37 BAB II METODE PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DI KOTA MEDAN A. Tinjauan Umum Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Pasal 1 angka 18 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah, di mana penerimaan daerah itu juga meliputi dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana perimbangan dan lain-lain pendapatan akan dibahas dalam sub bab selanjutnya. Universitas Sumatera Utara
32
Embed
37 BAB II METODE PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR TERHADAP ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
37
BAB II
METODE PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DI KOTA MEDAN
A. Tinjauan Umum Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Pasal 1 angka 18 Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD
merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga berasal dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah, di mana penerimaan daerah itu juga meliputi dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana perimbangan dan lain-lain pendapatan
akan dibahas dalam sub bab selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
38
PAD berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memiliki tujuan yakni “memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai
perwujudan Desentralisasi”. Wujud dari desentralisasi adalah pemberian sumber-
sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digunakan sendiri sesuai dengan potensi
daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam
undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Peraturan pelaksanaan dari Undang–undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain Peraturan
Pemerintah Nomor 91 Tahun 20102tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut
Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak hingga
saat ini belum diterbitkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, daerah diberikan kewenangan untuk
memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Pungutan pajak dan retribusi daerah
yang berlebihan dalam jangka pendek dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,
namun dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada
akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi
Universitas Sumatera Utara
39
beberapa jenis:24
Ada beberapa defenisi pajak yang diungkapkan oleh sarjana yang ahli
dibidang perpajakan, seperti pendapat Adrian sebagaimana dikutip oleh Bohari
memberikan definisi yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. 2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi
daerah. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah
yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil Perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Berikut ini akan dijabarkan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber
penerimaan daerah sekaligus merupakan pendapatan asli daaerah.
a. Pajak Daerah
25
Selain itu Smeeths juga memberikan definisi pajak yakni “Pajak adalah
prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal
membiayai pengeluaran pemerintah”.
Pajak ialah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.
26
Pajak daerah sebagai bagian dari sumber pendapatan asli daerah merupakan
kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
Salemba, 2007), hal. 107. 25 H. Bohari. Pengantar Hukum Pajak.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 8. 26 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
40
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ketentuan mengenai pajak tersebut merupakan amanat dari Pasal 23A UUD
1945, di mana pasal tersebut menyatakan bahwa: “Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Ketentuan
lebih lanjut mengenai undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Dalam urusan pajak
daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengurus daerahnya masing-
masing termasuk didalamnya untuk urusan keuangan daerah (termasuk di dalamnya
pajak daerah) sebagaimana ditentukan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan tersebut sesuai dengan asas
desentralisasi. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi
kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu jenis pajak daerah yang dimaksud tersebut adalah pajak parkir.
Pajak parkir berdasarkan Pasal 1 Angka 31 Undang-undang 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah “pajak atas penyelenggaraan tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
Universitas Sumatera Utara
41
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor”.
Pajak parkir diharapkan dapat memiliki peranan yang berarti dalam
pembiayaan pembangunan daerah. Parkir pada saat ini sangatlah diperlukan karena
untuk menjaga keamanan kendaraan. Bukan hanya untuk menjaga keamanan saja
tetapi juga untuk keteraturan dan kenyamanan suatu tempat.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,
baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor
yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan
pajak parkir adalah:27
3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peralatan daerah,
1) Gedung Parkir 2) Peralatan Parkir 3) Garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran 4) Tempat penitipan kendaraan bermotor 5) Bukan objek pajak parkir
Pada pajak parkir, tidak semua penyelenggaraan parkir dikenakan pajak. Ada
beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak berdasarkan Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yaitu :
1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD dikecualikan sebagai objek pajak parkir.
2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kendaraan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga internasional dengan asas timbal balik.
antara lain penyelenggaraan tempat parkir ditempat peribadatan dan sekolah dan 'tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati dan walikota.
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Dasar pengenaan pajak
didasarkan pada klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan frekwensi kendaraan
bermotor, setiap kendaraan bermotor yang parkir ditempat parkir diluar badan jalan
akan dikenakan tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola.
Tarif parkir ini merupakan pembayaran yang harus diserahkan oleh pengguna
tempat parkir untuk pemakaian tempat parkir. Tarif parkir yang ditetapkan oleh
pengelola tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran disesuaikan
dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam hal ini kota Medan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak
Parkir.
b. Retribusi Daerah
Walaupun sama-sama memungut uang dari masyarakat, pada prinsipnya pajak
dan retribusi itu tidak sama. Retribusi Daerah berdasarkan Pasal 1 Angka 64 Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan.
Defenisi tersebut menunjukkan adanya timbal balik langsung antara pemberi
dan penerima jasa. Hal ini berbeda dengan pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
43
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Berdasarkan perbedaan dalam definisi antara pajak daerah dan retribusi
daerah tersebut dapat dicontohkan perbedaan aplikasinya, jika seseorang adalah
pemilik kendaraan bermotor (misalkan mobil atau motor), harus tetap membayar
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) walaupun pemerintah daerah tidak memperbaiki
jalan yang rusak, tidak memperbaiki sarana dan prasarana lalu lintas. Juga tetap harus
membayar PKB walaupun dalam setahun kendaraan tidak berjalan dan tetap berada di
rumah.
Sebaliknya dalam retribusi terjadi timbal balik langsung antara pemberi dan
penerima jasa, seseorang pribadi atau badan yang telah menggunakan atau menerima
jasa yang diberikan oleh pemerintah wajib untuk membayar pungutan retribusi yang
telah ditetapkan. Aplikasinya, dalam pungutan retribusi parkir hanya pemilik
kendaraan bermotor yang memarkirkan kendaraannya yang wajib untuk membayar
parkir. Jika memiliki kendaraan dan selama bertahun-tahun tidak pernah berjalan
(tidak pernah parkir), tidak wajib untuk dipungut retribusinya. Jika parkir di halaman
rumah sendiri, tidak dikenakan retribusi.
Berdasarkan defenisi dan contoh di atas dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah yakni:
1) Pajak daerah tidak memperoleh timbal balik secara langsung, sedangkan
retribusi memperoleh timbal balik secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
44
2) Pajak daerah dapat dipaksakan, sedangkan retribusi tidak.
Retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha
Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk
memenuhi kepentingan warga masyarakat baik individu maupun badan atau korporasi
dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas
daerah. Adanya izin dari pemerintah daerah terkait dengan parkir, maka pemerintah
daerah berhak untuk menerima retribusi dari masyarakat sebagai pengguna parkir,
sehingga dengan demikian masyarakat selain mendapatkan haknya untuk
mendapatkan layanan jasa parkir juga memiliki kewajiban untuk memberikan
retribusi. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan di dalam
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum;
Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu.28
2) Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
1) Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa Umum antara lain; Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan Kebersihan/Persampahan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akte Catatan Sipil dan lain-lain.
28 Suparman Zen Kemu. Analisis Usulan Pembentukan Perda Mengenai Retribusi Perizinan
Pembuangan Limbah Cair Sebagai Langkah Pencegahan Polusi Limbah Cair di Daerah. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol.9 No.4. hal. 96. Desember 2005.
Universitas Sumatera Utara
45
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi jasa usaha antara lain; Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; Retribusi Tempat Pelelangan dan lain-lain.
3) Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari; Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Gangguan; dan Retribusi Izin Trayek. Sejak diterbitkannya PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, daerah
dapat menerapkan berbagai jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan dalam undang-undang. Jenis retribusi lainnya tersebut misalnya adalah
penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah. Ketentuan
inilah yang membuka peluang bagi daerah untuk menerbitkan peraturan daerah
mengenai jenis retribusi yang pada akhirnya dibatalkan oleh Pemerintah Pusat karena
dianggap mengganggu iklim investasi di daerah dan memberatkan pelaku usaha.29
Retribusi daerah memberikan peranan yang terbesar dalam pembentukan
pendapatan asli daerah. Obyek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan daerah atau
jasa usaha tertentu yang disediakan oleh pemberintah daerah. Jasa pelayanan yang
dipungut retribusinya hanya jenis-jenis jasa pelayanan menurut pertimbangan sosial
ekonomi layak untuk dijadikan obyek retribusi.
Pelaku usaha yang melakukan kegiatan investasi di daerah dibebani dengan retribusi
atas izin usaha yang mereka peroleh yang memberatkan pelaku usaha tersebut.
29 Ahmad Yani. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
2. Pinjaman
Menurut Pasal 169 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah,
pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
masyarakat. Pinjaman yang bersumber dari pemerintah sesuai dengan Pasal 10 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman
Daerah diberikan melalui Menteri, yang berasal dari APBN termasuk dana investasi
Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar
Negeri.
Pinjaman Daerah berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah adalah “semua transaksi yang
mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang
bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar kembali”. Selanjutnya Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah menentukan bahwa “pinjaman daerah
merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit
APBD, pengeluaran pembiayaan dan/atau kekurangan arus kas, di mana pinjaman
daerah tersebut menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011
http://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/29/dana-alokasi-umum-dau-dana-alokasi-khusus-dak-dan-pendapatan-asli-daerah-pad-kota-surabaya/, diakses tanggal 12 September 2013, jam 15.00 Wib.
tentang Pinjaman Daerah merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka
melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jenis Pinjaman Daerah menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah terdiri atas Pinjaman Jangka Pendek, Jangka
Menengah dan Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek tersebut dalam Pasal 12
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan
Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran, dimana
kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban
lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan serta
bersumber dari Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga
keuangan bukan bank, yang digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.
Selanjutnya Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Pinjaman Daerah menentukan bahwa:
“pinjaman jangka menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, dimana kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan”,
Sedangkan Pinjaman Jangka Panjang menurut Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan:
“Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran di mana kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga,
Universitas Sumatera Utara
49
dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat.
3. Pendapatan Daerah yang lain
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi yaitu
terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri,
mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.
Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional,
maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan dana untuk membiayai pembangunan.
Untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan dan mengurus rumah
tangganya sendiri, maka Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk menggali
sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Untuk itu Pemerintah Pusat
memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah (Desentralisasi). Sejalan dengan
desentralisasi tersebut, aspek pembiayaannya juga ikut terdesentralisasi.
Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai sendiri biaya pembangunannya.
Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga
Pendapatan Daerah yang lain yang dapat diperoleh antara lain melalui sumbangan,
hibah dan dana darurat. Berikut ini akan dijabarkan ketiga hal tersebut.
a. Sumbangan
Pertumbuhan dan perkembangan pembangunan dikota medan perlu
Universitas Sumatera Utara
50
ditingkatkan sesuai sengan semangat otonomi daerah, sehingga diperlukan upaya
untuk menggali potensi pendapatan asli daerah melalui partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat tersebut dapat berbentuk sumbangan pihak ketiga. Sumbangan
pihak ketiga menurut Pasal 1 Huruf i Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun
2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah adalah
“pemberian pihak ketiga kepada daerah secara ikhlas, dan tidak mengikat, berupa
uang atau disamakan dengan uang maupun barang, baik bergerak maupun tidak
bergerak yang diperolehnya oleh pihak ketiga tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Pemerintah daerah menurut Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga
Kepada Daerah dapat menerima sumbangan dari pihak ketiga yang dapat berupa
pemberian donasi, wakaf, hibah, infaq. Sumbangan pihak ketiga yang diterima oleh
pihak pemerintah daerah dipergunakan untuk kepentingan daerah, khususnya untuk
pembangunan daerah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah.
b. Hibah
Pendapatan hibah berdasarkan Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah Daerah
menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah
Daerah adalah “pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau
Universitas Sumatera Utara
51
pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian”.
Hibah Daerah di dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2012 tentang Hibah Daerah meliputi:
1) Hibah kepada Pemerintah Daerah;
2) Hibah dari Pemerintah Daerah.
Hibah kepada Pemerintah Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah
untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012
tentang Hibah Daerah. Hibah dari Pemerintah Daerah menurut Pasal 1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah dapat diberikan
kepada:
1) Pemerintah;
2) Pemerintah Daerah lain;
3) badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau
4) badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
c. Dana Darurat
Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar
biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber
Universitas Sumatera Utara
52
APBD sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya Dana Darurat menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2012 Tentang Dana Darurat adalah “dana yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami
bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa”.
Dana darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dimana kegiatan tersebut adalah untuk pemulihan
fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik daerah, Dana Darurat
dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada badan usaha milik daerah yang
melaksanakan fungsi Pelayanan Publik, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat.
Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa
Luar Biasa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012
Tentang Dana Darurat dapat mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri
dengan melampirkan paling sedikit Kerangka Acuan Kegiatan rehabilitasi dan
pengawasan. Pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan perencanaan adalah
kegiatan dalam menentukan target yang ingin dicapai dari pajak daerah dalam satu
tahun anggaran, dengan indikator yaitu pendaftaran, pendataan dan penetapan.
Kemudian pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pelaksanaan adalah kegiatan
merealisasikan target yang telah ditetapkan atau memungut dana dari beberapa jenis
pajak daerah yang telah menjadi hak daerah.
Indikator yang menjadi ukuran dari kegiatan tersebut adalah kegiatan
penyetoran, pembukuan dan pelaporan, serta kegiatan penagihan. Sedangkan
pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah atau menghindari penyimpangan yang terjadi sehubungan
dengan rencana yang telah dibuat. Indikator yang menjadi ukuran adalah pengawasan
melekat dan pengawasan langsung.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya mengenai pengelolaan pajak
parkir harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut : perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan. Aspek-aspek ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan mengingat
keterikatannya satu sama lain sehingga sebuah pembahasan tentang pengelolaan
pajak daerah dengan sendirinya harus memasukkan ketiga aspek ini.
a. Perencanaan
Sebagai langkah awal pengelolaan pajak daerah maka kegiatan perencanaan
sangat menentukan upaya pengelolaan pajak daerah. Hal ini mudah dipahami karena
kegiatan tersebut akan menjadi dasar melakukan kegiatan selanjutnya. Sebagai dasar
untuk melakukan kegiatan selanjutnya maka berhasil tidaknya peningkatan pajak
Universitas Sumatera Utara
58
daerah sangat tergantung pada kegiatan perencanaan.
Kegiatan perencanaan yang dimaksud adalah kegiatan menentukan besarnya
target yang ingin dicapai dari pajak daerah untuk satu tahun anggaran. Seperti yang
telah diuraikan terdahulu bahwa untuk mengukur kegiatan perencanaan maka
indikator yang digunakan adalah kegiatan pendaftaran, pendataan dan kegiatan
penetapan.
1) Pendaftaran
Dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak, maka
langkah pertama yang perlu dilakukan dalam prosedur pendaftaran adalah menyusun
Daftar Induk Wajib Pajak yang memuat nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD).
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun daftar induk wajib
pajak adalah diadakan penjaringan wajib pajak, disusun serta melakukan pengukuhan
dan penggolongan wajib pajak. Kemudian, kepada setiap wajib pajak yang telah
didaftar dan dikukuhkan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD)
yang secara permanen menjadi identitas wajib pajak yang bersangkutan dan berlaku
untuk semua jenis pajak daerah yang menjadi kewajibannya.
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) merupakan identitas yang
diperlukan oleh setiap wajib pajak. Dengan identitas ini, wajib pajak dapat dengan
mudah menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan pemenuhan segala urusan
yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakannya, baik mengenai
pembayaran pajak, kepindahan lokasi usaha ataupun kegiatan lain yang
Universitas Sumatera Utara
59
dipersyaratkan memiliki identitas perpajakan.
2) Pendataan
Kegiatan pendataan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
kegiatannya dengan pajak daerah dalam penerimaan pendapatan asli daerah, Karena
dari hasil pendataan dapat diketahui berapa besar jumlah potensi yang ada di
lapangan. Dengan data tersebut para pengambil kebijakan dapat membuat estimasi
dasar dalam menentukan berapa besar target penerimaan yang akan direncanakan
sebagai penerimaan daerah.
Pelaksanaan kegiatan pendataan merupakan kelanjutan dari kegiatan
pendaftaran, sehingga apa yang menjadi output dari kegiatan pendaftaran senantiasa
menjadi input pelaksanaan pendataan. Formulir pendaftaran yang telah diisi oleh
wajib pajak merupakan data yang diperlukan untuk menetapkan besarnya target
penerimaan per jenis pendapatan.
Pendataan ini berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang diterima dan diisi
oleh wajib pajak. Untuk menjaga kelancaran kegiatan pendataan maka setiap wajib
pajak diberikan batas waktu (selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah
berakhirnya masa pajak) pengembalian SPTPD kepada DPPKAD (Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), apabila dalam jangka waktu tersebut wajib
pajak belum juga mengembalikan surat pemberitahuan (SPT), maka DPPKAD
Universitas Sumatera Utara
60
menempuh cara mulai dari pemberian surat peringatan kemudian dilanjutkan dengan
surat teguran sampai dengan penetapan secara jabatan dan apabila belum ada reaksi
maka akan dilakukan jemput paksa oleh Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Adapun data yang akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya jumlah
penerimaan daerah, diperoleh dengan cara :
a. Menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), kepada seluruh wajib pajak yang
telah mendaftar
b. Melakukan pemeriksaan lapangan berdasarkan rencana pemeriksaan lapangan
yang telah ditentukan sebelumnya
c. Memanfaatkan data yang tercantum dalam daftar surat teguran sebagai hasil
pemantauan pembayaran pajak sesuai dengan batas waktu pembayaran yang telah
ditentukan dalam surat ketetapan pajak.
3) Penetapan
Setelah semua tahap dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah
menentukan target penerimaan. Data yang telah diperoleh dari kegiatan pendataan,
dicatat dalam kartu data sebagai hasil akhir yang akan dijadikan dasar bagi seksi
penetapan dalam menghitung besarnya target penerimaan pengelolaan pajak daerah.
Penentuan target penerimaan pendapatan pengelolaan pajak daerah didasarkan
atas perhitungan jumlah penerimaan sumber pajak daerah yang sebelumnya telah
dibuat kesepakatan antara pihak pengusaha dengan dinas pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset daerah.
Universitas Sumatera Utara
61
b. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan yang dimaksud adalah kegiatan mengaplikasikan target
yang telah ditetapkan melalui pemungutan pajak daerah. Untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan kegiatan tersebut maka indikator yang digunakan adalah kegiatan
penyetoran, pembukuan dan pelaporan serta penagihan.
1) Penyetoran
Mekanisme pembayaran pajak yang diterapkan oleh DPPKAD Kota Medan
yaitu untuk menjamin kelancaran pembayaran pajak oleh para wajib pajak, maka
DPPKAD menugaskan petugas untuk turun langsung kelapangan guna memungut
pajak dari masyarakat.
Pajak yang telah dikumpulkan selanjutnya disetor kepada bendahara
DPPKAD. Bendahara inilah yang kemudian menyetor hasil pajak daerah di kas
daerah. Bendahara DPPKAD mempunyai tugas rutin yakni setiap akhir bulan
menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang untuk keperluan
pemeriksaan keuangan sehingga dapat dibandingkan dengan laporan keuangan yang
dibuat oleh seksi pelaporan.
Berikut ini sekedar untuk mengetahui perhitungan pajak parkir yang harus
dibayar/disetor oleh wajib pajak kepada DPPKAD berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir adalah sebagai berikut:
Tarif pajak parkir menurut Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun
2011 tentang Pajak Parkir ditetapkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
62
a) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir tetap dikenakan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran;
b) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran;
c) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir vallet dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran.
Selanjutnya di dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011
tentang Pajak Parkir ditentukan cara perhitungan pajak parkir:
a) Roda empat
1) untuk parkir tetap tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000; 2) untuk parkir progresif, tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000 untuk
lima jam pertama, dan penambahan sebesar Rp 1.000 per satu jam berikutnya;
3) untuk parkir vallet tarif dasar maksimal sebesar Rp 25.000; b) Roda Dua tarif dasar tetap maksimal sebesar Rp 1.000.
2) Pembukuan dan Pelaporan
Kegiatan selanjutnya setelah penyetoran adalah pembukuan dan pelaporan.
Kegiatan pelaporan merupakan pekerjaan lanjutan setelah pembukuan dan
dilaksanakan setiap akhir periode bulanan, triwulan, semester, dan akhir tahun.
Seksi pembukuan selaku pelaksana akan menerima formulir atau daftar
sebagai dokumen yang akan dijadikan dasar dalam pencatatan dari seksi penetapan.
Dari hasil pencatatan tersebut akan diketahui jumlah penerimaan perjenis pajak,
begitu pula jumlah tunggakan baik perjenis pajak maupun perwajib pajak.
3) Penagihan
Universitas Sumatera Utara
63
Penagihan yang dimaksud disini adalah pelaksanaan penegakan hukum
terhadap wajib pajak yang tidak menaati peraturan, dalam hal ini belum melunasi
pajak yang terutang sampai dengan batas waktu yang sudah ditentukan dalam surat
ketetapan. Kegiatan penagihan dibedakan atas penagihan pasif dan penagihan aktif.
Penagihan pasif dimulai dari peringatan, teguran pertama, teguran kedua sampai pada
teguran ketiga, sedangkan penagihan aktif berupa proses paksa, penyitaan sampai
dengan lelang sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
85/PMK.03/2010 tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan
pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus.
c. Pengawasan
Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan
bersama yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-
penyimpangan, pemborosan-pemborosan dan kegagalan-kegagalan dalam pencapaian
tujuan organisasi. Dalam kegiatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Medan yang berusaha untuk memasukkan uang kedalam kas daerah dan
menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah, termasuk di dalamnya penerimaan dari
Pajak Daerah. Apabila pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik dalam
pengelolaan pajak daerah maka akan mewujudkan efesiensi, efektifitas dan
kehematan serta ketertiban.
Pengawasan pajak daerah merupakan tindakan yang sangat penting untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan yang ditetapkan dalam
memenuhi target yang direncanakan dalam Anggaran Pengelolaan Keuangan Belanja
Universitas Sumatera Utara
64
Daerah Kota Medan. Untuk itu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Medan sebagai salah satu dinas otonom yang diserahi tugas mengelola
keuangan daerah dituntut untuk bekerja dengan sungguh-sungguh agar pemasukan
dari sektor Pengelolaan Keuangan daerah khususnya pajak daerah dapat meningkat
dari tahun ke tahun.
Pengawasan pajak daerah dalam bidang pajak parkir di kota Medan,
berdasarkan hasil wawancara, diperlukan pengawasan dalam pelaksanaan
pemungutan pajak parkir. Pengawasan pajak tersebut berguna agar diketahui omset
atau pendapatan yang sesungguhnya. Setelah dilakukan pengawasan, dilakukan
verifikasi untuk membantu target pajak parkir dan di dalam verifikasi itulah ada
temuan-temuan kurang bayar. Misalnya, dilaporkan Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah),
dengan self assesement maka dicek apakah benar. Ternyata pajak yang wajib disetor
Rp 6.000.000.- (enam juta rupiah), maka selisih Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah)
disebut pajak kurang bayar.38
Pengawasan melekat yaitu serangakaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap
bawahannya baik secara preventif maupun represif. Pengawasan ini dilakukan mulai
Bentuk pengawasan pajak daerah yang dilakukan oleh DPPKAD Kota Medan
sebagai berikut:
1) Pengawasan Melekat
38 Hasil wawancara dengan Bapak Sutan Partahi, Kepala Bagian Pajak Dinas Pendapatan
Kota Medan, tanggal 19 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
65
dari Kepala DPPKAD sampai kepada Subseksi, Kepala UPTD, camat dan unit-unit
kerja yang terkait baik sistem pengelolaan maupun mekanisme penyetoran
berdasarkan fungsi dan tugasnya masing-masing.
2) Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau
aparat penugasan fungsional dengan mendatangi langsung objek (tempat
penyelenggaraan parkir) yang diawasi baik pada waktu kegiatan yang sedang
berlangsung maupun sesudah kegiatan dilaksanakan.
2. Pengelolaan Pajak Parkir Melalui Perjanjian
Pemungutan pajak parkir tidak dapat diborongkan artinya seluruh proses
kegiatan pemungutan pajak parkir tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga,
walaupun demikian dimungkinkan antara lain pencetakan formulir perpajakan,
pengiriman suratnya kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek dan subjek
pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan
perhitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan
penagihan pajak.
Terhadap pengelolaan perparkiran, biasanya kontrak pengelolaan perparkiran
dilakukan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Diawali dengan kontrak penawaran
yang dilakukan oleh perusahaan pengelola, misalnya dengan konsep sebagai berikut:
Konsep kerja sama yang dilakukan dengan pemilik properti/ Gedung adalah dengan
sistem kemitraan. Oleh karena itu, dapat diberikan sejumlah nilai tambah dan
pendapatan yang maksimum dari hasil pengelolaan parkir ini kepada suatu gedung/
Universitas Sumatera Utara
66
perkantoran, pusat perbelanjaan, atau hotel.
Sistem yang ditawarkan kepada pemilik property/ gedung dengan berbagai
cara, antara lain: profit sharing, memberikan fix income senilai kontrak yang
disepakati kepada pemilik property/ gedung, atau dengan cara lainnya yang bisa
dirundingkan dalam kerjasama.39
Berdasarkan hasil wawancara, sesungguhnya tidak ada peraturan khusus
mengenai pendapatan yang akan di dapat pengelola parkir. Pada umumnya perjanjian
dibuat dalam sebuah surat perjanjian dengan materi si pengelola parkir akan
memberikan setoran secara berkala kepada Pemerintah.
40
Pengelolaan yang tidak efisien mengakibatkan pengelolaan pada akhirnya
mulai diarahkan pada kerjasama dengan perusahaan swasta, seperti yang banyak
ditemukan saat ini diberbagai lokasi parkir umum. Perusahaan biasanya
menggunakan alat bantu pencatatan dan perhitungan biaya yang dikelola dengan
Pengelola parkir bukan perusahaan asuransi, melainkan perusahaan jasa yang
mengelola lahan perparkiran di suatu area property, dengan cara bekerjasama dengan
pemilik lahan area tersebut, sebagian besar pengelola parkir mengelola parkir di suatu
pusat perbelanjaan, perkantoran ataupun gedung atau pelataran parkir. Pengelola
parkir ini dibayar atas dasar jumlah transaksi yang dilakukan ataupun berdasarkan
persentase pendapatan (fee).
39 Contoh surat penawaran Pengelolaan Perparkiran http://reksakaryamandiri
.indonetwork.co.id/621129/pengelolaan-parkir.htm. diakses tanggal 10 Maret 2013. 40 Hasil wawancara dengan Bapak Sutan Partahi, Kepala Bagian Pajak Dinas Pendapatan
bantuan komputer basis data, sehingga kekeliruan pecatatan dapat dihilangkan serta
mempersulit pencurian kendaraan, dan bila memungkinkan menerapkan asuransi bagi
kendaraan yang diparkir.
Walaupun demikian kritik masih saja berdatangan berkaitan dengan
profesionalisme pengelolaan parkir, sehingga diperlukan perlengkapan yang biasanya
digunakan dalam melaksanakan pengelolaan perparkiran, seperti:41
1. Basis data komputer untuk mengelola administrasi kendaraan yang masuk dan keluar, karakteristik parkir, tarif yang akan dikenakan kepada masing-masing kendaraan, laporan keuangan.
2. Dapat menggunakan media transaksi seperti karcis, ataupun kartu seperti Kartu pintar (Smart Card), RFID, Magnetic Card dan lain-lain.
3. Pembayaran dapat menggunakan kartu debit, Kartu Flash. 4. Dapat ditambahkan Fasilitas Foto kendaraan, plat nomer dan pengemudi di pintu
masuk dan pintu keluar. 5. Dapat ditambahkan Fasilitas televisi sirkuit tertutup (CCTV), dimana Camera
dapat merekam non stop hingga 24 jam di pos masuk dan di pos keluar serta di beberapa tempat yang dianggap perlu.
6. Dapat ditambahkan Fasilitas suara “Selamat datang” yang ramah pada pintu masuk dan besaran tarif parkir di pintu keluar.
7. Dapat juga menyediakan Fasilitas Bomb Detector guna menanggulangi secara optimal kejahatan yang bersifat bahan peledak.
Problematika lain yang menghambat pengelolaan perpakiran adalah sulitnya
koordinasi dengan pihak ketiga (kelompok tertentu) yang sudah lama menguasai
wilayah-wilayah perparkiran. Hal ini menimbulkan tingkat kerugian pendapatan dan
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. Secara langsung berdampak terhadap
pengurangan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Medan.
Membuka toko serba ada (toserba) atau mall merupakan satu paket dengan
41 http://ikhsanismafauzy.blogspot.com/2012/01/makalah-teknonogi-komunikasi-dan.html, diakses tanggal 19 Agustus 2013.