-
37
BAB II
METODE PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN
DAERAH DI KOTA MEDAN
A. Tinjauan Umum Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Pasal 1 angka 18
Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang
dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. PAD
merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga berasal
dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah, di mana penerimaan daerah itu juga
meliputi dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana perimbangan dan
lain-lain pendapatan
akan dibahas dalam sub bab selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
-
38
PAD berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
memiliki tujuan yakni memberikan kewenangan kepada Pemerintah
Daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah
sebagai
perwujudan Desentralisasi. Wujud dari desentralisasi adalah
pemberian sumber-
sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digunakan sendiri
sesuai dengan potensi
daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi
diatur dalam
undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
dan PP No.66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Peraturan pelaksanaan dari
Undangundang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
selain Peraturan
Pemerintah Nomor 91 Tahun 20102tentang Jenis Pajak Daerah yang
Dipungut
Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh
Wajib Pajak hingga
saat ini belum diterbitkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, daerah diberikan kewenangan
untuk
memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Pungutan pajak
dan retribusi daerah
yang berlebihan dalam jangka pendek dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah,
namun dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan
perekonomian, yang pada
akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah
yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah
dipisahkan menjadi
Universitas Sumatera Utara
-
39
beberapa jenis:24
Ada beberapa defenisi pajak yang diungkapkan oleh sarjana yang
ahli
dibidang perpajakan, seperti pendapat Adrian sebagaimana dikutip
oleh Bohari
memberikan definisi yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari
pajak. 2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal
dari retribusi
daerah. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah
yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
hasil Perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Berikut ini akan dijabarkan pajak daerah dan retribusi daerah
sebagai sumber
penerimaan daerah sekaligus merupakan pendapatan asli
daaerah.
a. Pajak Daerah
25
Selain itu Smeeths juga memberikan definisi pajak yakni Pajak
adalah
prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan
yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal
membiayai pengeluaran pemerintah.
Pajak ialah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan dengan tugas pemerintah.
26
Pajak daerah sebagai bagian dari sumber pendapatan asli daerah
merupakan
kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang
24 Abdul Halim, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan
Daerah. Edisi 3. (Jakarta:
Salemba, 2007), hal. 107. 25 H. Bohari. Pengantar Hukum
Pajak.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 8. 26 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
-
40
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam pasal 1 angka 10
Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ketentuan mengenai pajak tersebut merupakan amanat dari Pasal
23A UUD
1945, di mana pasal tersebut menyatakan bahwa: Pajak dan
pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Ketentuan
lebih lanjut mengenai undang-undang yang dimaksud adalah
Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Dalam
urusan pajak
daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengurus
daerahnya masing-
masing termasuk didalamnya untuk urusan keuangan daerah
(termasuk di dalamnya
pajak daerah) sebagaimana ditentukan di dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan tersebut sesuai
dengan asas
desentralisasi. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang
menjadi
kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan
asas otonomi dan
tugas pembantuan sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang
Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu jenis pajak daerah yang dimaksud tersebut adalah
pajak parkir.
Pajak parkir berdasarkan Pasal 1 Angka 31 Undang-undang 28 Tahun
2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pajak atas
penyelenggaraan tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang
Universitas Sumatera Utara
-
41
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan
bermotor.
Pajak parkir diharapkan dapat memiliki peranan yang berarti
dalam
pembiayaan pembangunan daerah. Parkir pada saat ini sangatlah
diperlukan karena
untuk menjaga keamanan kendaraan. Bukan hanya untuk menjaga
keamanan saja
tetapi juga untuk keteraturan dan kenyamanan suatu tempat.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar
badan jalan,
baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu
usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi
kendaraan bermotor
yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir diluar badan
jalan yang dikenakan
pajak parkir adalah:27
3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan
peralatan daerah,
1) Gedung Parkir 2) Peralatan Parkir 3) Garasi kendaraan
bermotor yang memungut bayaran 4) Tempat penitipan kendaraan
bermotor 5) Bukan objek pajak parkir
Pada pajak parkir, tidak semua penyelenggaraan parkir dikenakan
pajak. Ada
beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak
berdasarkan Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak
Parkir yaitu :
1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD
dikecualikan sebagai objek pajak parkir.
2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kendaraan, konsulat,
perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga internasional
dengan asas timbal balik.
27http://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak
%27n.htm, diakses tanggal 12 Juli 2013.
Universitas Sumatera Utara
http://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak%27n.htmhttp://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak%27n.htm
-
42
antara lain penyelenggaraan tempat parkir ditempat peribadatan
dan sekolah dan 'tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut
oleh bupati dan walikota.
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau
yang
seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Dasar
pengenaan pajak
didasarkan pada klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan
frekwensi kendaraan
bermotor, setiap kendaraan bermotor yang parkir ditempat parkir
diluar badan jalan
akan dikenakan tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola.
Tarif parkir ini merupakan pembayaran yang harus diserahkan oleh
pengguna
tempat parkir untuk pemakaian tempat parkir. Tarif parkir yang
ditetapkan oleh
pengelola tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran
disesuaikan
dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam
hal ini kota Medan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011
tentang Pajak
Parkir.
b. Retribusi Daerah
Walaupun sama-sama memungut uang dari masyarakat, pada
prinsipnya pajak
dan retribusi itu tidak sama. Retribusi Daerah berdasarkan Pasal
1 Angka 64 Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan.
Defenisi tersebut menunjukkan adanya timbal balik langsung
antara pemberi
dan penerima jasa. Hal ini berbeda dengan pajak, yaitu iuran
wajib yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
-
43
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang
digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah.
Berdasarkan perbedaan dalam definisi antara pajak daerah dan
retribusi
daerah tersebut dapat dicontohkan perbedaan aplikasinya, jika
seseorang adalah
pemilik kendaraan bermotor (misalkan mobil atau motor), harus
tetap membayar
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) walaupun pemerintah daerah tidak
memperbaiki
jalan yang rusak, tidak memperbaiki sarana dan prasarana lalu
lintas. Juga tetap harus
membayar PKB walaupun dalam setahun kendaraan tidak berjalan dan
tetap berada di
rumah.
Sebaliknya dalam retribusi terjadi timbal balik langsung antara
pemberi dan
penerima jasa, seseorang pribadi atau badan yang telah
menggunakan atau menerima
jasa yang diberikan oleh pemerintah wajib untuk membayar
pungutan retribusi yang
telah ditetapkan. Aplikasinya, dalam pungutan retribusi parkir
hanya pemilik
kendaraan bermotor yang memarkirkan kendaraannya yang wajib
untuk membayar
parkir. Jika memiliki kendaraan dan selama bertahun-tahun tidak
pernah berjalan
(tidak pernah parkir), tidak wajib untuk dipungut retribusinya.
Jika parkir di halaman
rumah sendiri, tidak dikenakan retribusi.
Berdasarkan defenisi dan contoh di atas dapat diketahui bahwa
terdapat
perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah yakni:
1) Pajak daerah tidak memperoleh timbal balik secara langsung,
sedangkan
retribusi memperoleh timbal balik secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
-
44
2) Pajak daerah dapat dipaksakan, sedangkan retribusi tidak.
Retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari
usaha-usaha
Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang
ditujukan untuk
memenuhi kepentingan warga masyarakat baik individu maupun badan
atau korporasi
dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai
pemasukan kas
daerah. Adanya izin dari pemerintah daerah terkait dengan
parkir, maka pemerintah
daerah berhak untuk menerima retribusi dari masyarakat sebagai
pengguna parkir,
sehingga dengan demikian masyarakat selain mendapatkan haknya
untuk
mendapatkan layanan jasa parkir juga memiliki kewajiban untuk
memberikan
retribusi. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali
sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah
ditetapkan di dalam
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak Daerah dan
Retribusi Daerah,
sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai
dengan aspirasi
masyarakat.
Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu Retribusi
Jasa Umum;
Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu.28
2) Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh
1) Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa Umum antara lain;
Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan
Kebersihan/Persampahan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu
Penduduk dan Akte Catatan Sipil dan lain-lain.
28 Suparman Zen Kemu. Analisis Usulan Pembentukan Perda Mengenai
Retribusi Perizinan
Pembuangan Limbah Cair Sebagai Langkah Pencegahan Polusi Limbah
Cair di Daerah. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol.9 No.4. hal.
96. Desember 2005.
Universitas Sumatera Utara
-
45
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi
jasa usaha antara lain; Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; Retribusi Tempat
Pelelangan dan lain-lain.
3) Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan
tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan, atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumberdaya alam, sarana, prasarana atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari;
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Gangguan; dan Retribusi Izin
Trayek. Sejak diterbitkannya PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah, daerah
dapat menerapkan berbagai jenis retribusi lainnya sesuai dengan
kriteria yang
ditetapkan dalam undang-undang. Jenis retribusi lainnya tersebut
misalnya adalah
penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada
daerah. Ketentuan
inilah yang membuka peluang bagi daerah untuk menerbitkan
peraturan daerah
mengenai jenis retribusi yang pada akhirnya dibatalkan oleh
Pemerintah Pusat karena
dianggap mengganggu iklim investasi di daerah dan memberatkan
pelaku usaha.29
Retribusi daerah memberikan peranan yang terbesar dalam
pembentukan
pendapatan asli daerah. Obyek retribusi adalah berbagai jenis
pelayanan daerah atau
jasa usaha tertentu yang disediakan oleh pemberintah daerah.
Jasa pelayanan yang
dipungut retribusinya hanya jenis-jenis jasa pelayanan menurut
pertimbangan sosial
ekonomi layak untuk dijadikan obyek retribusi.
Pelaku usaha yang melakukan kegiatan investasi di daerah
dibebani dengan retribusi
atas izin usaha yang mereka peroleh yang memberatkan pelaku
usaha tersebut.
29 Ahmad Yani. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah di Indonesia.
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2002), hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
-
46
1. Perimbangan Keuangan
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah
berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah adalah
suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,
demokratis, transparan,
dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
Desentralisasi, dengan
memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta
besaran pendanaan
penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Salah satu
penerimaan
daerah dalam rangka penyelengaraan desentralisasi adalah
pendapatan daerah.
Selanjutnya pendapatan daerah juga meliputi Dana Perimbangan.
Dana
perimbangan berdasarkan Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana
perimbangan tersebut diperuntukkan untuk: (i) menjamin
terciptanya perimbangan
secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan;
(ii) menjamin
terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar
pemerintah di tingkat
yang sama; (iii) dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan
tertentu di daerah
yang sejalan dengan kepentingan nasional.30
30
Dana Perimbangan terdiri atas Dana
Deny Rizky Kurniawan. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya,
Universitas Sumatera Utara
http://denyrizkykurniawan.wordpress.com/author/denyrizkykurniawan/
-
47
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
2. Pinjaman
Menurut Pasal 169 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang
Pemerintahan Daerah, untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah,
pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari
Pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan
bukan bank, dan
masyarakat. Pinjaman yang bersumber dari pemerintah sesuai
dengan Pasal 10 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011
tentang Pinjaman
Daerah diberikan melalui Menteri, yang berasal dari APBN
termasuk dana investasi
Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan
Pinjaman Luar
Negeri.
Pinjaman Daerah berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah
Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah adalah semua transaksi
yang
mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima
manfaat yang
bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani
kewajiban untuk
membayar kembali. Selanjutnya Pasal 2 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah menentukan bahwa pinjaman
daerah
merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup
defisit
APBD, pengeluaran pembiayaan dan/atau kekurangan arus kas, di
mana pinjaman
daerah tersebut menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 2011
http://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/29/dana-alokasi-umum-dau-dana-alokasi-khusus-dak-dan-pendapatan-asli-daerah-pad-kota-surabaya/,
diakses tanggal 12 September 2013, jam 15.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
http://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/29/dana-alokasi-umum-dau-dana-alokasi-khusus-dak-dan-pendapatan-asli-daerah-pad-kota-surabaya/http://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/29/dana-alokasi-umum-dau-dana-alokasi-khusus-dak-dan-pendapatan-asli-daerah-pad-kota-surabaya/
-
48
tentang Pinjaman Daerah merupakan inisiatif Pemerintah Daerah
dalam rangka
melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jenis Pinjaman Daerah menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah
Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah terdiri atas Pinjaman Jangka
Pendek, Jangka
Menengah dan Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek tersebut
dalam Pasal 12
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah
merupakan
Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
anggaran, dimana
kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga,
dan/atau kewajiban
lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang
berkenaan serta
bersumber dari Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan
lembaga
keuangan bukan bank, yang digunakan hanya untuk menutup
kekurangan arus kas.
Selanjutnya Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011
tentang
Pinjaman Daerah menentukan bahwa:
pinjaman jangka menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka
waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, dimana kewajiban
pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau
kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang
tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota
yang bersangkutan serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank
yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak
menghasilkan penerimaan,
Sedangkan Pinjaman Jangka Panjang menurut Pasal 14 Peraturan
Pemerintah Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan:
Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun
anggaran di mana kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok
pinjaman, bunga,
Universitas Sumatera Utara
-
49
dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman
yang bersangkutan serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan
masyarakat.
3. Pendapatan Daerah yang lain
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi
yaitu
terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom
harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan
sendiri,
mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.
Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional,
maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan dana untuk membiayai
pembangunan.
Untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan dan
mengurus rumah
tangganya sendiri, maka Pemerintah Daerah diberi kesempatan
untuk menggali
sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Untuk itu Pemerintah
Pusat
memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah (Desentralisasi).
Sejalan dengan
desentralisasi tersebut, aspek pembiayaannya juga ikut
terdesentralisasi.
Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai sendiri
biaya pembangunannya.
Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin,
sehingga
Pendapatan Daerah yang lain yang dapat diperoleh antara lain
melalui sumbangan,
hibah dan dana darurat. Berikut ini akan dijabarkan ketiga hal
tersebut.
a. Sumbangan
Pertumbuhan dan perkembangan pembangunan dikota medan perlu
Universitas Sumatera Utara
-
50
ditingkatkan sesuai sengan semangat otonomi daerah, sehingga
diperlukan upaya
untuk menggali potensi pendapatan asli daerah melalui
partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat tersebut dapat berbentuk sumbangan pihak
ketiga. Sumbangan
pihak ketiga menurut Pasal 1 Huruf i Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun
2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah
adalah
pemberian pihak ketiga kepada daerah secara ikhlas, dan tidak
mengikat, berupa
uang atau disamakan dengan uang maupun barang, baik bergerak
maupun tidak
bergerak yang diperolehnya oleh pihak ketiga tidak bertentangan
dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah daerah menurut Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak
Ketiga
Kepada Daerah dapat menerima sumbangan dari pihak ketiga yang
dapat berupa
pemberian donasi, wakaf, hibah, infaq. Sumbangan pihak ketiga
yang diterima oleh
pihak pemerintah daerah dipergunakan untuk kepentingan daerah,
khususnya untuk
pembangunan daerah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan
Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga
Kepada Daerah.
b. Hibah
Pendapatan hibah berdasarkan Pasal 44 ayat (1) Undang-undang
Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan
Pemerintahan Daerah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah
Daerah
menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012
tentang Hibah
Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari
Pemerintah atau
Universitas Sumatera Utara
-
51
pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara
spesifik telah
ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
Hibah Daerah di dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun
2012 tentang Hibah Daerah meliputi:
1) Hibah kepada Pemerintah Daerah;
2) Hibah dari Pemerintah Daerah.
Hibah kepada Pemerintah Daerah merupakan salah satu sumber
penerimaan Daerah
untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan
Pemerintah
Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintah
Daerah sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
2 Tahun 2012
tentang Hibah Daerah. Hibah dari Pemerintah Daerah menurut Pasal
1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah
dapat diberikan
kepada:
1) Pemerintah;
2) Pemerintah Daerah lain;
3) badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah;
dan/atau
4) badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan
hukum Indonesia.
c. Dana Darurat
Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN
untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional
dan/atau peristiwa luar
biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan
menggunakan sumber
Universitas Sumatera Utara
-
52
APBD sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya Dana Darurat menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 44
Tahun 2012 Tentang Dana Darurat adalah dana yang berasal dari
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah
yang mengalami
bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa.
Dana darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi
pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan Daerah sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dimana kegiatan tersebut adalah
untuk pemulihan
fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik daerah,
Dana Darurat
dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada badan usaha milik
daerah yang
melaksanakan fungsi Pelayanan Publik, hal ini sesuai dengan
Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana
Darurat.
Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional
dan/atau Peristiwa
Luar Biasa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2012
Tentang Dana Darurat dapat mengajukan permintaan Dana Darurat
kepada Menteri
dengan melampirkan paling sedikit Kerangka Acuan Kegiatan
rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana beserta Rencana Anggaran Biaya.
B. Sistem Pemungutan Pajak Parkir
Sistem Pemungutan pajak menurut Rimsky K. Judisseno secara umum
ada
Universitas Sumatera Utara
-
53
empat, yaitu:31
Dalam system ini wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus.
Fiskus
berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun
badan dengan
mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang merupakan bukti
timbulnya suatu utang
1. Official Assessment System
2. Semi Self Assessment System
3. Full Self Assessment System
4. Withholding System
Adapun penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan
besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau
aparat pemungut pajak.
Sistem ini pada umumnya diterapkan pada pengenaan pajak
langsung. Dalam hal ini
wajib pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul
setelah dikeluarkan surat
ketetapan pajak oleh fiskus. Dan dalam hal ini wajib pajak
bersifat pasif.
Sistem diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB),
dimana
KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya
PBB yang terutang
setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri,
tapi cukup membayar
PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang
dikeluarkan olek
KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.
31 Rimsky K. Judisseno, Pajak & Strategi Bisnis: Suatu
Tinjauan tentang Kepastian Hukum
dan Penerapan Akuntansi di Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2005), hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
-
54
pajak.
2. Semi Self Assessment System
Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak
dimana
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
seseorang berada
pada kedua belah pihak yaitu Wajib Pajak dan Fiskus.
3. Full Self Assessment System
Sistem pembayaran yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem
pemungutan
dimana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang
harus disetorkan, sistem ini dikenal dengan sebutan full self
assessment system. dari
pengertian ini jelas penekanannya adalah Wajib Pajak harus aktif
menghitung dan
melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan dari
fiscus.
4. Withholding System
Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana
wewenang
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang
berada pada pihak
ketiga dan bukan fiscus maupun oleh Wajib Pajak itu
sendiri.32
Sedangkan menurut Yusdianto Prabowo di dalam sistem pemungutan
pajak di
Indonesia terdapat dua sistem, adalah sebagai berikut:
Dalam sistem ini
wajib pajak sifat aktif untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan pajaknya sendiri,
sedangkan fiskus hanya memberi penerangan, atau sebagai
verifikasi.
33
1. Official Assessment System
32 Ibid. 33
http://katahatiku2012.blogspot.com/2013/03/definisi-pajak.html.,
diakses tanggal 27
Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara
http://katahatiku2012.blogspot.com/2013/03/definisi-pajak.html.,%20diakses
-
55
2. Self Assessment System
Adapun penjelasan di atas ialah sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada
pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak
(WP).
Ciri-cirinya adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang. Ciri-
cirinya ialah sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib
Pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak menentukan besarnya pajak terutang, tetapi
bersifat
mengawasi dan mengoreksi perhitungan yang disajikan oleh Wajib
Pajak.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dalam pemungutan pajak
parkir di Kota
Medan digunakan kebijakan self assessment system yang diharapkan
dapat
Universitas Sumatera Utara
-
56
memudahkan wajib pajak dalam memungut pajaknya yang terhutang.
Kebijakan self
assessment system yaitu membebaskan warga untuk menghitung
sendiri tanggungan
pajaknya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 10 Tahun
2011 tentang Pajak Parkir. Setiap wajib pajak
melaporkan/menyampaikan pajaknya
setelah mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada
walikota 34yang
selanjutnya diawasi penyetorannya oleh aparat pemungut
pajak/fiskus.35Tarif pajak
parkir yang harus dibayarkan oleh wajib pajak parkir tersebut
ditetapkan paling tinggi
sebesar 20% (dua puluh persen)36 dan ditetapkan oleh pemerintah
daerah kabupaten /
kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan pemberian
keleluasaan kepada
pemerintah kabupaten / kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai
dengan kondisi misalnya daerah kabupaten/kota. Dengan demikian,
setiap daerah
kota/kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif
pajak yang
mungkin berbeda dengan kota / kabupaten lainnya, asalkan tidak
lain dari 20%.37
Pengelolaan sebagai kaitan dari fungsi manajemen dalam kaitannya
dengan
pengelolaan pajak parkir yaitu menyangkut perencanaan,
pelaksanaan dan
C. Mekanisme Pengelolaan Pajak Parkir dalam Peningkatan
Pendapatan Daerah di Kota Medan
1. Pengelolaan Pajak Parkir Oleh Pemerintah Kota Medan
34 Pasal 11 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun
2011 tentang Pajak
Parkir. 35 Pasal 1 Angka 13 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10
Tahun 2011 tentang Pajak
Parkir. 36 Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2001 tentang Pajak Daerah. 37 Pajak Parkir
http://share.pdfonline.com/ dbfb3928326b428e9cf7 01a856268cb0/
Pajak%20Parkir%20acak'n.htm, diakses tanggal 20 Mei 2013. Lihat
juga Pasal 6 ayat (1), (2) dan ayat (3) Perda Walikota Medan No. 10
Tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
http://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak'n.htmhttp://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak'n.htmhttp://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak'n.htm
-
57
pengawasan. Pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan perencanaan
adalah
kegiatan dalam menentukan target yang ingin dicapai dari pajak
daerah dalam satu
tahun anggaran, dengan indikator yaitu pendaftaran, pendataan
dan penetapan.
Kemudian pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pelaksanaan
adalah kegiatan
merealisasikan target yang telah ditetapkan atau memungut dana
dari beberapa jenis
pajak daerah yang telah menjadi hak daerah.
Indikator yang menjadi ukuran dari kegiatan tersebut adalah
kegiatan
penyetoran, pembukuan dan pelaporan, serta kegiatan penagihan.
Sedangkan
pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pengawasan adalah
kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah atau menghindari penyimpangan yang
terjadi sehubungan
dengan rencana yang telah dibuat. Indikator yang menjadi ukuran
adalah pengawasan
melekat dan pengawasan langsung.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya mengenai pengelolaan
pajak
parkir harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut : perencanaan,
pelaksanaan dan
pengawasan. Aspek-aspek ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan
mengingat
keterikatannya satu sama lain sehingga sebuah pembahasan tentang
pengelolaan
pajak daerah dengan sendirinya harus memasukkan ketiga aspek
ini.
a. Perencanaan
Sebagai langkah awal pengelolaan pajak daerah maka kegiatan
perencanaan
sangat menentukan upaya pengelolaan pajak daerah. Hal ini mudah
dipahami karena
kegiatan tersebut akan menjadi dasar melakukan kegiatan
selanjutnya. Sebagai dasar
untuk melakukan kegiatan selanjutnya maka berhasil tidaknya
peningkatan pajak
Universitas Sumatera Utara
-
58
daerah sangat tergantung pada kegiatan perencanaan.
Kegiatan perencanaan yang dimaksud adalah kegiatan menentukan
besarnya
target yang ingin dicapai dari pajak daerah untuk satu tahun
anggaran. Seperti yang
telah diuraikan terdahulu bahwa untuk mengukur kegiatan
perencanaan maka
indikator yang digunakan adalah kegiatan pendaftaran, pendataan
dan kegiatan
penetapan.
1) Pendaftaran
Dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak,
maka
langkah pertama yang perlu dilakukan dalam prosedur pendaftaran
adalah menyusun
Daftar Induk Wajib Pajak yang memuat nama, alamat dan Nomor
Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD).
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun daftar induk
wajib
pajak adalah diadakan penjaringan wajib pajak, disusun serta
melakukan pengukuhan
dan penggolongan wajib pajak. Kemudian, kepada setiap wajib
pajak yang telah
didaftar dan dikukuhkan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah
(NPWPD)
yang secara permanen menjadi identitas wajib pajak yang
bersangkutan dan berlaku
untuk semua jenis pajak daerah yang menjadi kewajibannya.
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) merupakan identitas
yang
diperlukan oleh setiap wajib pajak. Dengan identitas ini, wajib
pajak dapat dengan
mudah menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan
pemenuhan segala urusan
yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakannya, baik
mengenai
pembayaran pajak, kepindahan lokasi usaha ataupun kegiatan lain
yang
Universitas Sumatera Utara
-
59
dipersyaratkan memiliki identitas perpajakan.
2) Pendataan
Kegiatan pendataan merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam
kegiatannya dengan pajak daerah dalam penerimaan pendapatan asli
daerah, Karena
dari hasil pendataan dapat diketahui berapa besar jumlah potensi
yang ada di
lapangan. Dengan data tersebut para pengambil kebijakan dapat
membuat estimasi
dasar dalam menentukan berapa besar target penerimaan yang akan
direncanakan
sebagai penerimaan daerah.
Pelaksanaan kegiatan pendataan merupakan kelanjutan dari
kegiatan
pendaftaran, sehingga apa yang menjadi output dari kegiatan
pendaftaran senantiasa
menjadi input pelaksanaan pendataan. Formulir pendaftaran yang
telah diisi oleh
wajib pajak merupakan data yang diperlukan untuk menetapkan
besarnya target
penerimaan per jenis pendapatan.
Pendataan ini berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir dilakukan
dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang
diterima dan diisi
oleh wajib pajak. Untuk menjaga kelancaran kegiatan pendataan
maka setiap wajib
pajak diberikan batas waktu (selambat-lambatnya 15 (lima belas)
hari setelah
berakhirnya masa pajak) pengembalian SPTPD kepada DPPKAD (Dinas
Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), apabila dalam jangka
waktu tersebut wajib
pajak belum juga mengembalikan surat pemberitahuan (SPT), maka
DPPKAD
Universitas Sumatera Utara
-
60
menempuh cara mulai dari pemberian surat peringatan kemudian
dilanjutkan dengan
surat teguran sampai dengan penetapan secara jabatan dan apabila
belum ada reaksi
maka akan dilakukan jemput paksa oleh Satuan polisi Pamong Praja
(Satpol PP).
Adapun data yang akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya
jumlah
penerimaan daerah, diperoleh dengan cara :
a. Menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), kepada seluruh wajib
pajak yang
telah mendaftar
b. Melakukan pemeriksaan lapangan berdasarkan rencana
pemeriksaan lapangan
yang telah ditentukan sebelumnya
c. Memanfaatkan data yang tercantum dalam daftar surat teguran
sebagai hasil
pemantauan pembayaran pajak sesuai dengan batas waktu pembayaran
yang telah
ditentukan dalam surat ketetapan pajak.
3) Penetapan
Setelah semua tahap dilaksanakan maka langkah selanjutnya
adalah
menentukan target penerimaan. Data yang telah diperoleh dari
kegiatan pendataan,
dicatat dalam kartu data sebagai hasil akhir yang akan dijadikan
dasar bagi seksi
penetapan dalam menghitung besarnya target penerimaan
pengelolaan pajak daerah.
Penentuan target penerimaan pendapatan pengelolaan pajak daerah
didasarkan
atas perhitungan jumlah penerimaan sumber pajak daerah yang
sebelumnya telah
dibuat kesepakatan antara pihak pengusaha dengan dinas
pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset daerah.
Universitas Sumatera Utara
-
61
b. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan yang dimaksud adalah kegiatan
mengaplikasikan target
yang telah ditetapkan melalui pemungutan pajak daerah. Untuk
mengetahui sejauh
mana pelaksanaan kegiatan tersebut maka indikator yang digunakan
adalah kegiatan
penyetoran, pembukuan dan pelaporan serta penagihan.
1) Penyetoran
Mekanisme pembayaran pajak yang diterapkan oleh DPPKAD Kota
Medan
yaitu untuk menjamin kelancaran pembayaran pajak oleh para wajib
pajak, maka
DPPKAD menugaskan petugas untuk turun langsung kelapangan guna
memungut
pajak dari masyarakat.
Pajak yang telah dikumpulkan selanjutnya disetor kepada
bendahara
DPPKAD. Bendahara inilah yang kemudian menyetor hasil pajak
daerah di kas
daerah. Bendahara DPPKAD mempunyai tugas rutin yakni setiap
akhir bulan
menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang
untuk keperluan
pemeriksaan keuangan sehingga dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan yang
dibuat oleh seksi pelaporan.
Berikut ini sekedar untuk mengetahui perhitungan pajak parkir
yang harus
dibayar/disetor oleh wajib pajak kepada DPPKAD berdasarkan
Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir adalah
sebagai berikut:
Tarif pajak parkir menurut Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 10 Tahun
2011 tentang Pajak Parkir ditetapkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
-
62
a) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada
penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir tetap
dikenakan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran;
b) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada
penerima jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir progresif
dikenakan pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
pembayaran;
c) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada
penerima jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir vallet
dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
pembayaran.
Selanjutnya di dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor
10 Tahun 2011
tentang Pajak Parkir ditentukan cara perhitungan pajak
parkir:
a) Roda empat
1) untuk parkir tetap tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp
2.000; 2) untuk parkir progresif, tarif dasar maksimal adalah
sebesar Rp 2.000 untuk
lima jam pertama, dan penambahan sebesar Rp 1.000 per satu jam
berikutnya;
3) untuk parkir vallet tarif dasar maksimal sebesar Rp 25.000;
b) Roda Dua tarif dasar tetap maksimal sebesar Rp 1.000.
2) Pembukuan dan Pelaporan
Kegiatan selanjutnya setelah penyetoran adalah pembukuan dan
pelaporan.
Kegiatan pelaporan merupakan pekerjaan lanjutan setelah
pembukuan dan
dilaksanakan setiap akhir periode bulanan, triwulan, semester,
dan akhir tahun.
Seksi pembukuan selaku pelaksana akan menerima formulir atau
daftar
sebagai dokumen yang akan dijadikan dasar dalam pencatatan dari
seksi penetapan.
Dari hasil pencatatan tersebut akan diketahui jumlah penerimaan
perjenis pajak,
begitu pula jumlah tunggakan baik perjenis pajak maupun perwajib
pajak.
3) Penagihan
Universitas Sumatera Utara
-
63
Penagihan yang dimaksud disini adalah pelaksanaan penegakan
hukum
terhadap wajib pajak yang tidak menaati peraturan, dalam hal ini
belum melunasi
pajak yang terutang sampai dengan batas waktu yang sudah
ditentukan dalam surat
ketetapan. Kegiatan penagihan dibedakan atas penagihan pasif dan
penagihan aktif.
Penagihan pasif dimulai dari peringatan, teguran pertama,
teguran kedua sampai pada
teguran ketiga, sedangkan penagihan aktif berupa proses paksa,
penyitaan sampai
dengan lelang sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
85/PMK.03/2010 tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan
surat paksa dan
pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus.
c. Pengawasan
Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap
kegiatan
bersama yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penyimpangan-
penyimpangan, pemborosan-pemborosan dan kegagalan-kegagalan
dalam pencapaian
tujuan organisasi. Dalam kegiatan Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset
Daerah Kota Medan yang berusaha untuk memasukkan uang kedalam
kas daerah dan
menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah, termasuk di dalamnya
penerimaan dari
Pajak Daerah. Apabila pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik
dalam
pengelolaan pajak daerah maka akan mewujudkan efesiensi,
efektifitas dan
kehematan serta ketertiban.
Pengawasan pajak daerah merupakan tindakan yang sangat penting
untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan yang
ditetapkan dalam
memenuhi target yang direncanakan dalam Anggaran Pengelolaan
Keuangan Belanja
Universitas Sumatera Utara
-
64
Daerah Kota Medan. Untuk itu Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset
Daerah Kota Medan sebagai salah satu dinas otonom yang diserahi
tugas mengelola
keuangan daerah dituntut untuk bekerja dengan sungguh-sungguh
agar pemasukan
dari sektor Pengelolaan Keuangan daerah khususnya pajak daerah
dapat meningkat
dari tahun ke tahun.
Pengawasan pajak daerah dalam bidang pajak parkir di kota
Medan,
berdasarkan hasil wawancara, diperlukan pengawasan dalam
pelaksanaan
pemungutan pajak parkir. Pengawasan pajak tersebut berguna agar
diketahui omset
atau pendapatan yang sesungguhnya. Setelah dilakukan pengawasan,
dilakukan
verifikasi untuk membantu target pajak parkir dan di dalam
verifikasi itulah ada
temuan-temuan kurang bayar. Misalnya, dilaporkan Rp 3.000.000.-
(tiga juta rupiah),
dengan self assesement maka dicek apakah benar. Ternyata pajak
yang wajib disetor
Rp 6.000.000.- (enam juta rupiah), maka selisih Rp 3.000.000.-
(tiga juta rupiah)
disebut pajak kurang bayar.38
Pengawasan melekat yaitu serangakaian kegiatan yang bersifat
sebagai
pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung
terhadap
bawahannya baik secara preventif maupun represif. Pengawasan ini
dilakukan mulai
Bentuk pengawasan pajak daerah yang dilakukan oleh DPPKAD Kota
Medan
sebagai berikut:
1) Pengawasan Melekat
38 Hasil wawancara dengan Bapak Sutan Partahi, Kepala Bagian
Pajak Dinas Pendapatan
Kota Medan, tanggal 19 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
-
65
dari Kepala DPPKAD sampai kepada Subseksi, Kepala UPTD, camat
dan unit-unit
kerja yang terkait baik sistem pengelolaan maupun mekanisme
penyetoran
berdasarkan fungsi dan tugasnya masing-masing.
2) Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan atau
aparat penugasan fungsional dengan mendatangi langsung objek
(tempat
penyelenggaraan parkir) yang diawasi baik pada waktu kegiatan
yang sedang
berlangsung maupun sesudah kegiatan dilaksanakan.
2. Pengelolaan Pajak Parkir Melalui Perjanjian
Pemungutan pajak parkir tidak dapat diborongkan artinya seluruh
proses
kegiatan pemungutan pajak parkir tidak dapat diserahkan kepada
pihak ketiga,
walaupun demikian dimungkinkan antara lain pencetakan formulir
perpajakan,
pengiriman suratnya kepada wajib pajak atau penghimpunan data
objek dan subjek
pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak
ketiga adalah kegiatan
perhitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran
pajak dan
penagihan pajak.
Terhadap pengelolaan perparkiran, biasanya kontrak pengelolaan
perparkiran
dilakukan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Diawali dengan
kontrak penawaran
yang dilakukan oleh perusahaan pengelola, misalnya dengan konsep
sebagai berikut:
Konsep kerja sama yang dilakukan dengan pemilik properti/ Gedung
adalah dengan
sistem kemitraan. Oleh karena itu, dapat diberikan sejumlah
nilai tambah dan
pendapatan yang maksimum dari hasil pengelolaan parkir ini
kepada suatu gedung/
Universitas Sumatera Utara
-
66
perkantoran, pusat perbelanjaan, atau hotel.
Sistem yang ditawarkan kepada pemilik property/ gedung dengan
berbagai
cara, antara lain: profit sharing, memberikan fix income senilai
kontrak yang
disepakati kepada pemilik property/ gedung, atau dengan cara
lainnya yang bisa
dirundingkan dalam kerjasama.39
Berdasarkan hasil wawancara, sesungguhnya tidak ada peraturan
khusus
mengenai pendapatan yang akan di dapat pengelola parkir. Pada
umumnya perjanjian
dibuat dalam sebuah surat perjanjian dengan materi si pengelola
parkir akan
memberikan setoran secara berkala kepada Pemerintah.
40
Pengelolaan yang tidak efisien mengakibatkan pengelolaan pada
akhirnya
mulai diarahkan pada kerjasama dengan perusahaan swasta, seperti
yang banyak
ditemukan saat ini diberbagai lokasi parkir umum. Perusahaan
biasanya
menggunakan alat bantu pencatatan dan perhitungan biaya yang
dikelola dengan
Pengelola parkir bukan perusahaan asuransi, melainkan perusahaan
jasa yang
mengelola lahan perparkiran di suatu area property, dengan cara
bekerjasama dengan
pemilik lahan area tersebut, sebagian besar pengelola parkir
mengelola parkir di suatu
pusat perbelanjaan, perkantoran ataupun gedung atau pelataran
parkir. Pengelola
parkir ini dibayar atas dasar jumlah transaksi yang dilakukan
ataupun berdasarkan
persentase pendapatan (fee).
39 Contoh surat penawaran Pengelolaan Perparkiran
http://reksakaryamandiri
.indonetwork.co.id/621129/pengelolaan-parkir.htm. diakses
tanggal 10 Maret 2013. 40 Hasil wawancara dengan Bapak Sutan
Partahi, Kepala Bagian Pajak Dinas Pendapatan
Kota Medan, tanggal 19 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
http://reksakaryamandiri.indonetwork.co.id/621129/pengelolaan-parkir.htmhttp://reksakaryamandiri.indonetwork.co.id/621129/pengelolaan-parkir.htmhttp://reksakaryamandiri.indonetwork.co.id/621129/pengelolaan-parkir.htm
-
67
bantuan komputer basis data, sehingga kekeliruan pecatatan dapat
dihilangkan serta
mempersulit pencurian kendaraan, dan bila memungkinkan
menerapkan asuransi bagi
kendaraan yang diparkir.
Walaupun demikian kritik masih saja berdatangan berkaitan
dengan
profesionalisme pengelolaan parkir, sehingga diperlukan
perlengkapan yang biasanya
digunakan dalam melaksanakan pengelolaan perparkiran,
seperti:41
1. Basis data komputer untuk mengelola administrasi kendaraan
yang masuk dan keluar, karakteristik parkir, tarif yang akan
dikenakan kepada masing-masing kendaraan, laporan keuangan.
2. Dapat menggunakan media transaksi seperti karcis, ataupun
kartu seperti Kartu pintar (Smart Card), RFID, Magnetic Card dan
lain-lain.
3. Pembayaran dapat menggunakan kartu debit, Kartu Flash. 4.
Dapat ditambahkan Fasilitas Foto kendaraan, plat nomer dan
pengemudi di pintu
masuk dan pintu keluar. 5. Dapat ditambahkan Fasilitas televisi
sirkuit tertutup (CCTV), dimana Camera
dapat merekam non stop hingga 24 jam di pos masuk dan di pos
keluar serta di beberapa tempat yang dianggap perlu.
6. Dapat ditambahkan Fasilitas suara Selamat datang yang ramah
pada pintu masuk dan besaran tarif parkir di pintu keluar.
7. Dapat juga menyediakan Fasilitas Bomb Detector guna
menanggulangi secara optimal kejahatan yang bersifat bahan
peledak.
Problematika lain yang menghambat pengelolaan perpakiran adalah
sulitnya
koordinasi dengan pihak ketiga (kelompok tertentu) yang sudah
lama menguasai
wilayah-wilayah perparkiran. Hal ini menimbulkan tingkat
kerugian pendapatan dan
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. Secara langsung
berdampak terhadap
pengurangan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Medan.
Membuka toko serba ada (toserba) atau mall merupakan satu paket
dengan
41
http://ikhsanismafauzy.blogspot.com/2012/01/makalah-teknonogi-komunikasi-dan.html,
diakses tanggal 19 Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara
http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_pintarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_pintarhttp://id.wikipedia.org/wiki/RFIDhttp://id.wikipedia.org/wiki/Televisi_sirkuit_tertutuphttp://id.wikipedia.org/wiki/Dimanahttp://ikhsanismafauzy.blogspot.com/2012/01/makalah-teknonogi-komunikasi-dan.html
-
68
penyediaan tempat parkir, tetapi masih ada toserba dan mall yang
belum memenuhi
ketersediaan tempat parkir yang memadai, sehingga parkir
dilakukan di pinggir jalan,
terlebih jalan yang arus lalu lintasnya ramai, seperti jalan
protokol. Masyarakat
sebagai konsumen yang ingin berbelanja di toserba atau mall
menginginkan
keamanan kendaraan dengan memperhatikan ketersediaan area parkir
di tempat
perbelanjaan tersebut. Jika toserba atau mall tidak memiliki
area parkir yang
memadai maka akan mempengaruhi jumlah peminat yang berkinjung ke
toserba
dan/atau mall tersebut. Karena itu masalah perparkiran dengan
melihat ketersediaan
yang minim akan area parkir pada toserba ataupun mall tersebut
perlu disesuaikan
dengan Peraturan Daerah (Perda) kota Medan Nomor 10 Tahun 2011
tentang Pajak
Parkir.
Pemerintah melalui perda tersebut perlu segera menertibkan
masalah
perparkiran dengan jalan peningkatan persuasif dan edukatif pada
pihak ketiga. Perlu
adanya penyadaran dengan pendekatan sosial. Dalam hal inilah
Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir berperan.
Untuk mewujudkan pelayanan jasa perparkiran yang tertib,
teratur, aman dan
nyaman, maka diperlukan pembenahan melalui penyesuaian
perparkiran terhadap
peraturan yang berlaku. Semua berharap agar kualitas pelayanan
jasa perparkiran
berkualitas. Peningkatan kinerja aparatur dalam menertiban
perparkiran sangat
diperlukan sehingga cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat
akan pelayanan
jasa perparkiran dapat ditangani dengan baik. Dengan demikian
akan tercipta
koordinasi yang harmonis dengan instansi terkait serta mendorong
terciptanya
Universitas Sumatera Utara