ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PT SATRIA LESTARI BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL 3.1. KOMPONEN FISIK KIMIA 3.1.1. Iklim Keadaan parameter iklim di lokasi rencana usaha penambangan batubara PT Satria Lestari digambarkan dengan menggunakan data keadaan parameter iklim dari stasiun pengamatan iklim terdekat yaitu Badan Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda. Hal ini dikarenakan di sekitar lokasi studi tidak terdapat stasiun pengamatan iklim. A. Tipe Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson yang didasarkan pada data curah hujan bulanan periode 1998 - 2008 dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, tipe iklim lokasi studi termasuk kedalam tipe iklim A (sangat basah) dengan nilai Q sebesar 0,135 (0,000 Q < 0,143). B. Curah Hujan Berdasarkan hasil pencatatan curah hujan Stasiun Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandara Temindung Samarinda periode 1998 - 2008, diketahui bahwa curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 392,2 mm, dikarenakan pada bulan tersebut frekuensi hari hujan dan volume hujan sangat tinggi, sedangkan curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 203,7 mm. Untuk lebih jelasnya mengenai data curah hujan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Berdasarkan data jumlah hari hujan dari Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda selama periode 1998 - 2008, bahwa hari hujan rata-rata per tahun adalah 235,6 mm, dengan jumlah bulan basah rata-rata pertahunnya sebesar 10,9 bulan, bulan lembab 1,1 bulan dan bulan kering 1,2 bulan. Tabel 3.1. Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm) periode 1998 - 2008 di Wilayah Studi dan Sekitarnya Tahun Curah Hujan (mm) Jumlah (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des BB BL BK 1998 15.3 2.5 0.0 10.5 76.2 363.1 191.8 182.2 122.3 241.2 213.8 338.0 1638.1 BK BK BK BK BL BB BB BB BB BB BB BB 7 1 4 1999 222,1 392,2 218,5 180,7 170,5 121,3 129,8 203,7 226,3 317,6 255,1 264,2 2702 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB 12 0 0 2000 188,8 308,3 265,9 138,5 249,4 279,6 118,2 101 209,1 175,3 381,4 168,7 2584,2 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB 12 0 0 2001 156,4 307,3 235,7 157,6 187,1 109,7 98,4 26,4 167,7 134,1 220,8 112,1 1913,3 BB BB BB BB BB BB BL BK BB BB BB BB 10 1 1 2002 156,9 128,2 284,4 190 130 180,6 76,4 32,7 73,5 140,1 101,7 181,8 1676,3 BB BB BB BB BB BB BL BK BL BB BB BB 9 2 1 2003 253,3 157,9 417,3 135,7 244,9 79,8 44,5 95,6 273,8 220,9 203,7 217,9 2345,3 BB BB BB BB BB BL BK BL BB BB BB BB 9 2 1 2004 339,7 224,3 401,6 384,8 367,6 55,4 100,1 0 171,7 2,1 280,9 175,5 2503,7 BB BB BB BB BB BK BB BK BB BK BB BB 10 0 2 RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 1
53
Embed
ainkdikki.files.wordpress.com · Web viewDari hasil analisis contoh air yang berasal dari Sungai Sentuk, terdapat satu parameter yang telah berada di atas baku mutu lingkungan yaitu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
BAB IIIRONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
3.1. KOMPONEN FISIK KIMIA 3.1.1. IklimKeadaan parameter iklim di lokasi rencana usaha penambangan batubara PT Satria Lestari digambarkan dengan menggunakan data keadaan parameter iklim dari stasiun pengamatan iklim terdekat yaitu Badan Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda. Hal ini dikarenakan di sekitar lokasi studi tidak terdapat stasiun pengamatan iklim. A. Tipe IklimMenurut klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson yang didasarkan pada data curah hujan bulanan periode 1998 - 2008 dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, tipe iklim lokasi studi termasuk kedalam tipe iklim A (sangat basah) dengan nilai Q sebesar 0,135 (0,000 Q < 0,143).B. Curah HujanBerdasarkan hasil pencatatan curah hujan Stasiun Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandara Temindung Samarinda periode 1998 - 2008, diketahui bahwa curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 392,2 mm, dikarenakan pada bulan tersebut frekuensi hari hujan dan volume hujan sangat tinggi, sedangkan curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 203,7 mm. Untuk lebih jelasnya mengenai data curah hujan dapat dilihat pada Tabel 3.1.Berdasarkan data jumlah hari hujan dari Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda selama periode 1998 - 2008, bahwa hari hujan rata-rata per tahun adalah 235,6 mm, dengan jumlah bulan basah rata-rata pertahunnya sebesar 10,9 bulan, bulan lembab 1,1 bulan dan bulan kering 1,2 bulan.Tabel 3.1. Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm) periode 1998 - 2008 di Wilayah
Studi dan Sekitarnya
Tahun Curah Hujan (mm) Jumlah (mm)Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des BB BL BK
1998 15.3 2.5 0.0 10.5 76.2 363.1 191.8 182.2 122.3 241.2 213.8 338.0 1638.1BK BK BK BK BL BB BB BB BB BB BB BB 7 1 4
C. Suhu Udara Secara klimatis keadaan suhu/temperatur udara yang tercatat di Stasiun Badan Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda selama periode 1998 - 2008, kondisi lingkungan pada areal studi mempunyai suhu bulanan berkisar antara 22,07oC – 30,37oC. Keadaan suhu udara rata-rata bulanan secara lengkap dan terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.3.Tabel 3.3. Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan Periode 1998 - 2008 di
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
D. Kelembaban Udara
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 2
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Kelembaban nisbi (relative humidity) merupakan perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Kelembapan nisbi (RH) akan semakin kecil bila suhu udara meningkat, dan sebaliknya akan meningkat bila suhu udara menurun. Berdasarkan data Stasiun Badan Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda kelembaban udara di wilayah studi selama periode 1998 - 2008, bahwa kelembaban udara rata-rata bulannya berkisar antara 75,7% - 85,7%. Keadaan kelembaban udara rata-rata bulanan secara lengkap dan terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.4.Tabel 3.4. Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan Periode 1998 - 2008 di
Sumber : Stasiun Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
E. Intensitas Penyinaran MatahariIntensitas penyinaran matahari menggambarkan tentang lamanya tingkat penyinaran yang menerpa permukaan bumi dengan satuan persen (%) per hari (dari pukul 08.00 – 16.00). Intensitas matahari ini berkaitan erat dengan peristiwa evapotranspirasi dan evaporasi, karena dengan semakin tinggi tingkat intensitas penyinaran matahari, maka laju evapotranspirasi dan evaporasi akan semakin meningkat pula. Berdasarkan data Stasiun Badan Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda besaran intensitas penyinaran matahari rata-rata perbulan adalah 31,4% - 43,7%. Keadaan intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.5.Tabel 3.5. Rata-Rata Penyinaran Matahari Periode 1998 – 2008 di Wilayah
Studi dan Sekitarnya
Tahun Rata-Rata Penyinaran Matahari (%) Jml Rata2Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Sumber : Stasiun Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
F. Arah dan Kecepatan AnginArah angin dilokasi studi berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun Badan Metereologi dan Geofisika Temindung Samarinda (1998 - 2008), pada bulan Januari hingga April bertiup ke arah Timur Laut, pada bulan Mei hingga Oktober angin bertiup ke arah Selatan, dan pada bulan Nopember hingga Desember angin bertiup ke arah Barat. Data kecepatan angin rata-rata bulanan di wilayah studi berkisar antara 4 - 6 knot.Tabel 3.6. Arah dan Kecepatan Angin di Wilayah Studi dan Sekitarnya (1998
- 2008)Kec. (Knot) Tenang 1-3 4-6 7-10 11-16 17-22 Jumlah
Arah f % f % f % f % f % f % f %Utara 1.213 1,97 1.682 2,73 246 0,4 22 0,04 1 0,00 3.164 5,14
Jumlah 31.532 100Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
3.1.2. Kualitas Udara dan KebisinganBerdasarkan hasil pengamatan lapangan memperlihatkan bahwa kualitas udara dan kebisingan di daerah studi berada pada kondisi baik yakni masih dalam batas toleransi atau baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999. Untuk parameter kualitas udara seperti debu, setelah dilaku-kan pengambilan sampel dengan menggunakan dust collector yang dipasang di empat titik yaitu satu titik dipemukiman penduduk (Desa Margahayu), satu titik di areal rencana tambang, satu titik di rencana jalan tambang dan satu titik di areal rencana pelabuhan yang berada di dekat pemukiman penduduk. Hasil analisis secara gravimetri kandungan debu di empat titik pengamatan berada di bawah ambang batas baku mutu yaitu berkisar 0,0467 mg/m3 – 0,0700 mg/m3.Demikian pula untuk parameter udara ambient di empat titik sampling masih berada di bawah ambang batas baku mutu lingkungan. Untuk parameter SO2 berkisar 0,0581 mg/m3 – 0,0947 mg/m3, parameter NO2 berkisar 0,1333 mg/m3 – 0,1702 mg/m3 dan parameter CO berkisar 1,3606 mg/m3 – 1,8464 mg/m3.Pengukuran tingkat kebisingan di lokasi pemukiman Desa Margahayu dan Loa Kulu Kota yang sekaligus areal rencana stockpile dan pelabuhan yaitu 46,7 dB dan 46,8 dB, menunjukan angka/nilai di bawah baku mutu lingkungan untuk kawasan perumahan dan pemukiman yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep.48/MENLH/11/1996. Sedangkan pengukuran tingkat kebisingan di lokasi kerja di areal rencana penambangan dan jalan tambang yaitu 49,9 dB dan 39,8 dB menunjukan angka/nilai di bawah baku mutu lingkungan untuk lingkungan kerja yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Kep-51/MEN/1999. Guna lebih jelasnya mengenai kualitas udara dan kebi-singan di empat titik sampling daerah studi dapat dilihat pada Tabel 3.7.
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 4
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Tabel 3.7. Hasil Pengukuran Kualitas Udara dan Kebisingan di Wilayah Studi
3.Areal rencana stockpile dan pelabuhan batubara (pemukiman Desa Loa Kulu Kota)(117' 01' 40,40" E 0' 31' 44,05" S)
4. Rencana jalan tambang(116' 57' 22,29" E 0' 31' 53,29" S)
Baku Mutu : Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999.*) SK Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/1996.**) SK Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999.
3.1.3. GetaranBerdasarkan hasil pengukuran tingkat getaran di dua titik pengamatan yaitu, di titik lokasi rencana penambangan mempunyai tingkat getaran 0,1 mm/det, sedangkan tingkat getaran di pemukiman penduduk Desa Margahayu dengan jarak 1 Km dari lokasi penambangan mempunyai tingkat getaran 0,2 mm/det, nilai tersebut untuk tingkat getaran termasuk kategori tidak mengganggu, untuk tingkat kenyamanan dan kesehatan tergolong tidak mengganggu. Baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Nomor 49 Tahun 1996 tanggal 25 November 1996.Tabel 3.8. Hasil Pengukuran Tingkat Getaran di Wilayah Studi
Frekuensi (Hz)
Nilai Tingkat Getaran, dalam Mikron (10-6 meter) Tingkat Getar (Mikron)Tidak
Baku Mutu : KEP.MEN.LH No. 49 tahun 1996 tanggal 25 November 1996 Untuk Kenyamanan dan Kesehatan
3.1.4. HidrologiA. Pola aliran sungaiSesuai dengan keadaan morfologi, pola aliran sungai di daerah studi termasuk pola dendritis, yaitu yang dicirikan dengan kondisi sungai-sungai biasanya mengalir searah dengan punggung bukit. Pada areal lokasi rencana tambang PT Satria Lestari terdapat sungai-sungai kecil yakni anak sungai Tenggarong dan sungai Sentuk sedangkan pada areal pelabuhan terdapat sungai Mahakam. Keberadaan sungai Tenggarong dan sungai Sentuk tersebut bergantung dari curah hujan.B. Debit aliranWilayah studi mempunyai tipe iklim A dengan curah hujan merata sepanjang tahun dengan bulan kering relatif kecil, sehingga kondisi curah hujan setempat sangat mempengaruhi fluktuasi permukaan air dan debit aliran sungai.Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan di apangan, debit air sungai di wilayah studi yaitu untuk Sungai Sentuk 0,0231 m3/det, anak Sungai Tenggarong 0,0375 m3/det dan Sungai Mahakam dengan debit 750 m3/det.C. Beban sedimentasiBeban sedimentasi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh besarnya debit aliran dan kandungan bahan sedimen dalam air sungai bersangkutan. Pendekatan matematis dapat dilakukan untuk pendugaan besarnya beban sedimentasi suatu sungai dengan menggunakan rumus :
Qd = 0,0864 X Q X CDi mana,Qd : Sedimen tersuspensi dari aliran sungai (ton/hari), Q : Debit aliran sungai (m3 /det), C : Rata-rata kandungan bahan sedimen di dalam air sungai (mg/ltr).Berdasarkan hasil perhitungan sedimen terhadap Sungai Sentuk, anak sungai Tenggarong dan sungai Mahakam, diketahuinya kandungan bahan sedimen dan debit aliran sungai dari areal studi, maka dapat diprakirakan beban sedimen yang terjadi dengan perhitungan sebagai berikut :
1. Sungai SentukQd = 0,0864 x Q x C
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 6
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
= 0,0864 x 0,0231 x 47,7= 0,0952 ton/hari
2. Anak Sungai TenggarongQd = 0,0864 x Q x C = 0,0864 x 0,0375 x 62,5
= 0,2025 ton/hari3. Sungai Mahakam
Qd = 0,0864 x Q x C = 0,0864 x 750 x 77,5 = 5.0222,00 ton/hari
Tabel 3.9. Prakiran Beban Sedimentasi Sungai di Areal PT Satria LestariNo. Nama Sungai Q
(m3/det)C
(mg/ltr)Qd
(ton/hari)(1) (2) (3) (4) (5)1. Sungai Sentuk 0,0231 47,7 0,09522. Anak Sungai Tenggarong 0,0375 62,5 0,20253. Sungai Mahakam 750 77,5 5.022,00
Sumber : Data Primer, 2009
D. Kualitas Air PermukaanPengambilan sampel air untuk mengetahui kualitas air permukaan di wilayah studi dilakukan di empat titik yaitu Sungai Sentuk, anak Sungai Tenggarong, Sungai Tenggarong dan sumur pendudk Desa Margahayu. Baku mutu kualitas air sungai mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas I dan II dan baku mutu air yang berasal dari sumur penduduk mengacu pada SK MENKES Nomor 907 Tahun 2002.Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kualitas air untuk masing-masing sungai sebagai berikut :1. Sungai Sentuk
Dari hasil analisis contoh air yang berasal dari Sungai Sentuk, terdapat satu parameter yang telah berada di atas baku mutu lingkungan yaitu Tembaga (Cu), sedangkan parameter lainnya masih berada pada batas toleransi baku mutu lingkungan.
2. Anak Sungai TenggarongDari hasil analisis contoh air yang berasal dari anak Sungai tenggarong, beberapa parameter lingkungan telah berada di atas baku mutu lingkungan diantaranya parameter Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD), Fluorida dan Timbal (pb), sedangkan parameter lainnya masih berada pada batas toleransi baku mutu lingkungan.
3. Sungai Mahakam (Areal Rencana Pelabuhan)Dari hasil analisis sampel air yang diambil dari sungai Mahakam, beberapa parameter lingkungan telah berada di atas baku mutu lingkungan diantaranya parameter Kebutuhan Oksigen Kimia (COD), Besi (Fe), Mangan (Mn), Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Total Coliform, sedangkan parameter lainnya masih berada pada batas toleransi baku mutu lingkungan.
4. Sumur Penduduk Desa MargahayuDari hasil analisis sampel air yang diambil dari sumur penduduk desa Margahayu, terdapat dua parameter lingkungan telah berada diatas baku mutu lingkungan yaitu parameter kekeruhan dengan nilai 20 NTU dan total coliform dengan nilai
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 7
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
1000 Jml/100 ml, sedangkan parameter lainnya masih berada pada batas toleransi baku mutu lingkungan.
Tabel 3.10. Hasil Pengukuran Paremeter Kualitas Air Permukaan pada Lokasi Rencana Tambang Batubara PT Satria Lestari
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Terpadu F-MIPA Unmul, 2009Baku Mutu : * = PP No. 82 Tahun 2001 (kelas I) Tentang Pengelolaan kualitas air dan Pengendalian
Pencemaran air. ** = PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II) Tentang Pengelolaan kualitas air dan Pengendalian
Pencemaran air. *** = Permenkes No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-syarat Pengawasan Kualitas Air.
Ket : 1. Sungai Sentuk (S : 0° 33' 6,19" E : 116° 52' 30,43" 2. Anak Sungai Tenggarong (S : 0° 30' 32,74" E : 116° 53' 1,42")3. Sungai Mahakam (S : 0° 31' 31,99" E : 117° 1' 38,52")
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 8
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
4. Sumur Penduduk Desa Margahayu (S : 0° 30' 23,77" E : 116° 51' 12,67")
3.1.5. Fisiografi A. Topografi dan morfologi.Dilihat dari aspek fisiografi, keadaan topografi/ketinggian lokasi studi berkisar antara 35 m - 70 m dari permukaan laut, yang pada umumnya terdiri dari daerah perbukitan bergelombang. Perbedaan tinggi antara lembah dan puncak bukit mecapai 40 meter dengan kemiringan agak landai (10o-35o). Berdasarkan peta kelas kelerengan (Gambar 2.13.) wilayah KP. PT Satria Lestari terdiri dari tiga kelas lereng yaitu datar (0 – 4%), landai (4 – 10%), agak curam (10 – 17%).B. GeologiSecara regional, daerah penelitian termasuk cekungan Kutai (Kutai Basin) yang batuannya terbagi menjadi tiga formasi batuan yang mempunyai ciri-ciri hampir mirip satu sama lainnya. Batuan pada cekungan Kutai diperkirakan berasal dari batu pasir kuarsa, lanau, lempung dan batubara. Ketiga formasi batuan tersebut antara lain:1. Formasi Pulau Balang
Formasi ini terdiri dari grewake, batu pasir kuarsa, batu gamping, tufa dan batubara. Formasi ini berada diatas formasi Bebuluh yang diendapkan secara selaras. Umur formasi Pulau balang adalah Miosen tengah.
2. Formasi BalikpapanFormasi Balikpapan terdiri dari batu pasir, kuarsa dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batu gamping dan batubara. Formasi ini menjemari diatas formasi Pulau Balang. Lingkungan pengendapnya adalah penengah delta sampai dataran delta.
3. Formasi PamaluanFormasi ini terdiri dari batu pasir kuarsa dengan sisipan batu lempung, serpih, batu gamping dan batu lanau dengan lingkungan pengendapannya neritik. Formasi ini diperkirakan umurnya antara Miosen Awal-Miosen Tengah.
Untuk menggambarkan secara lebih komprehensif mengenai kelas lereng rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada peta kelas lereng rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari (gambar 3.1) dan kondisi topografi pada rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada peta topografi rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari (gambar 3.2). Sedangkan mengenai sebaran formasi geologi pada rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada peta geologi rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari (gambar 3.3).
Gambar 3.1. PETA KELAS LERENG PT. SL
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 9
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Gambar 3.2. PETA TOPOGRAFI IUP PT. SL
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 10
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
GAMBAR 3.3. PETA GEOLOGI IUP PT. SL
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 11
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
3.1.6. Ruang, Lahan dan Tanah A. Tata Ruang Wilayah Secara administratif areal tambang batubara PT Satria Lestari berada di Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Timur areal rencana penambangan PT Satria Lestari termasuk dalam Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Peta RTRWP Kalimantan Timur pada areal rencana penambangan batubara PT Satria Lestari dan sekitarnya dapat dilihat Gambar 2.2.B. Penutupan Lahan Penutupan lahan pada areal rencana penambangan batubara PT Satria Lestari berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000, Peta Citra Landsat Path/Raw :
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 12
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
116-60, tahun 2006 dan Peta Penutupan Lahan Provinsi Kalimantan Timur skala 1 : 250.000, areal rencana penambangan PT Satria Lestari didominasi oleh hutan lahan kering sekunder.Peta penutupan lahan pada areal rencana penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada Gambar 3.4.C. Jenis TanahBerdasarkan peta sebaran jenis tanah, diketahui bahwa areal rencana penambangan batubara PT Satria Lestari terbagi menjadi 2 jenis tanah yaitu Ultisol dan Inceptisol. Peta sebaran jenis tanah pada areal rencana penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada Gambar 3.5.D. Sifat Kimia dan Kesuburan TanahKesuburan tanah adalah kemampuan atau potensi suatu tanah untuk menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang dalam memenuhi kebutuhan tanaman. Untuk kepentingan Studi ANDAL, pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiga lokasi yang mewakili keseluruhan sebaran tanah yang ada pada lokasi rencana usaha penambangan batubara PT Satria Lestari.1. pH Tanah
pH tanah menunjukan perimbangan konsentrasi kation hidrogen (H+) dan anion hidroksida (OH-) dalam tanah. Tanah yang tinggi kandungan kation H+ maka dikatagorikan sebagai tanah masam. Sedangkan tanah yang tinggi kandungan anion OH-, maka dikatagorikan sebagai tanah basa. Tanah dengan pH < 5,5 atau > 7, unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, Na, dan S) dan mikro (Cu, Zn, Mn, B, Fe. dll.) tidak tersedia secara optimal, karena sebagian unsur hara ada yang mengalami fiksasi (terikat).Mengingat pH tanah ini sangat besar peranannya dalam menentukan status kesuburan tanah. Dari hasil analisis tanah yang diambil dari areal studi, menunjukan
bahwa reaksi tanah tergolong sangat masam hingga agak masam dengan pH tanah
pada kisaran 4,47 hingga 5,47 . Untuk tujuan budidaya dengan kondisi pH demikian, diperlukan tindakan untuk menaikkan pH tanah hingga pada batas yang optimal bagi pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan produksi yang dihasilkan dapat maksimal. Untuk menaikkan pH tanah dilakukan dengan pengapuran dengan dosis tertentu yang didasarkan pada hasil penyelidikan pH tanah yang reliabel.
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 13
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Kapasitas Tukar Kation merupakan gambaran umum mengenai kemampuan misel tanah dalam mempertukarkan kation dalam tanah, baik kation basa maupun kation asam. Tanah yang mempunyai KTK tinggi berarti tanah tersebut mempunyai kemampuan dalam mempertahankan terjadinya pencucian unsur hara. Sedangkan apabila KTK tanahnya rendah maka akan bersifat sebaliknya. Seperti halnya tanah di wilayah studi memperlihatkan bahwa KTK tanahnya termasuk dalam katagori sangat rendah hingga rendah (Tabel 3.12).Tabel 3.12. KTK Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group KTK (me/100g) Status0- 30 cm 30 - 60 cmP1 Tropudults 5,40 6,07 RendahP2 Dystropepts 3,01 2,14 Sangat RendahP3 Tropaquents 5,36 3,21 Rendah - Sangat
RendahSumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
3. Kejenuhan Basa (KB)Kejenuhan Basa menggambarkan tentang tinggi rendahnya jumlah kation yang terdapat pada kompleks pertukaran. Kejenuhan Basa yang tinggi menggambarkan bahwa tanah tersebut didominasi oleh kation-kation yang bersifat basa. Sedangkan kejenuhan basa rendah sebaliknya.Berkenaan dengan hal tersebut dalam kaitannya dengan kondisi kejenuhan basa di wilayah studi memperlihatkan bahwa kejenuhan basanya termasuk dalam katagori sangat rendah hingga rendah dengan kisaran kejenuhan basa (Tabel 3.13). Rendahnya KB ini dapat diperbaiki melalui pemberian bahan organik dan pengapuran.Tabel 3.13. Kejenuhan Basa (KB) Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group KB (%) Status0- 30 cm 30 - 60 cmP1 Tropudults 20,37 6,92 Rendah - Sangat
RendahP2 Dystropepts 12,94 8,42 Sangat RendahP3 Tropaquents 17,92 11,54 Sangat Rendah
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
4. Bahan Organik (Carbon Organik)Bahan organik merupakan bahan-bahan yang berasal dari sisa-sisa pelapukan jasad hidup baik hewan maupun tumbuhan yang terdapat pada penampang tanah. Dalam tanah bahan organik ini sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Karena tanah yang banyak mengandung bahan organik, struktur tanahnya gembur, mudah diolah, tata udara dan tata air tanah berada dalam kondisi seimbang dan dapat mengurangi terjadinya erosi. Selain itu bahan organik dapat menyediakan unsur hara secara bertahap dan mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Sifat fisik lain dari bahan organik tersebut adalah mempunyai kemampuan menekan kelarutan bahan beracun dan berfungsi pula sebagai stimulasi perubahan ekstrim suhu tanah.Dari hasil analisa beberapa sampel tanah dari areal studi memperlihatkan bahwa kandungan bahan organik tanah termasuk dalam katagori sangat rendah hingga rendah (Tabel 3.14).
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 14
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Tabel 3.14. Bahan Organik (Carbon Organik) Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group C-Organik (%) Status0- 30 cm 30 - 60 cmP1 Tropudults 1,02 0,41 Rendah - Sangat
RendahP2 Dystropepts 1,43 0,59 Rendah - Sangat
RendahP3 Tropaquents 2,45 0,63 Sedang - Sangat
RendahSumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
5. Nitrogen, Fosfor dan KaliumUnsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar adalah nitrogen, fosfor dan kalium. Ketiga unsur ini merupakan pendukung utama dalam mempengaruhi tinggi rendahnya produksi tanaman. Apabila salah satu dari ketiga unsur hara ini berada pada kondisi minimal, maka akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman.Dalam tubuh tanaman unsur hara nitrogen berfungsi untuk mendukung pertumbuhan vegetatif, kemudian fosfor untuk mendukung pertumbuhan generatif, sedangkan kalium lebih dominan untuk mendukung penguatan perakaran tanaman dan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit serta meningkatkan kandungan pati dalam buah. Berdasarkan hasil analisis contoh tanah pada lokasi studi, memperlihatkan bahwa kandungan nitrogen di wilayah studi termasuk dalam katagori sangat rendah hingga rendah (Tabel 3.15), Fosfor sangat rendah hingga sedang (Tabel 3.16) dan Kalium rendah hingga tinggi (Tabel 3.17).Tabel 3.15. Kandungan Nitrogen Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group Nitrogen (%) Status0- 30 cm 30 - 60 cmP1 Tropudults 0,08 0,05 Sangat RendahP2 Dystropepts 0,09 0,05 Sangat RendahP3 Tropaquents 0,16 0,05 Rendah - Sangat
RendahSumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
Tabel 3.16. Kandungan Fosfor Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group Fosfor (ppm) Status0- 30 cm 30 - 60 cm
P1 Tropudults 6,25 3,21 Rendah - Sangat Rendah
P2 Dystropepts 13,40 2,83 Sedang - Sangat Sedang
P3 Tropaquents 15,85 7,55 Sedang - RendahSumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
Tabel 3.17. Kandungan Kalium Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group Kalium (ppm) Status0- 30 cm 30 - 60 cmP1 Tropudults 34,27 15,95 Sedang - Rendah
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 15
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
P2 Dystropepts 28,65 17,40 Sedang - RendahP3 Tropaquents 50,93 16,99 Tinggi - Rendah
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
6. Kejenuhan Alumunium (Al)Tinggi rendahnya kemasaman tanah potensial ditunjukkan dengan tingkat kelarutan ion Al di dalam tanah. Kejenuhan Al merupakan indikator dalam menentukan potensi kemasaman suatu tanah. Kejenuhan Al tinggi maka tanah tersebut akan berpotensi besar untuk memiliki pH rendah, karena pada proses disosiasi keberadaan Al yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya sumbangan kelarutan ion H+ sebagai penyebab utama meningkatnya kemasaman tanah. Kejenuhan Al yang tinggi di dalam tanah juga dapat menjadi racun bagi tanaman, sehingga umumnya pada tanah-tanah yang memiliki kejenuhan Al tinggi, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.Berdasarkan hasil analisis contoh tanah lokasi studi, memperlihatkan bahwa kejenuhan Al tanahnya termasuk dalam katagori rendah hingga tinggi dengan kisaran kejenuhan Al 35,19 – 52,72 %, seperti ditunjukan pada Tabel 3.18. berikut.Tabel 3.18. Kejenuhan Al Tanah di Lokasi Studi
Lokasi Great Group Alumunium (ppm) Status0- 30 cm 30 - 60 cmP1 Tropudults 35,19 52,72 TinggiP2 Dystropepts 43,14 46,76 TinggiP3 Tropaquents 41,07 37,41 Tinggi
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
7. Status Kesuburan TanahKesuburan tanah adalah kemampuan atau potensi suatu tanah untuk menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang dalam memenuhi kebutuhan tanaman. Tanah yang dikatagorikan subur apabila secara fisik, kimia dan biologi memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan tanaman berproduksi secara optimal. Berkaitan dengan kondisi lahan di wilayah studi memperlihatkan bahwa keadaan KTK, KB, C-organik, P2O5 dan K2O pada masing-masing parameter cukup bervariasi yakni dari sangat rendah hingga tinggi. Namun berdasarkan hasil analisis evaluasi status kesuburan tanah, kondisi sifat kimia tanah demikian dikatagorikan mempunyai status kesuburan tanah sangat rendah-rendah (Tabel 3.19). Tanah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah tentu daya dukungnya terhadap tanaman yang diusahakan juga rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan status kesuburannya agar tanaman yang diusahakan memberikan respon secara optimal maka perlu ditambahkan pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik. Kemudian untuk meningkatkan pH tanah perlu dilakukan pengapuran.Tabel 3.19. Status Kesuburan Tanah Pada Lokasi Studi.
Lokasi Great Group
KTK (me/100g) KB (%) P2O5
(mg/100g)K2O
(mg/100g)C-Organik
(%)Status
Kesuburan
P1 Tropudults 5,40 (R)6,07 (R)
20,37 (R)6,92 (R)
6,25 (R)3,21 (R)
34,27 (S)15,95 (R)
1,02 (R)0,41 (R) Rendah
P2 Dystropepts 3,01 (SR)2,14 (SR)
12,94 (R)8,42 (R)
13,40 (R)2,83 (R)
28,65 (S)17,40 (R)
1,43 (S)0,59 (R)
Sangat Rendah
P3 Tropaquents 5,36 (R)3,21 (SR)
17,92 (R)11,54 (R)
15,85 (R)7,55 (R)
50,93 (T)16,99 (R)
2,45 (S)0,63 (R) Rendah
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 16
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium PPHT Unmul, 2009Ket : P1 = Tropudults; S : 0° 32' 53,53" E : 116° 52' 19,96"
P2 = Dystropepts; S : 0° 30' 51,01" E : 116° 52' 48,40" P3 = Tropaquents; S : 0° 31' 55,24" E : 117° 1' 31,60"
E. Erosi Tanah Erosi tanah dipengaruhi oleh faktor iklim (jumlah dan intensitas hujan), faktor tanah (erodibilitas tanah yang dipengaruhi oleh sifat fisik tanah), panjang dan kemiringan lereng serta pengelolaan tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Kehidupan perairan dapat terganggu oleh adanya erosi, yang selain membawa butiran tanah juga dapat meningkatkan kekeruhan serta membawa unsur-unsur yang membahayakan biota perairan. Selain itu di lokasi terjadinya erosi akan menyebabkan kemerosotan kesuburan tanah yang ditimbulkan oleh terangkatnya lapisan permukaan tanah yang relatif subur. Hasil perhitungan tingkat bahaya erosi pada rona lingkungan hidup awal secara rinci dapat dihitung berdasarkan rumus :
A = R. K. LS. C. PDimana :A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/Ha/tahun).R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentuK = Faktor erodilbilitas tanahLS = Faktor topografi (L = Panjang lereng, S = Kemiringan lereng)C = Faktor cara bercocok tanam (pengelolaan)P = Faktor praktik konservasi tanah
Rataan curah hujan yang mewakili wilayah studi mencapai 2.129,1 mm per tahun, dengan curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 100,2 – 215,9 mm. Hasil perhitungan nilai indeks erosivitas hujan (R) untuk wilayah studi mencapai 1.739,8 mm.Indeks erodibilitas tanah (K) dihitung berdasarkan perbandingan fraksi tanah (pasir kasar dan pasir halus), kadar bahan organik, kode struktur dan permeabilitas tanah, yang selanjutnya dianalisis dengan nomograf. Nilai indeks kelerengan L dan S di wilayah ini ditentukan melalui hasil pengamatan lapangan dan didukung peta topografi. Nilai CP ditentukan berdasarkan pada peta penggunaan lahan dan didukung oleh hasil pengamatan lapangan. Hasil perhitungan tingkat bahaya erosi dapat disajikan pada Tabel 3.120.Tabel 3.20. Tingkat Bahaya Erosi pada Tanah di Wilayah Studi
Lokasi Great Group R K LS CP Erosi (ton/ha/th) TBE
P3 Tropaquents 1.739,8 0,20 0,20 0,15 10,44 Sangat Ringan
Sumber : Data Primer, 2009Ket : TBE = Tingkat Bahaya Erosi
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 17
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Gambar 3.4. Peta Penutupan Lahan
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 18
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Gambar 3.5. Peta Jenis Tanah
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 19
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
3.2. KOMPONEN BIOLOGI 3.2.1. Flora Darat Vegetasi di lokasi studi umumnya didominasi oleh tanaman komoditas karet karena di sekitar lokasi studi terdapat perkebunan, sedangkan areal yang belum ditanami karet umumnya didominasi oleh pohon-pohon pionir. Di beberapa tempat juga terdapat tegakan pohon sengon dan juga akasia yang kemungkinan merupakan hasil dari reklamasi dari kegiatan lain sebelumnya. Di daerah tepian sungai mahakam (lokasi rencana pelabuhan) vegetasi yang ada hanya sedikit karena kawasan tersebut sudah dipadati oleh pemukiman penduduk, namun jenis vegetasi yang ada di kawasan ini adalah jenis vegetasi rawa / tergenang. Hasil rekapitulasi dan analisis inventarisasi vegetasi yang terdapat pada lokasi studi dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :Tabel 3.21. Nilai Penting Jenis Tingkat Pohon
Sumber : Data Primer, 2009Keterangan : N = Jumlah , F = Frekuensi , Nn = Jumlah relatif, Fn = Frekuensi relatif, LBD = Luas
Bidang Dasar, LBDn = Luas Bidang Dasar Relatif , NPJ = Nilai Penting Jenis.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa di hampir semua petak ukur terdapat jenis vegetasi yang berkualifikasi tingkat pohon. Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa dominasi (dominansi relatif) tertinggi jenis vegetasi tingkat pohon adalah Karet. Menurut pengamatan di lapangan, secara umum keberadaan pohon di lokasi studi masih cukup baik. Jenis pohon karet mempunyai nilai penting jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain, yang kedua Sengon dan kemudian Jabon, Jika dilihat dari jenis-jenis yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa vegetasi tingkat pohon di lokasi studi merupakan kombinasi antara jenis tanaman budidaya karet dan tegakan pohon-pohon pionir.Tabel 3.22. Nilai Penting Jenis Tingkat Tiang
Total 73 41 1,27 100 100 100 300Sumber : Data Primer, 2009Keterangan : N = Jumlah , F = Frekuensi , Nn = Jumlah relatif, Fn = Frekuensi relatif, NPJ = Nilai
Penting Jenis.
Berdasarkan hasil pengamatan, tidak semua petak ukur pengamatan ditemukan jenis vegetasi yang berkualifikasi tingkat tiang bahkan presentasinya kurang dari 60%. Kehadiran Jambu-jambu, Sengon dan Karet relatif banyak pada tabel di atas. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat tiang, vegetasi di lokasi studi masih didominasi oleh tanaman budidaya karet dan vegetasi pionir.Tabel 3.23. Nilai Penting Jenis Tingkat Pancang
Total 47 29 0,33 100 100 100,00 300,00Sumber : Data Primer, 2009Keterangan : N = Jumlah , F = Frekuensi , Nn = Jumlah relatif, Fn = Frekuensi relatif, NPJ = Nilai
Penting Jenis.
Berdasarkan hasil pengamatan, tidak semua petak ukur pengamatan ditemukan jenis vegetasi yang berkualifikasi tingkat pancang. Kehadiran Akasia dan sengon relatif mendominasi untuk tingkat pancang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat pancang, vegetasi di lokasi studi juga didominasi oleh tanaman-tanaman rekamasi. Tabel 3.24. Nilai Penting Jenis Tingkat Semai
Total 62 33 100 100 200Sumber : Data Primer, 2009Keterangan : N = Jumlah , F = Frekuensi , Nn = Jumlah relatif, Fn = Frekuensi relatif, NPJ = Nilai
Penting Jenis.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis vegetasi untuk tingkat semai / tumbuhan bawah masih di dominasi oleh Karet yang merupakan permudaan dari pohon-pohon karet yang ditanam. Berikutnya singkong dan kemudian pisang.
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 22
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Pada daerah studi, daerah perkampungan dan ladang masyarakat ditemukan tanaman budidaya antara lain : mangga (Mangifera indica), durian (Durio zibentinus), pisang ( Musa sp), rambutan (Nephelium sp), kelapa (Cocos nicifera), karet (Hevea brasilensis) dan padi (Oriza sativa).3.2.2. Satwa Liar Hutan tropis Kalimantan dikenal sebagai kawasan yang sangat kaya akan keanekaragaman jenis satwa liar, dari mulai kelompok Arthropoda/serangga sampai kepada mamalia besar dan berbagai jenis burung. Jenis-jenis ini menempati tempat hidup yang sangat spesifik di dalam hutan tropis yang menyebar baik secara horisontal maupun vertikal. Habitat diterjemahkan sebagai tempat hidup dimana satwa liar dapat tumbuh dan berkembang sedemikian rupa, tanpa adanya gangguan yang berarti. Ada beberapa definisi tentang habitat, tapi pada prinsipnya memberikan kesan kepentingan bahwa habitat harus memiliki tiga unsur pokok, yaitu ketersediaan makanan, air dan tempat untuk berkembang biak.Berdasarkan data lapangan dan informasi masyarakat sekitar areal rencana penambangan PT Satria Lestari, secara garis besar komponen biologi satwa liar pada kawasan studi secara umum dapat di lihat pada Tabel 3.25.Tabel 3.25. Satwa-satwa Liar di Rencana Kegiatan Pertambangan PT Satria
Tabel 3.25. LanjutanNo. Nama Indonesia/Daerah Nama latin
2. Babi Hutan Sus scrofa3. Tikus Raftus sp4. Bajing Sundasciurus5. Monyet Macaca fascicularis6. Musang Homigilis derbyanus7. Kalong Pteropus hypomelanus
Sumber Data : Pengamatan Langsung dan Informasi Masyarakat 2009
Berdasarkan hasil survei dan informasi masyarakat, rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari relatif miskin akan satwa liar. Karena lokasi studi telah banyak pemukiman penduduk, lahan pertanian, perkebunan, pertambangan dan sebagainya sehingga populasi satwa cenderung tertekan dan berkurang. Dari tabel di atas merupakan jenis-jenis satwa yang diduga memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu kondisi vegetasi di daerah studi kurang mendukung untuk kehidupan satwa liar, karena keberadaan fauna pada suatu daerah ditentukan oleh kondisi vegetasi yang merupakan habitatnya, baik sebagai tempat untuk mencari makan, berlindung dan berkembang biak. Satwa yang terdapat di wilayah studi PT Satria Lestari diharapkan tetap dapat hidup dan berkembang pada kawasan yang dipertahankan seiring dengan aktivitas dari kegiatan perusahaan. 3.2.3. Biota PerairanIndikator biota perairan dalam pengkajian dampak penting dari kegiatan kegiatan penambangan batubara PT Satria Lestari adalah plankton (phytoplankton dan zooplankton) dan benthos. Plankton merupakan organisme renik (tumbuhan dan hewan) yang hidupnya melayang secara pasif dalam badan air (pergerakan pasif), sedangkan benthos merupakan organisme dasar yang dapat bersifat vagil (tertambat/menempel di permukaan substrat) dan sessil (relatif menetap) di dasar perairan. Komposisi jenis biota dalam suatu perairan dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia perairan.A. PlanktonPlankton merupakan organisme perairan yang melayang secara pasif dan terbawa aliran air serta menempati tingkatan tropik dasar yang sangat berperan dalam menjembatani transfer energi dari produsen primer ke konsumen atau organisme yang berjenjang tropik yang lebih tinggi. Berdasarkan jenisnya plankton dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu phytoplankton (tumbuhan) dan zooplankton (hewan).Phytoplankton merupakan produsen primer yang mampu merubah khlorofil (zat warna) menjadi senyawa organik yang kaya energi melalui proses fotosintesa. Dengan melihat fungsinya di alam, maka kedudukan phytoplankton sangat penting dalam rantai makanan. Zooplankton menempati tropik lebih tinggi setelah phytoplankton dan merupakan makanan utama dari ikan, udang dan biota perairan yang lebih besar lainnya. Data mengenai plankton dapat dilihat pada Tabel 3.26.Tabel 3.26. Komposisi Biota Perairan (Plankton) di Perairan
Wilayah Studi Areal Rencana Penambangan PT Satria Lestari
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Terpadu F-MIPA Unmul, 2009Ket : 1. Sungai Sentuk (S : 0° 33' 6,19" E : 116° 52' 30,43"
2. Anak Sungai Tenggarong (S : 0° 30' 32,74" E : 116° 53' 1,42")3. Sungai Mahakam (S : 0° 31' 31,99" E : 117° 1' 38,52")
Dari hasil analisis laboratorium diketahui bahwa di Sungai Sentuk, anak Sungai Tenggarong dan Sungai Mahakam masih dijumpai jenis plankton, diketahui jumlah plankton/sampel berkisar 2.318 - 3.599 Jlh Ind/ltr, indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 1,269 - 1,726 Jlh Ind/ltr, Indeks Dominan (D) berkisar antara 0,213 - 0,367 Jlh Ind/ltr.B. BenthosBenthos merupakan organisme yang hidupnya menempel di dasar perairan dan menempati tropik lebih tinggi setelah zooplankton. Benthos umumnya pemakan detritus dan plankton, serta beberapa jenis merupakan makanan ikan, udang dan burung. Ada beberapa jenis benthos tertentu yang digunakan sebagai bio-indikator terhadap pencemaran perairan, karena sifat hidupnya yang diam menetap di dasar suatu perairan dan mempunyai toleransi yang tinggi serta mampu menerima segala
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 25
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
perubahan ekstrim yang terjadi di perairan. Sehingga jenis benthos tertentu dapat digunakan sebagai indikator pencemaran dalam perairan. Data mengenai benthos dapat dilihat pada Tabel 3.27.Tabel 3.27. Komposisi Benthos di Perairan Wilayah Studi Rencana Penambangan PT Satria Lestari
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Terpadu F-MIPA Unmul, 2009Ket : 1. Sungai Sentuk (S : 0° 33' 6,19" E : 116° 52' 30,43"
2. Anak Sungai Tenggarong (S : 0° 30' 32,74" E : 116° 53' 1,42")3. Sungai Mahakam (S : 0° 31' 31,99" E : 117° 1' 38,52")
C. NektonBerdasarkan hasil wawancara kepada masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar wilayah studi diinformasikan bahwa jenis nekton yang terdapat di sungai-sungai dilokasi studi cukup beragam yaitu + 17 jenis. Namun jumlah masing-masing populasi tidak begitu banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.28. berikut ini.Tabel 3.28. Jenis-jenis Nekton yang terdapat di Wilayah Studi Rencana
Dari hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat diketahui jenis-jenis ikan yang ditemui diperairan sungai Mahakam yang berada di wilayah studi menunjukan tingkat keanekaragaman ikan cukup atau sedang yang berarti pada kawasan perairan di wilayah studi menunjukan cukup tersedianya potensi jenis ikan.3.3. Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya Dan Kesehatan Masyarakat
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 26
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Usaha pertambangan batubara PT Satria Lestari secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara yang meliputi lima desa di yakni Desa Margahayu, Jonggon Jaya, Jahab, Sungai Payang dan Loa Kulu Kota.Konsekuensi dari kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan, baik positif maupun negatif. Dampak positif perlu ditumbuh kembangkan dalam rangka percepatan pembangunan dan pengembangan daerah yang bersangkutan. Sedangkan dampak negatif sedapat mungkin diminimalisir agar tidak merugikan berbagai pihak, terutama lingkungan sebagai media. Dengan kata lain agar kedua dampak tersebut dapat berimplikasi positif (baik) bagi semua pihak terkait serta semua aspek kehidupan (fisik, kimia, biologi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat) maka kegiatan penambangan batubara harus direncanakan sedemikian rupa sehingga fungsi dan daya dukung lingkungan setelahnya dapat tetap difungsikan sesuai dengan peruntukan selanjutnya.Dalam kaitannya dengan dampak terhadap komponen sosekbudkesmas yang akan terjadi, maka dalam studi ini akan dikaji rona awal komponen sosial ekonomi, budaya serta kesehatan masyarakat dalam rangka memudahkan dalam menganalisis perubahan sosial ekonomi, budaya serta kesehatan masyarakat dimasa yang akan datang. Adapun uraian mengenai kondisi tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.3.3.1. DemografiJumlah maupun pertumbuhan penduduk di suatu daerah merupakan faktor penting dan menjadi patokan dalam memprediksi banyak hal termasuk diantaranya adalah ketersediaan tenaga kerja dalam kaitannya dengan percepatan pembangunan yang dilaksanakannya dan jumlah pekerja dalam kaitannya dengan tingkat kesejahteraan. Berdasarkan data yang didapatkan dari masing-masing desa, jumlah penduduk di lokasi studi dirincikan pada tabel berikut.Tabel 3.29. Jumlah Penduduk di Lokasi Studi
No. Lokasi Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Jumlah KK
Luas (Km2)
Kepadatan(Jiwa/Km2) KriteriaLaki-laki Perempuan
1 Desa Margahayu 1.676 1.364 3.040 813 31,25 97 Tidak
padat2 Desa Jonggon
Jaya 1.329 1.147 2.476 594 62 39-40 Tidak padat
3 Kelurahan Jahab 1.254 1.679 3.632 * 211,5
4 17.16 Tidak Padat
4 Desa Sungai Payang 1.387 1.148 2.535 642 277,73 92 Tidak
Padat5 Desa Loa
Kulu Kota 3.864 3.675 7.539 * 146 52 Tidak Padat
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009* : Data Tidak tersediaKriteria kepadatan penduduk menurut BPS tahun 1999 :1. Jumlah penduduk < 200 jiwa/Km2 : tidak padat2. Jumlah penduduk 200-400 jiwa/Km2 : sedang3. Jumlah penduduk > 400 jiwa/Km2 : padat
Berdasarkan kriteria kepadatan penduduk yang ditetapkan oleh BPS pada tahun 1999, diketahui bahwa tingkat kepadatan penduduk di masing-masing desa secara umum termasuk kategori tidak padat. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah penduduk di lokasi studi berada pada kisaran 39 hingga 97 jiwa/Km2. Dari Tabel 2.20. di atas, dapat diketahui pula komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin (sex ratio) yang didapat dengan cara membandingkan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Hal tersebut menyatakan banyaknya jumlah penduduk laki-laki dalam setiap 100 penduduk perempuan. Selengkapnya sex ratio masing-masing desa disajikan pada Tabel 3.30.Tabel 3.30. Sex Ratio di Lokasi Studi
No. Lokasi Sex Ratio Penjelasan
1 Desa Margahayu 122,87 Di Desa Margahayu Jaya terdapat 122 orang laki-laki dalam setiap 100 orang perempuan
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 27
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
2 Desa Jonggon Jaya 115,87 Di Desa Jonggon Jaya terdapat 115 orang laki-laki dalam setiap 100 orang perempuan
3 Kelurahan Jahab 74,68 Di Desa Jahab terdapat 74 orang laki-laki dalam setiap 100 orang perempuan
4 Desa Sungai Payang 120,81 Di Desa Sungai payang terdapat 120 orang laki-laki dalam
setiap 100 orang perempuan
5 Desa Loa Kulu Kota 105,14 Di Loa kulu kota terdapat 105 orang laki-laki dalam setiap 100 orang perempuan
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
Dari tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing lokasi studi, penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan.A. Struktur Penduduk Berdasarkan Usia
Berdasarkan usianya penduduk dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penduduk produktif dan penduduk tidak produktif. Penduduk produktif merupakan penduduk yang berada pada interval usia 15-64 tahun sedangkan penduduk tidak produktif adalah penduduk yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun atau dengan kata lain penduduk tidak produktif adalah penduduk anak-anak dan penduduk yang telah lanjut usia (lansia). Penduduk produktif merupakan indikator ketersediaan tenaga kerja pada suatu daerah dan berpengaruh terhadap akselerasi pembangunan yang dilaksanakannya. Selain itu penduduk produktif juga merupakan indikator tersedianya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang tentunya berimplikasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan penduduknya. Jumlah penduduk usia produktif pada masing-masing dfesa studi selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.Tabel 3.31. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Jumlah 3.040 2.476 3.632 * * 7.350Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009Ket : 1. Desa Margahayu
2. Desa Jonggon Jaya3. Kelurahan Jahab4. Desa Sungai payang5. Desa Loa Kulu Kota
Secara parsial di lokasi studi didominasi oleh penduduk usia produktif, dengan banyaknya angkatan kerja (usia produktif) yang tersedia menunjukkan bahwa sumberdaya manusia yang potensial untuk pembangunan cukup tersedia.
B. Struktur Penduduk Berdasarkan PendidikanSalah satu keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan adalah meningkatnya warga yang memiliki tingkat keterampilan dasar seperti membaca dan menulis. Kurang/tidak berhasilnya pembangunan bidang pendidikan pada suatu daerah selain berasal dari masyarakatnya sendiri juga dapat berasal dari keterbatasan fasilitas pendidikan yang ada seperti gedung termasuk dalam hal ini adalah jenis dan jumlah bangunan sekolah yang ada, buku-buku maupun tenaga pengajar. Menurut monografi desa setempat, diketahui fasilitas pendidikan yang terdapat di desa studi dapat dikategorikan cukup baik karena terdapat fasilitas pendidikan sampai jenjang SMU. Selengkapnya mengenai data tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 3.32. Tabel 3.32. Fasilitas Pendidikan di Lokasi Studi
Menurut data monografi masing-masing desa diketahui tingkat pendidikan penduduk cukup beragam mulai dari penduduk yang tidak bersekolah, penduduk dengan tingkat pendidikan SD, SLTP, SMU hingga perguruan tinggi. Penduduk yang tidak bersekolah, berpendidikan SD dan SLTP sebagian besar diketahui merupakan penduduk tua (orang tua). Sedangkan penduduk dengan tingkat pendidikan SMU dan perguruan tinggi sebagian besar merupakan penduduk muda. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang terbesar adalah SMU, kemudian diikuti oleh SLTP dan responden yang SD dan responden yang tidak tamat SD dan responden yang tidak tamat sekolah serta responden yang tidak sekolah. Tabel 3.33. Tingkat Pendidikan Responden
Secara umum sarana pendidikan yang terdapat di lokasi studi telah memadai dan telah memenuhi standar program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah. Begitu pun halnya dengan rasio antara jumlah pengajar dan siswa. Seperti diketahui bahwa rasio guru dan siswa di lokasi studi masih sesuai, sehingga dimungkinkan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif.
C. Struktur Penduduk Berdasarkan AgamaKehidupan beragama di Indonesia diatur dalam UUD 1945 pasal 29 serta sila pertama pada Pancasila. Kehidupan beragama harus senantiasa dibina dalam rangka menciptakan kehidupan masyarakat yang serasi, seimbang dan selaras. Sehingga diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan sosial sebagai dampak globalisasi dewasa ini. Berdasarkan data monografi desa masing-masing tahun 2009, diketahui bahwa lokasi studi didominasi oleh pemeluk agama Islam. Kemudian diikuti oleh pemeluk agama Kristen Protestan, Kristen Katolik Budha dan Hindu.Tabel 3.34. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009Ket : 1. Desa Margahayu
2. Desa Jonggon Jaya3. Kelurahan Jahab4. Desa Sungai payang5. Desa Loa Kulu Kota
Sarana ibadah dibangun dalam rangka mendukung aktivitas peribadatan. Selain itu, sarana ibadah juga dapat diartikan sebagai eksistensi dari masing-masing pemeluknya. Jenis sarana ibadah yang mendominasi lokasi studi merupakan sarana ibadah milik umat Islam baik yang berupa masjid, musholla maupun langgar. Tabel 3.35. Fasilitas Ibadah di Lokasi Studi
Menurut data monografi masing-masing Kecamatan tahun 2009, jenis mata pencaharian penduduk di lokasi sebagian besar terbagi menjadi dua kelompok yakni bertani termasuk buruh tani dan swasta. Sedangkan sebagian kecil lainnya merupakan penduduk dengan mata pencaharian PNS, nelayan, jasa dan pedagang. Data tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 3.36. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Studi
Mata pencaharian responden di Desa Margahayu, jonggon Jaya, Jahab, Sungai payang dan Loa Kulu Kota sebagian besar adalah sebagai petani padi dan berkebun sayur mayur dan sisanya mayoritas sebagai karyawan/buruh di masing-masing perusahaan yang beroperasi disekitar desa mereka. Berikut disajikan data mata pencaharian responden. Tabel 3.37. Mata Pencaharian Responden
B. Tingkat Pendapatan RespondenTingkat pendapatan responden di lokasi studi cukup beragam yang tidak lain dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian masing-masing. Responden dengan tingkat pendapatan Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000 merupakan yang terbanyak, sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendapatan terendah adalah responden dengan tingkat pendapatan > Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000. Tabel 3.38. Tingkat Pendapatan Responden
C. Fasilitas PerekonomianFasilitas perekonomian, seperti pasar penting keberadaannya bagi perkembangan suatu daerah. Semakin tinggi mobilitas disertai oleh aksesabilitinya terhadap pusat-pusat perekonomian menjadikan perkembangan suatu daerah semakin cepat pula. Fasilitas perekonomian yang terdapat di lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 3.39. berikut.
Tabel 3.39. Fasilitas Perekonomian yang Terdapat di Lokasi StudiNo. Jenis Desa Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
3.3.3. Sarana TransportasiKeberadaan sarana transportasi bila dikaitkan dengan aksesabiliti suatu daerah mempunyai hubungan yang sangat erat. Semakin beragam jenis dan jumlahnya pada suatu daerah, dapat disimpulkan aksesabilitinya semakin baik. Alat transportasi air seperti perahu baik perahu dayung maupun perahu motor digunakan oleh penduduk yang bertempat tinggal dekat dengan sungai. Sedangkan penduduk yang bertempat tinggal jauh dari sungai umumnya menggunakan alat transportasi darat seperti sepeda, sepeda motor, mobil, gerobak dan truck. Berikut data mengenai sarana transportasi yang terdapat di lokasi studi.Tabel 3.40. Sarana Transportasi di Lokasi Studi
No. JenisDesa
Margahayu
Desa Jonggon
JayaKelurahan
JahabDesa S. Payang
Desa Loa Kulu Kota
1 Sepeda 34 40 25 68 591
2 Sepeda Motor 363 65 100 185 8253 Mobil 16 9 20 3 45
3.3.4. AksesabilitasLokasi studi desa Jahap dapat ditempuh melalui darat baik dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh ± 1 jam. Kondisi badan jalan menuju lokasi studi umumnya berupa aspal dan hampir 100% dalam kondisi baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa transportasi tidak menjadi kendala bagi penduduk di lokasi studi untuk beraktivitas.Lokasi studi desa margahayu dan jonggon jaya dapat ditempuh melalui darat baik dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh ± 2,5 – 3 jam. Kondisi badan jalan menuju lokasi studi umumnya berupa tanah batu di mana 15% dalam keadaan baik dan 85% dalam kondisi kurang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa transportasi dapat menjadi kendala bagi penduduk di lokasi studi untuk beraktivitas.Lokasi studi desa loa Kulu Kota dapat ditempuh melalui darat baik dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh ± 2 – 3 jam. Kondisi badan jalan menuju lokasi studi umumnya berupa aspal dan hampir 100% dalam kondisi baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa transportasi tidak menjadi kendala bagi penduduk di lokasi studi untuk beraktivitas.
3.3.5. Sarana KomunikasiSelain hal-hal di atas, keberadaan sarana komunikasi sebagai penunjang perekonomian juga sangat penting dalam kaitannya dengan keterbukaan dan
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 32
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
percepatan arus informasi. Selain itu sarana komunikasi juga merupakan dasar dalam menilai kemajuan daerah yang bersangkutan. Adapun sarana komunikasi yang terdapat di lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 3.41.Tabel 3.41. Sarana Komunikasi di Lokasi Studi
Dari tabel di atas, jenis alat komunikasi yang paling banyak dimiliki penduduk di desa studi adalah pesawat televisi baik yang didukung dengan kepemilikan antena parabola maupun tidak. Jenis alat komunikasi lainnya adalah hand phone, radio dan telepon umum. 3.3.6. Fasilitas SosialFasilitas sosial merupakan fasilitas yang dapat digunakan oleh setiap penduduk tanpa terkecuali, baik untuk perseorangan maupun kelompok seperti berolah raga atau musyawarah (rapat) desa. Fasilitas tersebut dapat berupa sarana olah raga, gedung kesenian maupun panti. Berikut data fasilitas sosial yang terdapat di lokasi studi. Tabel 3.42. Fasilitas Sosial di Lokasi Studi
No. Jenis Desa Margahayu
Desa Jonggon
JayaKelurahan
JahabDesa S. Payang
Desa Loa Kulu Kota
A Olah Raga1 Lapangan sepak bola 2 1 1 3 22 Lapangan volley 2 2 2 4 13 Lapangan bulu tangkis 1 1 2 2 24 Lapangan tenis meja 2 1 2 2 1B Jenis Lainnya1 Kantor Desa 1 1 1 1 12 Balai Desa 1 1 1 1 13 Puskesmas Pembantu 1 1 1 1 14 Kantor BPD 1 1 1 1 15 Kantor LPM 1 * 1 1 16 Gedung PKK 1 * * 1 17 Pos Kamling 5 * * 2 3
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
3.3.7. Pola Pemanfaatan LahanLahan yang terdapat di lokasi studi sebagian besar merupakan lahan yang belum dimanfaatkan oleh penduduk setempat, sebagian kecil lainnya telah dimanfaatkan untuk perkebunan, perladangan/tegalan, persawahan, pemukiman, pekarangan, dan pemakaman. Berdasarkan uraian singkat di atas disimpulkan bahwa perkembangan desa maupun ekonomi masih sangat mungkin dilakukan mengingat lahan yang tersedia masih memadai.
Tabel 3.43. Pola Pemanfaatan Lahan di Lokasi Studi
desa/umum 0,1 0.2 0.2 0.2 5,537 Pekuburan 1,5 1 1 1 2918 Pasar 0,5 * * * *9 Industri 2,5 * * * 7710 Lainnya 1781,4 * * * 145.198,9
4Jumlah 3.125 * * * 14.522.241
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
3.3.8. Sosial BudayaMasyarakat asli yang berada di lokasi studi adalah Suku Kutai dan Dayak, sedangkan suku lainnya merupakan perpaduan dari beberapa suku seperti Jawa, Bugis, Banjar, Madura, dan Timor. Meskipun masyarakat asli dan pendatang memiliki adat istiadat yang berbeda, namun mereka tetap dapat hidup rukun. Adat istiadat yang ada telah mengalami perubahan meski tidak signifikan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh arus modernisasi dan informasi yang mulai menyentuh seluruh lapisan masyarakat. A. Adat Istiadat
Data dan informasi mengenai adat istiadat masyarakat setempat perlu diketahui. Hal tersebut terkait dengan penyelesaian konflik jika hal tersebut terjadi di masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa suku yang terdapat di lokasi studi antara lain Suku Kutai ,Jawa, Banjar, Bugis dan Dayak. Suku Jawa mendominasi Desa Jonggon Jaya dan Margahayu karena daerah ini memang merupakan daerah transmigrasi, sedangkan di Kelurahan Jahab, Loa Kulu Kota dan Sungai Payang suku yang mendominasi adalah Suku Kutai dan dayak yang tidak lain merupakan suku asli.Adanya dominansi suku-suku tersebut terlihat dari adat istiadat yang berkembang yang biasanya muncul saat dilaksanakannya pesta perkawinan, perhelatan kematian maupun saat memperingati hari-hari besar keagamaan. Bahasa yang digunakan penduduk dalam kesehariannya umumnya adalah bahasa Indonesia, namun apabila berkomunikasi dengan penduduk lain yang satu suku umumnya mereka akan menggunakan bahasa daerah masing-masing.Dengan melihat kondisi sosial budaya yang demikian, sebenarnya dapat dikatakan bahwa masyarakat di lokasi studi tidak sulit menerima inovasi dan pembaharuan dalam pembangunan, terutama yang menyangkut kesejahteraan dan kepentingan masyarakat banyak. Hal tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan remaja/pemuda dan perubahan terhadap orientasi jenis pekerjaan yang diminati.
B. Proses SosialLokasi studi dihuni oleh penduduk yang terdiri dari suku dan agama yang berbeda-beda namun diantara mereka telah terjalin interaksi yang harmonis. Sesuai dengan hasil analisis studi lapangan dimana sebagian besar responden (89,33%) menyatakan telah tinggal di lokasi studi lebih dari lima tahun, 8,1% responden telah tinggal di lokasi studi 1 – 5 tahun dan hanya 2,57% responden yang belum satu tahun menetap di lokasi studi. Lebih lanjut responden juga menyatakan bahwa lingkungan temnpat tinggal mereka menyenangkan karena berdekatan dengan tempat kerja, hubungan yang baik antar tetangga serta tidak bising. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses sosial di lokasi studi telah berlangsung cukup lama sehingga proses kerjasama dan tolong menolong mewarnai hubungan sosial penduduk. Hal tersebut didukung oleh seringnya mereka mengadakan kegiatan bersama-sama seperti kerja bakti untuk membersihkan lingkungan, membangun dan
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 34
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
memperbaiki fasilitas desa, perhelatan kematian serta pesta perkawinan. Selain kegiatan tersebut di lokasi studi juga ditemukan kegiatan lain yang masih rutin dilakukan namun masih bersifat parsial yakni yasinan, arisan, PKK, pengajian, salawatan, musyawarah RT dan kebaktian.Menurut sekitar 29,04% responden kegiatan tersebut dari waktu ke waktu cenderung sama saja bahkan menurut 70,96% responden semakin menurun intensitasnya. Hal tersebut menggambarkan bahwa di masyarakat telah terjadi tingkat kohesi sosial yang cukup tinggi dan hal tersebut sebenarnya berindikasi baik karena kohesi sosial merupakan faktor utama untuk mengantisipasi terjadinya disorganisasi yang biasanya timbul dengan adanya kegiatan pembangunan yang membawa perubahan sosial yang terlalu cepat, sehingga menimbulkan realitas sosial baru yang belum terakomodasi oleh sistem nilai yang ada.
C. Proses Disosiatif Munculnya permasalahan sosiologis (sosiological problem) akibat kurangnya komunikasi antara penduduk setempat dengan pendatang atau adanya permasalahan yang mendasar perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan dampak negatif dalam jangka panjang meskipun saat ini belum disadari.Hadirnya permasalahan dapat memicu terjadinya konflik sosial dan dapat menciptakan kondisi yang cukup buruk terhadap beroperasinya kegiatan tambang batubara PT Satria Lestari. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa menurut responden, cara penyelesaian yang terbaik bila terjadi konflik antara masyarakat dengan pemrakarsa, responden memilih musyawarah secara kekeluargaan dan damai untuk mencapai mufakat namun bila melalui jalan tersebut tidak tercapai maka musyawarah akan tetap dilakukan namun dengan melibatkan pemerintah desa dan atau kecamatan.Gangguan keamanan di lokasi studi selama kurun waktu satu tahun terakhir relatif kecil. Apabila terjadi perselisihan, pada umumnya dapat diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan. Namun tidak demikian dengan rencana beroperasinya perusahaan. Dari hasil wawancara terungkap adanya kehawatiran masyarakat tentang kemungkinan terjadinya gangguan keamanan karena semakin banyaknya pendatang yang masuk untuk mencari kerja. Dengan demikian diperlukan adanya fasilitas dan tenaga keamanan untuk mengatasi hal tersebut. Sarana keamanan yang terdapat di lokasi studi saat ini berupa poskamling dengan tenaga keamanan (hansip) yang berjaga secara bergantian. Bahkan pada beberapa desa masyarakat secara swadaya juga membantu tenaga keamanan yang sedang bertugas.
D. Pranata Sosial/Lembaga KemasyarakatanDalam bidang pemerintahan, kegiatan kemasyarakatan yang tumbuh mendukung kegiatan pemerintahan adalah BPD, sedangkan di bidang ekonomi kegiatan kemasyarakatan yang tumbuh untuk mendukung kegiatan ekonomi desa adalah KUD dan KSP. Dengan adanya lembaga-lembaga pendukung perekonomian diharapkan desa semakin berkembang dan para petani tidak lagi kesulitan dalam mendistribusikan hasil pertaniannya.
E. Persepsi Masyarakat Atas Rencana Tambang Batubara PT Satria LestariMenurut hasil wawancara terhadap responden di lokasi studi diketahui bahwa secara umum (100%) responden tidak mengetahui adanya rencana kegiatan Tambang Batubara PT Satria Lestari dan baru mengetahui hal tersebut pada saat pengisian kuisioner. Menanggapi hal tersebut sebagian besar responden (83,08%) menyatakan setuju. Adapun alasan dan harapan responden menyetujui rencana kegiatan tambang batubara yang akan dilakukan oleh PT Satria Lestari adalah sebagai berikut :
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 35
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
1. Sebagai tanda berpartisipasi dalam pembangunan.2. Menciptakan lapangan pekerjaan.3. Manambah penghasilan/membuka peluang usaha baru.Meski Hampir 80% seluruh responden merespon positif, namun kekhawatiran terhadap kegiatan tersebut tetap ada. Adapun kekhawatiran responden adalah :1. Terjadinya pencemaran lingkungan.2. Tidak peduli dengan pembangunan desa.3. Tidak memberdayakan masyarakat sekitar.Sedangkan 20% dari responden merespon negatif kegiatan tambang batubara PT Satria Lestari. Adapun kekhawatiran responden adalah :1. Peningkatan Pencemaran Lingkungan.2. Peningkatan kebisingan d sekitar lokasi pemukiman.3. Polusi udara atau debu akibat pengoperasian truck.
3.3.9. Kesehatan MasyarakatKesehatan merupakan kebutuhan pokok sekaligus modal bagi setiap individu. Kesehatan merupakan kebutuhan yang dalam waktu segera harus dipenuhi. Selain itu sehat sebagai modal mempunyai arti dengan kesehatan individu dapat melakukan aktifitas sehingga individu tersebut dapat hidup produktif baik secara ekonomi maupun sosial. Tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal harus didukung beberapa aspek, diantaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana kesehatan, kondisi lingkungan dan kondisi kesehatan masyarakat sendiri. Gambaran berikut ini menjelaskan bagaimana kondisi masyarakat, lingkungan serta sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di lokasi studi.A. Sanitasi Lingkungan Tempat Tinggal
Berdasarkan teori H.L. Blum, faktor yang sangat berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan, diantaranya adalah lingkungan fisik, Lingkungan fisik diantaranya meliputi sanitasi di sekitar tempat tinggal, sarana air bersih, kondisi rumah dan sistem pengolahan sampah. 1. Sarana Air Bersih
Air bersih merupakan kebutuhan pokok bagi setiap penduduk. Air yang dimanfaatkan oleh penduduk hendaknya yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat mendukung tercapainya derajat kesehatan yang optimal. Keadaan rumah tangga responden menurut sumber air bersih dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.44. Sumber Air Untuk Keperluan Minum dan Memasak Responden
Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa hanya 55 responden di Desa Sungai payang dan jahab yang menggunakan air sungai untuk keperluan memasak dan minim, sedangkan responden lainnya telah menggunakan air PDAM, sumur gali/sumur bor serta mata air terlindung untuk keperluan tersebut. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden telah menyadari pentingnya menggunakan air bersih untuk dikonsumsi. Air yang tidak layak konsumsi tentunya akan merugikan kesehatan. Dalam intensitas ringan penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi air yang tidak layak konsumsi adalah sakit perut.Sumber air bersih yang digunakan untuk keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK)Tabel 3.45. Sumber Air Untuk Keperluan MCK
Sumber Air Desa
MargahayuDesa
Jonggon Jaya
Kelurahan Jahab
Desa S. Payang
Desa Loa Kulu Kota Total
Sumur gali/ Sumur Bor 77 60 9 12 9 161
Sungai 0 0 50 5 50 55Mata air terlindung 0 0 1 0 0 0
Berdasarkan tabel di atas disimpulkan bahwa sebagian besar responden telah menggunakan PAM/Ledeng sebagai sumber air untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK) dan sebagian lainnya menggunakan air yang berasal dari sumur gali/ sumur bor. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden telah menggunakan air bersih sehingga kemungkinan untuk terjadinya penyakit yang disebabkan oleh penggunaan air tersebut termasuk kecil, namun meski demikian masih terdapat 55 responden yang menggunakan air sungai untuk keperluan tersebut. Tubuh manusia mengandung 70% cairan hal ini berarti manusia memerlukan minimal 70% air dan akan bertambah besar seiring pertumbuhan dan meningkatnya kebutuhan manusia termasuk untuk kebersihan dan lainnya. Air yang tercemar atau terkontaminasi oleh bahan pencemar baik dari limbah domestik, industri dan juga limbah B3 akan berdampak pada kesehatan manusia antara lain penyakit kulit dan kerusakan gigi. Air kotor tercemar oleh berbagai macam komponen pencemar lingkungan yang menyebabkan lingkungan menjadi tidak sehat. Pencemaran air dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar yaitu kematian. Kematian dapat terjadi karena pencemaran yang terlalu parah sehingga menyebabkan berbagai penyakit. Apabila keadaan ini banyak terjadi maka di masyarakat akan banyak terjadi penyebaran wabah penyakit. Penyakit infeksi sulit diberantas sehingga derajat kesehatan masyarakat yang optimal akan sulit dicapai.
2. Tempat Buang Air (WC)Salah satu kebutuhan sehari-hari manusia adalah buang hajat/buang air besar. Oleh karena itu, sarana tempat buang air besar juga menjadi kebutuhan pokok. Sekret manusia merupakan limbah yang banyak mengandung mikroorganisme patogen sehingga harus dikelola dengan baik agar tidak menyebarkan penyakit. Gambaran tentang sarana tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 37
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Tabel 3.46. Lokasi Buang Air Responden
Lokasi Desa Margahayu
Desa Jonggon
JayaKelurahan Jahab
Desa S. Payang
Desa Loa Kulu Kota
Total
Jamban di atas kali / sungai 0 0 0 0 30 30
WC keluarga yang dilengkapi dengan septictank
81 60 72 60 55 328
WC keluarga yang tidak dilengkapidengan septictank
0 0 0 0 0 0
Sembarang tempat 0 0 0 0 0 0Sumber : Data Primer, 2009
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden (328 responden) di lokasi studi telah memahami pentingnya memiliki WC pribadi dan septictank sebagai tempat untuk membuang dan menampung tinja. Namun tidak bagi sebagian lainnya (30 responden). Responden yang masih membuang hajatnya di sungai meskipun tidak secara langsung tidak mendukung usaha pencapaian derajat kesehatan yang optimal karena tinja yang seharusnya dikelola dengan baik, justru dibuang ke sungai sehingga penyebaran mikroorganisme patogen akan semakin cepat. Dengan demikian berarti akan semakin besar kemungkinan untuk menimbulkan penyakit. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka sulit kiranya mencapai derajat kesehatan yang optimal.Air yang telah tercemar baik oleh senyawa organik maupun anorganik akan mudah menjadi media media berkembangnya berbagai macam penyakit. Hingga saat ini penduduk Indonesia sulit terbebas dari penyakit diare, kolera, disentri, hingga tifus. Sebab, semua penyakit tersebut berhubungan erat dengan air (waterborne diseases). Air yang tercemar dapat berupa air yang menggenang (tidak mengalir) dan dapat pula air yang mengalir. Air yang tercemar tinja merupakan tempat berkembangbiaknya mikroorganisme termasuk mikroorganisme patogen. Air yang telah tercemar tidak dapat digunakan lagi sebagai pembersih karena akan mengancam kesehatan.
3. Tempat Pembuangan dan Pengolahan SampahAktifitas rumah tangga sehari-hari menghasilkan sisa buangan berupa limbah domestik. Limbah ini harus dikelola dengan baik agar tidak mencemari lingkungan dan menimbulkan masalah terutama kesehatan. Sampah rumah tangga dikelompokkan menjadi dua yakni sampah organik dan anorganik. Sampah organik bersifat lebih mudah terurai, sedangkan sampah anorganik adalah sebaliknya. Namun sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang. Oleh karena itu sebaiknya sampah dikelola dengan baik menurut jenisnya. Alasan lain mengapa sampah harus dikelola dikarenakan sampah merupakan agent penularan penyakit dan media bersarangnya serangga dan hewan pengerat (rodensia) yang juga merupakan agent penularan penyakit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui terdapat sekitar 199 responden (55,59%) dan 129 responden (36,03%) yang membuang sampah di Tong/Bak sampah, yang membuang sampah di lubang dan tong sampah pengelolaannya dilakukan dengan cara dibakar, sedangkan terdapat 20 responden (5,59%) yang membuang sampah disembarang tempat dan di sungai, pengolahan terhadap sampah yang di buang di sembarang tempat sungai dibiarkan begitu saja. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 5,59% responden yang belum menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Berikut disajikan lokasi pembuangan dan metode pengolahan sampah responden.
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 38
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
Tabel 3.47. Tempat Membuang Sampah RespondenLokasi
Tabel 3.48. Metode Pengolahan Sampah RespondenMetode
Pengolahan Sampah
Desa Margahayu
Desa Jonggon
JayaKelurahan
JahabDesa S. Payang
Desa Loa Kulu Kota
Total
Dibakar 65 50 24 6 64 209Dikumpul-kan dan dibuang di TPA 0 0 61 51 0 112
Dibuat pupuk 0 10 0 0 0 10
Dibiarkan saja 11 0 0 0 4 15Dibuang ke sungai/kali 0 0 0 0 4 4
Sumber : Data Primer, 2009
B. Fasilitas KesehatanPerhatian terhadap bidang kesehatan masyarakat terlihat dari penyediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu dan lain-lain. Salah satu syarat pelayanan kesehatan yang baik adalah memadainya sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia. Saat ini keberadaan sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia dapat dikatakan cukup memadai sehingga masyarakat tidak lagi sulit jika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Sarana dan prasarana kesehatan yang berada di ibukota kabupaten dan provinsi juga biasa dimanfaatkan penduduk setempat mengingat jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan lokasi studi. Berikut data sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di lokasi studi.
Tabel 3.49. Sarana Kesehatan di Lokasi Studi
No Jenis Sarana Kesehatan
Desa Margahayu
Desa Jonggon
JayaKelurahanJ
ahabDesa S. Payang
Desa Loa Kulu Kota
1 Rumah Sakit 0 0 0 0 02 Puskesmas 0 0 0 0 13 Puskesmas
B. Tenaga Kesehatan Kualitas pelayanan kesehatan dapat diukur dengan persentase ketersedian sarana dan prasarana kesehatan serta tenaga medis/paramedis di lokasi yang bersangkutan. Makin tinggi persentase ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang didukung dengan ketersediaan tenaga medis/paramedis yang memadai akan semakin meningkatkan kualitas pelayanannya dan begitu
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 39
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUPPT SATRIA LESTARI
sebaliknya. Dengan demikian pelayanan kesehatan dapat dijangkau oleh masyarakat dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah, sehingga angka kematian dapat ditekan. Tabel 3.50. Tenaga Kesehatan di Lokasi Studi
Sumber : Puskesmas Pembantu masing-masing desa, 2009
C. Insidensi dan Prevalensi PenyakitBerdasarkan data Puskesmas Kota Bangun (2008) diketahui bahwa jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat dilihat dari sepuluh penyakit penting adalah ISPA, Diare, Gastritis, dan lain-lain. Selengkapnya di sajikan pada Tabel 3.51.Tabel 3.51. Sepuluh Besar Penyakit di Lokasi Studi
No. Jenis Penyakit PuskesmasLoa Kulu Tenggarong
1 ISPA 41 502 Diare 30 353 Gastritis/mah 18 194 Penyakit Kulit 21 195 Hypertensi 11 176 Reumatik 17 227 Gigi – Mulut 16 108 Penyakit Mata 5 09 Malaria 5 5
10 Alergi 0 2Sumber : Puskesmas Induk masing-masing Kecamatan, 2009
Berdasarkan data kuisioner, penyakit yang paling banyak diderita masyarakat dilokasi studi sebagai berikut:1. Diare (sakit perut)2. Influenza3. Demam4. Penyakit kulit (gatal-gatal)
D. Status Gizi Masyarakat Masalah status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan secara lebih serius karena masalah gizi buruk dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan individual. Status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan bayi yang sedang menyusu juga sangat dipengaruhi oleh status gizi sang ibu.Status gizi masyarakat di daerah studi termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan informasi/keterangan puskesmas setempat status gizi masyarakat sudah mencapai 4 sehat tapi belum 5 sempurna karena sebagian besar warga belum mengkonsumsi susu setiap hari. Informasi mengenai ketiadaan kasus status gizi buruk di daerah studi diperkuat dengan tidak pernah ditemukannya hal tersebut. Selain itu berdasarkan wawancara, diketahui sejauh ini kebutuhan pangan dan sandang masyarakat cukup terpenuhi.