau danau, dan sekitar pantai.1 Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, terdapat dua penyebab utama yang dapat menyebabkan kerusakan bagi lahan gambut yaitu drainase terbuka dan kebakaran lahan baik secara sengaja maupun kebakaran karena musim kemarau.2 Dalam peta persebaran lahan gambut di seluruh dunia yang dikeluarkan oleh Wetlands International, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki lahan gambut terluas setelah Rusia dan Kanada. Di wilayah Asia Tenggara, 85 persen dari total lahan gambut yang tersebar berada di Indonesia yang kebanyakan berada di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua.3 Indonesia sendiri memiliki luas lahan gambut pada tahun 2004 kurang lebih 20,6 juta hektar dan 35 persen dari luas lahan tersebut berada di Pulau Sumatera.4 Lokasi persebaran lahan gambut yang ada di Indonesia sendiri berdekatan dengan wilayah negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam, karena itu ketika kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi, asap yang terbawa dari angin samudera mampu mencapai wilayah negara tetangga terutama yang paling berdekatan dengan lokasi kebakaran seperti Singapura dan Malaysia. Dalam sejarah terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut yang menyebabkan polusi asap di wilayah Asia Tenggara, lahan yang paling sering terbakar ada di wilayah Sumatera, Riau, dan Kalimantan. Pada tahun 1997, asap yang ditimbulkan dari kebakaran lahan mencapai Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kerugian secara finansial yang ditimbulkan mencapai 2,45 Miliar USD.5 Sementara dari segi kesehatan, banyak warga negara Singapura, Malaysia, dan Thailand yang mengalami sesak nafas dan gangguan pernafasan lainnya. Kebakaran dan kabut asap tahun 1997 mendorong ASEAN untuk membahas masalah tersebut dalam Konferensi Tingkat Tinggi dan menghasilkan Hanoi Plan of Action 1997 yang mewadahi upaya-upaya dalam mengatasi masalah pencemaran asap lintas batas yang disebabkan oleh

1 Ali Fahmi. 17 Desember 2015. Tanah Gambut (online). (https://jurnalbumi.com/tanah-

gambut/ diakses pada 10 Februari 2016 pukul 19.01 WIB) 2 Yulia Azmia Fitri. 27 Mei 2013. Pengendalian Kerusakan Lahan Gambut (online). (http://ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/berita-300-pengendalian-kerusakan-dan-kebakaran-lahan-dan-hutan-gambut.html diakses pada 15 Februari 2016 pukul 19.03 WIB) 3 Ibid. 4 Indonesia Wetlands. Persebaran Lahan Gambut Indonesia (online). Dalam http://indonesia.wetlands.org/Infolahanbasah/PetaSebaranGambut/tabid/2834/language/id-ID/Default.aspx (diakses pada 10 Februari 2016 pukul 19.10 WIB) 5 Kompas. 14 September 2015. Kabut Asap Kebakaran Hutan, Setengah Abad Kita Abai (online). Dalam http://sains.kompas.com/read/2015/09/14/16272971/Kabut.Asap.Kebakaran.Hutan.Setengah.Abad.Kita.Abai (diakses pada 15 Februari 2016 pukul 20.00 WIB)

Page 3: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

kebakaran hutan.6 Hingga pada tahun 2002, sepuluh negara ASEAN sepakat untuk membentuk suatu perjanjian kerjasama dalam bidang penanggulangan asap lintas batas yaitu ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang secara resmi dilaksanakan pada November 2003.7 Setidaknya ada 7 (tujuh) negara yang meratifikasi perjanjian ini pada periode 2002 – 2003, di antaranya Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Myanmar, Brunei Darussalam. Sementara Laos meratifikasi AATHP pada 2004. Kemudian disusul oleh Kamboja pada tahun 2006 dan Filipina pada tahun 2010. Tujuan dari adanya Perjanjian Penanganan Asap Lintas Batas ini adalah untuk menyelesaikan masalah kabut asap yang telah lama terjadi secara kolektif, dengan kata lain negara-negara ASEAN sepakat untuk membantu Indonesia untuk memberikan solusi dan penyelesaian masalah tersebut. Namun Indonesia yang dianggap sebagai produsen kabut asap lintas batas tidak langsung meratifikasi perjanjian tersebut, hanya saja pada tahun 2006 Indonesia memberikan pernyataan akan meratifikasi AATHP yang tercantum dalam rancangan Undang Undang.8 Terdapat beberapa alasan bagi Indonesia yang mendorong untuk segera meratifikasi AATHP. Hingga pada tanggal 16 September 2014, Indonesia akhirnya meratifikasi Perjanjian Penanganan Asap Lintas Batas yang berlaku mulai tahun 2003 tersebut dan menjadi negara terakhir di ASEAN yang meratifikasi perjanjian tersebut.9

Kondisi Hutan Indonesia Dalam keseluruhan luas wilayah yuridiksi Indonesia, terdapat total 133,7 juta hektar atau 60 persen hutan tropis. Luas tersebut setara dengan kurang lebih 10 persen total hutan di seluruh dunia.10 Dengan jumlah luas hutan dan lahan hijau yang sedemikian besar, maka rasanya pantas jika Indonesia menyandang gelar sebagai bagian dari paru-paru dunia. Selain itu, Indonesia juga disebut sebagai “zamrud katulistiwa” yang berarti permata hijau di garis katulistiwa. Namun sayangnya, pada tahun 2009, Kementerian Kehutanan mencatat dari tahun 2000 hingga tahun 2009 terdapat hutan seluas lebih dari 1,08 juta hektar yang mengalami kerusakan tiap

6 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014 Tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 7 Ibid. 8 Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Indonesia Meratifikasi AATHP (online). Dalam http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/ (diakses pada 28 April 2016) 9 Tim Redaksi. 16 September 2014. Indonesia Perlu 12 Tahun Untuk Ratifikasi AATHP (online). Dalam http://www.ciputranews.com/kesra/indonesia-perlu-12-tahun-ratifikasi-aathp (diakses pada 19 Februari 2016) 10 Kemenperin. N.d. Ekspor Kayu Olahan Bisa Dipacu (online). Dalam http://kemenperin.go.id/artikel/8958/Ekspor-Kayu-Olahan-Premium-Bisa-Dipacu (diakses pada 28 Mei 2016)

Page 4: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

tahunnya.11 Zulkifli Hasan, selaku Menteri Kehutanan periode 2009-2014 mengakui bahwa dari 130 juta hektar, hanya 48 juta hektar hutan yang kondisinya masih alami dan belum tersentuh kegiatan perekonomian.12 Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki lahan hutan terbesar ketiga dunia setelah Brazil dan Republik Kongo. Dengan jumlah lahan lebih dari 130 juta hektar, seharusnya Indonesia menjadi negara dengan penyerapan emisi yang sangat baik. Logika tersebut sejalan dengan fungsi hutan yang diketahui yaitu penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen. Namun yang cukup menarik adalah pada tahun 2005, Indonesia juga menempati urutan ketiga sebagai negara penghasil emisi terbesar setelah Amerika Serikat dan Tiongkok. Statistik tersebut didasarkan pada pernyataan dari lembaga pangan dunia atau FAO.13 Sumbangan emisi tersebut disebabkan oleh penebangan hutan atau deforestasi yang dilakukan secara berlebihan. Selain itu, pembukaan lahan gambut dengan melakukan pembakaran juga menjadi alasannya. Dalam regulasi atau aturan dalam membuka lahan, kegiatan pembakaran hutan atau lahan gambut telah dilarang. Namun dalam peraturan atau Undang Undang tersebut juga membenarkan atau mengijinkan adanya pembukaan lahan dengan membakar hutan. Hanya saja pembakaran lahan tersebut harus dengan membatasi seberapa luas lahan yang diperbolehkan untuk dibakar, dan telah mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang. Contoh peraturan yang mengijinkan pembukaan lahan dengan membakar adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Pembakaran Lahan atau Hutan. Dalam pasal 11, disebutkan bahwa

“Kegiatan yang menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan adalah antara lain kegiatan penyiapan lahan untuk usaha di bidang kehutanan, perkebunan, pertanian, transmigrasi, pertambangan dan pariwisata yang dilakukan dengan cara membakar. Oleh karena itu, dalam melakukan usaha tersebut dilarang dilakukan dengan cara pembakaran, kecuali untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara terbatas tersebut harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang.”14

11 Sri Lestari. 9 Juni 2010. Memotret Kondisi Hutan Indonesia (online). Dalam http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2010/06/100609_hutanindo.shtml (diakses pada 2 April 2016) 12 Ibid. 13 Wirendro Sumargo, et.al. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia periode 2000-2009 hal 2. Forest Watch Indonesia 14 Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Lahan.

Page 5: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Untuk lebih rinci mengenai seberapa luas batasan pembakaran lahan atau hutan yang ditujukan untuk membuka lahan, dapat dilihat dalam Undang Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada pasal 69 ayat 1(a), disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan perbuatan yang menyebabkan pencemaran atau perusakan terhadap lingkungan hidup. Dalam ayat 1 (h) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.15 Sementara itu, pada ayat 2, disebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (h) memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal pada poin tersebut merujuk pada dilakukannya pembakaran lahan maksimal seluas 2 hektar per kepala keluarga untuk kemudian ditanami jenis varietas lokal.16 Dalam mekanisme yang berkaitan dengan cara membuka lahan, Kementerian Pertanian telah memberikan anjuran berupa pembukaan lahan dengan sistem manual. Dalam sistem tersebut dilakukan dengan langkah-langkah di antaranya, membabat semak atau pohon kecil berdiameter 10 cm dengan menggunakan kapak atau celurit untuk bisa digunakan sebagai jalan. Kemudian pohon yang diameternya lebih dari 10 cm ditebang dengan ketentuan apabila pohon tersebut berdiameter 10 – 20 cm, maka tinggi jarak potongnya adalah 40 cm dari akar pohon. Jika diameter pohon sekitar 21-30 cm maka jarak tebangnya 60 cm dari akar. Jika diameter pohon antara 31 – 75 cm jarak tebangnya 100 cm dan jika diameter pohon lebih dari 75 cm maka jarak tebangnya 150 cm dari akar. Setelah melakukan pemotongan, sisa-sisa pemotongan harus dikumpulkan dan diikat. Setelah itu diwajibkan untuk membersihkan area pemotongan, yang juga merupakan area tanam, dari kayu-kayu tersebut sebelum mengering yang memungkinkan akan mempermudah terjadinya percikan api.17

Dampak Kabut Asap Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan Pembukaan lahan dengan sistem pembakaran hutan atau lahan gambut yang dilakukan oleh manusia mungkin membawa manfaat untuk kegiatan ekonomi. Namun di sisi lain, terdapat beberapa dampak yang merugikan bagi lingkungan sekitar termasuk warga sekitar lahan yang dibakar. Hadriani, seorang reporter dari harian Tempo, menyebutkan pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut di Riau periode 2013 hingga bulan Maret 2014, terdapat beberapa dampak terhadap kesehatan dan kegiatan masyarakat. Dampak-dampak tersebut diantaranya adalah kabut asap yang mengandung sisa pembakaran menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan yang berlanjut hingga terjadi infeksi. Kemudian kabut asap

15 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 poin (a) dan (h). 16 Ibid. Pasal 2 dan dijelaskan pada dokumen yang sama pada halaman 31. 17 Yulia Azmia Fitri. 27 Mei 2013. Teknik Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (online). Dalam http://ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/berita-271-teknik-pembukaan-lahan-tanpa-bakar-pltb-untuk-usaha-perkebunan-pada-areal-penggunaan-lain-apl-yang-m.html dan http://ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/berita-263-teknik-pembukaan-lahan-tanpa-bakar-pada-areal-semak-belukar-i.html (diakses pada 28 Mei 2016)

Page 6: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

dapat memperburuk kondisi masyarakat yang memiliki penyakit pernafasan seperti asma dan penyakit paru-paru lainnya. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa polusi yang diakibatkan dari kabut asap tidak hanya ada pada udara bersih, melainkan juga menjadi polutan bagi air dan makanan yang tidak dilindungi. Dampak lainnya yaitu kesulitan bagi masyarakat dalam menjalani kegiatan sehari-hari dikarenakan terbatasnya jarak pandang dan bahaya terhadap mata.18 National Geographic menyebutkan beberapa dampak yang sudah dihimpun dan sifatnya langsung terhadap masyarakat, diantaranya adalah memburuknya kualitas udara di Riau. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau melalui Indeks Standar Pencemaran Udara atau ISPU. Dalam indeks tersebut, disebutkan bahwa tingkat pencemaran udara pada Februari 2014 berada pada titik 130 Psi atau titik tidak sehat dan memburuk pada titik 300 Psi atau pada tingkat berbahaya.19 National Geographic juga menyebutkan sekitar 20.000 orang telah menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan 40.000 orang telah menderita Pnuemonia, asma, iritasi pada mata dan tenggorokan.20 Kabut asap tahunan yang terjadi di wilayah barat Indonesia tidak hanya berdampak pada segi kesehatan masyarakat, baik di wilayah kebakaran maupun di negara lain yang terdampak kabut asap seperti Malaysia dan Singapura. Kabut asap yang terjadi sejak 1997 ini juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, menyebutkan bahwa terdapat inflasi sebesar 1,07 persen dan kerugian secara finansial sebesar 10 Triliun Rupiah21 pada periode awal Januari 2014 hingga Februari 2014. Angka tersebut membesar hingga mencapai 20 Triliun pada dua bulan selanjutnya.22 Kerugian sebesar itu diakibatkan dari adanya penurunan produktivitas baik dari kelas besar, menengah hingga usaha kecil. Selain itu, terhambatnya arus distribusi barang dan menurunnya angka investasi karena tertutupnya jalur transportasi karena jarak pandang sangat terbatas juga menjadi alasan terjadinya inflasi. Urgensi kabut asap mengalami peningkatan ketika terdata ada 4 orang yang dinyatakan meninggal dunia karena kabut asap ini. Seorang petani ditemukan meninggal di dekat kebun miliknya dan diperkirakan karena terlalu banyak menghirup asap. Satu

18 Hadriani P. 2014. Masalah Kesehatan Akibat Asap Kebakaran (online). Dalam http://m.tempo.co/read/news/2014/03/16/060562705/8-masalah-kesehatan-akibat-asap-kebakaran-hutan (diakses pada 5 Mei 2016) 19 Tempo. 19 Februari 2014. Ini partikel Berbahaya Dalam Kabut Asap Riau (online). Dalam https://m.tempo.co/read/news/2014/02/19/058555516/ini-partikel-berbahaya-dalam-kabut-asap-riau (diakses pada 9 Mei 2016) 20 NGI. 16 Maret 2014. Dampak Kabut Asap Riau (online). Dalam http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/03/inilah-dampak-bencana-asap-riau (diakses pada 9 Mei 2016) 21 Wahyu Aji. 4 Maret 2014. Dampak Bencana Terhadap Ekonomi Indonesia (online). Dalam http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/04/sutopo-dampak-bencana-terhadap-ekonomi-indonesia (diakses pada 8 Mei 2016) 22 Isyana Artharini. 17 September 2015. Dampak Ekonomi Kabut Asap Lebih Dari Rp 20 Trilliun (online). Dalam http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150917_indonesia_kerugian_kabutasap (diakses pada 8 Mei 2016)

Page 7: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

orang mengalami kecelakaan saat mengendarai motor dengan kondisi lemas. Dua orang lainnya merupakan korban kecelakaan mobil yang keluar jalur dan masuk ke sungai akibat terbatasnya jarak pandang.23 Sementara itu, kabut asap yang meluas telah mencapai negara lain di kawasan Asia Tenggara terutama ke Singapura dan Malaysia. Secara geografis, kedua negara tersebut memang yang paling dekat dengan lokasi kebakaran hutan dan lahan gambut. Pada tahun 2013, Badan Lingkungan Nasional Singapura atau NEA memperingatkan seluruh warga Singapura bahwa tingkat intensitas kabut asap telah mencapai tingkat tidak sehat. NEA juga memberikan himbauan untuk mengurangi kegiatan di luar ruangan. Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, juga memperingatkan warga negaranya, terutama yang berada di wilayah Pahang, Malaka, dan Trengganu untuk mengurangi kegiatan di luar rumah dan banyak-banyak meminum air mineral melalui halaman Facebook miliknya.24

Tuntutan Dari Masyarakat Untuk Menyelesaikan Kabut Asap

Dampak dari adanya kabut asap lintas batas ini tidak hanya pada lingkungan dan ekonomi Indonesia. Dampak lain dari adanya kabut asap lintas batas ini adalah munculnya tuntutan secara kolektif berupa gerakan dari masyarakat Indonesia. Masyarakat menginginkan adanya solusi beserta upaya untuk menyelesaikan asap lintas batas yang telah terjadi semenjak tahun 1997 tersebut. Pada bulan Februari 2014, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Riau mengadakan unjuk rasa di kantor pemerintah kota Pekanbaru, kantor Gubernur, dan Polda Riau. Para mahasiswa ini menuntut pemerintah untuk menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pembakaran lahan agar masalah asap tidak lagi terjadi di Riau.25 Pada tanggal 11 Maret 2014, mahasiswa Universitas Riau yang bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau mengadakan aksi. Hanya saja aksi dari mahasiswa ini masih kecil karena dilakukan di dalam lingkungan kampus. Mereka menuntut pemerintah Riau menyelesaikan kabut asap yang membuat aktivitas belajar para mahasiswa ini terganggu.26

23 Widya Victoria. 16 Maret 2014. Gempar-Jakarta: Kabut Asap Beracun di Riau Bukan Bencana Alam (online). Dalam http://rmol.co/read/2014/03/16/147516/Gempar-Jakarta:-Kabut-Asap-Beracun-di-Riau-Bukan-Bencana-Alam!- (diakses pada 19 Mei 2016) 24 Redaksi. 17 Juni 2013. Singapura Malaysia Tersedak Asap Indonesia (online). Dalam http://www.dw.com/id/singapura-malaysia-tersedak-asap-indonesia/a-16887081 (diakses pada 6 Mei 2016) 25 Unik S.. 24 Februari 2014. Tak Bisa Atasi Asap, HMI Minta Pejabat Turun (online). Dalam http://www.halloriau.com/read-hukrim-44016-2014-02-24-tak-bisa-atasi-asap-hmi-tuntut-pejabat-turun.html (diakses pada 19 Mei 2016) 26 Riki. 2014. BEM Universitas Riau Tuntut Penyelesaian Kabut Asap di Riau (online). Dalam http://bertuahpos.com/berita/bem-ur-tuntut-penyelesaian-kabut-asap-di-riau.html (diakses pada 19 Maret 2014)

Page 8: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Aksi yang lebih besar datang dari gerakan sosial yang masih berfungsi hingga sekarang. Gerakan ini merupakan aksi solidaritas mahasiswa asal Riau yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Asap Riau (GEMPAR) yang eksistensinya tidak hanya ada di Riau melainkan juga di Jakarta.27 Dalam aksi yang dilaksanakan pada 14 Maret 2014 di Bundara Hotel Indonesia, Jakarta, para mahasiswa ini menuntut pemerintah untuk lebih serius dalam menangani masalah asap yang tidak terselesaikan dari tahun 1997. Selain itu, tuntutan juga berisi tentang perubahan status kabut asap menjadi bencana nasional. Dalam aksinya, para mahasiswa ini tidak hanya menuntut pemerintah, namun juga membantu meringankan beban ekonomi di wilayah terdampak kabut asap dengan menggalang dana dari masyarakat.28 Dalam aksi lain yang digelar di depan gedung kantor gubernur Riau, massa meminta presiden bersama dengan pejabat Provinsi Riau untuk berupaya menanggulangi kabut asap tersebut. Aksi tersebut terbilang cukup ramai karena massa yang ikut merupakan anggota dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM. LSM tersebut diantaranya adalah Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi, Jaringan Kerja Penyelamat Riau atau Jikalahari, Jaringan Masyarakat Gambut Riau atau JMGR, Serikat Perempuan Indonesia atau Seruni, dan Gerakan Pemuda Indonesia (GPI) Riau.29 Demonstrasi yang terjadi di depan gedung kantor gubernur Riau ini juga mengecam sikap dari gubernur yang dianggap tidak peduli terhadap kabut asap yang terjadi. Di tanggal yang sama, masyarakat sipil di Pekanbaru juga melakukan aksi yang menuntut dua perusahaan perkebunan yaitu PT. RAPP dan PT. Arara Abadi untuk diadili. Hal ini dilakukan oleh masyarakat Pekanbaru dengan melaksanakan shalat Jum’at di jalan Cut Nya Dien, Pekanbaru. Aksi tersebut dijelaskan sebagai permintaan kepada tuhan untuk segera diturunkan hujan agar masalah kabut asap segera teratasi.30 Pada tanggal 16 Maret 2014, mahasiswa peduli Riau kembali melakukan aksi di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Kali ini para mahasiswa ini memberikan aksi teatrikal yang melambangkan penderitaan masyarakat Riau akibat kabut asap yang bahkan menyebabkan korban meninggal.31 Suara yang mendesak pemerintah untuk berupaya lebih serius juga datang dari masyarakat umum. Media yang digunakan dalam desakan tersebut juga beragam, mulai dari adanya petisi, hingga gerakan melalui social media dengan mengirimkan

27 Wirman Susandi. 16 Maret 2014. Gempar Jakarta Minta Pemerintah Serius Tangani Kabut Asap (online). Dalam http://www.goriau.com/berita/peristiwa/gempar-jakarta-minta-pemerintah-ri-fokus-tangani-kabut-asap-di-riau.html (diakses pada 6 Mei 2016) 28 Ibid. 29 Raden Trimuttia Hatta. 2014. 17 Tahun Kabut Asap Tanpa Penyelesaian (online). Dalam http://news.liputan6.com/read/2020616/17-tahun-kabut-asap-riau-tanpa-penyelesaian (diakses pada 19 Mei 2016) 30 Ady Kuswanto. 14 Maret 2014. Massa Aksi Gugat Asap Riau, Shalat Jum’at di Jalan Cut Nya Dien (online). Dalam http://gagasanriau.com/mobile/detailberita/11962/massa-aksi-gugat-asap-riau-sholat-jumat-di-jalan-cut-nya-dien (diakses pada 19 Mei 2016) 31 Fathra. 16 Maret 2014. Bencana Asap Riau, Mahasiswa Minta Pertanggungjawaban SBY (online). Dalam http://www.jpnn.com/read/2014/03/16/222320/Bencana-Asap-Riau-Mahasiswa-Minta-Tanggung-Jawab-SBY- (diakses pada 19 Mei 2016)

Page 9: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

pesan kepada pemerintah. Petisi yang cukup berpengaruh adalah petisi dari Riko Kurniawan, seorang warga asal Pekanbaru. Dalam petisi yang dituliskan dalam halaman website change.org, yang dituntut dari pemerintah saat itu, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, adalah untuk mencabut ijin kepada perusahaan yang membuka lahan dengan membakar lahan gambut.32 Petisi tersebut berhasil mendapatkan total 14.706 suara pendukung, dan berhasil mendorong pemerintah untuk menindaklanjuti perusahaan-perusahaan yang melakukan pembakaran lahan. Tidak hanya petisi, salah satu gerakan dari masyarakat yang mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan kabut asap lintas batas adalah gerakan masyarakat Indonesia melalui jejaring sosial seperti Twitter, Youtube, Blackberry Massenger dan Instagram dengan kiriman atau post menggunakan hashtag #melawanasap. Hashtag #melawanasap ini sebenarnya telah muncul dari tahun 2013 dan telah berupa grup di halaman facebook yang digagas oleh Heri Budiman,dkk.33 Mario Diani menjelaskan tentang adanya tuntutan atau protes yang selalu menjadi cara bagi gerakan sosial dalam mempengaruhi pemerintah. Menurutnya, tuntutan dan protes adalah metode yang digunakan oleh orang-orang yang tidak memiliki kekuatan dalam pemerintahan. Namun jika dilakukan secara kolektif, bahkan diperkuat dengan adanya peran dari media, maka hasilnya akan mampu merubah kebijakan pemerintah. Hanya saja tidak semua protes yang disampaikan akan dikabulkan oleh pemerintah. Misalnya jika protes yang disampaikan tidak sesuai dengan Undang Undang.34 Dalam kaitannya dengan permasalahan kabut asap lintas batas, gerakan yang muncul telah menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah kabut asap. Gerakan tersebut juga menyampaikan protes kepada pemerintah yang lamban dalam mengatasi masalah tersebut hingga menjadi bencana yang cukup parah. Tuntutan dan protes yang dilakukan masyarakat ini juga memunculkan metode baru dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, yaitu dengan menggunakan koneksi internet dan media sosial. Internet menjadi media yang digunakan oleh masyarakat Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk menyampaikan keluhan pada pemerintah Indonesia yang dirasa tidak mampu menyelesaikan kabut asap lintas batas yang terjadi dari tahun 1997. Kemudian adanya itikat baik dari pemerintah yang tercantum dalam salah satu post di akun Twitter Susilo Bambang Yudhoyono yang dipublikasikan pada tanggal 13 Maret 2014. Dalam post tersebut SBY menyampaikan, “Jika pejabat di Riau dan Menteri terkait tidak bisa mengatasi, dalam dua atau tiga hari ini saya ambil alih penanganan kabut asap di Riau.”35 Hal tersebut dibuktikan dengan adanya intervensi langsung dalam menangani kabut asap lintas batas yang terjadi. Dapat dikatakan keterlibatan pemerintah adalah karena adanya tanggungjawab atau kewajiban memberi

32 Hasan Kurniawan. 16 Maret 2014. Dukungan Petisi Kabut Asap Riau (online). Dalam http://daerah.sindonews.com/read/844605/24/petisi-kabut-asap-riau-dapat-4-241-dukungan-1394884966 (diakses pada 6 Mei 2016) 33 Walhi. 2015. #melawanasap Menempuh Jalur Hukum (online). Dalam http://www.walhi.or.id/melawanasap-menempuh-jalur-hukum-menuntut-hak-untuk-hidup-dan-sehat.html (diakses pada 6 Mei 2016) 34 Donatella Della Porta & Mario Diani. 2006. Social Movements An Introduction hal 166-167. Blackwell Publishing 35 Ibid

Page 10: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan hidup Indonesia dari ancaman polusi demi kesehatan masyarakat yang juga merupakan hak dari setiap warga negara. Selain itu, permintaan atau tuntutan dari masyarakat ini tidak melanggar Undang Undang, bahkan jika Indonesia tidak segera bertindak, bisa jadi hal tersebut menjadi sebuah pelanggaran terhadap hak warga negara dan juga pelanggaran terhadap hukum lingkungan internasional yang telah disusun dan menjadi hukum lingkungan bagi setiap negara di dunia.

Page 11: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Pertanggungjawaban Indonesia Terhadap Lingkungan Menurut Hukum Internasional

Dalam isu lingkungan hidup, Negara tidak hanya dibebani tanggungjawab memberi perlindungan terhadap warga negara, hak asasi manusia, dan kesejahteraan. Perlindungan terhadap lingkungan hidup juga menjadi salah satu tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh negara. Dalam hal ini, hukum internasional menekankan bahwa pertanggungjawaban itu tidak hanya terjadi ketika ada kelalaian dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertanggungjawaban juga dapat diartikan sebagai kewajiban. Kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban atau tanggungjawab negara untuk mencegah kerusakan lintas perbatasan dari aktivitas yang berbahaya. Kewajiban tersebut mengacu pada pasal 21 Deklarasi Stockholm 1972 yang menyatakan;

“Selain hak berdaulat untuk mengusahakan suber dayanya sendiri sesuai dengan kebijakan lingkungan masing-masing, negara juga memiliki pertanggungjawaban untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas dalam yuridiksi atau kontrolnya tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara-negara lain atau lingkungan daerah-daerah di luar batas yuridiksi nasional.”36

Selain menjaga lingkungan hidup di dalam wilayahnya sendiri, negara juga diberi kewajiban mencegah terjadinya kerusakan lintas perbatasan yang dikarenakan aktivitas berbahaya. Aturan tersebut disampaikan dalam revisi draf pasal-pasal ILC mengenai Pencegahan Kerusakan Lintas Perbatasan dari Aktivitas berbahaya. Dalam pasal 1, disebutkan bahwa pasal-pasal dalam draf akan berlaku jika melibatkan resiko untuk menimbulkan kerusakan lintas perbatasan signifikan karena konsekuensi fisiknya. Pasal tersebut dijelaskan dengan pasal 2, yang menegaskan bahwa yang dimaksud dengan resiko yang telah disebutkan, mencakup kemungkinan besar akan timbulnya kerusakan lintas perbatasan yang serius, dan kemungkinan kecil akan menimbulkan kerusakan lintas perbatasan yang sangat serius. Dalam masalah kabut asap lintas batas, pemerintah pusat yang saat itu masih dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah melakukan pertanggungjawaban. Bentuk pertanggungjawaban tersebut adalah SBY meminta maaf kepada semua pihak yang terdampak kabut asap, terutama pada negara lain. Permintaan maaf tersebut dilakukan oleh SBY sebanyak dua kali selama masa periode pemerintahannya, yaitu pada tahun 200637 dan pada tahun 2013.38

36 Draft Article Declaration of the United Nations Conference on Human Evironment Stockholm 1972 art 21 37 DW. 12 Oktober 2006. SBY Minta Maaf Soal Kebakaran Hutan (online). Dalam http://www.dw.com/id/sby-minta-maaf-kasus-kebakaran-hutan/a-2935210 (diakses pada 19 Mei 2016) 38 Andylala Waluyo. 25 Juni 2013. Indonesia Minta Maaf Karena Asap Tebal (online). Dalam http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-minta-maaf-karena-asap-tebal/1688202.html (diakses pada 19 Mei 2016)

Page 12: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Terlepas dari pendapat masyarakat bahwa pejabat sekitar dan pemerintah pusat kurang memperhatikan masalah kabut asap ini, sebenarnya Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi dan mengupayakan penyelesaian kabut asap lintas batas tersebut. Sebagai pertanggungjawaban Indonesia terhadap lingkungan atau sumber daya alam yang telah dikelola, atau dalam hal ini adalah hutan, Indonesia juga melakukan program reboisasi. Dalam program tersebut, tercatat jumlah luas lahan yang mengalami reboisasi mengalami peningkatan dari 9636 hektar pada tahun 2000 dan menjadi 339.166 hektar pada tahun 2004. Namun setelah itu mengalami penurunan secara perlahan, hingga pada tahun 2013 hanya ada 105.656 hektar yang mengalami reboisasi.39 Upaya mencegah adanya kabut asap juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan membentuk kemitraan dengan World Research Institute pada 23 Juli 2014.. Kemitraan tersebut berupa pembuatan sistem aplikasi yang dinamakan Global Forest Watch – Fires.40 Dengan adanya sistem tersebut, diharapkan setiap lapisan masyarakat mulai dari badan pemerintah, perusahaan, hingga masyarakat umum bersama-sama memantau adanya kemungkinan akan terjadinya kebakaran melalui titik panas yang ditampilkan dalam aplikasi tersebut. World Research Institute atau WRI mengungkapkan, sistem ini memiliki keunggulan yaitu kemampuan mengeluarkan peringatan dalam waktu yang hampir aktual setara dengan satelit NASA yang dipetakan secara online, dan didistribusikan pada pejabat lokal, pemadam kebakaran, kepala desa, dan masyarakat melalui sistem SMS.41 Kabut asap terparah selama periode 2002 hingga 2014 yang terjadi pada akhir periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, cukup membuat pemerintah berupaya keras dalam menanggulanginya. Dalam upaya pengurangan kabut asap, Susilo Bambang Yudhoyono bersedia untuk terjun langsung dan ikut memberikan instruksi kepada tim Satgas Penanggulangan Bencana Kabut Asap.42 Hal ini dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tanggapan atas dorongan dari masyarakat melalui gerakan, petisi, dan pesan di jejaring sosial. Selain dorongan, masalah tersebut menjadi tanggungjawabnya untuk tidak membebankan permasalahan negara di masa jabatannya kepada presiden yang baru.43 Sebab dalam permasalahan ini, kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi dalam dua kali periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan hampir tanpa penyelesaian.

39 BPS. 2014. Luas Kegiatan Reboisasi (online). Dalam https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/860 (diakses pada 6 Mei 2016) 40 Press Release. 22 Juli 2014. Pemerintah Republik Indonesia dan Global Forest Watch Bekerjasama Untuk Luncurkan Sistem Mutakhir Untuk Mitigasi Kebakaran Hutan, Lahan, dan Kabut Asap (online). Dalam http://www.wri.org/news/2014/07/release-pemerintah-republik-indonesia-dan-global-forest-watch-bekerjasama-luncurkan (diakses pada 7 Mei 2016) 41 Ibid. 42 Ryan Dagur. 2014. Pemerintah Ambil Langkah Tegas Atasi Kabut Asap di Riau (online). Dalam http://indonesia.ucanews.com/2014/03/17/pemerintah-ambil-langkah-tegas-atasi-kabut-asap-di-riau/ (diakses pada 7 Mei 2016) 43 Ibid.

Page 13: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Alasan Indonesia Meratifikasi AATHP

Pada tahun 2014, tepatnya pada bulan September 2014, Indonesia secara resmi meratifikasi AATHP melalui Undang Undang nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Kebijakan yang sifatnya rasional dalam sektor lingkungan tersebut, menurut Peter Cronkleton merupakan salah satu dampak dari environmental governance. Cronkleton menyebutkan bahwa dampak yang terjadi dalam environmental governance tidak hanya sebatas adanya regulasi dan hukum mengenai konservasi, melainkan juga berdampak pada rancangan kerja secara politis dan terorganisir.44 Selain itu, dalam menentukan kebijakan, James Fearon berpendapat bahwa terdapat pihak yang memikirkan mengenai kesempatan dan tantangan dalam mengambil sebuah kebijakan.45 Namun dalam suatu kebijakan yang melibatkan actor negara, Guy Peter memberikan konsep yang lebih sesuai yaitu rational choice institutionalism. Peter berpendapat bahwa Rational choice institutionalism diasumsikan untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki (individu, institusi pemerintah, masyarakat) dan menyuarakan kepentingan dalam proses pembuatan kebijakan sehingga institusi akan mendapat timbal balik berupa interdependensi, hubungan strategis dan collective action.46 Pendapat Cronkleton yang disebutkan ada benarnya jika dikaitkan dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk meratifikasi AATHP. Sementara itu, dalam proses yang dilakukan oleh Indonesia dalam meratifikasi AATHP, terdapat beberapa nilai rasionalitas dalam beberapa aspek yang cukup strategis yang dapat memberi manfaat bagi Indonesia dalam menyelesaikan kabut asap. Sesuai dengan yang dikatakan oleh James Fearon dan Guy Peter. Aspek tersebut diantaranya adalah adanya kerjasama multinasional, Kemudian ratifikasi tersebut dilakukan untuk memenuhi kewajiban bertanggungjawab pada pihak yang dirugikan. Tanggungjawab tersebut juga ditujukan terutama pada masyarakat Indonesia yang terdampak dan memberikan tuntutan pada pemerintah. Terakhir, ratifikasi tersebut dilakukan Indonesia karena AATHP dapat menjadi dasar dalam memperkuat regulasi dan kebijakan lingkungan.

Kerjasama Multinasional Seperti yang disebutkan dalam mukadimah atau pembukaan draft article AATHP, yang menyatakan bahwa AATHP menjadi wadah bagi sepuluh negara anggota ASEAN untuk berupaya bersama dalam menyelesaikan masalah kabut asap lintas batas. Selain itu pasal 12 AATHP juga menyatakan, bahwa jika ada pihak yang membutuhkan bantuan ketika ada bahaya kebakaran lahan atau telah mencapai

44 Peter Cronkleton et.al. 2008. Environmental Governance and the Emergence of Forest-Based Social Movements. International Forestry Research; Indonesia 45 James Fearon & Alexander Wendt. 2002. Handbook of International Relation: Rational Choice and International Relations hal 488-489. Sage Publication, California 46 Ibid.

Page 14: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

tahap kabut asap, dapat menyatakan permintaan secara langsung kepada ASEAN Centre dan menyebutkan secara detail bantuan seperti apa yang dibutuhkan. Selain dari AATHP, kerjasama multinasional dalam sektor lingkungan juga tercantum dalam hukum internasional. Seperti yang disebutkan dalam pasal 7 Deklarasi Rio 1992. Disebutkan didalamnya bahwa negara-negara di dunia harus saling bekerja sama dalam rangka konservasi, melindungi, dan mengembalikan kesehatan dan kondisi ekosistem alam.47 Secara manfaat, dalam mengatasi masalah kabut asap lintas batas Indonesia tidak lagi harus berupaya sendiri dalam menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu, mengacu pada mukadimah AATHP yang menyebutkan bahwa sepuluh negara ASEAN bekerjasama dan saling bertukar informasi dalam upaya pencegahan kebakaran lahan dan penanggulangan kabut asap lintas batas. Jika didasarkan pada alinea tersebut, Indonesia bisa mendapatkan bantuan berupa peringatan dini dari pantauan satelit-satelit yang terlebih dahulu menangkap dan mendeteksi titik panas yang memungkinkan akan terjadinya kebakaran lahan. Selain itu, Indonesia juga mendapat bantuan teknis berupa peringatan dini yang ditujukan pada semua negara di kawasan Asia Tenggara, terutama yang kemungkinan terdampak. Dalam peringatan tersebut, terdapat empat tingkat kewaspadaan yaitu pencegahan dan persiapan, siaga satu, siaga dua, dan siaga tiga.48 Pertukaran informasi seperti peringatan dini kepada negara-negara di sekitar lokasi kebakaran ini juga dijelaskan dalam pasal 18 dan 19 Deklarasi Rio 1992. Kedua pasal tersebut menyatakan bahwa negara-negara harus memberitahu negara lain dan memberikan peringatan dini pada negara lainnya akan adanya kemungkinan adanya akibat berbahaya pada lingkungan negara tersebut. Negara juga harus mengirmkan informasi yang relevan mengenai aktivitas-aktivitas yang dapat menimbulkan dampak kepada negara terdekat dan berkonsultasi pada negara yang kemungkinan besar terdampak mengenai kemungkinan kerugian secara dini.49 Pada akhirnya, ratifikasi tersebut dilakukan oleh Indonesia dengan tujuan agar Indonesia tidak lagi harus berupaya sendirian dalam menyelesaikan kabut asap lintas batas. Terutama bantuan-bantuan yang sifatnya teknis dan preventif mengenai kemunculan titik api dan kemungkinan terjadinya kabut asap

Memenuhi Kewajiban Untuk Bertanggungjawab Pada Pihak yang Dirugikan

Dalam periode 2002 hingga 2014, upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam melakukan pertanggungjawaban adalah memberikan permintaan maaf dan melakukan upaya pengurangan intensitas asap dan memadamkan kebakaran lahan.

47 Malcolm N. Shaw. 2008. Hukum Internasional: Hukum Lingkungan Internasional. Cambridge University Press. Op.Cit hal 863 48 ASEAN. N.d. Alert Levels and Trigger Points (online). Dalam http://haze.asean.org/alert-levels-and-trigger-points/ (diakses pada 16 Mei 2016) 49 Malcolm N. Shaw. Op.Cit hal 857

Page 15: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Upaya tersebut memang dinilai bagus secara praktek, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Bahkan masyarakat masih menganggap pemerintah kurang serius dalam menganggulangi bencana asap tahunan yang terjadi setiap musim kemarau tersebut. Tuntutan dari masyarakat internal dan internasional ini yang membuat Indonesia terdorong untuk melakukan pertanggungjawaban yang lebih besar pada pihak yang dirugikan. Dari segi nilai pertanggungjawaban, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh presiden SBY di akhir masa pemerintahannya telah melakukan kewajiban sebagai pihak yang disalahkan atas kelalaian yang terjadi. Dalam regulasi mengenai perlindungan lingkungan hidup, dicantumkan dalam pembukaan Undang Undang nomor 32 tahun 2009 mengenai Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup bahwa;

“Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.”50

Regulasi tersebut juga sebenarnya bisa menjadi tanggungjawab pemerintah, dalam artian kewajiban pemerintah, dalam melindungi lingkungan hidup dari kegiatan oknum-oknum yang merusak lahan. Jika benar-benar di laksanakan sebagaimana mestinya, aturan yang tercantum tersebut mampu mendapatkan efek jera pada perusahaan-perusahaan yang melakukan pembakaran lahan secara berlebihan, yang mengakibatkan kabut asap hingga mencapai wilayah negara lain. Namun sebagai pertanggungjawaban yang nilainya lebih besar di mata masyarakat Indonesia juga melakukan ratifikasi terhadap AATHP sebelum pergantian masa pemerintahan seperti yang diharapkan.51 Selain adanya keuntungan secara teknis, ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia dalam perjanjian asap lintas batas dapat meredam tuntutan dari masyarakat Indonesia dan negara tetangga. Secara politik, hal ini membuat pemerintah bisa sedikit bernafas lega karena langkah tersebut mampu mengurangi intensitas demonstrasi dan aksi-aksi yang dilakukan oleh masyarakat.

50 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Republik Indonesia 51 Joko Nugroho. 11 Agustus 2014. Persetujuan AATHP Diharap Diratifikasi Sebelum Pemerintahan Berganti (online). Dalam http://www.antarasumbar.com/berita/109845/persetujuan-aathp-diharap-diratifikasi-sebelum-pemerintahan-berganti.html (diakses pada 15 Mei 2016)

Page 16: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Dasar Penguat Regulasi dan Kebijakan Perlindungan Lingkungan Hidup Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bahwa dengan meratifikasi AATHP, Indonesia memiliki beberapa manfaat yang menguntungkan bagi Indonesia. Beberapa manfaat yang diperoleh oleh Indonesia adalah Indonesia memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan dan mengarahkan keputusan perihal penanganan kebakaran lahan dan hutan. Kedua, melindungi warga negara Indonesia dari dampak negatif kebakaran lahan yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan gangguan pada kegiatan masyarakat. Ketiga, melindungi sumber daya alam Indonesia yang berupa lahan hijau dari kerusakan. Manfaat keempat adalah sebagai dasar dalam memperkuat regulasi dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan lahan.52 Selain itu, dengan adanya regulasi yang baru, penegakan hukum bagi pelaku pembakaran yang selama ini dianggap sebagai akar permasalahan dari kabut asap lintas batas ASEAN. Regulasi yang ada di Indonesia bukan dikatakan tidak kuat hanya saja tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Melalui ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia, terdapat beberapa regulasi yang mengalami perubahan. Regulasi tersebut tercantum dalam Peraturan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor 24 tahun 2014 yang mulai diberlakukan pada November 2014, tepat sebulan setelah ratifikasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia.53 Dalam regulasi tersebut terdapat formulir mengenai jenis-jenis kegiatan termasuk pengelolaan lahan yang harus diisi oleh perusahaan atau perorangan yang diberi ijin untuk mengelola lahan tersebut. Dengan adanya formulir tersebut, tujuannya adalah untuk mempermudah kontrol yang dibebankan pada pemerintah dan dinas lingkungan masing-masing daerah di Indonesia terutama di wilayah rawan kebakaran seperti Riau, Jambi, Kalimantan, dan Sumatera Barat. Jadi pada intinya, Indonesia mendapatkan keuntungan dari ratifikasi AATHP. Keuntungan tersebut berupa adanya penguatan regulasi dan juga kebijakan pemerintah dalam tata kelola lingkungan. Dengan demikian, masalah kabut asap lintas batas yang disebabkan oleh pembakaran lahan dari oknum-oknum tidak bertanggungjawab dapat diatasi. Dari alasan-alasan tersebut, Indonesia yang pada saat terbentuknya perjanjian asap lintas batas ASEAN atau ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, hanya setuju untuk menandatangani perjanjian tersebut. Akhirnya bersedia untuk melakukan ratifikasi AATHP melalui Undang Undang nomor 26 tahun 2014. Dalam pembukaan Undang Undang tersebut, Indonesia juga menjelaskan bahwa kabut asap yang berasal dari kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Indonesia dapat memberikan berbagai dampak negatif. Terutama pada kerusakan ekosistem,

52 Menteri Lingkungan Hidup. N.d. Indonesia Meratifikasi AATHP (online). Dalam http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/ (diakses pada 15 Mei 2016) 53 Draft Peraturan Kementerian Kehutanan nomor 24 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan Pengendalian Kebakaran Hutan. Kementerian Kehutanan

Page 17: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

ancaman kesehatan manusia, dan pencemaran terhadap atmosfir di kawasan Asia Tenggara.54

DAFTAR PUSTAKA Buku

Breuning, Marijke. 2007. Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. Palgrave Macmillan.

Cronkleton, Peter, et.al. 2008. Environmental Governance and the Emergence of

Forest Based Movements. Center for International Forestry Research Fearon, James & Alexander Wendt. 2002. Handbook of International Relation:

Rational Choice and International Relations. Sage Publication, California Infodatin. 2015. Masalah Kesehatan Akibat Kabut Asap Kebakaran Hutan dan

Lahan. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jackson, Robert & Georg Sorensen. 2013. Pengantar Studi Hubungan

Internasional: Teori dan Pendekatan Edisi Kelima. Oxford University Press; New York.

Johnson, Christer & Jonas Tallberg. N.d. Institutional Theory in International

Relations Forthcoming in Guy Peter, Jon Pierre and Gerry Stoker. Stockholm University.

Lemos, Maria C.& Arun Agrawal. 2006. Journal of Environmental Governance.

School of Natural Resources and Environment, University of Michigan. Levin, Jonathan & Paul Milgran. 2004. Introduction to Choice Theory. Oxford

University Press Majumdar, Anindyo J.. 2004. Understanding Global Politics: Issues and Trends.

Kolkata: Lancer’s Book. Porta, Donatella Della & Mario Diani. 2006. The Study of Social Movement 2nd

Edition. UK: Blackwell Publishing Roeben, Volker. 2012. Responsibility in International Law. Max Planck Yearbook of

United Nations Law Volume 16. United Nations Scott, John. 2000. Rational Choice Theory. Sage Publications

54 Pembukaan Undang Undang nomor 26 tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, hal 1 poin (B)

Page 18: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Shaw, Malcolm N.. 2008. State Responsibility dalam buku Internasional Law.

Cambridge University Press Artikel Online Aguraforestry. 23 Desember 2013. Kerusakan Lahan Gambut dan Upaya

Konservasi (online). Dalam http://aguraforestry.com/2013/12/02/kerusakan-lahan-gambut-dan-upaya-konservasinya/ (diakses pada 15 Februari 2016 pukul 20.00 WIB)

Al Amin. 13 April 2013. Ini Alasan SBY Buat Akun Twitter (online). Dalam

http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-alasan-sby-buat-akun-twitter.html (diakses pada 19 Mei 2016)

ASEAN. N.d. Alert Levels and Trigger Points (online). Dalam

http://haze.asean.org/alert-levels-and-trigger-points/ (diakses pada 16 Mei 2016)

BPS. 2014. Luas Persebaran Kerusakan Lahan 2004 – 2011 (online). Dalam

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1720 (diakses dan diunduh pada 3 April 2016)

BPS. 2014. Luas Kegiatan Reboisasi (online). Dalam

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/860 (diakses pada 6 Mei 2016)

Bridge. N.d. Social Movements: Evolution, Definition, Debates, and Resources pg

20-21 (online). Dalam http://socialmovements.bridge.ids.ac.uk/sites/socialmovements.bridge.ids.ac.uk/files/07.%202.%20Social%20Movements.pdf (diakses pada 28 April 2016)

DW. 12 Oktober 2006. SBY Minta Maaf Soal Kebakaran Hutan (online). Dalam

http://www.dw.com/id/sby-minta-maaf-kasus-kebakaran-hutan/a-2935210 (diakses pada 19 Mei 2016)

DW. 20 Juni 2007. Singapura Malaysia Bantu Indonesia Atasi Kebakaran Hutan

(online). Dalam http://www.dw.com/id/singapura-malaysia-bantu-indonesia-atasi-kebakaran-hutan/a-2937677 (diakses pada 8 Mei 2016)

DW. 14 September 2011. Singapura Tawarkan Bantuan Atasi Kebakaran Hutan

(online). Dalam http://www.dw.com/id/singapura-tawarkan-bantuan-atasi-kebakaran-hutan/a-15387251 (diakses pada 14 Mei 2016)

Page 19: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

DW. 14 September 2011. Singapura Tawarkan Bantuan Atasi Kebakaran Hutan (online). Dalam http://www.dw.com/id/singapura-tawarkan-bantuan-atasi-kebakaran-hutan/a-15387251 (diakses pada 9 Mei 2016)

DW. 17 Juni 2013. Singapura Malaysia Tersedak Kabut Asap (online). Dalam

http://www.dw.com/id/singapura-malaysia-tersedak-asap-indonesia/a-16887081 (diakses pada 9 Mei 2016)

Fahmi, Ali. 17 Desember 2015. Tanah Gambut (online).

(https://jurnalbumi.com/tanah-gambut/ diakses pada 10 Februari 2016 pukul 19.01 WIB)

Fathra. 16 Maret 2014. Bencana Asap Riau, Mahasiswa Minta

Pertanggungjawaban SBY (online). Dalam http://www.jpnn.com/read/2014/03/16/222320/Bencana-Asap-Riau-Mahasiswa-Minta-Tanggung-Jawab-SBY- (diakses pada 19 Mei 2016)

Fazar, Muhardi. 17 Maret 2014. Polda Buru Lima Orang DPO (online). Dalam

http://www.antaranews.com/berita/424466/polda-buru-lima-orang-dpo-pembakar-lahan-riau (diakses pada 28 Mei 2016)

Fitri, Yulia Azmia. 27 Mei 2013. Pengendalian Kerusakan Lahan Gambut (online).

(http://ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/berita-300-pengendalian-kerusakan-dan-kebakaran-lahan-dan-hutan-gambut.html diakses pada 15 Februari 2016 pukul 19.03 WIB)

Hadriani P. 2014. Masalah Kesehatan Akibat Asap Kebakaran (online). Dalam

http://m.tempo.co/read/news/2014/03/16/060562705/8-masalah-kesehatan-akibat-asap-kebakaran-hutan (diakses pada 5 Mei 2016)

Hanna Azarya Samosir. 9 Oktober 2015. ASEAN Punya Perjanjian Tentang Asap,

Apakah Berfungsi? (online). Dalam http://www.cnnindonesia.com/internasional/20151009135736-106-83942/asean-punya-kesepakatan-soal-asap-apakah-berfungsi/ (diakses pada 14 Mei 2016)

Harudin Tanjung, Banda. 2014. Berang: SBY “Semprot” Gubernur Riau (online).

Dalam http://daerah.sindonews.com/read/844311/24/berang-sby-semprot-gubernur-riau-1394788309 (diakses pada 19 Mei 2014)

Hasan Kurniawan. 16 Maret 2014. Dukungan Petisi Kabut Asap Riau (online).

Dalam http://daerah.sindonews.com/read/844605/24/petisi-kabut-asap-riau-dapat-4-241-dukungan-1394884966 (diakses pada 6 Mei 2016)

Humas. 2015. Geografi Indonesia (online). Dalam

http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia (diakses pada 2 April 2016)

Page 20: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Indonesia Wetlands. Persebaran Lahan Gambut Indonesia (online). Dalam http://indonesia.wetlands.org/Infolahanbasah/PetaSebaranGambut/tabid/2834/language/id-ID/Default.aspx (diakses pada 10 Februari 2016 pukul 19.10 WIB)

Isyana Artharini. 17 September 2015. Dampak Ekonomi Kabut Asap Lebih Dari Rp

20 Trilliun (online).Dalam http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150917_indonesia_kerugian_kabutasap (diakses pada 8 Mei 2016)

IUCN. 2013. Environmental Governance (online). Dalam

https://www.iucn.org/about/work/programmes/environmental_law/elp_work/elp_work_issues/elp_work_governance/ (diakses pada 10 April 2016)

Joko Nugroho. 11 Agustus 2014. Persetujuan AATHP Diharap Diratifikasi Sebelum

Pemerintahan Berganti (online). Dalam http://www.antarasumbar.com/berita/109845/persetujuan-aathp-diharap-diratifikasi-sebelum-pemerintahan-berganti.html (diakses pada 15 Mei 2016)

Josua Sibarani. 2014. Melestarikan Hutan Indonesia (online). Dalam

http://www.kompasiana.com/djosua/melestarikan-hutan-indonesia_54f82156a333112a608b4bd0 (diakses pada 3 April 2016)

Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Asas Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (online). Dalam http://www.menlh.go.id/asas-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup/ (diakses pada 17 April 2016)

Kompas. 14 September 2015. Kabut Asap Kebakaran Hutan, Setengah Abad Kita

Abai (online). Dalam http://sains.kompas.com/read/2015/09/14/16272971/Kabut.Asap.Kebakaran.Hutan.Setengah.Abad.Kita.Abai (diakses pada 15 Februari 2016 pukul 20.00 WIB)

Kuswanto, Ady. 14 Maret 2014. Massa Aksi Gugat Asap Riau, Shalat Jum’at di

Jalan Cut Nya Dien (online). Dalam http://gagasanriau.com/mobile/detailberita/11962/massa-aksi-gugat-asap-riau-sholat-jumat-di-jalan-cut-nya-dien (diakses pada 19 Mei 2016)

Menteri Lingkungan Hidup. N.d. Indonesia Meratifikasi AATHP (online). Dalam

http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/ (diakses pada 15 Mei 2016)

Page 21: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Muammar Fikrie. 14 September 2015. Kilas Balik #melawanasap di Linimasa (online). Dalam https://beritagar.id/artikel/berita/kilas-balik-melawanasap-di-linimasa (diakses pada 19 Mei 2016)

Nasih Nasrullah. 27 Januari 2016. Negara Islam Ini Paling Keras Hukum LGBT

(online). Dalam http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/01/27/o1kkzf320-negara-islam-ini-paling-keras-hukum-lgbt (diakses pada 12 Mei 2016)

NGI. 16 Maret 2014. Dampak Kabut Asap Riau (online). Dalam

http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/03/inilah-dampak-bencana-asap-riau (diakses pada 9 Mei 2016)

Nigel Sizer, et.al. 14 Maret 2014. Kebakaran Hutan Indonesia Mencapai Tingkat

Tertinggi Sejak Kondisi Darurat Asap Juni 2013 (online). Dalam http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-di-indonesia-mencapai-tingkat-tertinggi-sejak-kondisi-darurat-kabut (diakses pada 7 Mei 2016)

N.n. 18 Desember 2015. Daftar Prioritas Masalah Lingkungan Hidup (online).

Dalam http://www.lingkunganhidup.co/masalah-lingkungan-hidup-di-dunia-saat-ini/ (diakses pada 9 Mei 2016)

Press Release. 22 Juli 2014. Pemerintah Republik Indonesia dan Global Forest

Watch Bekerjasama Untuk Luncurkan Sistem Mutakhir Untuk Mitigasi Kebakaran Hutan, Lahan, dan Kabut Asap (online). Dalam http://www.wri.org/news/2014/07/release-pemerintah-republik-indonesia-dan-global-forest-watch-bekerjasama-luncurkan (diakses pada 7 Mei 2016)

Dokumen Resmi Draft Article Declaration of the United Nations Conference on Human Evironment

Stockholm 1972 art 21 Draft Articles on Responsibility of State for Internationally Wrongful Acts. 2001.

United Nations Draft Peraturan Kementerian Kehutanan nomor 24 tahun 2014 tentang Pedoman

Pelaporan Pengendalian Kebakaran Hutan. Kementerian Kehutanan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2001 Tentang

Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Lahan.

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Republik Indonesia

Page 22: Alasan Indonesia Meratifikasi ASEAN Agreement On ...

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014 Tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

Jurnal James Fearon & Alexander Wendt. 2002. Handbook of International Relation:

Rational Choice and International Relations. Sage Publication, California Supraptini. 2002. “Pengaruh Limbah Industri Terhadap Lingkungan Indonesia”

dalam Media Litbang Kesehatan Volume XII. Depkes Republik Indonesia