Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Latar belakang keinginan saya membuat karya ilmiah tentang Tradisi adat dayak Ketapang adalah karena Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996). Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu, kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Selanjut berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, 1
49

lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Mar 20, 2019

Download

Documents

truongkhuong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang keinginan saya membuat karya ilmiah tentang Tradisi adat dayak

Ketapang adalah karena Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki

kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku

bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan

unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai

keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996). Jika pengertian

tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu,

kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak

dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan

belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam

kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di

dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan

secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Selanjut berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud

kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan

Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan

sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud itu

merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang

berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada

perilaku manusia Dayak, tampak jelas di dalam pelbagai upacara adat yang dilaksanakan

berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam

pelbagai upcara adat yang berkaitan siklus perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai

sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari

aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di

dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan

sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan

mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak

tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman

dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-

1

Page 2: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil

karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain.

Berdasarkan atas pemahaman itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna

dan peran yang amat penting, yaitu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses

kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain kebudayaan Dayak dalam perkembangan

sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakat Dayak sebagai

pendukungnya.

Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga

mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya

tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap

bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan

identitasnya sebagai suatu warisan leluhur.

Dalam konteks ini, dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan

yang terdapat dalam masyarakat Dayak, baik yang berupa kebudayaan material maupun non

material.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1. Apa itu Kamponk Tamawakng di ketapang?

1.2.2. Apa perhatian Pemerintah terhadap budaya dayak ketapang?

1.2.3. Bagaimana Cara masyarakat dayak menjaga keseimbangan alam?

1.2.4. Apa Rumah Adat Dayak Paya' Kumang?

1.2.5. Dimana Gelar Kehormatan Dayak Kayong?

1.2.6. Seperti apa Adat Buka Tanah Dayak Kayong?

1.2.7. Bagaimana Kedudukan Perempuan dalam Masyarakat Dayak Ketapang?

1.2.8. Apa Karakteristik Kebudayaan Dayak Ketapang?

1.2.9. Bagaimana Sistem Mata Pencaharian dan Peralatan Hidup Dayak Ketapang?

1.2.10. Seperti apa Sistem Pengetahuan Dayak Ketapang?

1.2.11. Apa saja Kebudayaan Dayak Ketapang?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

2

Page 3: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester genap

1.4.2.

1.5. Sistematika Penyajian

Karya ilmiah ini terdiri dari 3 Bab,yaitu BAB I Pendahuluan,BAB II

Pembahasan,BAB III Penutup.Masing-masing bab memiliki subbab dengan garis besar isinya

sebagai berikut,yaitu :

BAB I Berisi pendahuluan.Pada bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah,Rumusan

Masalah,Ruang Lingkup Masalah,Tujuan Penelitian,Metode Penelitian dan Sitematika

Penyajian.

BAB II Memaparkan pembahasan.Pada bab ini diuraikan beberapa penjelasan.

Selanjutnya,bagian terakhir yaitu BAB III.

BAB III menguraikan kesimpulan dari penulis dan saran-saran yang ditujukan bagi

para pembaca dan penulis lain.

3

Page 4: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

BAB II

LANDASAN TEORI

Secara umum seluruh penduduk dikepulauan nusantara disebut-sebut berasal dari

China selatan, demikian juga halnya dengan Bangsa Dayak. Tentang asal mula bangsa

Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunnan

di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di

perkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara

ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya

melewati Hainan, Taiwan dan Filipina.

Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier.

Benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang

memungkinkan ras Mongoloid dari Asia mengembara melalui daratan dan sampai di

Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-

Schwaner”.

Sebelum kedatangan islam ke kalimantan belum ada istilah Dayak dan istilah melayu.

Semua manusia penghuni pulau borneo merupakan manusia-manusia yang saling

berkekerabatan dan bersaudara ( Bangsa Dayak ). Penduduk-penduduk yang tinggal dipesisir

pantai oleh penduduk yang tinggal di pedalaman disebut sebagai Orang Laut sebaliknya

penduduk yang tinggal di pedalaman oleh penduduk yang tinggal di pesisir pantai di sebut

Orang Darat . Jauh sebelum agama Islam datang ke borneo Bangsa Dayak sudah mempunyai

kerajaan-kerajaan. Misal kerajaan Nek Riuh ( Mbah Riuh ) dan Kerajaan Bangkule Rajakng

serta kerajaan bujakng nyangkok di bagian barat kalimantan . Islam ke borneo di sebarkan

oleh orang-orang arab atau gujarat, namun mayoritas oleh orang melayu sumatra, karena itu

oleh orang Dayak agama islam disebut agama melayu, istilah islam sendiri jaman dahulu

tidak sepopuler istilah " agama melayu". Sejak itulah setiap orang Dayak pesisir yang masuk

islam disebut masuk melayu atau jadi orang melayu. namun oleh orang Dayak pedalaman,

saudara mereka yang masuk islam disebut sebagai " senganan" di kalimantan bagian barat

dan "halog" di kalimantan bagian timur. Dikarenakan adat budaya Dayak umumnya

bertentangan dengan agama islam maka hal ini membuat masyarakat Dayak pesisir yang

telah menjadi islam tadi meninggalkannya dan mengadopsi adat budaya para pendahwah

islam ( orang melayu) namun tidaklah semua adat aslinya di tinggalkan, cukup banyak juga

4

Page 5: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

adat asli ( adat budaya Dayak ) yang di modifikasi agar selaras dengan islam, seperti tepung

tawar, betangas, tumpang seribu dan lain-lain. selain masyarakat Dayak pesisir pantai,

masyarakat Dayak yang tinggal di kota-kota kerajaan juga akhirnya masuk islam dengan

alasan mengikuti jejak Rajanya. maka mulailah adat budaya melayu merasuki adat budaya

Dayak dalam keraton-keraton. Pada umumnya kerajaan-kerajaan di kalimantan di dirikan

oleh orang-orang yang berdarah daging Dayak asli seperti pada kerajaan mempawah oleh

Patih Gumantar, kerajaan Kutai ( Kerajaan Dayak Tunjung - Dayak Benuaq ) oleh Kundung

atau Kudungga dan kerajaan-kerajaan lain. sementara kerajaan-kerajaan yang di dirikan oleh

manusia-manusia yang berdarah daging blasteran Dayak dengan pendatang seperti kerajaan

pontianak ( blasteran Dayak dan arab ). kerajaan sanggau, matan, ketapang dan sintang ( oleh

blasteran Dayak Jawa ). sejak dahulu dalam pergaulannya dengan sesama suku Dayak dan

dengan suku-suku luar kalimantan orang Dayak telah menggunakan bahasa melayu, hal ini

terjadi mengingat suku dayak hampir setiap sub sukunya mempunyai bahasa sendiri-sendiri.

Hal ini tentu menyulitkan dalam berkomunikasi, tentunya karena alasan semacam ini jugalah

yang menyebabkan bahasa melayu dijadikan bahasa persatuan Indonesia. Bahasa-bahasa

melayu di kalimantan dikarenakan seluruh manusia penuturnya mempunyai bahasa yang

berbeda ( Manusia Dayak ) meyebabkan bahasa melayu tersebut juga mempunyai banyak

versi sesuai daerah asalnya, misal di daerah sanggau kapuas dikarenakan bunyi vokal bahasa

Dayak di daerah tersebut kebanyakan berbunyi vokal " o " maka bahasa melayunya juga

cenderung bervokal " O " misal kata ada akan di ucapkan menjadi ado, kata Ngapa

( Mengapa ) di ucapkan menjadi ngapo dan lain sebagainya. sementara di daerah kapuas hulu,

sintang dan ketapang bahasa melayunya sangat mendekati bahasa Dayak, cukup banyak

istilah dalam bahasa Dayak asli yang masih di pakai seperti Nuan, sidak dan lain-lain. Di

bagian barat kalbar ada istilah Terigas yang asalnya dari kata Tarigas dan istilah-istilah

lainnya.

Di daerah selatan Borneo Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam

tradisi lisan Dayak didaerah itu sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni kerajaan

Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi

antara tahun 1309-1389.[5] Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan

terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat

pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu

(sekitar tahun 1608).

5

Page 6: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam

tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang

Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai,

masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang

Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba.

Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian

Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung

Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan.

Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun

1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi

adalah Banjarmasin. Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan Sultan Mustain

Billah.

Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan

penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang,

terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan

orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak

seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja

Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah

pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah

ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah

menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang

Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah

belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.

Bahasa Dayak Ketapang

Peneliti Institut Dayakologi, Sujarni Aloy dan kawan-kawannya (Sujarni Aloi, dkk 1997), meneliti ada 50 bahasa Dayak di Ketapang, yaitu:

1. Bahasa Dayak Kualatn2. Bahasa Mali3. Bahasa Kancikng

6

Page 7: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

4. Bahasa Cempede’5. Bahasa Semandakng6. Bahasa Sajan7. Bahasa Banjur8. Bahasa Gerai9. Bahasa Baya10. Bahasa Laur11. Bahasa Joka’12. Bahasa Domit13. Bahasa Pawatn14. Bahasa Krio15. Bahasa Konyeh16. Bahasa Biak17. Bahasa Beginci18. Bahasa Tumbang Pauh19. Bahasa Gerunggang20. Bahasa Kayong21. Bahasa Majau22. Bahasa Pangkalan Suka23. Bahasa Kebuai24. Bahasa Tola’25. Bahasa Marau26. Bahasa Batu Tajam27. Bahasa Kengkubang28. Bahasa Pesaguan Hulu29. Bahasa Kendawangan30. Bahasa Pesaguan Kanan31. Bahasa Kekura’32. Bahasa Lemandau33. Bahasa Tanjung34. Bahasa Benatuq35. Bahasa Sumanjawat36. Bahasa Tembiruhan37. Bahasa Penyarangan38. Bahasa Parangkunyit39. Bahasa Perigiq40. Bahasa Riam41. Bahasa Belaban42. Bahasa Batu Payung43. Bahasa Pelanjau44. Bahasa Membuluq45. Bahasa Dayak Menggaling46. Bahasa Air Upas47. Bahasa Sekakai48. Bahasa Air Durian49. Bahasa Sempadian

7

Page 8: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber data

Dalam penelitian karya tulis ini,digunakan metode penulisan dengan cara peninjauan

dan cara tinjaua kepustakaan menurut buku………………………………tinjauan

kepustakaan disebut juga study kepustakaan yaitu mencari data dari kepustakaan misalnya

dari data buku jurnal masalah dan lain-lain.

Semakin banyak sumber bacaan semakin banyak pula pengetahuan yang diteliti

namun tidak semua buku bacaan dan laporan dapat diolah.

3.2 Cara memperoleh data

a. Mepelajari hasil yang diperoleh dari setiap sumber yang relevan dengan penelitian

yang akan dilakukan.

b. Mempelajari metode penelitian yang dilakukan termasuk metode penelitian

pengambilan sampel pengumpulan data sumber data dan satuan data

c. Mengumpulkan data dari sumber lain yang berhubungan dengan bidang penelitian.

d. Mempelajari analisis deduktif dari problem yang tertera(analisis berpikir secara

kronologis)

3.3 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini adalah penelitian sendiri karena subjek penelitiannya berupa

pustaka yang memerlukan pemahaman dan penafsiran penelitian,penulis mencatat hal-hal

yang berhubungan dengan pesan social budaya dalam menghasilkan generasi muda yang

berkualitas yang digunakan sebagai instruktur penelitian seluruh data dikumpulkan dalam

catatan khusus.

3.4 Analisis data

` Data yang dikumpulkan dalam catatan khusus selanjutnya dianalisis,proses analisis

dilakukan dengan cermat dan dideskripsikan dengan lengkap sehingga menghasilkan analisis

yang representative teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis isi.

8

Page 9: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kebudayaan Dayak Ketapang

Kepercayaan yang dianut oleh suatu suku bangsa dapat ditelusuri melalui ekpresi

budaya seperti cerita rakyat, terutama dalam cerita yang berbentuk mitos tentang kejadian

alam semesta dan manusia serta mitos-mitos lainnya yang menggambarkan keterkaitan yang

hakiki antara insan manusia dan alam sekitarnya (Umberan, 1994). Hal yang sama juga

dikatakan oleh Ukur (1994) bahwa untuk memahami makna religi dari alam sekitar dalam

kebudayaan Dayak, sumber yang paling dapat membantu terutama mite-mite tentang

kejadian alam semesta dan manusia serta mite-mite lainnya yang menggambarkan keterikatan

dan keterkaitan hakiki antar insan dengan alam sekitar.

Mitos bukanlah sekedar cerita, tetapi melalui mitos yang hidup dalam masyarakat

Dayak dapat diungkap rahasia yang mendasari dan melatarbelakangi sikap serta perilaku

suku Dayak. Keberadaan mitos diyakini kebenarannya, dianggap suci, mengandung hal-hal

ajaib, dan umumnya ditokohi oleh para dewa, sebab itu mitos dijadikan landasan untuk

menata kehidupan masyarakat Dayak yang tampak pada berbagai ketentuan seperti adat, ritus

dan kultus.

Mitos dihayati sebagai sejarah oleh masyarakat Dayak meskipun peristiwa-peristiwa

yang dituturkan dalam mitos tidak terikat pada waktu dan ruang. Sejarah dalam konteks

pemahaman suku Dayak terhadap mitos tersebut tidak dapat diverifikasi secara historis,

menurut Ukur (1994) mitos dianggap sebagai sejarah karena memang sedemikianlah yang

dihayati oleh insan Dayak.Kepercayaan suku Dayak berhubungan erat dengan lingkungan

sekitarnya, seperti hewan, tumbuhan-tumbuhan, air, bumi, dan udara. Kepercayaan itu begitu

kuat sehingga suku Dayak percaya bahwa kehidupan akan menjadi baik jika adanya

keseimbangan kosmos, sebab itu setiap makhluk hidup berkewajiban untuk senantiasa

memelihara keserasian dan keseimbangan semesta, terutama manusia menurut kepercayaan

suku Dayak merupakan bagian yang integral dari alam (Seli, 1996).

Sistem kepercayaan dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suku Dayak berkaitan

erat sehingga sulit untuk dipisahkan. Kedua hal tersebut sama-sama berpengaruh pada

kehidupan masyarakat Dayak (Seli,1996). Senada dengan pendapat Seli, Alqadrie (1994)

juga menyatakan bahwa sistem kepercayaan atau agama bagi kelompok etnik Dayak hampir

9

Page 10: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial ekonomi mereka

sehari-hari. Ini berlaku pula antara nilai-nilai budaya itu dengan etnisitas dalam masyarakat

Dayak. Kenyataan ini yang melatar belakangi kesimpulan Coomans (1987) dan Alqadrie

(1991) yang menyatakan bahwa keperipadian, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan kegiatan

sosial ekonomi orang Dayak sehari-hari dibimbing, didukung oleh dan dihubungkan tidak

saja dengan sistem kepercayaan atau ajaran agama dan adat-istiadat atau hukum adat, tetapi

juga dengan nilai budaya dan etnisitas.

Suku Dayak di Kalimantan memiliki sistem kepercayaan yang kompleks dan sangat

berkembang (Alqadrie, 1987). Kompleksitas sistem kepercayaan tersebut di dasarkan pada

tradisi dalam masyarakat Dayak yang mengandung dua prinsip yaitu: (1) unsur kepercayaan

nenek moyang (ancestral belief) yang meneknkan pada pemujaan nenek moyang, dan (2)

kepercayaan terhadap Tuhan yang satu (the one God) dengan kekuasaan tertinggi dan

merupkan suatu prima causa dari kehidupan manusia (Alqadrie, 1990).

Dalam penelitian Tim Penelitian Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Kalimantan Barat (1988) ditemukan bahwa sistem kepercayaan nenek moyang

dalam masyarakat Dayak berisi berbagai peraturan tentang hubungan antara manusia dengan

Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan roh nenek moyang, dan manusia alam

beserta isinya. Bahkan menurut Alqadrie (1994) dan Seli (1996) berkaitan sistem

kepercayaan tersebut masyarakat Dayak juga percaya bahwa Tuhan yang tertinggi yang satu

(the one highest God) memiliki dua fungsi atau karakter ketuhanan (devinity). Karakter yang

satu mendiami dunia “atas” atau dunia yang “lebih tinggi”, dan karakter lainnya tinggal “di

bawah” atau yang “lebih rendah” yaitu bumi yang menjadi tempat tinggal manusia. Orang

Dayak percaya kedua karakter ini masing-masing memuat sifat yang baik dan buruk.

Kompleksitasnya sistem kepercayaan orang Dayak, menurut Alqagrie (1994) di tandai juga

oleh kemampuan mereka menyerap beberapa unsur keagamaan atau kepercayaan dari luar

seperti pengaruh Cina dalam penggunaan barang-barang keramik (mangkok dan tempayan)

yang dianggap memiliki kekuatan magis dan dapat mendatangkan keberuntungan, maupun

penggunaan berbagai macam dekorasi naga (tambon) atau (dragon) yang melambangkan

secara mitologis Tuhan tertinggi yang satu sebagai penguasa dunia. Lebih lanjut menurut

Alqdarie (1994) pengaruh ekstern lainnya berasal dari unsur-unsur Hunduisme dan

Islamisme. Kedua unsur ini dalam masyarakat Dayak dapat ditemukan dalam istilah-istilah

keagamaan yang digunakan untuk menggambarkan Tuhan, seperti Mahatara yang mungkin

berasal dari istilah dalam agama Hindu. Maha Batara yang berarti Tuhan Maha Besar, atau

Mahatala, Lahatala/Alatala yang berasal dari ucapan Allah Ta’ala dalam Islam yang berarti

10

Page 11: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Allah Maha Tinggi. Selain itu, Tuhan tertinggi yang satu secara simbolik diekspresikan oleh

burung enggang yang menyajikan Ketuhanan dunia “atas”.Dalam pada itu, penggunaan

burung enggang dan naga sebagai simbol dari Tuhan yang satu, sejalan dengan pendapat

Durkheim tentang totemisme. Unsur penting dari kepercayaan nenek moyang dalam

masyarakat Dayak adalah barang-barang keramik Cina, dekorasi-dekorasi yang

menggunakan simbol naga dan burung enggang, dan kelompok etnik Dayak sendiri sebagai

penganut kepercayaan nenek moyang mereka dapat dikatakan sejajar dengan tiga unsur

totemisme Australia yang ditemui oleh Durkheim (dalam Alqadrie, 1994) bahwa lambang

totemik (totemic emblem) adalah berupa hewan atau tumbuhan-tumbuhan, dan anggota dari

kaum, suku atau klan (clan)

Tiga unsur dalam masyarakat Dayak merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan

merupakan manifestasi dari organisasi sosial. Dalam kaitan dengan itu, Mclennan (1986

dalam Alqadrie, 1994) menyatakan bahwa hubungan yang dekat antara totemisme tersebut

merupakan bentuk spesifik dari organisasi sosial. Alqadrie (1994) melihat bahwa penggunaan

naga dan burung enggang bukanlah suatu manifestasi dari kesederhanaan pemikiran orang

Dayak di Kalimantan tetapi justru merupakan refleksi dari kompleksitasnya sistem

kepercayaan mereka pada mana totemisme bukan semata-mata suatu kepercayaan, tetapi

mungkin pula menjadi sumber, atau paling kurang, suatu embrio dari agama-agama

berkembang lainnya. Tambahan pula penggunaan dua jenis hewan di atas juga merupakan

perwujudan dari organisasi sosial yang khas dalam masyarakat Dayak.

Melihat kenyataan tersebut dapatlah dikatakan bahwa sesungguhnya suku Dayak merupakan

rumpun suku bangsa yang unik karena walupun mereka hidup di lingkungan yang serba

alami dan tradisional tetapi dapat melahirkan suatu pemikiran yang relgius yang kompleks

dan sangat sempurna.

4.2 Sistem Pengetahuan Dayak Ketapang

Pengetahuan Tentang Gejala-Gejala Alam

Kebutuhan orang Dayak memperoleh padi ladang yang banyak telah melahirkan

sistem pengetahuan yang dapat memahami sifat-sifat gejala alam yang berpengaruh terhadap

perladangan. Menurut Mudiyono (1995) pengetahuan tentang gejala alam yang berkaitan

dengan perladangan pada orang Dayak di Kalimantan adalah pengetahuan tentang bintang

tujuh. Apabila bintang tujuh telah timbul maka pada malam hari udara akan menjadi teramat

dingin sampai pagi hari adalah suatu pertanda bahwa orang sudah sampai pada waktunya

mulai membuka ladang. Jika bintang tujuh di Timur, sedangkan bintang satu lebih rendah

11

Page 12: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

dari bintang tujuh menandakan bahwa orang sudah boleh mulai menanam padi. Apabila di

langit tampak garis seperti tempbok dan awan menyerupai sisik ikan maka orang mengetahui

bahwa musim kemarau telah tiba. Sebaliknya jika langit tampak merah pada pagi hari dan

awan menggumpal seperti gunung adalah pratanda bahwa hari atau musim penghujan segera

tiba. Gejala datangnya musim hujan dapat pula diketahui apabila akar-akar kayu yang

tumbuh dipinggir sungai bertunas dan pohon buah-buah banyak yang berbunga.

Ketika tanda-tanda alam telah memberitahu bahwa musim kemarau segera akan tiba maka

orang mulai bersiap diri untuk berladang. Parang dan beliung sebagai alat berladang mulai di

asah supaya tidak menemui hambatan pada saatnya membuka ladang. Pekerjaan berladang

harus memperhatikan benar-benar perputaran waktu dan memahami sifat-sifatnya. Ketidak

sesuaian antara kondisi alam dengan tahapan berladang akan mengakibatkan kegagalan panen

dan bila hal ini terjadi adalah merupakan malapetaka bagi penduduk.

Sistem pengetahuan mereka juga mengajarkan bahwa apabila akan membuat bahan-

bahan rumah, hendaknya tidak menebang pohon kayu dan bambu pada waktu bulan di langit

sedang membesar karena pelanggaran yang dilakukan berarti kayu dan bambu akan cepat

dimakan bubuk. Oleh karena itu waktu yang tepat untuk meramu bahan-bahan bangunan

kayu dan bambu adalah ketika bulan di langit sedang surut.

Pengetahuan Tentang Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik orang Dayak adalah hutan. Orang Dayak mengenal persis jenis-jenis

hutan yang paling baik untuk dijadikan ladang. Untuk memastikan kesuburan tanah, biasanya

terlebih mereka meneliti keadaan pepohonan yang tumbuh dan tanah di bagian permukaan.

Jika terdapat pohon-pohon kayu besar dan tinggi menandakan tanah tersebut sudah lama

tidak di ladangi dan karena itu humusnya sangat subur. Untuk memastikan kesuburan tanah

di amatinya dengan cara memasuki ujung parang ke dalam tanah kira-kira 10 cm. Ketika

parang dicabut kembali maka tanah yang melekat pada ke dua belah sisi parang dapat

menunjukkan tentang kesuburan tanah. Jika banyak tanah yang melekat pada ke dua sisi

parang dan gembur kehitam-hitaman berarti tanah setempat adalah subur. Sebaliknya jika

kondisi tanah setempat kurus maka yang melekat ke dua sisi parang adalah tanah berpasir.

Lingkungan fisik lain yang dikenal sebagai tempat berladang adalah tanah yang terletak pada

lembah di antara bukit-bukit. Jenis tanah ini khusus orang Dayak di Kalimantan Barat di

sebut jenis tanah payak labak atau payak. Keadaan tanah paya selalu berair dan becek.

Ladang di tanah paya biasanya bersifat monokultur dapat ditanam padi selama 3 tahun

berturut-turut. Sesudah tahun ke tiga tanah paya ditinggalkan selama 2-4 tahun untuk

kemudian ditanam lagi.

12

Page 13: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Pengetahuan Tentang Jenis-Jenis Tanaman

Pengetahuan tentang flora diperoleh secara turun temurun. Beraneka ragam jenis

tanaman dan tumbuh-tumbuhan dikenal sebagai flora untuk dimakan, dijadikan obat dan

untuk berburu dan menuba ikan.

Jenis tanaman untuk dikonsumsi sendiri kecuali padi dikenal juga tanaman jenis cabai

(Capsicum annuum L), mentimun (Cucumis sativus L), jagung (Zea mays L), singkong

(Manihot utilissima L), bambu muda atau rebung (Bambusa spinosa). Tanaman jenis palawija

dan sayur-sayuran ditanam secara tumpang sari pada lahan ladang. Pohon buah-buahan yang

paling banyak adalah durian yang tidak dibudidayakan secara baik sehingga lebih berkesan

sebagai pohon buah-buahan yang tumbuh liar pada tanah-tanah bekas ladang.

Orang Dayak juga mengenal jenis-jenis tumbuh-tumbuhan pembuat warna pada anyaman

tikar atau barang-barang kerajinan. Warna merah dapat diperoleh dari kulit buah joronang

untuk memberi warna merah pada rotan dan sebagainya. Kulit kayu porete dapat memberikan

warna hitam dan kulit kayu ngkubogng dapat dimanfaatkan sebagai lem pada kayu. Jenis-

jenis tumbuhan secara liar di hutan-hutan Kalimantan.

Orang Dayak di Kalimantan khusus di Kalbar juga mengenal getah kayu yang

disebut ipuh yang mengandung racun dan amat berbahaya karena dapat mematikan. Getah

kayu ipuh dipakai untuk memolesi ujung tombak atau ujung anak sumpit. Binatang buruan

seperti rusa, babi hutan yang terkena ujung tombak yang sudah diberi getah kayu ipuh,

walaupun hanya terluka sedikit maka dalam waktu sebentar binatang tersebut akan mati.

Kulit dan daging di sekitar luka harus dibuang sebelum dimasak dan tidak boleh dimakan.

Sebagai masyarakat yang akrab dengan lingkungan hutan, orang Dayak juga memiliki

pengetahuan dalam membedakan dengan baik jenis-jenis kayu yang sangat baik mutunya

untuk ramuan bahan-bahan bangunan. Seperti kayu besi atau kayu belian (ensidroxylon

zwageri), meranti merah (shorea leprosula), tekam (hopea sangal korth), tengkawang (shorea

Sp), medang (litrea Sp) ramin (gonystylus bancanus kwiz) dan rengas (buchanania

arborescens).

4.3 Sistem Mata Pencaharian dan Peralatan Hidup Dayak Ketapang

Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya orang Dayak tidak dapat

dipisahkan dengan hutan; atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka

merupakan bagian dari kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat

tergantung dari hasil hutan. Sapardi (1994), menjelaskan bahwa hutan merupakan kawasan

13

Page 14: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

yang menyatu dengan mereka sebagai ekosistem. Selain itu hutan telah menjadi kawasan

habitat mereka secara turun temurun dan bahkan hutan adalah bagian dari hidup mereka

secara holistik dan mentradisi hingga kini, secara defakto mereka telah menguasai kawasan

itu dan dari hutan tersebut mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan pokok.

Kegiatan sosial ekonomi orang Dayak meliputi mengumpulkan hasil hutan, berburu,

menangkap ikan, perkebunan rakyat seperti kopi, lada, karet, kelapa, buah-buah dan lain-lain,

serta kegiatan berladang (Sapardi,1992). Kegiatan perekonomian orang Dayak yang pokok

adalah berladang sebagai usaha untuk menyediakan kebutuhan beras dan perkebunan rakyat

sebagai sumber uang tunai yang dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang

lain; walaupun demikian kegiatan perekonomian mereka masih bersifat subsistensi (Mering

Ngo, 1989; Dove, 1985).

Menurut Arman (1994), orang Dayak kalau mau berladang mereka pergi ke hutan,

dan terlebih dahulu menebang pohon-pohon besar dan kecil di hutan, kalau mereka

mengusahakan tanaman perkebunan mereka cenderung memilih tanaman yang menyerupai

hutan, seperti karet (Havea brasiliensis Sp),rotan(Calamus caesius Spp), dan tengkawang

(shorea Sp). Kecenderungan seperti itu bukan suatu kebetulan tetapi merupakan refleksi dari

hubungan akrab yang telah berlangsung selama berabad-abad dengan hutan dan segala isinya.

Hubungan antara orang Dayak dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Disatu pihak

alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak,

dilain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang

dianutnya (Arman, 1994). Persentuhan yang mendalam antara orang Dayak dengan hutan,

pada giliran melahirkan apa yang disebut dengan sistem perladangan. Ukur (dalam

Widjono,1995), menjelaskan bahwa sistem perladangan merupakan salah satu ciri pokok

kebudayaan Dayak. Ave dan King (dalam Arman,1994), mengemukakan bahwa tradisi

berladang (siffting cultivation atau swidden) orang Dayak sudah dilakukan sejak zaman

nenek moyang mereka yang merupakan sebagai mata pencaharian utama. Sellato (1989

dalam Soedjito 1999), memperkirakan sistem perladangan yang dilakukan orang Dayak

sudah dimulai dua abad yang lalu. Mering Ngo (1990), menyebutkan cara hidup berladang

diberbagai daerah di Kalimantan telah dikenal 6000 tahun Sebelum Masehi.

Almutahar (1995) mengemukakan bahwa aktivitas orang Dayak dalam berladang di

Kalimantan cukup bervariasi, namun dalam variasi ini terdapat pula dasar yang sama.

Persamaan itu terlihat dari teknologi yang digunakan, cara mencari tanah atau membuka

hutan yang akan digunakan, sumber tenaga kerja dan sebagainya.

14

Page 15: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Dalam setiap aktivitas berladang pada orang Dayak selalu didahului dengan mencari

tanah. Dalam mencari tanah yang akan dijadikan sebagai lokasi ladang mereka tidak

bertindak secara serampangan. Ukur (1994), menjelaskan bahwa orang Dayak pada dasarnya

tidak pernah berani merusak hutan secara intensional. Hutan, bumi, sungai, dan seluruh

lingkungannya adalah bagian dari hidup. Menurut Mubyarto (1991), orang Dayak sebelum

mengambil sesuatu dari alam, terutama apabila ingin membuka atau menggarap hutan yang

masih perawan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu yaitu: pertama,

memberitahukan maksud tersebut kepada kepala suku atau kepala adat; kedua, Seorang atau

beberapa orang ditugaskan mencari hutan yang cocok. Mereka ini akan tinggal atau berdiam

di hutan-hutan untuk memperoleh petunjuk atau tanda, dengan memberikan persembahan.

Usaha mendapatkan tanda ini dibarengi dengan memeriksa hutan dan tanah apakah cocok

untuk berladang atau berkebun; ketiga, apabila sudah diperoleh secara pasti hutan mana yang

sesuai, segera upacara pembukaan hutan itu dilakukan, sebagai tanda pengakuan bahwa hutan

atau bumi itulah yang memberi kehidupan bagi mereka dan sebagai harapan agar hutan yang

dibuka itu berkenan memberkati dan melindungi mereka.

Hasil penelitian Mudiyono (1990), mengemukakan bahwa kreteria yang digunakan

oleh ketua adat atau kepala suku memberi izin untuk mengolah lahan di lihat dari kepastian

hubungan hukum antara anggota persekutuan dengan suatu tanah tertentu dan menyatakan

diri berlaku “ke dalam” dan “ke luar”. Berlakunya “ke luar” menyatakan bahwa hanya

anggota persekutuan itu yang memegang hak sepenuhnya untuk mengerjakan, mengolah dan

memungut hasil dari tanah yang digarapnya. Sungguhpun demikian adakalanya terdapat

orang dari luar persekutuan yang karena kondisi tertentu diberi izin untuk menumpang

berladang untuk jangka waktu satu atau dua musim tanam.

Berlakunya “ke dalam” menyatakan mengatur hak-hak perseorangan atas tanah sesuai

dengan norma-norma adat yang telah disepakati bersama. Anggota persekutuan dapat

memiliki hak untuk menguasai dan mengolah tanah, kebun atau rawa-rawa. Apabila petani

penggarap meninggalkan wilayah (benua) dan tidak kembali lagi maka penguasaan atas tanah

menjadi hilang. Hak penguasaan tanah kembali kepada persekutuan dan melalui musyawarah

ketua adat dapat memberikannya kepada anggota lain untuk menguasainya. Tetapi jika

seseorang sampai pada kematiannya tetap bermukim di daerah persekutuan maka tanah yang

telah digarap dapat diwariskan kepada anak cucunya.

Hasil penelitian Kartawinata (1993) pada orang Punan, dan Sapardi (1992) pada orang

Dayak Ribun dan Pandu, pada umumnya memilih lokasi untuk berladang di lokasi yang

berdekatan dengan sungai. Tempat-tempat seperti itu subur dan mudah dicapai.

15

Page 16: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Dalam studi kasus tentang sistem perladangan suku Kantu’ di Kalimantan Barat Dove, (1988)

merinci tahap-tahap perladangan berpindah sebagai berikut: (1) pemilihan pendahuluan atas

tempat dan penghirauan pertanda burung; (2) membersihkan semak belukar dan pohon-pohon

kecil dengan parang; (3) menebang pohon-pohon yang lebih besar dengan beliung Dayak; (4)

setelah kering, membakar tumbuh-tumbuhan yang dibersihkan; (5) menanam padi dan

tanaman lainnya ditempat berabu yang telah dibakar itu (kemudian di ladang berpaya

mengadakan pencangkokan padi); (6) menyiangi ladang (kecuali ladang hutan primer);(7)

menjaga ladang dari gangguan binatang buas; (8) mengadakan panen tanaman padi; dan (9)

mengangkut hasil panen ke rumah.

Selanjutnya menurut Soegihardjono dan Sarmanto (1982) ada empat kegiatan

tambahan yang tidak kalah penting dalam kegiatan berladang adalah: (1) pembuatan

peralatan ladang (yaitu menempa besi, membuat/memahat kayu dan menganyam rumput atau

rotan); (2) membangunan pondok di ladang; (3) memproses padi; (4) menanam tanaman yang

bukan padi. Dalam setiap tahap kegiatan mengerjakan ladang tersebut biasanya selalu

didahului dengan upacara-upacara tertentu. Hal ini dilakukan dengan maksud agar ladang

yang mereka kerjakan akan mendapat berkah dan terhindar dari malapetaka.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dakung (1986) tentang suku Dayak di

Kalimantan Barat, bahwa peralatan yang digunakan dalam melakukan aktivitas sosial

ekonomi seperti mengumpulkan hasil hutan, berburu, menangkap ikan, perkebunan rakyat

seperti kopi (Coffea arabica), karet (Havea brasiliensis), kelapa (Cocos nucifera), buah-

buahan, antara lain ialah pisau, kapak. baliong, tugal, pangatam, bide, inge, atokng, nyiro,

pisok karet, tombak dan lain-lain.

Dalam pada itu, jenis-jenis peralatan rumah tangga seperti alat-alat masak memasak

antara lain periuk atau sampau dari bahan kuningan atau besi untuk menanak nasi, kuwali

terbuat dari tanah liat atau logam, panci dari bahan logam, ketel atau ceret dari bahan logam,

dan tungku batu. Jenis alat tidur antara lain tikar yang terbuat dari daun dadang dan daun

urun, kelasa yaitu tikar yang terbuat dari rotan, bantal yang terbuat dari kabu-kabu (kapuk)

yang disarung dengan kain, klambu, katil dan pangking yaitu tempat tidur yang terbuat dari

kayu.

4.4 Karakteristik Kebudayaan Dayak Ketapang

Pembagian kelompok suku Dayak di Kalimantan berdasarkan pada kesamaan hukum

adat, bahasa, ritus kematian, jalur sungai, maupun kriteria lain, membuktikan adanya

keragaman yang alami dan perbedaan yang natural dari pribumi asli pulau ini (Widjono,

16

Page 17: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

1998). Menurut Widjono (1998) terdapat karakteristik yang sifatnya khas yang

memperlihatkan kesamaan kebudayaan di antara semua suku Dayak di Kalimantan yang

berbeda hanyalah istilah lokalnya saja. Riwut (1958) dan Ukur (1991 dalam Widjono 1998)

berdasarkan hasil temuannya mengatakan bahwa ciri pokok kebudayaan Dayak meliputi: (1)

rumah panjang; (2) senjata khas; (3) anyam-anyaman; (4) tembikar; (5) siastem perladangan;

(6) kedudukan perempuan dalam masyarakat; (7) seni tari.

Karakteristik kebudayaan Dayak sebagaimana yang dikemukakan oleh Ukur tersebut secara

rinci dapat di uraikan sebagai berikut:

Rumah Panjang.

Rumah panjang yang merupakan rangkaian tempat tinggal yang bersambung telah

dikenal semua suku Dayak, terkecuali suku Dayak Punan yang hidup mengembara, pada

mulanya berdiam dalam kebersamaan hidup secara komunal di rumah panjang, yang lazim

disebut Laou, Lamin, Betang, dan Lewu Hante.

Persepsi suku Dayak tentang rumah panjang tercakup dalam minimal empat aspek

penting dari rumah panjang itu sendiri yaitu aspek penghunian, aspek hukum dan peradilan,

aspek ekonomi, dan aspek perlindungan dan keamanan. Tidak berlebihan bila rumah panjang

bagi suku Dayak merupakan “centre for Dayak creation, art and inspiration”. Lebih dari itu,

rumah panjang merupakan wujud konkrit dari solidaritas sosial budaya suku Dayak di masa

lampau, bahkan menurut Layang dan Kanyan (1994) bahwa rumah panjang merupakan pusat

kebudayaan Dayak, karena hampir seluruh kegiatan mereka berlangsung di sana.

Senjata Khas

Senjata khas yang di miliki suku Dayak di Kalimantan yang tidak di miliki oleh suku lainnya

adalah mandau dan sumpit. Senjata khas yang disebut mandau terbuat dari lempengan besi

yang ditempa berbetuk pipih panjang seperti parang berujung runcing menyerupai paruh

burung yang bagian atasnya berlekuk datar. Pada sisi mata di asah tajam sedang sisi atasnya

sedikit tebal dan tumpul. Kebanyakan hulu mandau terbuat dari tanduk rusa diukir berbentuk

kepala burung dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin dan kait.

Sarung mandau terbuat dari lempengan kayu tipis, bagian atasnya dilapisi tulang berbentuk

gelang, bagian bawah dililit dengan anyaman rotan.

Demikian juga senjata khas yang disebut sumpit yaitu jenis senjata tiup yang

dalamnya diisi dengan damak yang terbuat dari bambu yang diraut kecil dan tajam yang

ujungnya diberi kayu gabus sebagai keseimbangan dari peluru sumpit. Kekuatan jarak tiup

sumpit biasanya mencapai 30-50 meter. Sumpit terbuat dari kayu keras berbentuk bulat

panjang menyerupai tongkat yang sekaligus merupakan gagang tombak dengan lubang laras

17

Page 18: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

sebesar jari kelilingking yang tembus dari ujung ke ujung. Pada ujung sumpit di lengkapi

dengan mata tombak terbuat dari besi berbentuk pipih berujung lancip yang menempel diikat

dengan lilitan rotan.

Di samping kedua jenis senjata itu masih terdapat satu peralatan yang disebut telabang

atau perisai. Perisai ini terbuat dari kayu gabus dengan bentuk segi enam memanjang,

keseluruhan bidang depannya beragam hias topeng (hudoq), lidah api dan pilin berganda.

Anyam-anyaman

Kerajinan tradisional dari orang Dayak berupa anyam-anyaman yang terbuat dari bahan baku

rotan, terdapat di semua suku Dayak dengan pelbagai versi. Hal yang tampak khas terdapat

dalam dua bentuk yaitu anyam tikar dengan aneka macam motif hias dan sejenis keranjang

bertali yang lazim disebut anjat, kiang, berangka dan sebagainya.

Tembikar

Tembikar konon katanya berasal dari Cina, seperti bejana, tempayan, belanga, piring dan

mangkok sejak ribuan tahun lalu merupakan bagian dari tradisi kehidupan suku Dayak di

Kalimantan. Bahkan sebagian besar dari barang tersebut, terutama tempayan dan guci tidak

hanya memiliki nilai ekonomis, melainkan juga memiliki nilai sosio religius yang

difungsikan sebagai mahar (mas kawin) dan sarana pelbagai upacara adat, juga untuk

menyimpan tulang-tulang leluhur serta sebagai lambang status sosial seseorang.

Sistem Perladangan

Sistem perladangan dilakukan dengan cara berotasi atau bergilir, merupakan budaya khas

semua suku Dayak. Sistem perladangan semacam itu mempunyai kearifan dan pengetahuan

tersendiri, dalam hal pemeliharaan keseimbangan lingkungan.

Namun demikian, sistem perladangan semacam ini sering dipecundangi, dituduh tidak

produktif dan merusak hutan. Suatu vonis yang harus diluruskan sebab banyak penelitian

telah membuktikan salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dove (1988)

terhadap suku Kantu di Kalimantan Barat yang menyatakan sistem perladangan suku Dayak

tidak menyebabkan kerusakan hutan atau lingkungan.

4.5 Kedudukan Perempuan dalam Masyarakat Dayak Ketapang

Sistem geneologis dalam masyarakat Dayak adalah parental, bahwa garis keturunan

ayah dan ibu dianggap sama. Hal itu berbeda dengan sistem patrilineal (garis keturunan ayah

18

Page 19: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

atauy lelaki) ataupun sistem matrilineal (garis keturunan ibu atau perempuan). Dalam struktur

masyarakat Dayak, pada khakikatnya kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama

dengan kaum laki-laki baik dalam kehidupan sosial dan kehidupan religius. Hal itu tampak

jelas dalam peranan perempuan di pelbagai upacara adat.

Seni Tari

Dalam masyarakat Dayak, tarian dilaksanakan selalu dalam konteks ritual dan serimonial.

Namun ada juga tarian yang sifatnya untuk kepentingan umum. Tarian Dayak pada

hakikatnya merupakan selebrasi kehidupan. Ragam tarian Dayak menunjukkan identitas khas

dari suku Dayak.

Karakteristik atau ciri-ciri pokok kebudayaan Dayak sebagaimana yang dikemukakan oleh

Ukur tersebut, menurut Arman (1994) makin lama makin melemah. Rumah panjang yang ada

sudah semakin tua dan punah, sedangkan rumah-rumah baru diperkampungan orang Dayak

sudah berbentuk rumah individual. Mandau dan sumpit sudah semakin langka karena sudah

dibeli oleh turis manca negera dan turis domestik. Mandau bikinan baru tidak seindah

mandau bikinan dulu. Sumpitpun mengalami nasib yang sama dengan mandau, yang tinggal

hanya satu dua. Tembikar dulu dibawa ke Kalimantan oleh pedagang Cina dalam tukar

menukar produk dengan penduduk asli, kini mereka lebih suka membawa containers dari

seng atau plastik, karena lebih ringan untuk di bawa, dan orang Dayak sendiri tidak

berkeberatan menerimanya.

Sementara itu, sistem perladangan orang Dayak juga sudah mulai berubah, karena hutan

untuk ditebang dan dibakar juga semakin sempit. Sistem perladangan yang dulu masih

sustainable kini menurun produktivitasnya, karena masa bera yang semakin pendek dan

persyaratan-persyaratan lain yang tidak mungkin dipenuhi lagi. Demikian juga dengan seni

tari tradisional di manapun juga, tidak terkecuali seni Dayak, sedang mengalami perubahan

karena generasi sekarang banyak yang tidak menyukai lagi, sedangkan generasi tua sebagai

pewaris sudah banyak yang meninggal dunia.

Berdasarkan karakteristik atau ciri pokok kebudayaan Dayak, seperti telah dikemukakan oleh

Ukur tersebut yang oleh Arman keberadaannya sudah semakin lama makin melemah, paling

tidak dapat memberi suatu gambaran bahwa orang Dayak, walaupun diantara mereka terdapat

banyak sub-sub suku yang masing-masing memiliki perbedaan, namun masih memiliki

kesamaan unsur-unsur budaya.

19

Page 20: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

4.6 Adat Buka Tanah Dayak Kayong

Sungai Laur terletak di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Kecamatan ini terdiri dari

bebarapa desa yang mayoritas dihuni oleh suku dayak Kayong. Saat saya sampai di desa

Semapo Kecamatan Sungai Laur sedang ada acara adat buka tanah, yaitu acara adat untuk

mengawali suatu kegiatan penggalian tanah atau penebangan pohon.

Dayak Kayong yang menjadi mayoritas masyarakat di Kecamatan Sungai Laur masih

memegang teguh tradisi peninggalan leluhur mereka. Adat-istiadat dari acara orang menikah,

melahirkan, meninggal, menanam dan memanen padi, atau membuka lahan pasti didahului

dengan acara adat untuk memohon keselamatan dan berkah dari alam dan Tuhan. Agama

Katholik masih menjadi mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Dayak Kayong, jadi

peran tokoh agama terutama Pastor di daerah sini masih sangat signifikan.

Acara adat buka tanah biasanya dimulai dengan pemotongan ayam dan penyiapan sesaji

berupa beras dan sesaji lain. Setelah dibacakan doa-doa oleh tokoh adat selanjutnya ayam

dipotong. Darah dari ayam tersebut ditempatkan dalam suatu tempat kemudian dicampur

dengan beberapa bulu ayam.

rumah penyimpan padi dayak kayong

Ternyata campuran darah dan bulu ini ada manfaat dan arti simbolisnya, saya sebagai orang

luar diberi bulu ini di kepala, demikian juga beberapa teman yang datang, setiap kepala diberi

sedikit bulu sebagai tolak bala.

Setelah itu baru diadakan acara bergendang, atau nyayian-nyanyian warga dayak kayong. 

Tentu saja dalam acara ada pembagian arak dan tuak dan saya tidak mau melewatkan acara

ini. Tuak merah, yaitu minuman mengandung alkhohol hasil ferementasi ketan hitam, rasanya

sangat enak dan membuat tubuh hangat. Mabuk tuak lebih lama daripada mabuk arak. Tuak

lebih manis daripada arak. Bagi para drunken master ditanggung betah dan ketagihan

menikmati tuak merah khas dayak ini.

Saya sempat mampir di rumah untuk  menyimpan padi. Saya tidak tahu bagaimana warga

dayak kayong menyebut bangunan ini, kalau warga dayak kanayatn / dayak ahe menyebutnya

dengan dangau. Bangunan ini unik, mirip rumah adat dayak pada umumnya, cuma atapnya

sudah memakai seng, bukan dari sirap. Tapi struktur dan motifnya masih jelas menunjukkan

ciri khas bangunan dayak.

Banyak bangunan dengan ciri khas adat dayak ada di kalimantan ini. Beberapa mulai rusak

karena sudah tua, ada juga yang baru tetapi sudang mulai menggunakan bahan-bahan

modern. Bangunan dalam gambar tersebut setengah-setengah. Atapnya sudah menggunakan

seng, tetapi tangganya masih menggunakan tangga dari batang ulin. Tangga ini adalah tangga

20

Page 21: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

khas rumah adat suku Dayak. Pelestarian rumah dan bangunan suku dayak harus ditingkatkan

sebagai budaya Indonesia yang mempunyai nilai khusus.

Investor-investor yang tidak bertanggungjawab mulai masuk ke dalam tanah orang dayak.

Kadang mereka hanya mengambil kekayaan alam masyarakat dayak dan melupakan

kewajiban mereka selaku investor seperti melakukan program corporate social responsibility

yang berkelanjutan (sustainable CSR). Contoh lain hanya mengambil mineral sebagai bahan

galian tambang tanpa melakukan revegetasi dan reklamasi. Perusahaan-perusahaan ini harus

diberi sanksi secara tegas karena yang mereka lakukan sebenarnya adalah menghancurkan

lingkungan dan ekologinya termasuk manusia dan peradabannya.

Hutan, tanah dan air adalah identitas utama bagi masyarakat dayak. Hutan harus diselamatkan

supaya air tetap terjaga. Tanah harus tetap dijaga jangan sampai diekspansi oleh pihak-pihak

yang tidak bertanggungjawab, karena pindahnya kepemilikan tanah akan mengancam hutan

yang berada di atas tanah tersebut. Ketika identitas masyarakat dayak mulai tergerus maka

budayanya pun akan luntur, relakah kita? Tentu tidak!

4.7 Gelar Kehormatan Dayak Kayong

Peringatan Hari Pangan Sedunia Keuskupan Ketapang yang berlangsung di Paroki Santo

Petrus Rasul Nanga Tayap. Jarak paroki ini  kurang lebih 200 kilometer dari Kota Ketapang. 

 

Di acara itu, ditampilkan tumpeng dari bahan pangan lokal sebanyak 75 buah, persembahan

dari umat yang berasal dari pusat sampai pelosok paroki. Ini untuk merayakan kegembiraan,

bahwa tahun 2010 ini Uskup Ketapang Mgr Blasius Pujaraharja Pr memasuki usia 75 tahun.

 

Acara itu berlangsung 11 Oktober 2010, dan menjadi kenangan tersendiri bagi Mgr Pujo,

panggilan akrabnya. Karena pada peringatan ini, Mgr Pujo mendapat gelar kehormatan dari

masyarakat Dayak setempat.

Gelarnya adalah Gemale Keputot Cangkar Temage Pencinte Damai Semua Bangse. Artinya

adalah seorang tokoh panutan yang mencintai kedamaian dan mencintai semua masyarakat.

 

Demong adat setempat menjelaskan, gelar Gemale Keputot ini adalah gelar tertinggi dalam

masyarakat adat Dayak Kayong Ketapang. Hal yang tidak terlupakan dalam kegiatan

tersebut, adalah bahwa dalam perjalanan dari Kota Ketapang menuju Kecamatan Nanga

Tayap, uskup itu harus diangkat memakai traktor. 

 

21

Page 22: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Wah, apa pasal? Saat itu hujan, jalan licin, dan di jalan menuju Nanga Tayap ada yang baru

ditimbun. Mobilnya nyangkut, Mgr Puja harus  turun dari mobil dan berjalan kaki.

Malangnya, Uskup Pujo terjebak dalam kubangan lumpur sampai ke pangkal paha.

 

"Saya tidak bisa bergerak. Maju tidak bisa, mundur tidak bisa. Terpaksa saya diangkat pakai

traktor,” kenang Uskup Pujo. 

 

Ya, gara-gara jalan jalan becek, jadilah pemegang gelar tertinggi Gemale tersebut, harus

diangkat traktor. Lepas dari kejadian tersebut, Uskup Pujo tetap senang melihat partisipasi

umat. 

 

"Saya senang, dalam kegiatan Hari Pangan ini, umat dari berbagai wilayah sangat antusias

terlibat. Mereka datang dari berbagai pelosok, padahal, sekarang lagi musim hujan dan sulit

transportasi,” ucapnya. (*)

 

4.8 Rumah Adat Dayak Paya' Kumang

Rumah Adat Dayak yang terkenal di Kota Kayong, Ketapang ini. Letaknya berada di daerah

Payak Kumang tepat berada di depan pasar ikan Payak Kumang. Rumah adat Dayak ini

adalah rumah adat yang sering dipakai untuk acara-acara resmi dari kalangan orang Dayak

sendiri. Rumah adat ini juga sering dijadikan tempat beberapa acara pelantikan, musyawarah,

dan lain sebagainya.Beberapa dari kaum pemuda sering menggunakan tempat ini untuk

rekoleksi, acara perenungan, bahkan sempat pernah dijadikan lokasi syuting oleh artis anak

daerah Ketapang sendiri. Gedung ini sekarang telah dijadikan Paroki oleh pastor setempat

untuk membantu Paroki pertama mengembangkan umat di daerah Payak Kumang. Karena

kebanyakan umat dari seberang terlalu jauh untuk mencapai gereja Katedral yang berada di

A.Yani. Gedung tersebut menjadi Paroki yang diberi nama Paroki Santo Agustinus.

4.9 Cara masyarakat dayak menjaga keseimbangan alam

Beberapa tahun bergaul dengan masyarakat dayak, penduduk asli di Kalimantan saya

mendapatkan suatu filosofi yang sangat perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan oleh

masyarakat lain. Filosofi ini berkaitan dengan bagimana menjaga keseimbangan antara

manusia dengan manusia lain, dengan alam sekitarnya dan

dengan Sang Pencipta.

22

Page 23: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Beberapa contoh di bawah ini adalah cara-cara masyarakat dayak menjaga keseimbangan

tersebut :

Pola pembukaan lahan atau pembagian lahan adat, biasanya tanah yang menjadi hak ulayat

masyarakat adat yang saya ketahui di masyarakat adat dayak Kanayatn di daerah Kabupaten

Landak Kalimantan Barat atau biasa dikenal dengan dayak ahe adalah setiap orang

diperbolehkan membuka lahan dengan batasan setengah gantang, artinya lahan yang dibuka

ukuranya cukup unyuk menanam bibit padi yang banyaknya setengah gantang. Tujuan dari

pembatasan ini adalah, setiap manusia dianggap dapat hidup cukup dengan hasil panen lahan

seluas satu gantang selama musim panen, selain itu pembukaan lahan tidak secara besar-

besaran tetapi sesuai dengan kemapuan warga yang akan mengelola. Sebuah nilai

keseimbangan untuk menjaga alam dapat ditemukan dengan jelas dalam pola pembukaan

lahan ini, masyarakat harus memperhatikan alam dan sesama manusianya, tidak boleh

berlebihan atau rakus dan tetap harus memikirkan keberlanjutan alam.

Masyarakat dayak kayong, di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat mempunyai budaya

buka tanah, artinya siapapun juga yang ingin menggali tanah atau menebang pohon wajib

melakukan ritual memohon ijin kepada alam (roh-roh yang menguasai alam sekitar) supaya

diberi restu dan keselamatan. Jika dianalogikan dengan pemikiran masyarakat biasa hal ini

sebenarnya menunjukkan bahwa alam merupakan pusat kehidupan dan identitas masyarakat

dayak. Pada umumnya ada tiga hal yang menjadi identitas masyarakat dayak yaitu hutan,

tanah, dan air. Dalam adat buka tanah, orang yang ingin menggali lubang atau menebang

pohon biasaya memberikan sesaji. Ini adalah bentuk syukur atas kemurahan dan ijin dari

alam kepada manusia untuk memanfaatkannya. Di beberapa tempat yang didiami suku dayak,

menggali tanah adalah tabu, karena asumsinya bahwa buka tanah adalah untuk menguburkan

orang, buka tanah atau gali lubang adalah gali kubur. Jadi orang-orang yang akan menggali

tanah seperti menggali sumur diwajibkan melakukan ritual supaya tidak celaka. Hal ini

menjadi hambatan jika ada investor dari pertambangan yang akan melakukan eksplorasi dan

eksploitasi sumber daya alam yang ada. Pekerjaan eksplorasi pasti memerlukan penggalian

untuk meneliti potensi yang ada. Kearifan lokal buka tanah ini sebenarnya secara langsung

sudah menjadi bentuk nyata untuk menjaga keseimbangan manusia dengan alam.

Masyarakat dayak kanayatn atau dayak ahe mempunyai filosofi “Adil Ka’Talino, Bacuramin

Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata”. Kalimat ini menjadi kata pembuka wajib ketika seseorang

berbicara di depan umum dan biasanya yang mendengarkan kalimat tersebut akan

23

Page 24: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

mengucapkan sapaan balasan “harus”. Saya pernah bertanya kepada tokoh adat dayak

kanayatn tentang arti kaliman tersbeut di atas yaitu : bersikap adil kepada sesama manusia,

bercermin atau melihat diri, atau lebih tepatnya dalam bahasa lain adalah memproyeksikan

diri ke Surga, bernafaslah kepada Tuhan. Artinya secara harafiah adalah masyarakat wajib

bersikap adil kepada sesamanya, manusia dalam bertingkah laku harus mengarah supaya

masuk ke surga, dan manusia bernafas kepada Tuhan, jadi Tuhan merupakan sumber hidup

manusia.

Masyarakat dayak tidaklah seperti yang diceritakan oleh orang-orang jaman dahulu (yang

saya ragukan jangan-jangan orang-orang yang cerita tentang masyarakat dayak belum pernah

ke Kalimantan dan hidup dengan masyarakat dayak.) Fakta yang saya temui orang dayak

polos dan jujur. Dia akan mengatakan A jika itu A, atau B jika itu B. Namun sayang diantara

kita masih ada yang tega mengambil hak orang dayak. Beberapa investor di bidang

perkayuan, perkebunan dan pertambangan melakukan ekspansi besar-besaran, dan melupakan

masyarakat dayak yang ada.

Alam tentu tidak akan tinggal diam, apalagi Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak investor yang

merasa bisa membeli apa saja di Kalimantan, Tetapi tentu saya masyarakat dayak sekarang

sudah mulai pintar, tidak mudah ditipu dengan janji-janji investor. Jika termakan janji tentu

saja masyarakat dayak akan gigit jari, identitas mereka akan hilang, tanah, hutan, dan air

menjadi rusak.

Jagalah kesimbangan hidup manusia dengan sama manusia, dengan alam dan dengan Sang

Pencipta, supaya anak cuku kita tidak menanggung dosanya.

4.10 Kamponk Tamawakng di ketapang

Komunitas masyarakat adat Dayak Simpakng, di Kabupaten Ketapang, sampai

sekarang masih memegang teguh kearifan lokal yang mereka miliki dalam menjaga dan

melestarikan alam, yaitu apa yang disebut sebagai Kampokng Tamawakng. Kearifan lokal ini

merupakan istilah lokal yang digunakan oleh Dayak Simpakng untuk menjelaskan konsep

pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berkelanjutan yang dilakukan secara terpadu

(Indigenous Integrated Natural Resources System Management).

24

Page 25: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Dalam kampokng temawakng terdapat berbagai macam jenis hewan piaraan, tanam

tumbuh yang dipelihara agar bisa memberikan penghidupan bagi masyarakatnya. Diantaranya

ada, tanaman durian, cempedak, duku, rambutan, langsat, mentawa, kelapa, pinang, dan

banyak tanaman lainnya.

Kepemilikan Kampokng temawakng berdasarkan garis keturuan kekeluargaan yang

bisa berkembang menjadi kepemilikan komunal oleh masyarakat dalam satu kampung.

Karena pada prinsipnya, kampokng temawakng ini bertujuan sebagai penyediaan atau asset

(investasi) untuk generasi berikutnya. Sehingga bagi orang dari luar kampung yang ingin

memanfaatkannya harus minta izin terlebih dahulu kepada masyarakat setempat, karena

keberadaannya sudah diatur dalam ketentuan adat istiadat kampung setempat. Bagi yang

melanggar ketentuan tersebut akan berhadapan dengan hukum adat.

Selain itu juga, kampokng temawakng berfungsi sebagai kekuatan masyarakat adat untuk

mempertahankan sumber-sumber penghidupannya dari ekspansi modal, pihak-pihak

berkepentingan yang ingin merampas kedaulatan wilayah adat dari eksistensi ekologisnya.

Secara legal, pengelolaan sumber daya alam melalui aktivitas kampokng temawakng ini

sangat kuat dan memiliki posisi tawar yang sangat tinggi. Maka, perlu disadari bahwa

masyarakat adat Dayak secara umum adalah komunitas ekologis dimana keberlangsungan

hidupnya sangat tergantung pada eksistensi alam yang ada.

Adat yang mencakup pengertian religi (world-view), norma, dan etika yang

selanjutnya diperjelas oleh mitos merupakan pandangan hidup (way of life) bagi masyarakat

holtikultural Dayak dalam kehidupannya. Adat bersama mitosnya mempengaruhi dan

membentuk sikap serta perilaku individu maupun komunitas terhadap alam dalam sistem

kehidupan ini. Berdasarkan pandangan dunianya, masyarakat Dayak mamahami manusia itu

sebagai bagian dari alam dalam suatu bentuk sistem kehidupan.

Bentuk sistem kehidupan ini merupakan lingkungan hidup bersama dari unsur

manusia dan unsur-unsur lain yang non-manusia (organisme dan non-organisme). Kesemua

unsur dalam sistem itu memiliki nilai dan fungsinya masing-masing. Pandangan kosmologi

tersebut telah berdampak pada pemahaman mereka terhadap hubungan manusia dengan alam

yang bersifat antropocosmic, yang berarti manusia dan alam menyatu, tidak terpisahkan, hal

ini berimplikasi terhadap korelasi dari unsur-unsur dalam sistem kehidupan itu dimana

manusia sebagai salah satu unsurnya tidak pernah memanifestasikan diri mereka sebagai raja

penguasa atas alam.

25

Page 26: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Pandangan kosmologi yang demikian itu melahirkan suatu etika lingkungan hidup

yang tercakup dalam adat sehingga membuat masyarakat Dayak mempunyai sikap

menghargai, menghormati dan bersahabat terhadap alam. Dengan demikian, manusia tidak

dapat bertindak semau-maunya terhadap alam, mengeksploitasi alam sehabis-habisnya demi

kepentingan ekonomi. Bagaimanapun juga kesejahteraan hidup manusia secara keseluruhan -

termasuk kesejahteraan hidup generasi yang akan datang- tetap akan tergantung dari

kesehatan dan kelestarian alam yang menjadi sumber penghidupan dan satu-satunya

lingkungan hidupnya. Religi yang telah diwariskan para leluhur dan telah diuji dan

dipraktekkan sepanjang sejarah kehidupan mereka sebagai peladang berpindah -telah berhasil

melestarikan lingkungan hidupnya.

Mereka melalui religinya telah berhasil membuat suatu bentuk kehidupan

berkelanjutan (sustainable life) dalam kehidupan mereka. Adat dan religi sebagai produk

akumulasi dari pengalaman manusia-produk adaptive strategy dalam interaksinya dengan

alam agar supaya mereka mampu bertahan hidup telah berkembang menjadi budaya

disepanjang kehidupan manusia tersebut. Melestarikan budaya berarti melestarikan

lingkungan hidup karena di dalamnya terdapat etika lingkungan hidup. Mencela budaya

karena sifatnya lokal berarti mencela para leluhur yang telah mewariskannya yang sekaligus

menolak untuk melestarikan lingkungan hidup. Dengan melestarikan budaya maka berarti

kita akan tetap ada.

4.11 Pemerintah terhadap budaya dayak ketapang

Ketapang. Kepala Seksi (Kasi) Pelestarian Budaya Daerah Disbudparpora Ketapang,

Ermansyah mengatakan, pemerintah kini sedang melakukan inventarisasi peninggalan

budaya nenek moyang penduduk Ketapang yang kian punah.

Ermansyah menegaskan, geografis masing-masing daerah yang berjauhan menjadi

kendala pemerintah dalam mendata sejumlah budaya yang kini sebagian besar tidak memiliki

garis penerus alias menuju kepunahan.

“Ketapang memiliki banyak budaya potensial warisan nenek moyang, namun hingga

kini belum semua terdata, sebagian besar hampir punah serta tidak memiliki penerus,” ujar

Ermansyah.

26

Page 27: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Ermansyah mencontohkan, saat ini ada delapan tradisi masyarakat Ketapang yang

nyaris punah, di antaranya, pantun pemuar penyanget (lebah), pengrajin mandau, syair

gulung, pencak silat, ritual berobat kampung, rebana besar, hukum adat Dayak, pematung

khas Dayak, dan permainan bubu.

“Seperti pesta rakyat permainan bubu saat ini hanya ada di Kecamatan Sandai. Dan

itu satu-satunya di Kabupaten Ketapang yang tersisa. Kini kita mengalami kesulitan mencari

orang yang bisa memainkan permainan tersebut,” katanya.

Berdasarkan surat Balai Pelestarian Sejarah (BPS) Pontianak, Pemkab Ketapang 2011

mengajukan delapan calon penerima anugerah kebudayaan seni tradisi, di antaranya seni

tradisi pantun pemuar penyanget (lebah), pengrajin mandau, syair gulung, pencak silat, ritual

berobat kampung, rebana besar, hukum adat Dayak, dan pematung khas Dayak.

Ermansyah mengatakan, ke delapan calon penerima anugerah kebudayaan 2011 dari

Dirjen Kebudayaan itu memiliki beberapa persyaratan antara lain, punya keahlian seni tradisi

yang benar-benar menuju kepunahan, warga negara Indonesia, berusia di atas 55 tahun,

memiliki pengalaman di bidangnya minimal 35 tahun, dan memiliki kemampuan

membagikan keahliannya pada generasi penerus.

“Seperti seni tradisi pantun pemuar penyangat, pada zaman dahulu orangtua sering

menggunakan pantun untuk mengambil madu di hutan (atas pohon). Dengan melantunkan

pantun konon lebah menjadi jinak, tidak menggigit ketika madunya diambil,” tuturnya.

Demikian halnya dengan pengrajin mandau, ia mengatakan jumlah orangtua yang

memiliki keahlian itu kini sudah tidak banyak lagi, diperkirakan dua kesenian ini hanya

memiliki ahlinya satu hingga dua orang saja.

“Dengan mengajukan calon penerima anugerah kebudayaan pemerintah berharap bisa

melestarikan tradisi di Kabupaten Ketapang, yang tidak dimiliki daerah lain. Ini jadi potensi

kita,” pungkasnya.

27

Page 28: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

BAB V

PENUTUP

Suku Dayak sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki adat-istiadat dan hukum adat

tersendiri. Ketentuan-ketentuan yang merupakan pedoman hidup bagi warganya, ada yang

mengandung sanksi, dan ada yang tidak. Yang tidak mengandung mengandung sanksi adalah

kebiasaan atau adat istiadat, namun yang melanggar akan dicemooh, karena adat merupakan

pencerminan kepribadian dan penjelmaan dari jiwa mereka secara turun temurun. Sedangkan

yang mengandung sanksi adalah hukum yang terdiri dari norma-norma kesopanan,

kesusilaan, ketertiban sampai pada norma-norma keyakinan atau kepercayaan yang

dihubungkan dengan alam gaib dan sang pencipta. Norma-norma itu disebut hukum adat.

Sistem kekarabatan pada orang Dayak pada adalah bersifat bilateral atau parental. Anak laki-

laki maupun perempuan mendapat perlakuan yang sama, begitu juga dalam pembagian

warisan pada dasarnya juga tidak ada perbedaan, artinya tidak selamanya anak-laki mendapat

lebih banyak dari anak perempuan, kecuali yang tetap tinggal dan memelihara orang tua

hingga meninggal, maka mendapat bagian yang lebih bahkan kadang seluruhnya. Demikian

juga tempat tinggal setelah menikah pada orang Dayak lebih bersifat bebas memilih dan tidak

terikat. Sistem perkawinan pada dasarnya menganut sistem perkawinan eleotherogami dan

tidak mengenal larangan atau keharusan sebagaimana pada sistem endogami atau eksogami,

kecuali karena hubungan darah terdekat baik dalam keturunan garis lurus ke atas atau ke

bawah sampai derajat ketujuh.

Mata pencaharian orang Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan, misalnya

berburu, berladang, berkebun mereka pergi ke hutan. Mata pencaharian yang berorientasi

pada hutan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, dan ternyata berpengaruh

terhadap kultur orang Dayak. Misalnya rumah panjang yang masih asli seluruhnya dibuat dari

kayu yang diambil dari hutan, demikian juga halnya dengan sampan-sampan kecil yang

dibuat dengan teknologi sederhana yaitu dengan cara mengeruk batang pohon, peralatan kerja

seperti kapak, beliung, parang, bakul, tikar, mandau, perisai dan sumpit semuanya (paling

tidak sebagian) bahan-bahannya berasal dari hutan.

Kesenian seperti seni tari, seni suara, seni ukir, seni lukis orang Dayak merupakan

salah satu aspek dari kebudayaan Dayak yang memiliki bentuk dan ciri-ciri khas pada tiap-

tiap sub suku Dayak. Walaupun demikian, pada hampir semua sub suku Dayak memiliki ciri-

ciri dasar yang sama atau mirip, hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan kekarabatan

pada masa lampau.

28

Page 29: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

Hutan bagi masyarakat Dayak merupakan “dunia” atau kehidupan mereka.

Kedudukan dan peranan hutan semacam ini telah mendorong petani Dayak memanfaatkan

hutan di sekitar mereka dn sekaligus menumbuhkan komitmen untuk menjaga kelestariannya

demi keberadaan dan kelanjutan hidup hutan itu sendiri, kehidupan mereka sebagai individu

dan kelompok, dan juga demi hubungan baik mereka dengan alam dan Tuhan mereka. Untuk

melaksanakan tugas dan komitmen tersebut, masyarakat Dayak dibekali dengan mekanisme

alamiah dan nilai budaya yang mendukung, pemanfaatan hutan demi kelanjutan hidup

mereka dan pelestarian alam.

29

Page 30: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

DAFTAR  PUSTAKA

 

Arman, Syamsuni. 1989. Perladangan Berpindah Dan Kedudukannya Dalam Kebudayaan

Suku-Suku Dayak Di Kalimantan Barat, Pontianak: Makalah disampaikan dalam

Dies Natalis XXX dan Lustrum VI Universitas Tanjungpura.

 

Bamba, John, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Alam: Menurut Budaya Dayak Dan

Tantangan Yang Di Hadapi, Dalam Kalimantan Review, Nomor 15 Tahun V,

Maret-April 1996, Pontianak.  

 

Dove, Michael R. 1988. Sistem Perladangan Di Indonesia: Studi kasus di Kalimantan Barat,

Yogyakarta: Gajahmada University Press.

 

---------. 1994. Kata Pengantar, Ketahanan Kebudayaan dan Kebudayaan Ketahanan,

Dalam: Paulus Florus (ed), Kebudayaan Dayak, Aktualisasi dan Transformasi,

Jakarta: LP3S-IDRD dengan Gramedia Widiasarana Indonesia.

 

Garna, Judistira, K. 1996. Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi, Bandung: Program

Pascasarjana UNPAD.

 

Ignatius. 1998. Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kampung Menyumbung (Sub Suku Dayak

Rio), Dalam, Kristianus Atok, Paulus Florus, Agus Tamen (ed), Pemberdayaan

Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat, Pontianak: PPSDAK Pancur

Kasih.

 

Mering, Ngo. 1990. Inilah Peladang, dalam: Prospek No. 3 Tahun 1, 13 Oktober 1990.

 

Mudiyono. 1990. Perubahan Sosial dan Ekologi Peladang Berpindah, Pontianak: Dalam

Suara Almamater Universitas Tanjungpura, No. II Tahun V November 1990.

 

Soedjito, Herwasono. 1999. Masyarakat Dayak: Peladang Berpindah dan Pelestarian

Plasma Nutfah, Dalam Kusnaka Adimihardja (editor), Petani Merajut Tradisi Era

Globalisasi, Pendayagunaan Sistem Pengetahuan Lokal Dalam Pembangunan,

Bandung: Humaniora Utama Press.

30

Page 31: lambosetungkung.weebly.comlambosetungkung.weebly.com/.../4/1/2/4/4124636/karya_ilmiah_27.docx · Web viewbenda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan

 

Ukur, Pridolin. 1994. Makna Religi Dari Alam Sekitar Dalam Kebudayaan Dayak, Dalam

Paulus Florus (editor), Kebudayaan Dayak, Aktualisasi dan Transformasi, Jakarta:

LP3S-IDRD dengan Gramedia Widiasarana Indonesia.

 

Widjono, Roedy Haryo. 1995. Simpakng Munan Dayak Benuang, Suatu Kearifan Tradisional

Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Pontianak: Dalam Kalimantan Review, Nomor

13 Tahun IV, Oktober-Desember.

 

---------. 1998. Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok, Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.     

31